IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA
LAHAN POTENSIAL PERTANIAN
DI KABUPATEN KARO
SKRIPSI
OLEH : NICO LERYSONE
020308027/TEP
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA
LAHAN POTENSIAL PERTANIAN
DI KABUPATEN KARO
OLEH :
NICO LERYSONE 020308027/TEP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing
(Ir.Edi Susanto, M.Si) (Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
The background of this research is an agricultural resources development in karo regency. The purpose of this research was to explore agro-climate and soil condition as well as supporting infrastructures such as irrigation facilities in five sites which in line with one of the government programs to promote Karo as a main stapple crops production areas. Aspects that have been identified were climate condition, topography, soil condition, prediction for erotion, hydrology and irrigation system and condition of as irrigation facilities. The results showed that the climate in the study areas was classified as Oldeman B1, the topography was flat and hilly. The types of soil texture were clay loam, loam and clay. The actual erotion was 3,07 – 8,52 ton/Ha/year. The condition of irrigation facilities was mostly well.
Key words : agro-climate, soil, topography, hydrology and irrigation, clay loam, loam and clay
Latar belakang penelitian ini adalah sebagai perencanaan pengembangan sumber daya lahan pertanian di Kabupaten Karo. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi agroklimat dan tanah demikian pula infrastruktur pendukung seperti fasilitas irigasi pada lima lokasi penelitian dalam rangka mendukung produksi tanaman pangan pada Kabupaten Karo. Aspek-aspek yang diidentifikasi adalah kondisi iklim, topografi, kondisi tanah, prediksi erosi, sistem hidrologi dan irigasi serta kondisi sarana irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim di lokasi penelitian digolongkan kedalam Oldeman tipe B1, topografi datar hingga berombak dan bergelombang hingga berbukit. Tekstur tanah yaitu lempung berliat, lempung, dan liat. Erosi aktual yaitu 3,07 – 8,52 ton/Ha/tahun. Kondisi sarana irigasi umumnya baik.
RINGKASAN
NICO LERYSONE, “Identifikasi Iklim, Tanah dan Irigasi pada Lahan
Potensial Pertanian di Kabupaten Karo. Dibawah bimbingan Edi Susanto, sebagai ketua dan Saipul Bahri Daulay, sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada lokasi daerah irigasi yang diambil memiliki cakupan areal potensial terluas, memiliki saluran primer, sekunder, dan tersier. Komponen yang diamati adalah : keadaan iklim, tanah, topografi, hidrologi dan pengairan, prediksi erosi dan jaringan irigasi. Hasil penelitian dianalisa dan diperoleh kesimpulan sbagai berikut :
Keadaan Iklim
Nilai curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Januari 68 mm/bulan dan nilai curah hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 300 mm/bulan.
Menurut klasifikasi Iklim Oldeman yang penggolongannya menitikberatkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Karo termasuk dalam Zona Agroklimat D1 yang berdasarkan kesesuaian untuk pertanian (Handoko,1995) menunjukkan daerah ini cocok untuk tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup.
Topografi
dilihat pada lokasi Merek dan Tiga Binanga didominasi oleh topografi dengan kemiringan 15 - 40 % (berbukit, curam), sedangkan untuk daerah Munte, Simpang Empat dan Juhar 2 – 8 % (landai atau berombak).
Tanah (Sifat Fisik Tanah)
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah pada lokasi penelitian adalah lempung berliat, lempung liat berpasir dan liat.
Kedalaman efektif tanah pada lokasi penelitian Juhar dan Tiga Binanga didominasi oleh kedalaman >90 cm (dalam) sedangkan pada lokasi Merek dan Munte didominasi oleh kedalaman efektif 60-90 cm (sedang) dan pada lokasi Simpang Empat didominasi oleh kedalaman 30 – 60 cm (dangkal)
Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah di daerah penelitian memiliki permeabilitas Lambat sampai sedang, sedang sampai cepat dan sedang.
Hidrologi dan Pengairan
Teridentifikasi dimana ada empat sungai yang menjadi sumber air pada lokasi penelitian. Sungai-sungai tersebut mempunyai tipe aliran perennial yaitu sungai yang mengalir sepanjang tahun.
Prediksi Erosi
Prediksi erosi pada masing-masing lokasi penelitian adalah berkisar antara 3,07 – 8,52 ton/Ha/tahun dengan nilai kehilangan tanah yang masih dapat ditoleransi (erosi toleransi) berkisar antara 15,90 – 29,25 ton/Ha/tahun. Sedangkan nilai erosi potensial berkisar antara 8,78 – 30,44 ton/Ha/tahun sehingga indeks bahaya erosi yang didapatkan pada masing – masing lokasi berkisar antara 0,33 – 1,33 dengan kategori tingkat bahaya erosi adalah rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Kondisi Jaringan Irigasi
RIWAYAT HIDUP
NICO LERYSONE dilahirkan di Medan, pada tanggal 16 Januari 1984
dari pasangan Bapak Samot Panamotan Aruan dan Ibu Tiodora Br. Simanjuntak. Penulis merupakan anak ke tiga dari enam bersaudara.
Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Markus Medan dan pada tahun 2002 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB pada Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Identifikasi Iklim, Tanah dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di Kabupaten Langkat”.
Skripsi ini disusun atas studi pustaka yang didukung dengan penelitian di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Edi Susanto, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ir. Saipul Bahri Daulay, MSi selaku anggota pembimbing yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta arahan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta atas doa dan dukungan selama ini baik berupa moral dan materi yang tiada henti-hentinya. Begitu juga dengan keluarga besar Aruan lainnya yang tidak pernah bosan mendukung penulis selama ini.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang rela memberikan waktunya untuk membantu dan mendukung penulis selama ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
DAFTAR ISI
Prediksi Erosi dan Erosi yang masih dapat dibiarkan ... 17
Evaluasi Erosi ... 24
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 25
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 41
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat ... 44
Lampiran 2. Segitiga Tekstur Tanah USDA ... 45
Lampiran 3. Zona Agroklimat dan Kesesuaian Untuk Pertanian ... 46
Lampiran 4. Peta Lokasi Penelitian Kabupaten Langkat ... 47
Lampiran 5. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Langkat ... 48
Lampiran 6. Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Langkat ... 49
Lampiran 7. Peta Indikasi Potensi Air dan Daerah Irigasi ... 50
Lampiran 8. Data Curah Hujan Bulanan 10 Tahun Terakhir ... 51
Lampiran 9. Data Curah Hujan Maksimum ... 52
Lampiran 10.Data Jumlah Hari Hujan ... 53
ABSTRAK
The background of this research is an agricultural resources development in karo regency. The purpose of this research was to explore agro-climate and soil condition as well as supporting infrastructures such as irrigation facilities in five sites which in line with one of the government programs to promote Karo as a main stapple crops production areas. Aspects that have been identified were climate condition, topography, soil condition, prediction for erotion, hydrology and irrigation system and condition of as irrigation facilities. The results showed that the climate in the study areas was classified as Oldeman B1, the topography was flat and hilly. The types of soil texture were clay loam, loam and clay. The actual erotion was 3,07 – 8,52 ton/Ha/year. The condition of irrigation facilities was mostly well.
Key words : agro-climate, soil, topography, hydrology and irrigation, clay loam, loam and clay
Latar belakang penelitian ini adalah sebagai perencanaan pengembangan sumber daya lahan pertanian di Kabupaten Karo. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi agroklimat dan tanah demikian pula infrastruktur pendukung seperti fasilitas irigasi pada lima lokasi penelitian dalam rangka mendukung produksi tanaman pangan pada Kabupaten Karo. Aspek-aspek yang diidentifikasi adalah kondisi iklim, topografi, kondisi tanah, prediksi erosi, sistem hidrologi dan irigasi serta kondisi sarana irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim di lokasi penelitian digolongkan kedalam Oldeman tipe B1, topografi datar hingga berombak dan bergelombang hingga berbukit. Tekstur tanah yaitu lempung berliat, lempung, dan liat. Erosi aktual yaitu 3,07 – 8,52 ton/Ha/tahun. Kondisi sarana irigasi umumnya baik.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Segala macam bentuk kehidupan, tumbuh-tumbuhan maupun binatang dan terlebih lagi manusia, selain memerlukan udara juga memerlukan air sebagai kehidupan pokoknya. Tanpa air tidak akan ada kehidupan, bahkan pada tanaman tertentu dan ikan, air selain merupakan kehidupan pokok juga merupakan media tumbuh dan habitat sebagai salah satu persyaratan hidupnya. Kadar dan derajat kebutuhan akan air berbeda-beda pada setiap kehidupan, baik dari segi jumlah, periode maupun mutunya. Yang satu lebih tahan hidup tanpa air dalam jangka waktu yang lebih lama sedangkan yang lainnya sama sekali tidak dapat hidup tanpa air. Demikian pula kebutuhan akan mutu air juga berbeda-beda. Karena itu kiranya tidak salah apabila dikatakan bahwa air merupakan hajat dan kebutuhan pokok hidup yang kedua setelah udara (Siskel dan Hutapea, 1995).
Dengan demikian jelaslah bahwa air, baik sebagai benda maupun sebagai sumber daya, mempunyai dimensi, tempat, waktu, jumlah, dan mutu. Dalam usaha manusia untuk memanfaatkan air bagi kepentingannya, muncul ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masalah air. Antara lain hidrologi, hidrolika, irigasi, dan lain sebagainya (Pusposutardjo, 2001).
merosotnya produksi beras di Indonesia adalah rusaknya jaringan-jaringan irigasi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah impor beras dari tahun ke tahun.
Kabupaten Karo merupakan dataran tinggi dengan ibukota Kabanjahe, terletak 77 km dari kota Medan, ibukota Propinsi Sumatera Utara. Luas daerah sekitar 2.127,25 kilometer persegi, terbentang dengan ketinggian 600 sampai 1400 meter diatas permukaan laut. Karena berada diketinggian tersebut Kabupaten Karo mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16 sampai 17oC.
Batas-batas wilayah Kabupaten Karo :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi NAD) Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140 sampai dengan 1400 meter diatas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut:
- Daerah ketinggian 140 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut seluas 9.550 Ha (4,49 %)
- Daerah ketinggian 200 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut seluas 1.373 Ha (5,35 %)
- Daerah ketinggian 500 sampai dengan 1000 meter diatas pemukaan laut seluas 79.215 Ha (37,24%)
Dilihat dari Geografi Kabupaten Karo terletak diantara 2o50’ - 3o19’ LU dan 97o55’ – 98o38’ BT. Didataran tinggi Karo inilah bisa kita temukan gunung berapi Sibayak dalam keadaan aktif berlokasi di atas ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut.Lahan pontensial merupakan lahan yang masih produktif bila diusahakan untuk pertanian tanaman pangan. Namun demikian bila pengelolaan lahan yang diterapkan tidak didasarkan pada kaidah - kaidah konservasi tanah dan air, maka lahan tersebut akan rusak dan cenderung menjadi lahan semi kritis atau bahkan lahan kritis (Aninomous, 1998).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi iklim, tanah, dan jaringan irigasi pada kawasan-kawasan potensial untuk menunjang pengembangan sumber daya pertanian Kabupaten Karo.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan dasar bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN LITERATUR
Daur Hidrologi
Daur hidrologi menunjukkan gerakan air dipermukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah habis. Air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau mahkluk lain. Siklus hidrologi adalah proses yang diawali oleh evaporasi kemudian terjadinya kondensasi dari awan hasil evaporasi (Dumairy, 2002).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap kedalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration) dan perkolasi (percolation). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir kembali ke dalam sungai ( river) atau genangan lainnya seperti waduk, danau sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan tanah sebagai air eksfiltrasi (exfiltration) dan dapat terkumpul lagi dalam alur sungai atau langsung menuju ke laut (Soewarno, 2000).
Zona Agroklimat
sesaat dari atmosfer, serta perubahan dalam jangka pendek (kurang dari 1 jam hingga 24 jam) di suatu tempat di bumi, sedangkan iklim adalah sintetis atau kesimpulan dari unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau di suatu wilayah. Ilmu iklim dapat dibagi menjadi berbagai cabang keilmuan iklim. Salah satunya adalah klimatologi yang menekankan pembahasan tentang permasalahan iklim di bidang pertanian (Handoko, 1995).
Menurut Oldeman klasifikasi iklim dibagi menjadi 5 tipe utama yang didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut. Subdivisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan kepada jumlah bulan kering berturut-turut, termasuk pembagian iklim utama dan subdivisinya. Dari 5 iklim utama dan 4 subdivisinya tersebut maka tipe iklim dapat dikelompokkan menjadi 18 daerah agroklimat Oldeman mulai dari A1 sampai E5 (Guslim, 1997).
Topografi
Topografi (relief) adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peran topografi melalui 4 cara, yaitu :
1. Jumlah air hujan yang dapat meresap atau disimpan oleh massa tanah. 2. Kedalaman air tanah.
3. Besarnya erosi yang terjadi.
4. Arah pergerakan air yang membawa bahan-bahan terlarut dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
(Hanafiah, 2005).
Topografi mempengaruhi pembentukan tanah secara langsung menyebabkan terbukanya permukaan bumi terhadap pengaruh matahari, angin dan udara dan secara tak langsung mempengaruhi drainase run off. Melihat pengaruhnya terhadap genese tanah, pada garis besarnya dapat dibedakan atas :
2. Topografi miring : permukaan tanah miring yang menampakkan adanya tanda-tanda run off yang lambat dan adanya erosi kecil yang oleh vegetasi lebat biasanya tersembunyi.
3. Topografi curam : permukaan tanah curam sudah jelas menampakkan tanda-tanda run off dan erosi yang merusak, hanya tak tampak jika tertutup hutan
(Darmawijaya, 1992).
Sifat Fisik Tanah
Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks yang terdiri dari tiga fase yakni bahan-bahan padat, cair, padat. Sifat-sifat fisis tanah diketahui sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Lapisan top soil mempunyai ketebalan 15 cm – 35 cm. Lapisan top soil mengandung berbagai bahan bagi tumbuhan dan perkembangan tanaman seperti bahan-bahan organik (humus) dan berbagai zat mineral. Selain itu, pada lapisan tanah ini hidup mikroflora dan mikrofauna atau jasad renik biologis (bakteri, cacing tanah, dan berbagai serangga tanah) yang masing-masing dapat menguntungkan dan menyuburkan tanah (Kartasapoetra, 1989).
A. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah penting kita ketahui karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisik tanah. Jika tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi 1,0 sampai dengan 1,3 gr/cm3 , sedangkan yang bertekstur kasar mempunyai bobot isi antara 1,3 sampai dengan 1,8 gr/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 gr/cm3 (Hanafiah, 2005)
Tekstur tanah dibagi menjadi 12 kelas dan pada diagram segitiga tekstur tanah USDA. Tanah yang berkomposisi ideal adalah 22,5 – 52,5 % pasir, 30 – 50 % debu, dan 10 -30 % liat dan disebut bertekstur lempung.
Berdasarkan kelas tekstur tanahnya maka tanah digolongkan menjadi :
• Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir
berlempung
• Tanah bertekstur halus atau tanah berliat, berarti tanah yang mengandung minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.
• Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari :
1. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir ( Sandy Loam) atau lempung berpasir halus.
2. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur lempung berpasir sangat halus, lempung (Loam), lempung berdebu (Silty Loam) atau debu (Silt). 3. Tanah bertekstur sedang tapi agak halus mencakup
lempung liat (Clay Loam), lempung liat berpasir (Sandy Clay Loam) atau lempung liat berdebu (Sandy Silt Loam).
menghantarkan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi serta mampu menyediakan hara tanaman (Islami dan Utomo, 1995).
B. Bobot Isi
Bobot isi atau kerapatan massa tanah kondisi lapangan yang dikering-ovenkan persatuan volume. Contoh tanah yang digunakan untuk menetapkan berat jenis harus diambil secara hati-hati dari dalam tanah. Pengambilan contoh tanah tidak boleh merusak struktur tanah asli. Terganggunya struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat persatuan volume. Gumpal-gumpal tanah yang diambil dari lapangan untuk penentuan kerapatan isi atau bobot isi itu dibawa ke laboratorium untuk dikering-ovenkan dan ditimbang (Darmawijaya, 1992).
C. Porositas
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga indikator kondisi drainase dan aerasi tanah (Kartasapoetra, 1989).
Agregat tanah sebaiknya matap agar tidak mudah hancur oleh adanya gaya dari luar, seperti pukulan butir hujan. Dengan demikian tidak mudah erosi sehingga pori-pori tanah tidak mudah tertutup oleh partikel tanah halus hingga infiltrasi tertahan dan run off menjadi besar (Sarief, 1985).
tanah jenuh air dan kemudian tanah ditimbang.. Persentase volume yang ditempati oleh pori-pori kecil, dalam tanah-tanah berpasir adalah rendah, yang menunjukkan kapasitas memegang air yang rendah. Sebaliknya pada top soil bertekstur halus, memiliki lebih banyak ruang pori total yang sebagian besar terdiri dari pori-pori kecil. Hasilnya adalah tanah dengan kapasitas memegang air yang besar (Foth, 1998)
Tanah yang mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot volumenya rendah. Apabila terjadi seperti itu maka akan sangat berpengaruh pada tingkat penyediaan oksigen didaerah perakaran dan pada akhirnya juga akan mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap hara. Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi, jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 50-60% (Islami dan Utomo, 1995).
D. Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk mentransfer air atau udara. Permeabilitas biasanya diukur dengan istilah jumlah air yang mengalir melalui tanah dalam waktu yang tertentu dan ditetapkan sebagai cm/jam.
E. Kedalaman Efektif
K0 = lebih dari 90 cm (dalam)
K1 = 90 cm sampai 50 cm (sedang)
K2 = 50 cm sampai 25 cm (dangkal)
K3 = kurang dari 25 cm (sangat dangkal)
(Arsyad, 1989).
Hubungan Antara Air Permukaan dan Air Tanah
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang- ruang antar butir-butir tanah dan di dalam retak-retak batuan. Linsley et al (1989), menyebutkan sumber-sumber air tanah antara lain : air meteorik (meteoric water), hampir semua air tanah merupakan air meteorik yang berasal dari hujan, air tersekap (connate water), terdapat pada batuan pada pembentukannya dan seringkali banyak mengandung garam, air magma (juvenile water), yang terbentuk secara kimiawi di dalam tanah dan terbawa ke permukaan pada batuan-batuan intrusife, terjadi dalam jumlah-jumlah kecil.
Jika suatu aliran berhubungan kangsung dengan air tanah pada suatu akifer bebas, aliran tersebut dapat menerima atau memberikan air tanah, tergantung pada permukaan air nisbi. Ada tiga tipe sungai yang diklasifikasikan menurut permukaan air nisbi, yaitu :
b) Aliran intermitten (terputus), yang mengalir selama musim penghujan saja. Selanjutnya debit air ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air tanah pada dasar sungai. Permukaan air tanah berada di atas dasar sungai hanya selama musim-musim hujan. Pada musim kemarau, permukaan tersebut berada di bawah dasar sungai.
c) Aliran perennial (sungai permanent), mengalir sepanjang tahun dengan debit- debit yang lebih tinggi selama musim-musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air tanah pada dasar sungai. Permukaan air tanah selalu berada di atas dasar sungai (Seta, 1995)
Pengukuran Debit Air
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber per satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan (irigasi bagi lahan-lahan pertanian), debit air harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah dipersiapkan di lahan-lahan pertanian (Dumairy, 1992).
Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu : a) Pengukuran volume air sungai
b) Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas penampang melintang sungai (untuk pengukuran kecepatan digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir)
c) Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang dialirkan dalam aliran sungai.
d) Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit seperti weir (aliran air lambat) atau flume (aliran air cepat)
(Arsyad, 1989).
Dari berbagai cara tersebut di atas, yang paling sering dilakukan adalah cara ke-b, pengukuran berdasarkan kecepatan aliran dan luas penampang melintang, sebab mudah dilaksanakan. Debit air sungai yang diukur dengan cara ini dapat dihitung berdasarkan rumus :
Q = V x A ………... (1) Dimana :
Q = Debit air (meter3/detik)
Besarnya kecepatan permukaan aliran sungai (dalam meter/detik) adalah : (Linsley dan Franzini, 1989).
Jaringan Irigasi
Irigasi adalah usaha pengadaan dan pengaturan air secara buatan, baik air tanah maupun air permukaan, untuk menunjang pertanian. Pengaturan pengairan bagi pertanian tidak hanya tertuju untuk penyediaan air di daerah-daerah yang kurang mendapatkan curah hujan saja, melainkan juga untuk mengurangi berlimpahnya air hujan di daerah-daerah yang kelebihan air dengan maksud untuk mencegah peluapan-peluapan air dan kerusakan tanah
(Kodoatie dan sjarief, 2005).
Yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah prasarana irigasi, yang pada pokoknya terdiri dari bangunan dan saluran pemberi air pengairan beserta perlengkapannya. Berdasarkan pengelolaannya dapat dibedakan menjadi :
1. Jaringan Irigasi Utama.
Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk bangunan utama dan pelengkap, saluran pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi, dan bangunan pengukur (Kodoatie dan Sjarief, 2005).
2. Jaringan Irigasi Tertier.
Merupakan jaringan air pengairan di petak tertier, mulai air keluar dari bangunan ukuran tertier, terdiri dari saluran tertier dan kuarter termasuk bangunan pembagi tertier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di petak tertier. Sistem irigasi adalah sistam usaha penyediaan air dan pengaturan air untuk pertanian. Sumber irigasi bias dari air permukaan atau dari air tanah (Kodoatie dan sjarief, 2005).
Prediksi Erosi dan Evaluasi Erosi
Prediksi Erosi
taanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Prediksi erosdi adalah alat Bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah atau suatu daerah aliran sungai (DAS) (Seta, 1995).
Dari beberapa metode untuk memperkirakan besarnya erosi, metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978) adalah metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan besarnya erosi. Persamaannya yaitu
A = R K LS C P………..(3) Dimana :
Besarnya erosi yang terjadi (A) dalam ton/ha/tahun, ditentukan oleh perkalian dari faktor-faktor berikut :
Faktor (R) adalah curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan.
R =
∑
in
EI30/100X………(4)
Dengan :
R = Faktor Erosivitas hujan
n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim hujan) X = jumlah tahun atau musim hujan
Dimana :
Dengan :
Hb = curah hujan bulanan (cm)
HH = jumlah hari hujan per bulan (hari)
H24 = curah hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut (cm)
Faktor (K) erodiblitas tanah (ton/joule) yaitu angka yang menunjukan mudah tidaknya partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air hujan. Nilai erodibilitas tanah tinggi berarti bahwa tanah itu peka atau mudah tererosi dan nilai erodibilatas tanah itu rendah hal ini akan berarti resistansi atau daya tahan tanah itu kuat dengan perkataan lain tanah tahan (resisten) terhadap erosi (Utomo, 1989).
Faktor (K) ini ditentukan dari data struktur, tekstur, permeabilitas dan bahan organik (persen). Komponen-komponen yang ditentukan adalah tekstur tanah (persen pasir halus, persen debu dan persen liat). Kode struktur tanah ditentukan mengacu pada ukuran diameter dan kelas sturktur tanah disesuaikan dengan kelas dan kode stuktur tanah. Kode permeabilitas profil tanah berdasarkan kecepatan atau laju permeabilitas profil tanah yang disesuaikan dengan kelas dan kode permeabilitas profil tanah. Nilai K ditentukan dengan persamaan Wischmeier dan smith, (1978) yaitu:
100 K = 1,292 {2,1 M1,14 x 10-4 x (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)}……...(6) Dimana :
M = (% pasir halus + debu) (100 - % liat) a = bahan organik (%) (% C x 1,724) b = kode struktur tanah
Tabel 1. Kode Struktur Tanah
Kode Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode
Granuler sangat halus (< 1 mm) Granuler halus (1 – 2 mm)
Granuler sedang sampai kasar (2 – 10 mm) Berbentuk blok, blocky, plat, massif
1 2 3 4 (Arsyad, 1989).
Tabel 2. Kode Permeabilitas Profil tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode
Sangat lambat
Tabel 3. Klasifikasi kelas Erodibilitas tanah di Indonesia
Kelas Nilai K Tingkat Erodibilitas
1
Kemiringan suatu lereng (s) dapat dinyatakan dalam satuan derajat (%), di kelompokan menjadi 7 kelas yaitu : datar (0 – 3%), landai atau berombak (3–8%), agak miring atau bergelombang (8–15%), miring berbukit (15-30%), agak curam (30-45%), curam (45-65%), dan sangat curam (>65%) (Rahim, 2003).
energi untuk erosi, terutama karena panjang lereng mempengaruhi volume limpasan permukaan sehingga juga mempengaruhi kemampuan untuk mengerosi tanah (Utomo, 1989).
Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi sediment. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlukan sebagai faktor seragam (Arsyad, 1989).
Faktor LS ditentukan dengan menggunakan persamaan (Wischmeier and Smith, 1978), yaitu:
LS = L1/2 ( 0,00138 s2 + 0,00965 s + 0,0138 )……….(7) Dimana:
L = panjang lereng (m) s = kemiringan lereng (%)
Faktor pengelolaan tanaman (C) adalah perbandingan antara besarnya erosi pada lahan dengan tanaman dan pengelolaan tertentu terhadap erosi dari tanah yang dibuka. Faktor C ini menunjukan keseleluruhan pengaruh dari vegetasi, serasah, keadaan permukaan tanah, dan pengelolaan tanah terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi) (Haan, 1987).
tanaman-tanaman rendah, rumput-rumputan) erosi dapat lebih dihambat atau dicegtah (Kartasapoetra, 1989).
Pengaruh teknik konservasi tanah (P) adalah perbandingan antara erosi pada tanah dengan tindakan konservasi tertentu terhadap tanah tanpa tindakan konservasi. Tindakan konservasi antara lain: pengolahan dan penanaman menurut kontur, penanaman menurut strip, teras, dan sebagainya (Arsyad, 1989).
Pengaruh teknik konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang dikarenakan dalam persamaan USLE. Faktor P tersebut dipisahkan dari factor C. tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh aktifitas pengelolaan dan konservasi tanah bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan lereng (Arsyad, 1989).
Efektifitas tindakan konservasi dalam pengendalian erosi tergantung pada panjang dan kemiringan lereng. Pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50% selanjutnya tanah yang hilang pada strip kontur mengalami penurunan 25 samapai 40% (Suripin, 2004).
Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/Ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan. Besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus dibawah ini:
T = t DExfd
Dimana : T = Laju erosi yang masih ditoleransikan n(ton/Ha/tahun)
Evaluasi erosi bertujuan untuk mengetahui potensi atau bahaya erosi suatu wilayah atau bidang tanah dan mengetahui tingkat atau besarnya erosi yang telah terjadi. Evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui potensi erosi atau ancaman erosi tersebut disebut evaluasi potensi erosi atau evaluasi ancaman erosi. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan berbagai metode prediksi erosi, seperti USLE. Selanjutnya bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi yang didefinisikan sebagai berikut:
Dimana T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan. Indeks Bahaya Erosi dikelompokkan sebagai tertera dibawah ini:
Tabel 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi
Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara, pada bulan April 2008. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan berdasarkan:
1. Lokasi Daerah Irigasi yang diambil adalah 50% dari jumlah seluruh Daerah Irigasi yang terluas di kabupaten Karo.
2. Memiliki cakupan areal potensial yang terluas
3. Memiliki saluran primer, saluran sekunder dan saluran tertier.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu: 1. Data debit aliran sungai
2. Data curah hujan selama 10 tahun
3. Data struktur tanah, tekstur tanah, permeabilitas dan kedalaman efektif tanah
4. Data-data lain yang mendukung penelitian ini.
Alat
Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Stopwatch,
5) Jalon
6) Ring sample
7) Bor tanah (Eijknamp)
8) Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator dan computer
Metode Penelitian
Data dan informasi yang dibutuhkan terdiri dari data primer dan sekunder, yang diperoleh dengan cara:
a. Data Primer, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung dilapangan untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi dan hidrologi serta pengambilan contoh tanah.
b. Data Sekunder, diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Pengairan, Badan Pusat Statistik dan lain-lain, dari literatur atau hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Adapun pengambilan sample tanah di lokasi studi berdasarkan pada keterwakilan dari masing-masing kategori lahan, yaitu untuk pengukuran sifat fisik tanah.
Komponen Pengamatan
Beberapa komponen yang diamati dalam penelitian ini meliputi : 1. Kondisi iklim
2. Keadaan Topografi
3. Kondisi Tanah (sifat fisik tanah) 4. Hidrologi dan Pengairan
5. Tingkat Erosi
Analasis Data
1. Kondisi Iklim.
Dikelompokkan kedalam dua jenis iklim menurut Oldemen yaitu menurut Bulan Basah (BB) dan Bulan Kering (BK). Dalam menentukan klasifikasi ini, menggunakan data curah hujan 10 tahun terakhir. Bulan basah (BB) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih besar 200 mm, bulan lembab (BL) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan 100 mm – 200 mm, sedangkan bulan kering (BK) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih kecil dari 100 mm. Hal ini dimaksudkan untuk mengklasifikasikan lahan pertanian tanaman pangan yang sesuai pada lokasi studi.
2. Keadaan Topografi
Untuk mengukur topografi lahan penelitian dilakukan pengelompokan lahan menurut kondisi lahan, kategori lahan dan bentuk wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh topografi pada lokasi studi terhadap erosi.
3. Kondisi Tanah (sifat fisik tanah)
4. Hidrologi dan Pengairan
Hidrologi dan pengairan merupakan faktor penting dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pertanian, mengingat karena komponen ini sangat berkaitan dengan penyediaan kebutuhan air bagi pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian. Atas dasar inilah maka perlu dilakukan identifikasi keadaan hidrologi dan pengairan pada masing-masing lokasi studi. Komponen yang diamati dari keadaan hidrologi dan pengairan meliputi sumber air permukaan untuk pengairan, tipe aliran dan debit aliran.
5. Prediksi Erosi
Prediksi erosi dilakukan karena masalah erosi perlu mendapatkan perhatian. Peningkatan volume air limpasan permukaan mengakibatkan debit air sungai memiliki fluktuasi yang sangat besar, dimana akan terjadi banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Sehingga perlu diketahui besarnya erosi dan indeks bahaya erosi pada masing-masing sampel lahan.
6. Jaringan Irigasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Iklim dan Topografi
Iklim di Kabupaten Karo adalah iklim tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim pegunungan dengan tipe-tipe iklim kering. Rata - rata temperatur sebesar 19,8°c dengan suhu maksimum 25,8°c dengan suhu minimum 14,3°c. Demikian juga halnya dengan curah hujan, makin kearah gunung makin tinggi curah hujannya. Angin yang mempengaruhi adalah angin laut dan angin pegunungan.
Data iklim dari Stasiun Klimatologi Tongkoh Kabupaten Karo (1998-2007) menunjukkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 114.3 mm/bulan dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 291.25 mm/bulan.
Menurut klasifikasi iklim Oldeman yang penggolongannya menitikberatkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Karo termasuk dalam Zona Agroklimat D1 dengan jumlah bulan basah empat kali. Menurut Oldeman (Wisnubroto, 1999), Bulan Basah (BB) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih besar 200mm, Bulan Lembab (BL) adalah bulan degan rata-rata curah hujan 100mm - 200mm, sedangkan Bulan Kering (BK) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih kecil dari 100mm.
berdasarkan kesesuaian untuk pertanian (Handoko, 1995) menunjukkan daerah ini cocok untuk tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup. Klasifikasi Iklim dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi Iklim dengan Curah Hujan Rata-rata 10 Tahun terakhir Bulan (mm/bulan)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Rataan 236,7 215,2 215,9 262,9 156 114,3 115 163,8 256,7 265,1 256,3 291,2 Kriteria BB BB BB BB BL BL BL BL BB BB BB BB
Tipe Iklim D1
Sumber : BMG Sampali Medan
Keadaan topografi Kabupaten Karo bervariasi mulai dari datar, berombak, berbukit, bergunung dan terjal.
Wilayah Daerah Kabupaten Karo bila diperinci menurut kemiringan dapat dibedakan atas:
a. Dataran hingga berombak (kemiringan 0 – 2%) seluas 9.550 ha atau 4,49%. b. Berombak hingga bergelombang (kemiringan 3 – 15%) seluas 11.373 ha atau
5,35%.
c. Bergelombang hingga berbukit (kemiringan 15 – 40%) seluas 79.164 ha atau 37,24%.
Perincian mengenai penyebaran kemiringan lahan dari 5 daerah kecamatan yang diambil sebagai sampel penelitian yaitu dapat dilihat pada table 6.
Tabel 6. Data luas Dan Kemiringan Lahan di daerah Kabupaten Karo
No Kecamatan Kemiringan Jumlah (Ha)
0-2% 2%-15% 15%-40% >40%
Sumber : Kantor BPN Kabupaten Karo
Ketinggian
Daerah Kabupaten Karo sebahagian besar terletak di daerah Pantai Timur Sumatera Utara dan secara umum terletak pada ketinggian 0 – 1000 m diatas permukaan laut (dpl).
Pembagian wilayah Kabupaten Karo berdasarkan elevasi (ketinggian) dapat dibedakan sebagai berikut:
Kabupaten Karo terletak pada ketinggian 140 sampai dengan 1400 meter diatas permukaan laut dengan perbandingan luas sebagai berikut:
- Daerah ketinggian 140 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut seluas 9.550 Ha (4,49 %)
- Daerah ketinggian 200 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut seluas 11.373 Ha (5,35 %)
- Daerah ketinggian 500 sampai dengan 1000 meter diatas pemukaan laut seluas 79.215 Ha (37,24%)
Tanah
Tanah berfungsi sebagai media tumbuh bagi tanaman, tempat menjangkarnya akar sekaligus sebagai tempat penyedia hara bagi tanaman adalah sangat penting dalam mengidentifikasi suatu lahan. Sifat fisik tanah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman sehingga mempengaruhi tindakan pengelolaan tanah secara keseluruhan.
Tanah lapisan atas (top soil) yang terdapat di wilayah Daerah Kabupaten Karo terdiri dari beberapa jenis, antara lain :
a. Alluvial
Jenis tanah ini mempunyai bahan induk dari bahan alluvial dan koluvial yang asalnya beraneka macam. Tanah ini banyak dijumpai di daerah dataran hingga sedikit bergelombang, daerah cekungan dan daerah aliran sungai. Corak tanah alluvial bertekstur liat dan mengandung 50% pasir dengan struktur pejal. Sifat kepekaan terhadap erosi besar tetapi karena pada umumnya tanah ini berada pada daerah datar maka tidak sampai pada erosi yang lebih lanjut. Di daerah Kabupaten Karo jenis tanah ini terbagi dalam : alluvial kelabu, alluvial kecoklatan, giel humus, asosiasi gel humus rendah dan regosol kelabu dan hidromorfik kelabu.
b. Litosol
c. Regosol
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk abu volkan, mergel dan pasir pantai. Tanah ini banyak dijumpai pada daerah bergelombang, berombak dan bergunung landai. Corak teksturnya berbentuk pasir dengan kadar liat 4% dan sifat kepekaan terhadap erosi besar. Di Daerah Kabupaten Karo hanya terdapat regosol kelabu. Tanah ini dapat digunakan untuk tanaman pangan padi sawah, palawija, sayuran dan perkebunan tebu dan tembakau.
d. Andosol
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk abu yang berada di daerah dataran, bergelombang dan berbukit. Corak tanah ini bertekstur dari lempung hingga debu dan mempunyai sifat kepekaan terhadap erosi yang besar, baik terhadap erosi air maupun erosi angina. Di Kabupaten Karo terdapat 2 (dua) macam tanah andosol coklat dan andosol coklat kekuningan dari bermacam induk. Tanah ini dapat digunakan untuk tanaman sayuran, bunga-bungaan, teh, kopi, kina, pinus dan lainnya.
e. Latosol
f. Podsolik Merah Kuning
Jenis tanah podsolik merah kuning berasal dari batuan tuf masam, batuan pasir dan sedimen kwarsa yang terdapat di daerah bergelombang sampai berbukit yang berada pada ketinggian 5 – 35 dpl. Corak tanah ini bertekstur aneka dengan kadar maksimal liat dan mempunyai sifat kepekaan terdapat erosi yang besar. Di Kabupaten Karo terdapat podsolik kuning dan asosiasi coklat-podsolik kuning. Tanah ini dapat digunakan untuk hutan, ladang, alang-alang dan karet.
Dari keenam jenis tanah yang diuraikan tersebut diatas jenis tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Karo adalah podsolik dan hidromorfik. Menurut Islami dan Utomo (1995), tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah pada daerah penelitian adalah Lempung, dan Lempung berliat, Liat.
Adapun jenis tanah, sub ordo tanah dan faktor kedalaman tanah (fd) di tiap lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Jenis Tanah, Sub Ordo Tanah dan Kfaktor Kedalaman (fd)
No Kecamatan Jenis Tanah Sub Order
Tanah
fd
1 Simpang Empat Hidromorf Kelabu Giel Humus Regosol Udult 0.8
2 Tiga Binanga Podsolik Coklat Kekuningan Humod 1
3 Juhar Hidromorf Kelabu Giel Humus Regosol Udult 0.8
4 Munte Podsolik Coklat Kekuningan Humox 1
Kedalaman efektif tanah pada lokasi penelitian bervariasi, hal ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Kedalaman Efektif Tanah di Daerah Kabupaten Karo
No Kecamatan Kedalaman Efektif Tanah Jumlah
(Ha)
Sumber : Kantor BPN Karo
Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman efektif tanah disetiap kecamatan di Kabupaten Karo tidak sama, dengan demikian kesuburan tanah disetiap kecamatan akan berbeda-beda. Menurut Arsyad (1989), kedalaman efektif tanah 30-60 cm dikategorikan sebagai kedalaman efektif dangkal, cukup baik untuk perakaran tanaman karena kedalaman ini termasuk lapisan top soil.
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam melewatkan air. Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah – tanah di lokasi penelitian memiliki permeabilitas bervariasi antara lain cepat, sedang sampai cepat dan sedang. Apabila dikaitkan dengan teksktur tanah, maka permeabilitas tersebut merupakan tanah berstruktur halus, sedang dan kasar yaitu bertekstur liat, lempung dan berpasir.
Tabel 9. Keadaan Fisik Tanah
Sumber : Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian
Hidrologi dan Pengairan
Potensi sumber air permukaan sebai faktor pendukung bagi penyediaan kebutuhan air untuk tanaman pertanian teridentifikasi dimana ada lima sungai yang menjadi sumber air bagi lahan-lahan pertanian khususnya persawahan. Sungai- sungai di lokasi penelitian semua mempunyai tipe aliran perennial yaitu mengalir sepanjang tahun.
Dari hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa sungai yang digunakan sebagai sumber air untuk irigasi di tiap daerah irigasi tidak dapat untuk memenuhi permintaan air secara optimal. Hal ini terjadi karena dasar sungai-sungai tersebut mengalami penurunan. Misalnya dasar Sungai Wampu mengalami penurunan akibat banyaknya tindakan yang tidak bertanggung jawab dari pihak tertentu yang melakukan pengambilan pasir yang tidak terkontrol
sehingga mengakibatkan perubahan morfologi sungai. Adapun data mengenai irigasi dapat dilihat pada lampiran 1.
Berdasarkan hasil survey mengenai kondisi jaringan irigasi di lima lokasi penelitian menunjukkan bahwa Daerah Irigasi Lau Batum, Daerah Irigasi Lau Genuhen, Daerah Irigasi Lau Biang, Daerah Irigasi Lau Gerbong teridentifikasi dalam kondisi masih baik dan berfungsi. Sedangkan pada Daerah Irigasi Lau Bengarus teridentifikasi dalam keadaan rusak. Seperti yang terjadi pada Daerah Irigasi Bengarus kerusakan yang terjadi sangat parah dimana pintu air irigasi yang rusak, dengan demikian sistem irigasi di daerah tersebut tidak berjalan dengan baik lagi. Dimana pada musim hujan sawah akan mengalami banjir dan pada musim kemarau semua sawah tidak akan bisa mendapatkan air karena tidak adanya lagi pintu air irigasi yang mengatur pembagian air ke setiap petak sawah. Gambaran mengenai kondisi jarigan irigasi dapat dilihat pada table 10.
Table 10. Kondisi Jaringan Irigasi
No Lokasi Nama
3 Simpang Empat D.I Lau Genuhen Sederhana Berfungsi Baik
4 Munte D.I Lau Biang Sederhana Berfungsi Baik
5 Tiga Binanga D.I Lau Gerbong Sederhana Berfungsi Baik
Prediksi Erosi
didapatkan pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,33 – 1,33 dengan kategori tingkat bahaya erosi adalah rendah dan sedang. Hasil prediksi laju erosi dan indeks bahaya erosi pada masing – masing lokasi secara rinci disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Prediksi Erosi
Kecamatan R K LS C P Erosi
pasir mempunyai kemantapan struktur rendah atau daya ikat antara partikel yang satu dengan yang lainnya kecil.
Sedangkan berdasarkan faktor LS, lokasi penelitian kemungkinan terhadap erosi kecil karena lokasi penelitian mempunyai tofografi yang datar kecuali lokasi Merek, sebagian Juhar dan sebagian Munte. Karena semakin curam suatu lereng, makin cepat laju limpasan permukaan maka erosi akan semakin besar.
Nilai faktor C (faktor tanaman) diperoleh sebesar 0,3; 0,4; 0,5 dan 0,7 dengan vegetasi penutup lahan Semak Belukar, Perladangan, Kebun Campuran Kerapatan Rendah, Hutan Produksi Tebang Habis, dan Jagung. Tanaman penutup tanah mempunyai peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi karena tanaman penutup tanah dapat menghalangi pukulan langsung butir-butir hujan sehingga perusakan tanah oleh pukulan air hujan dapat dicegah, selain itu juga dapat mengurangi kecepatan aliran permukaan. Namun juga sangat bergantung pada jenis dan keadaan tanaman. Menurut Kartasapoetra (1989) kalau tumbuhnya jarang sehingga banyak bagian permukaan tanah yang terbuka, pengerusakan dan penghanyutan tentu tidak dapat dicegah. Namun bila pertumbuhannya rimbun dan rapat maka erosi dapat lebih dihambat atau dicegah. Nilai ini dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Nilai Faktor Tanaman (C)
Nilai faktor P (tindakan konservasi tanah) diperoleh sebesar 0,4, 0,5 dan 0,9 berdasarkan teras tradisional, penanaman menurut garis kontur dengan kemiringan 0-8 % dan kemiringan 9-20 %. Menurut Suripin (2004), pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50 %, selanjutnya tanah yang hilang pada strip kontur mengalami penurunan 25 sampai 40 %. Besarnya nilai P dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Nilai faktor Pengelolaan Tanah dan Penanaman (P)
No Kecamatan P
1 Simpang Empat I 0.4 Teras tradisional
2 Simpang Empat II 0.9 Penanaman menurut garis kontur lebih dari 20% 3 Tiga Binanga I 0.5 Penanaman menurut garis kontur 0-8%
4 Tiga Binanga II 0.9 Penanaman menurut garis kontur lebih dari 20% 5 Juhar I 0.4 Teras tradisional
6 Juhar II 0.9 Penanaman menurut garis kontur lebih dari 20% 7 Munte I 0.5 Penanaman menurut garis kontur 0-8%
8 Munte II 0.4 Teras tradisional
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Iklim di wilayah studi menurut sistem klasifikasi iklim Oldeman yaitu iklim D1 dengan kesesuaian untuk pertanian yaitu sesuai untuk tanaman padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup. 2. Keadaan topografi di wilayah studi bervariasi, dengan klasifikasi
Simpang Empat, Munte dan Merek adalah 2 – 8 % sedangkan Tiga Binanga dan Juhar adalah 25 – 40 %.
3. Tekstur tanah pada lokasi penelitian adalah Lempung, Lempung Berliat, dan Liat.
4. Indeks bahaya erosi di wilayah studi termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Erosi aktual yang terjadi berkisar antara 3,07 – 8,52 ton/Ha/tahun.
Saran
1. Mengingat adanya indeks bahaya erosi yang sampai mencapai sedang, yaitu yang terjadi di daerah Merek, sebagian Juhar dan sebagian Munte maka diharapkan pemerintah Kabupaten Karo beserta masyarakat setempat agar segera mengantisipasinya. Yaitu dengan cara mengubah cara pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1998. Konsep dan Defenisi. Pustaka Buana, Bandung. Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University press, Yogyakarta.
Darmawijaya, 1992. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dumairy, 2002. Ekonomika Sumber Daya Air. BPFE, Yogyakarta.
Foth, 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Guslim, M.S., 1997. Klimatologi Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Haan, C. T., 1987. Statistical Methods in Hydrology The State Iowa State University Press, Ames-Iowa.
Hammer, W. I., 1981. Second Oil Conservation Consultant Report. AGOP/UNS/78/006. Tech. Nork No. 10. Centre For Soil Research. Bogor, Indonesia.
Hanafiah, K.A., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta Handoko, 1995. KLimatologi Dasar. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
2008
diakses pada tanggal 20 Mei 2008
Islami, T. dan W. H Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.
Kartasapoetra, W. A. G., 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara, Jakarta. Kartasapoetra, .A. G. dan M.M Sutedjo, 1994. Teknologi Pengairan Pertanian
Irigasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Linsley, R.K. dan J.B. Franzini, 1989. Teknik Sumber Daya Air, Jilid 1. Terjemahan Djoko Sasongko. Erlangga, Jakarta.
Pusposutardjo, S., 2001. Pengembangan Irigasi Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Rahim, S. R., 2003. Pengendalian Erosi Tanah. Bumi Aksara, Jakarta. Sarief, E. S., 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Seta, A. K., 1995. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Kalam Hidup, Jakarta.
Siskel, S. Z. dan S. R. Hutapea, 1995. Irigasi di Indonesia. Peran Masyarakat dan Penelitian. LP3S, Jakarta.
Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional. Citra Aditya bakti, Bandung.
Sosrodarsono, L.M. dan K. Takeda, 1980. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air. Andi Offset Yogyakarta, Yogyakarta.
Utomo, W. H., 1989. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang, Malang.
Utomo, W. H., 1994. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisis Tropika. UGM Press, Yogyakarta.
Lampiran 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat
Lampiran 2. Segitiga Tekstur Tanah USDA
Lampiran 3: Zona Agroklimat Dan Kesesuaian Untuk Pertanian No. Zona Agroklimat Penjabaran/Kesesuaian
1
Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun
Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada musim kemarau
Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija
Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun
Setahun hanya dapat satu kali padi pada penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada bulan kering
Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup
Lampiran 8. Data Curah Hujan Bulanan 10 Tahun Terakhir (mm/bulan)
Bulan Tahun Rata -rata
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Januari 297 180 386 262 213 149 220 187 236.75
Februari 136 199 207 193 352 217 88 347 198 215.22
Maret 226 288 83 374 284 215 186 126 161 215.9
April 192 134 114 228 378 370 371 225 349 268 262.9
Mei 280 195 70 62 212 151 104 92 234 156
Juni 88 38 115 172 146 97 37 134 202 114.3
Juli 239 51 86 53 92 141 253 58 55 121 115
Agustus 288 349 164 63 61 209 48 128 165 163.89
September 334 396 347 295 168 147 409 101 191 179 256.7
Oktober 199 450 78 213 274 115 286 246 354 436 265.1
November 135 151 202 235 292 356 501 221 284 186 256.3
Desember 334 123 387 263 407 261 340 215 291.25
Lampiran 9. Data Hari Hujan (hari)
Bulan Tahun Total
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Januari 18 18 17 19 19 17 13 13 134
Februari 11 17 12 16 20 17 8 20 11 132
Maret 16 19 8 16 16 20 18 13 12 138
April 16 1 12 16 18 18 22 19 21 20 174
Mei 12 2 12 4 17 13 10 13 17 112
Juni 14 10 11 9 13 8 10 9 15 92
Juli 18 7 9 12 8 16 10 8 11 13 119
Agustus 22 14 13 6 12 15 9 13 12 119
September 19 17 23 19 20 14 27 12 14 17 186
Oktober 17 21 13 18 21 15 24 24 20 17 194
November 16 25 16 22 19 20 22 21 20 21 194
Desember 17 15 17 22 21 20 23 19 160
Lampiran 10. Data Curah Hujan Maksimum Harian (mm/bulan)
Bulan Tahun
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Januari 63 53 88 55 57 31 81 50
Februari 36 59 54 54 54 56 41 62 30
Maret 55 56 51 58 68 36 53 27 29
April 30.5 21 25 37 86 73 47 59 60 44
Mei 80 75 17 30 73 5 52 25 50
Juni 45 12 52 46 2 32 8 46 64
Juli 49 19 33 29 3 46 51 19 19 36
Agustus 54 91 86 18 7 41 30 26 42
September 74 68 50 48 18 53 44 37 49 27
Oktober 51 61 18 49 34 30 41 35 85 76
November 25 75 41 27 37 18 122 40 55 38
Desember 89 23 70 92 56 71 67 53
Lampiran 11. Hasil Analisis Tanah
LABORATORIUM RISET DAN TEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DATA HASIL ANALISIS TANAH Pemilik : Nico Lerysone
No Kode Llip = Lempung liat berpasir Li = Liat
Lampiran 12. Pengukuran Permeabilitas
Lampiran 13. Daerah Irigasi Lau Genuhen
Sumber air ini mengalir dari kawasan hutan lindung melalui areal perladangan yang banyak dimanfaatkan untuk pertanian oleh masyarakat setempat
Tali air berkuran sekitar 3 meter yang mengalir dari Desa Kuta Gunggung yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pertanian
Lampiran 14. Daerah Irigasi Lau Bengarus
Dam yang dibangun untuk mengairi sawah
Saluran irigasi yang airnya tidak mengalir karena kekurangan air sehingga saluran irigasi ini belum dimanfaatkan masyarakat secara maksimal