• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu) T2 752010006 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Kematian Suku Sabu (Kajian Pastoral terhadap Ritual Kematian Bagi Orang Sabu) T2 752010006 BAB IV"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

REFLEKSI TEOLOGIS

Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.

Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik

perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

manusia yang pasti akan mengalami kematian, tetapi semua makhluk hidup yang ada dibumi,

seperti hewan dan tumbuhanpun akan mengalaminya. Kematian sering diibaratkan sebagai

pencuri di malan hari ataupun sebagai tamu tak diundang, bahkan ada yang mengibaratkan

kematian sebagai musuh yang kejam.96

Kematian yang terjadi terhadap seseorang yang kita kasihi merupakan sesuatu yang

juga pasti dialami oleh setiap manusia. Ketika kita mengalaminya maka kita bisa merasakan

dukacita yang besar dalam hidup tergantung seberapa dekat hubungan kita dengan orang

yang meninggal. Hal ini bisa terjadi karena kita merasakan adanya perpisahan dengan orang

yang meninggal. Walaupun sebenarnya tubuh orang yang meninggal masih ada, tetapi

jiwanya telah pergi. Hal inilah yang membuat manusia melakukan berbagai upacara dalam

ritual kematian, seperti upacara penguburan, dan lain sebagainya.

Kematian jasmani bertitik tolak pada Kej. 3:19, kembali lagi menjadi debu/tanah.

Roh dan nafas Allah ditarik kembali; debu kembali menjadi tanah atau tubuh dan roh kembali

kepada Allah (Pengk. 12:7).97 Setiap ritual kematian yang dilakukan merupakan cara untuk

mengurus tubuh orang yang sudah meninggal atau dengan kata lain hal tersebut dilakkan

sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal. Selain itu, ritual

kematian yang dilakukan juga sanagat berfungsi buat orang-orang yang ditinggalkan, seperti

keluarga, saudara dan teman.

96

Gladys Hunt, Pandangan Kristen tentang Kematian, (BPK Gunung Mulia, 1987), hal. 2 97

(2)

Dalam buku Kebudayaan dan Agama, Geertz98 mengatakan bahwa ritual kematian mencerminkan struktur nilai dari orang-orang yang melaksanakan hal tersebut. Setiap ritual

yang dilakukan menyatakan suatu pandangan terhadap manusia, suatu sikap terhadap

kematian dan harapan akan masa depan.

Hal ini juga ada dalam ritual kematian pada suku Sabu, dimana ada pandangan

tentang manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan

orang lain sehingga timbul rasa tolong menolong dan saling menghargai serta menghormati

satu sama lain. Mereka juga menganggap kematian sebagai waktu untuk jiwa berkumpul

dengan arwah nenek moyang di alam baka. Mereka tidak hanya menaruh perhatian pada jiwa

orang yang meninggal tetapi juga tubuhnya diurus sebagai bentuk penghormatan dan rasa

kasih sayang yang dalam terhadap orang yang meninggal.

Berbicara tentang kematian, pastilah tidak akan lepas dari kedukaan sebagai hasil dari

kematian. Kedukaan ialah respon terhadap kesedihan emosional karena kehilangan yang

besar. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat berarti akan mengakibatkan

kesedihan.99 Jika hal ini tidak ditangani dengan baik maka akan berpengaruh ke berbagai

aspek kehidupan, seperti jasmani, mental, sosial, dan rohani orang yang mengalaminya.

Pendampingan pastoral adalah cara yang tepat untuk membantu orang yang sedang

mengalami kedukaan untuk untuk mampu bertahan dan merasakan pengalamannya tersebut

secara utuh dan penuh. Dengan pendampingan pastoral, orang yang didampingi tidak harus

melupakan atau mengingkari adanya kesedihan yang terjadi dalam dirinya, namun membantu

orang yang berduka agar ia mampu berdamai dengan keadaan.

Pendampingan pastoral pastilah bercirikan Kristen. Hal inilah yng membedakan

dengan yang namanya pendampingan dan konseling psikologi. Alkitab sendiri mencatat dasar

- dasar dalam pendampingan pastoral, yaitu :

98

(3)

1. Sama seperti Allah sendiri yang berinisiatif mencipta segala sesuatu, menopang

ciptaan-Nya dan setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah tetap

berinisiatif mencari untuk membebaskan mereka. Pendampingan pastoral juga perlu

menekankan bahwa proses pendampingan pastoral adalah “Upaya yang merupakan

inisiatif untuk mencari atau menolong orang yang didampingi.” Perumpamaan

tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7; Matius 18:12-14), dirham yang hilang

(Lukas 15:11-32), menegaskan satu hal penting bahwa ada inisiatif (Allah) untuk

mencari yang hilang. Hal ini dipertegaskan oleh Lukas 19:10) “Anak manusia

datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang” Dari “inisiatif mencari” ini,

ada beberapa kebenaran penting yang merupakan dasar dalam tindakan bagi

pendampingan pastoral, antara lain:

a. Pendampingan pastoral harus bersifat dinamis dan proaktif.

b. Inisiatif mencari didasarkan dan didorong oleh "kasih" (yang menghendaki

kebaikan bagi orang yang didampingi), seperti yang terbukti pada sikap Tuhan

Yesus Kristus bahwa kasihlah yang menggerakkan Dia untuk mencari atau

melayani mereka yang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak

bergembala (Matius 9:35-38, Bandingkan: 2Korintus 5:13-15).

c. Inisiatif mencari adalah suatu komitmen (wajib) untuk melayani. Komitmen

ini disikapi seperti kata Tuhan Yesus pada saat Ia menegaskan hal ini dengan

mengatakan, “...kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” (Lukas

17:10c).

d. Inisiatif mencari didasarkan atas keinginan kuat untuk "melayani bukan

(4)

2. Dasar pendampingan pastoral bertolak dari Yehezkiel yang mengatakan bahwa

"Allah mencari, membawa pulang, merawat, menguatkan, memelihara" sebagai

gembala yang melayani (Yehezkiel 34:16).

3. Titik tolak pendampingan pastoral terfokus kepada "pemulihan" Pemulihan ini

diawali dengan "pertobatan" (yang didasarkan atas kesadaran bahwa akar dari

semua masalah dapat ditelusuri sampai kepada dosa) yang membawa "pembaruan"

(1Yohanes 1:9; 1Korintus 5:17; Kolose 3:5-11) dan pengampunan dosa sebagai

dasar hidup baru (Kolose 3:12-13; Matius 6:12). Pembaruan ini adalah dasar yang

memberi dinamika revitalisasi (penguatan kembali) yang memberi daya untuk taat

sebagai jalan untuk menikmati peneguhan oleh perjanjian berkat Allah (Ulangan

28:1-14). Dari sinilah, orang yang telah dipulihkan (konseli) akan mengalami

pembaruan hidup yang berkesinambungan (Kolose 3:12-17) dan menjadi semakin

teguh atau dewasa di dalam Kristus, yang tercermin dari sikap kasih, yang tulus,

semangat yang berapi/kerajinan yang tinggi, kesiapan membantu yang terus

berkobar dengan sikap moral yang dalam yang menuntunnya sebagai manusia bijak

(Roma 12:1-2; 9-21).100

Dari pemaparan diatas, penulis melihat bahwa tugas pendampingan pastoral tidak

hanya dilakukan oleh para pejabat gereja (pendeta dan majelis) saja, tetapi hal tersebut

haruslah menjadi tugas dan tanggung jawab setiap anggota gereja atau dengan kata lain

seluruh jemaat. Hal ini dikarenakan pendampingn pastoral dapat dilakukan oleh setiap orang

Kristen yang memiliki kepeduliaan terhadap sesame yang membutuhkan.

Berduka adalah sikap atau reaksi kita terhadap kematian dari orang-orang yang kita

cintai. Hal ini mengindikasikan bahwa jelas duka bukanlah peristiwa atau kejadian abadi

(5)

yang terus menerus berlangsung tanpa akhir, namun akan berakhir tetapi membutuhkan

waktu dan proses.

Kenyataan yang dihadapi selama ini ketika ada orang yang meninggal dunia yang

sering sekali dilakukan adalah sebelum pemakaman adalah perkunjungan, malam

penghiburan, acara pemakaman dan ibadah syukur. Sayangnya tahapan-tahapan ini belum

sepenuhnya menjawab kedukaan yang dialami oleh orang-orang yang mengalami kehilangan

suami-istri, ayah-ibu, anak-cucu, sanak saudara dan sahabat yang mereka cintai, sehingga

pada gilirannya muncul dampak atau reaksi duka di dalam diri orang yang mengalami

kedukaan itu. Oleh karena itu, setiap orang yang memiliki kepedulian terhadap sesama

haruslah mengetahui dengan pasti apa itu pendampingan pastoral serta teknik atau proses

Referensi

Dokumen terkait

M anusia merupakan makhluk sosial yang mempunyai naluri untuk bergaul dengan sesama manusia dan membutuhkan orang lain dalam kehidupan bersama sehingga terjadi

Salah satu makna yang dapat dipetik oleh gereja dari rambu solo adalah.. penerimaan orang Toraja terhadap realitas kematian sebagai kebahagian

Ritual pebale rau kattu do made adalah salah bentuk ritual dari masyarakat Sabu diaspora yang.. dilakukan untuk menunjukkan bahwa sekalipun masyarakat Sabu diaspora telah

Untuk menanggapi realitas yang sakral itu dalam kehidupan suku Dayak Ngaju mereka melaksanakan ritual Nyadiri , maka itu merupakan bentuk agama dari suku Dayak Ngaju itu

Raja Sangen : Anak dari manusia laki-laki dan perempuan pertama dalam mitologi suku Dayak Ngaju, yang tinggal. Batu

panduan bagi setiap penduka yang mengalami kehilangan karena kematian orang tua. agar tidak larut dalam kedukaan, namun dapat mengambil sikap aktif

Dukacita adalah emosi atau perasaan kehilangan yang dapat dialami oleh semua orang saat kematian orang yang dicintai ataupun orang yang dekat, misalnya keluarga,

Bagi seseorang atau sekelompok orang, kematian merupakan sesuatu yang sangat mengerikan atau menakutkan, walaupun dalam kenyataannya dari beberapa kasus terjadi juga