GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA TB MDR
YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
HAJI ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi
Di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/
RSUP H Adam Malik Medan
Oleh
IVAN DOLI B MUNTHE
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN
PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Telah diuji pada
Tanggal 15 Januari 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K)
Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K)
dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H
dr. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K)
dr. Pantas Hasibuan, M.Ked(Paru), Sp.P(K)
dr. Widirahardjo, Sp.P(K)
dr. Pandiaman S Pandia, M.Ked(Paru), Sp.P(K)
DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.P
dr. Parluhutan Siagian, M.Ked(Paru), Sp.P
dr. Bintang YM Sinaga, M.Ked(Paru), Sp.P
ABSTRACT
Background : The resistance case is a problem for TB prevention and eradication
program of the world. Over the years, more cases of multidrug
resistance TB had arose and becoming a new threat to eradicate TB.
Therefore, the needs to investigate characteristics of patients with
MDR TB became important.
Objective : The purpose of this study is to investigate the characteristics of patients
with MDR TB.
Method : This research is a cross report descriptive study. Data were collected in
a time span of September 2013 until December 2013. Data retrieved
directly from subject’s medical records of whom coming to the
pulmonology clinic or staying at the Haji Adam Malik General
Hospital. A total of forty subject had undergone the experiment.
Subject were patient diagnosed with MDR TB, who have undergone a
sputum direct smear examination, acid fast culture, and sensitivity test
for anti-tuberculosis drugs using GeneXpert test.
Result : From 40 subject that had participated in this research, we found that
most of the subject were male (72,5%). Most of the subject had
graduated from the senior high school (65,0%), and most of them
were married (90,0%). All of the subjects chief complaint were cough
(100%) and their radiologic chest X-ray data showed some cloudy
appearance (100%). Most of the subject had history of first line
(57,5%). Levofloxacin (39/97,5%), sikloserin (39/97,5%), pirazinamid
(38/95%), and kanamisin (38/95%) are drug that most used for the
patient with MDR TB.
Conclusions : MDR TB subjects show some characteristic, and further researches are
needed to identificate character that are the risk factor of MDR TB.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan ke hadirat TUHAN
YANG MAHA ESA, atas berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul ”Gambaran Karakteristik Penderita TB
MDR Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan”.
Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan
keahlian di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/
SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam karya tulis ini, namun penulis berharap tulisan ini bisa berguna
dalam prosedur pelaksanaan bronkoskopi.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas
dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru
yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Pulmonologi & Ilmu
Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari
pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang saya hormati :
Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp P (K) sebagai Ketua Departemen
Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam
Malik Medan, yang terus menerus memberikan bimbingan ilmu pengetahuan,
menanamkan disiplin, ketelitian dan perilaku yang baik serta pola berpikir dan
Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, Sp P(K) sebagai koordinator penelitian
ilmiah di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF
Paru RSUP H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan,
dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan
penyempurnaan tulisan ini.
Dr. H. Zainuddin Amir,Mked(Paru), Sp P(K) sebagai Ketua TKP PPSD
FK USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi
serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan
ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
Dr. Pantas Hasibuan, Mked(Paru), Sp P(K) sebagai Sekretaris Departemen
Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam
Malik Medan, yang telah banyak memberikan penulis bimbingan, saran, dorongan
dan nasihat yang bermanfaat dalam menjalani dan menyelesaikan pendidikan.
Dr. dr. Amira Permatasari Tarigan, Mked(Paru),Sp P sebagai Ketua
Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/
SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang banyak memberikan bimbingan,
bantuan, dorongan dan nasehat yang berguna selama penulis menjalani masa
pendidikan.
Dr. Noni N Soeroso,Mked(Paru), Sp P sebagai Sekretaris Program Studi
Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru
RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan,
Yang terhormat Dr. H. Zainuddin Amir, Mked(Paru), Sp P(K), Dr.
Parluhutan Siagian,Mked(Paru),Sp.P, Fotarisman Zalukhu,SKM,MSi, MPH
sebagai pembimbing penulis dalam tulisan ini yang telah banyak memberi
bimbingan, bantuan tehnis, masukan, dan dorongan dalam penyempurnaan
penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.
Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada
yang terhormat Dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp P(K), Dr.
Widirahardjo, Sp P(K), Dr. H. Pandiaman Pandia, Mked(Paru), Sp P(K), Dr
Bintang YM Sinaga, Mked(Paru) Sp P, Dr. Setia Putra Tarigan Sp P, Dr. Syamsul
Bihar, Mked(Paru), Sp P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan
pengarahan selama menjalani pendidikan.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang
terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam
Malik Medan, Kepala Instalsasi Diagnostik Terpadu RSUP HAM yang telah
memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan
menyelesaikan penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program
Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi,
pegawai tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat inap, RSUP H Adam
Malik Medan atas bantuan dan kerja sama yang baik selama menjalani masa
pendidikan.
Dengan penuh rasa hormat tak terhingga dan terima kasih yang tiada
terbalas penulis sampaikan kepada orang tua yang telah dengan penuh kesabaran
senantiasa memberi dorongan semangat serta banyak pengorbanan, penulis
ucapkan terima kasih dan penghargaan atas semuanya.
Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan
kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan
pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi
agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, Januari 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Data Pribadi :
Nama Lengkap : Ivan Doli B Munthe
Tempat/tgl lahir : Salak/ 6 September 1975
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Luku 1, No. 243, Medan
Riwayat Pendidikan :
SD 02 Sidikalang tamat 1988
SMP St Paulus Sidikalang tamat 1991
SMU N 1 Sidikalang tamat 1994
FK UMI Medan tamat 2002
Organisasi Profesi :
Ikatan Dokter Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ... ………..………..……….. i
TESIS ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
RIWAYAT HIDUP ... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR ISTILAH ... xv
DAFTAR DIAGRAM ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1. Tujuan Umum ... 7
1.3.2. Tujuan Khusus ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1 Defenisi Tuberkulosis ... 9
2.2 Defenisi TB- Multi Drug Resistant ... ……… 9
2.3.1 Resistensi Rifampisin ... 11
2.3.2 Resistensi Isoniazid ... 11
2.3.3 Resistensi Etambutol ... 12
2.3.4. Resistensi Pirazinamid ... 12
2.3.5. Resistensi Streptomisin ... 13
2.4 Diagnosis ... 13
2.5 Pemeriksaan Bakteriologis ... 15
2.5.1 Pewarnaan Sediaan Metode Ziehl-Nielsen ... 15
2.5.2 Pembacaan Sediaan Slide BTA ... 16
2.5.3 Kultur M.Tuberculosis ... 16
2.5.4. Uji Kepekaan M.Tuberculosis ... 17
2.5.5. Pemeriksaan GeneXpert MTB/RIF ... 18
2.6 Penatalaksanaan ... 19
2.6.1 Kanamisin ... 19
2.6.2 Amikasin ... 20
2.6.3 Kapreomisin ... 20
2.6.4. Levofloksasin ... 21
2.6.5. Etionamid ... 21
2.6.6. Sikloserin ... 22
2.6.7. Pirazinamid ... 22
2.6.8. Etambutol ... 23
2.7. Evaluasi Pengobatan ... 23
2.8. Kerangka Konsep ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29
3.1 Rancangan Penelitian ... 29
3.3 Populasi dan Sampel ... 29
3.3.1 Populasi ... 29
3.3.2 Sampel ... 29
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30
3.4.1 Kriteria Inklusi ... 30
3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 30
3.5 Definisi Operasional ... 30
3.6 Kerangka Operasional Penelitian ... 32
3.7 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data ... 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1. Hasil Penelitian ... 34
4.1.1. Karakteristik Jenis Kelamin ... 34
4.1.2. Karakteristik Umur ... 34
4.1.3. Karakteristik Tingkat Pendidikan ... 35
4.1.4. Karakteristik Pekerjaan ... 35
4.1.5. Karakteristik Status Perkawinan ... 36
4.1.6. Karakteristik Gejala Klinis Respiratorik ... 36
4.1.7. Karakteristik Riwayat Penyakit Terdahulu ... 37
4.1.8. Karateristik Riwayat Sosial ... 38
4.1.9. Karakteristik Hasil Foto Torak ... 38
4.1.10. Karakteristik Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 39
4.1.11. Karakteristik Riwayat Pengobatan Lini Pertama ... 40
4.1.12. Karakteristik Riwayat Pengobatan Lini Kedua ... 41
4.1.13. Karakteristik Distribusi frekwensi jenispengobatan TB MDR yang diberikan ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1. Kesimpulan ... 47
5.2. Saran ... 49
ABSTRACT
Background : The resistance case is a problem for TB prevention and eradication
program of the world. Over the years, more cases of multidrug
resistance TB had arose and becoming a new threat to eradicate TB.
Therefore, the needs to investigate characteristics of patients with
MDR TB became important.
Objective : The purpose of this study is to investigate the characteristics of patients
with MDR TB.
Method : This research is a cross report descriptive study. Data were collected in
a time span of September 2013 until December 2013. Data retrieved
directly from subject’s medical records of whom coming to the
pulmonology clinic or staying at the Haji Adam Malik General
Hospital. A total of forty subject had undergone the experiment.
Subject were patient diagnosed with MDR TB, who have undergone a
sputum direct smear examination, acid fast culture, and sensitivity test
for anti-tuberculosis drugs using GeneXpert test.
Result : From 40 subject that had participated in this research, we found that
most of the subject were male (72,5%). Most of the subject had
graduated from the senior high school (65,0%), and most of them
were married (90,0%). All of the subjects chief complaint were cough
(100%) and their radiologic chest X-ray data showed some cloudy
appearance (100%). Most of the subject had history of first line
(57,5%). Levofloxacin (39/97,5%), sikloserin (39/97,5%), pirazinamid
(38/95%), and kanamisin (38/95%) are drug that most used for the
patient with MDR TB.
Conclusions : MDR TB subjects show some characteristic, and further researches are
needed to identificate character that are the risk factor of MDR TB.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakangm
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di
dunia. TB adalah penyebab kematian utama kedua dari penyakit infeksi setelah HIV di
seluruh dunia.1 Organisasi Kesehatan Dunia / World Health Organization (WHO)
memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis. Pada tahun 1993, WHO memperkirakan 7-8 juta kasus TB dan
1.3-1.600.000 kematian akibat TB terjadi setiap tahun.2Kemudian laporan WHO tahun 2004
menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara
yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk.3,4 Kasus TB
terbanyak ditemukan di negara Asia 55%, Afrika 30%, Timur Tengah 7%, Eropah 4%,
dan Amerika 3%.3 Laporan WHO (Global Tuberculosis Report 2012), menyatakan
bahwa pada tahun 2011 TB kasus baru diperkirakan lebih dari 9 juta dan kematian
akibat TB sebanyak 1,4 juta jiwa 990.000 kasus pada TB dengan Human
Immunodefficiency Virus (HIV) negatif dan 430.000 kasus TB dengan HIV positif.
Laporan WHO dalam Regional Asia Tenggara pada tahun 2012 menyatakan bahwa
pada tahun 2011 Indonesia berada pada rangking keempat negara dengan insidensi TB
tertinggi di dunia, dengan peringkat pertama berturut-turut adalah India (2-2,5 juta
kasus), China (0,9-1,1 juta kasus), dan Afrika Selatan (0,4-0,6 juta kasus), dengan
estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 690.000 dan estimasi insidensi
Kasus resistensi merupakan kasus yang sedang menjadi tantangan dalam
program penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat
menjadi prioritas penting.5 Laporan WHO tahun 2007 menyatakan telah terjadi
resistensi primer di seluruh dunia dengan persentase poliresistensi sebesar 17.0%,
monoresistensi sebesar 10,3%, dan Tuberculosis-MultidrugResistant ( TB-MDR )
sebesar 2,9%. Sedangkan di Indonesia resistensi primer jenis TB-MDR terjadi sebesar
2%.6,7 Berdasarkan penelitian Hendra pada tahun 2011, telah terjadi resistensi primer di
RSUP Haji Adam Malik Medan yaitu monoresistensi primer sebesar 21,18%,
poliresistensi primer sebesar 15,29%, dan TB-MDR primer sebesar 4,7 %.8
Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus resistensi obat TB di beberapa wilayah
di dunia hingga tahun 1990-an, masalah resistensi ini belum dipandang sebagai masalah
yang utama. Akan tetapi berdasarkan laporan-laporan penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya maka kasus resistensi obat TB ini menjadi perhatian utama dan perlu
penanganan yang lebih serius. Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh karena
lemahnya program pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang tidak
adekuat, tindakan pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis
TB-MDR. Kontak penularan M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan
menciptakan kasus baru penderita TB yang resistensi primer, yang pada akhirnya akan
mengarah pada multi-drug resistance (MDR).9
WHO pada tahun 2001 telah mendata dan melaporkan negara-negara yang perlu
mewaspadai akan maraknya kasus TB-MDR adalah : Afghanistan, Bangladesh, Brazil,
Cambodia, China, Democratic Republic of Congo, Ethiopia, india, Indonesia, Kenya,
Mozambique, Myanmar, Nigeria, Pakistan, Russia, South Africa, Tanzania, Thailand,
dunia yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah resistensi
terhadap OAT dan dijumpai 273.000 (3,1 %) dari 8,7 juta TB kasus baru pada tahun
2000.9 Munir mengutip hasil penelitian Aditama bahwa resistensi primer di RSUP
Persahabatan pada tahun 1994 sebesar 6,86%.11 Kodrat dalam penelitiannya pada 100
orang penderita TB Paru di BP4 Medan tahun 1996-1997, mendapatkan hasil resistensi
tehadap Rifampisin 85%, INH 74%, Etambutol 13%, Pirazinamid 69%, dan
Streptomisin 23%. Sedangkan penelitian Sadarita tahun 2006 di RSUP H. Adam Malik
Medan mendapatkan hasil bahwa terdapat TB-MDR Primer sebanyak 3 orang dari 15
orang pasien yang tidak memiliki riwayat pengobatan OAT.12,13
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3-0,6 mm dan panjang
1-4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup
tinggi (60 %). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks ( complex-waxes ), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.14 Penyebab terjadinya
resistensi kuman adalah akibat pemberian terapi TB yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan mutants resisten. Selain itu keterlambatan diagnosis akan mnyebabkan
penyebaran galur resistensi obat semakin panjang. Pemberian terapi OAT TB-MDR
yang jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah banyak OAT
yang resisten (The amplifier effect).15
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lestari S.H, dkk tahun 2004,di
Yogyakarta diperoleh hasil berupa resistensi terhadap INH sebesar 61,35%,
Menurut penelitian Granich, dkk di Californiapada tahun 2005, mendapatkan
resistensi Rifampisin dan INH sebanyak 71 (17%), resistensi Rifampisin, INH, dan
Etambutol didapatkan sebanyak 24 (6%), dan yang terbanyak adalah resistensi
Rifampisin, INH, dan injeksi (Streptomisin, Kanamisin, Amikasin, dan Kapreomisin)
didapat sebanyak 252 (62%). 17
Pada tahun 2005 dilakukan penelitian oleh Rintiswati N, dkk. di Yogyakarta di
dapati resistensi obat Tuberkulosis dengan kisaran 24,24% sampai dengan 43,43%.
Resistensi terendah adalah INH 24,24% dan tertinggi adalah Rifampisin 43,43%,
sedangkan terhadap Streptomisin terdapat resistensi sebesar 33,33% dan terhadap
Etambutol 26,26%.18
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rao dkk. pada tahun 2008 di Pakistan,
diperoleh obat anti Tuberkulosis yang paling sensitif sebanyak 49 orang (98%) dengan
pola resistensi obat streptomisin sebanyak 13 orang (26%), INH 8 orang (16%),
Etambutol 8 orang (16%), Rifampisin 4 orang (8%), dan Pirazinamid 1 orang (2%). 19
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susipada tahun 2008 di Lembaga
Permasyarakatan Tanjung Gusta Medan Kelas I pria Tanjung Gusta Medan dijumpai
kuman M. Tuberkulosis yang resisten terhadap INH sebanyak 20 orang (66,7%),
Rifampisin 12 orang (40%), Pirazinamid 5 orang (6,7%), Etambutol 4 orang (3,3%),
Streptomisin 26 orang (86,7%). 20
Pada tahun 2010 dilakukan peneitian oleh Munir S.M, dkk. Di Jakarta
mendapatkan resistensi Rifampisin dan INH sebanyak 51 (50,5%), resistensi
Rifampisin, INH, Streptomisin sebanyak 35 (34,6%), resistensi Rifampisin, INH, dan
(7,9%) dan resistensi Rifampisin, INH, Etambutol, dan Streptomisin sebanyak 6
(5,9%).21
Untuk karakteristik penderita TB-MDR sendiri berdasarkan beberapa penelitian
didapatkan bahwa laki-laki lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Arifin Nawas et al pada tahun 2010, melaporkan
penderita TB-MDR berjenis kelamin laki-laki 32 orang (64%) dan perempuan 18 orang
(36%).22 Penelitian Granich et al.23 mendapatkan laki-laki 241 orang (59%) sedangkan
perempuan 166 orang (41%). Mirsaedi et al memperoleh perbandingan laki-laki dengan
perempuan adalah 12(70.6%): 5(29.4%).24 Penelitian oleh Surkova et al juga
mendapatkan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, berturut-turut 403 dan
157.25 Philip et al juga mendapatkan jumlah penderita laki-laki sebanyak 65 orang
(55%) dan perempuan sebanyak 52 orang (45%).26
WHO melaporkan prevalensi TB paru 2,3 kali lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan perempuan terutama pada negara yang sedang berkembang karena
laki-laki dewasa lebih sering melakukan aktivitas sosial, dikutip dari Arifin et al22. Begum et al melaporkan perbandingan prevalensi TB paru antara laki-laki dan perempuan sama
hingga umur remaja tetapi setelah remaja prevalensi laki-laki lebih tinggi dari
perempuan. 27 Hal ini diduga karena hingga umur remaja kontak hanya terjadi pada
lingkungan yang lebih kecil tetapi setelah dewasa laki-laki banyak kontak dengan
lingkungan yang lebih besar di luar rumah dibandingkan dengan perempuan di samping
faktor biologi, sosial budaya termasuk stigma TB.
Arifin Nawas et al melaporkan pasien termuda pada penelitian mereka berumur
11,89 dengan sebaran terbanyak pada rentang umur 25-44 tahun.22 Penelitian oleh
Edward et al mendapatkan usia produktif 25 sampai 44 tahun.28 Begitu pula dengan
penelitian Hadiarto et al yang mendapatkan rerata umur 37,8 tahun dan juga
mendapatkan kelompok usia produktif yang terbanyak menderita TB-MDR.29
Pekerjaan pasien berdasarkan urutan yang terbanyak sampai yang sedikit,
swasta, pengangguran, ibu rumah tangga, buruh, PNS dan pensiunan PNS serta
pelajar.22 Hal ini sama dengan penelitian Munir et al yang mendapatkan pekerjaan
terbanyak pada sektor swasta 35,6% dan dalam penelitian ini tidak diperinci tentang
jenis pekerjaan di sektor swasta.21 Surkova et al mendapat korelasi antara status
pekerjaan dengan kejadian TB-MDR, dimana sebanyak 482 pasien TB-MDR pada
kelompok yang sudah bekerja sedangkan 78 pasien pada kelompok yang belum
bekerja.25 Arifin et al belum bisa menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan rendah
cenderung menjadi risiko untuk terjadinya TB-MDR.22
Penelitian mengenai karakteristik penderita TB MDR sangat diperlukan untuk
mengetahui profil dan keadaan penderita TB di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan telah ditunjuk untuk melakukan PMDT dimulai
dengan persiapan pada bulan Januari 2011 dan menemukan pasien MDR pada bulan
Februari 2012 dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan gene expert dan
melakukan pengobatan pada penderita MDR pada bulan Juni 2012.
1.2.Perumusan Masalah
Belum diketahuinya gambaran karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di
RSHAM.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan jenis kelamin
2. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan umur
3. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan tingkat pendidikan
4. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan pekerjaan
5. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan status perkawinan
6. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan gejala klinis respiratorik
7. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan riwayat penyakit terdahulu
8. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan riwayat sosial
9. Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan hasil foto torak
10.Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
11.Untuk mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di RSHAM
1.4. Manfaat Penelitian
1. Peneliti :
Dapat mengetahui karakteristik penderita TB MDR yang dirawat di rumah sakit
umum pusat Haji Adam Malik Medan
2. Pasien :
a. Mengurangi penderita TB paru menjadi TB MDR
b. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang pentingnya pengobatan TB MDR
secara teratur dan mencegah penularan
3. Praktisi Spesialis Paru :
a. Untuk mengetahui Karakteristik penderita TB MDR di RSUP HAM
b. Untuk mencegah terjadinya TB MDR
4. Rumah Sakit Umum :
a. Untuk mengetahui kualitas pelayanan terhadap pengobatan TB MDR
b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengobatan TB MDR
5. Pemerintah :
a. Mengambil kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya TB MDR
b. Sebagai masukan dalam program penanggulangan TB MDR di Instansi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex,4yang dapat menyerang paru dan organ tubuh lainnya.1M. tuberculosis memiliki ukuran dengan panjang 1-4 mm dan lebar 0,3-0,6
mm. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan
tidak berkapsul. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak
cukup tinggi (60 %). Struktur dinding sel yang kompleks menyebabkan bakteri tersebut
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap
penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol.14
2.2. Defenisi TB- Multi Drug Resistant
Tuberkulosis-Multi Drug Resistant (TB-MDR) atau Resistensi ganda adalah M.
tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan isoniazid (INH) dengan atau
tanpa Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lainnya. Resistensi terhadap obat anti TB dibagi
menjadi :4
1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan.
2. Resistensi inisial ialah apabila tidak diketahui pasti apakah pasien sudah ada
riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.
3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan
Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu : 4
1. Mono-resistance yaitu kekebalan terhadap salah satu OAT.
2. Poly-resistance yaitu kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi
isoniazid dan rifampisin.
3. Multidrug-resistance (MDR) yaitu kekebalan terhadap sekurang-kurangnya
isoniazid dan rifampisin.
4. Extensive drug-resistance (XDR) yaitu Tb MDR ditambah kekebalan terhadap
salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT
injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisn, dan amikasin).
5. Total Drug Resistance (TDR) yaitu resisten baik dengan lini pertama maupun
lini kedua. Pada kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa dipakai.
2.3. Patogenesis
Penularan penyakit TB terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan
orang yang tertular (terinfeksi). Penyebaran TB bisa melalui droplet yang mengandung
kuman TB pada saat batuk. Droplet dapat terbang di udara kurang lebih selama dua jam
tergantung pada kualitas ventilasi ruangan. Jika droplet tadi terhirup oleh orang lain
yang sehat, droplet akan masuk ke dinding sistem pernapasan. Droplet berdiameter
besar akan masuk pada saluran napas bagian atas dan droplet yang berdiameter kecil
akan masuk ke alveoli di seluruh paru. Pada tempat masuknya, kuman tuberkulosis akan
membentuk suatu fokus infeksi primer berupa tempat pembiakankuman tuberkulosis
sehingga tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Kuman TB yang masuk
tadi akan mendapatkan perlawanan dari tubuh, jenis perlawanan tubuh tergantung pada
2.3.1. Resistensi Rifampisin
Rifampisin adalah semisintetik derivat dari Streptomycin mediterranei,
merupakan obat antituberkulosis yang paling kuat dan penting. Memilki sifat
bakterisida intraseluler dan ekstraseluler. Rifampisin sangat baik diabsorbsi melalui per
oral.Ekskresi melalui hati kemudian ke empedu dan mengalami resirkulasi
enterohepatik. In vitro aktif terhadap gram +, gram -, bakteri enterik, mikobakterium,
dan klamidia. Secara khusus menghentikan sintesis RNA dengan cara mengikat dan
menghambat polymerase RNA yang tergantung DNA (RNA polymerase
DNA-dependent) pada sel-sel mikobakterium yang masih sensitif.31,32,33
Resistensi rifampisin yang didapat merupakan hasil dari mutasi yang spontan
mengubah sub unit gen RNA polymerase (rpoB), sub unit gen ẞ-RNA polymerase. RNA polymerase manusia tidak mengikat Rifampisin ataupun dihambatnya. Beberapa
studi menunjukkan bahwa 96% strain yang resisten rifampisin telah memiliki mutasi
pada daerah inti gen 91-bp. Resistensi muncul segera pada pemakaian obat tunggal.31,33
2.3.2. Resistensi Isoniazid
Isoniazid harus tetap diberikan pada setiap terapi TB kecuali organisme telah
mengalami resistensi. Obat ini murah, dapat mudah diperoleh, memiliki selektifitas
yang tinggi untuk mycobacterium dan hanya 5 % yang menunjukkan efek samping. INH
merupakan molekul yang kecil, larut, dan bebas dalam air, mudah penetrasi ke dalam
sel, aktif terhadap mikroorganisme intrasel maupun ekstrasel. Mekanisme kerja INH
adalah menghambat sintesis asam mikolat dinding sel melalui jalur yang tergantung
pada bakteri yang istirahat dan bakterisida pada organisme yang bermultiplikasi cepat,
baik pada ekstraseluler dan intraseluler.32,33,34
Sebagian besar galur yang resisten INH memiliki perubahan asam amino pada
genkatalase-peroksidase (katG) atau promoter lokus dua gen yang dikenal dengan inhA.
Produksi berlebih dari geninhA menimbulkan resistensi INH tingkat rendah dan
resisteni silang Etionamida. Sedangkan mutasi genkatG menimbulkan resistensi INH
tingkat tinggi dan sering tidak menimbulkan resistensi silang dengan Etionamida.31,32,33
2.3.3. Resistensi Etambutol
Resistensi etambutol umumnya dikaitkan dengan mutasi pada genembB yang
merupakan gen yang mengkodekan untuk enzimarabinosiltransferase.
Arabinosiltransferase terlibat dalam reaksi polimerasi arabinoglikan. Resistensi terjadi
akibat mutasi yang menyebabkan ekspresi berlebih produksi dari gen embB. Mutasi gen
embB telah ditemukan pada 70% galur yang resisten dan melibatkan pergantian posisi
asam amino 306 atau 406 pada 90 % kasus. Resistensi segera timbul bila obat diberikan
secara tunggal. 31,32,33
2.3.4. Resistensi Pirazinamid
Pirazinamid sebagai bakterisida pada organisme metabolisme lambat dalam
suasana lingkungan asam diantara sel fagosit dan granuloma keseosa. Pirazinamid
diduga oleh basil tuberkel dikonversikan menjadi produk zat yang aktif yaitu asam
pirazinoat. Pirazinamid diabsorbsi dengan baik melaui saluran pencernaan. 31,32
Resistensi pirazinamid terjadi oleh karena kehilangan aktiviti pirazinamidase
dengan terjadinya mutasi pada gen pncA yang menyandikan enzim
pyrazinamidase.31,32,33
2.3.5. Resistensi Streptomisin
Merupakan aminoglikosida yang diisolasikan dari Streptomyces griseus.
Streptomisin menghambat sintesis protein dengan caara menimbulkan gangguan pada
ribosom. Dua per tiga galur yang resistensi terhadap streptomisin diidentifikasi bahwa
terjadi mutasi pada satu dari dua target yaitu 16s rRNA (rrs) atau gen yang menyandi
protein ribosom S12 (rpsL). Kedua target ini yang diyakini terdapat ikatan ribosom
streptomisin. 31,32
2.4. Diagnosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinis
TB dibagi atas dua golongan, yaitu gejala respiratorius berupa batuk, batuk darah, sesak
napas, dan nyeri dada. Gejala respiratorius sangat bervariasi dari mulai yang tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luasnya lesi. Sedangkan gejala
sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat
badan.35,36
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama
didaerah apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain
suara napas bronkhial, amforik, suara napas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda
Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah :4
1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2, dibuktikan dengan
rekam medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu.
2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan
dengan kategori 2.
3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang mendapat
OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin.
4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan
dengan kategori 1.
6. TB paru kasus kambuh.
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan
atau kategori 2.
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB MDR
konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR.
9. TB-HIV.
Pasien yang memenuhi kriteria suspek harus dirujuk ke laboratorium dengan
jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
obat. Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Jika hasil uji
kepekaan terdapat M. tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan
2.5. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkhoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces, dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).14
2.5.1 Pewarnaan Sediaan Metode Ziehl-Nielsen
Bahan yang diperlukan : botol gelas berwarna coklat berisi cairan Carbol
Fuchsin 0,3%; botol gelas berwarna coklat berisi alkohol (HCl-alcohol 3%); botol
coklat berisi Methylen Blue 0,3%; rak untuk pengecatan slide; baskom ditempatkan
dibawah rak; corong dengan kertas filter; pipet; pinset; pengukur waktu; api spiritus; air
yang mengalir berupa air ledeng atau botol pipet berisi cairan; dan beberapa rak
cadangan.37
Pewarnaan sediaan yang telah difiksasi, maksimum 12 slide, harus ada jarak
diantara sediaan untuk mencegah kontaminasi. Cara pewarnaan : sediaan dahak yang
telah difiksasi diletakkan pada rak dengan hapusan menghadap ke atas, kemudian
diteteskan larutan carbol fuchsin 0,3% pada hapusa dahak sampai menutupi seluruh
permukaan sediaan dahak. Panaskan dengan nyala api spiritus sampai keluar uap selama
3-5 menit. Zat warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering
maka carbol fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat seperti
kuman TB. Api spiritus disongkirkan, kemudian sediaan didiamkan selama 5 menit.
Lalu sediaan dibilas dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas terbuang.
fuchsinhilang. Kemudian dibilas dengan air mengalir pelan. Larutan Methylen blue
0,3% diteteskan pada sediaan sampai menutupi seluruh permukaan. Sediaan didiamkan
10-20 detik. Sediaan dibilas dengan air mengalir pelan. Sediaan dikeringkan diatas rak
pengering di udara terbuka (jangan dibawah sinar matahari langsung).38,39
2.5.2. Pembacaan Sediaan Slide BTA
Hasil pemeriksaan mikroskopis dibacakan dengan skala IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease), yaitu :4,14
1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang : negatif
2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang : ditulis jumlah kuman yang
ditemukan, scanty.
3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang : + (1+).
4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang : ++ (2+).
5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang : +++(3+).
2.5.3. Kultur M.Tuberculosis
Pada identifikasi M. tuberculosis, pemeriksaan dengan media biakan lebih
sensitif dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan biakan dapat
mendeteksi 10-1000 mycobacterium/ml. Media biakan terdiri dari media padat dan
media cair. Media Lowenstein-Jensen adalah media padat yang menggunakan media
basa telur . media ini pertama sekali dibuat oleh Lowenstein yang selanjutnya
dikembangkan oleh Jensen tahun 1930-an dan selanjutnya dikembangka oleh Ogawa,
Kudoh, Gruft, Wayne, doubek dan lain-lain. Pemeriksaan dengan menggunakan media
Lowenstein-Jensen ini memberikan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dan dipakai
Identifikasi kuman tuberkulosis dimulai dari waktu pertumbuhan, warna pigmen,
morfologi koloni, dan hasil pewarnaan BTA. Seleksi koloni yaitu : keberadaan satu atau
lebih jenis koloni yang diamati. Penampilan kasar, halus cembung, halus menyebar,
halus dengan tepi berkeriput, kasar transparan, kasar keruh, dan sebagainya. Pigmen
paska inkubasi di tempat gelap diamati yaitu kuning, merah, kuning muda, kuning
oranye. Jika tak berpigmen disebut “buff”.Kecepatan pertumbuhan (rapid growth) akan
tumbuh dalam 7 hari atau kurang, sedangkan slow growth tumbuh setelah 7 hari.
Pencahayaan Mikobakterium yang termasuk photokromogen akan menghasilkan
pigmen jika dipaparkan cahaya. Jika pertumbuhan sangat padat maka pigmen tidak akan
muncul.
Bila terdapat kontaminasi pada kultur, dilaporkan segera dan diulangi
pembuatan kultur. Bila kultur positif dan pertumbuhan dinilai sebagai M.tuberculosis.
Hasil pembacaan kultur dinilai dengan :40
1. > 500 koloni : 4+
2. 200-500 koloni : 3+
3. 100-200 koloni : 2+
4. 20-100 koloni : 1+
5. 1-19 koloni : sebutkan jumlah koloni
6. Tidak ada pertumbuhan : disebut negatif
2.5.4 Uji Kepekaan M.Tuberculosis
Hasil dibaca pada pertama kali pada hari ke 28. Jika hasil pembacaan pada hari
tersebut. Jika hasil pembacaan pada hari ke 28 adalah “sensitif” maka perlu dilakukan
pembacaan ulang pada hari ke 42 untuk meyakinkan hasil pembacaan sebelumnya.
Hasil perhitungan koloni layak dikonversi sensitif atau negatif jika : jumlah
koloni pada media tanpa obat pada pengenceran dan adalah logis, jumlah
koloni media tanpa obat adalah 5. Jika jumlah kurang dari itu maka tidak boleh
disimpulkan.
Skala pembacaan hasil uji resistensi dapat dinilai sebagai berikut :40
1. > 500 koloni : 4+ (konfluen)
2. 200-500 koloni : 3+ (hampir konfluen)
3. 100-200 koloni : 2+
4. 20-100 koloni : tulis jumlah koloninya
5. 1-19 koloni : tulis jumlah koloninya
6. Tidak ada pertumbuhan : negatif
2.5.5 Pemeriksaan GeneXpert MTB/RIF
GeneXpert MTB/RIF adalah uji diagnostik cartridge-based, otomatis, yang
dapat mengindentifikasi M. Tuberculosis dan resistensi terhadap Rifampisin. Xpert
MTB/RIF berbasis Cepheid GeneXpert platform, cukup sensitif, mudah digunakan
dengan metode nucleic acid amplification test (NAAT). Metode ini mempurifikasi,
membuat konsentrat dan amplifikasi (dengan real time PCR) dan mengidentifikasi
sekuens asam nukleat pada genom TB. Lama pengelolaan uji sampai selesai memakan
secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas
dan spesifisitas sekitar 99%.4
2.6. Penatalaksanaan
Pada pengobatan TB-MDR maka petugas kesehatan harus mengubah kombinasi
obat dengan menambahkan lini kedua. Obat ini memiliki efek samping yang lebih
banyak, praktis pengobatan yang lebih lama, dan biaya mungkin 100 kali lebih besar
dibandingkan dengan lini pertama.41
Pengobatan TB-MDR memerlukan waktu yang lebih lama yaitu 18-24 bulan.
Terdiri atas dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Pedoman WHO membagi
pengobatan TB-MDR menjadi lima group berdasarkan potensi dan efikasinya.
Kelompok pertama : Pirazinamid dan Etambutol paling efektif dan ditoleransi dengan
baik. Kelompok kedua : injeksi Kanamisin atau Amikasin, jika alergi diganti dengan
Kapreomisin atau Viomisin yang bersifat bakterisidal. Kelompok ketiga :
Fluoroquinolon diantaranya : Levofloksasin, Moksifloksasin, Ofloksasin yang bersifat
bakterisidal tinggi. Kelompok keempat : PAS, Etionamid, Protionamid, dan Sikloserin
merupakan bakteriostatik lini kedua. Kelompok kelima : Amoksisilin+Asam
Klavulanat, Makrolide baru (Klaritromisin), dan Linezolid, masih belum jelas
efikasinya.42,43,44
2.6.1. Kanamisin
Kanamisin berkaitan erat dengan antibiotik jenis aminoglikosida. Kanamisin
bekerja pada ribosom dan menghambat proses sintesis protein. Kanamisin biasanya
dapat diberikan secara intramuskular. Konsentrasi serum harus berada dalam kisaran
penyakit hati dan yeng hipersensitif terhadap aminoglikosida. Efek samping yang dapat
terjadi adalah : gangguan pada saraf kedelapan,dan toksisitas ginjal. Gangguan
pendengaran, gangguan keseimbangan yang menetap, neuropati perifer. Pemantauan
terhadap penggunaan obat ini harus tetap dilakukan, antara lain : pemeriksaan faal ginjal
( serum kreatinin dan kalium ), audiogram bulanan untuk fungsi pendengaran.45
2.6.2. Amikasin
Sama halnya dengan kanamisin,amikasin juga berhubungan erat dengan
antibiotik aminoglikosida. Amikasin juga bekerja pada ribosom, penghambatan sintesis
protein. Amikasin dapat diberikan intramuskular atau intravena. Rata-rata konsentrasi
puncak serum adalah 21 mg/ml dan MIC adalah 4-8 mg/ml. Amikasin juga memiliki
efek samping terhadap kelemahan pada saraf kedelapan dan juga menyebabkan
toksisitas ginjal.45
2.6.3. Kapreomisin
Kapreomisin secara kimiawi berbeda dari aminoglikosida, tetapi kemungkinan
memiliki resistensi silang dengan streptomisin, amikasin, dan kanamisin. Kapreomisin
memiliki aktivitas teurapetik yang sama dengan kanamisin dan amikasin begitu juga
dengan farmakologi dan toksisitasnya. Efek samping nya juga berpengaruh pada sistem
persyarafan kedelapan dan juga menyebabkan toksisitas ke ginjal. Pemantauan
pemberian obat ini juga perlu memriksa faal ginjal dan pemeriksaan fungsi
2.6.4. Levofloksasin
Levofloksasin merupakan fluorokuinolon yaitu agen anti bakteri spektrum luas
yang bekerja menghambat DNA enzim girase. Levofloksasin lebih banyak dipakai
secara oral dan lebih sensitif terhadap organisme. Tidak ada resistensi silang dengan
obat anti tuberkulosis lainnya. Reaksi obat antara kuinolon dengan teofilin yaitu akan
meningkatkan kadar serum teofilin dan resiko efek samping dari teofilin. Pemberian
antasida (seperti : magnesium sulfat,aluminium sulfat, kalsium atau didanosine) akan
menyebabkan menurunnya absorbsi dan menghilangkan efek terapetik fluorokuinolon.
Pemberian probenesid akan menurunkan sekresi fluorokuinolon di ginjal yang
mengakibatkan sekitar 50% peningkatan serum fluorokuinolon. Pemberian suplemen
vitamin yang mengandung seng (Zn) dan besi (Fe) akan mengurangi absorbsinya. Efek
samping yang timbul adalah : mual, kembung, pusing, insomnia, sakit kepala, ruam,
pruritus dan fotosensitivitas.45
2.6.5. Etionamid
Etionamid memiliki struktur yang mirip dengan INH. Namun resistensi silang
dengan INH sangat jarang terjadi. Dosis etionamid sebesar 2,5 µg/kg memiliki efek
bakteristatik. Etionamid diserap baik oleh usus dan di metabolisme di hati. Kadar serum
puncak nya adalah 15-20 mg/ml dan dosis optimumnya biasanya 1 gr. Obat ini hampir
sepenuhnya didistribusikan ke seluruh tubuh. Efek samping yang timbul adalah : mual,
muntah, kehilangan napsu makan, dan nyeri perut. Reaksi neurologis yang sering
muncul adalah : sakit kepala, gelisah, diplopia, tremor, dan kejang-kejang. Diperlukan
penambahan dosis secara bertahap karena sangat mengiritasi saluran pencernaan. Jika
dan obat hipnosis. Hepatitis dapat terjadi pada 1 persen pasien. Untuk memantau
heepatotoksik maka perlu dilakukan pemeriksaan faal hati dan enzim paru per bulan.
Jika didapati peningkatan faal hati lima kali lipat maka obat harus dihentikan.45
2.6.6. Sikloserin
Sikloserin bersifat bakteriostatik yang merupakan analog Dalanine dan bekerjan
masuk kedalam dinding sel. Obat ini diserap baik di usus dan didistribusikan ke seluruh
tubuh. Obat ini diekskresikan oleh urin sebanyak 70% dari bentuk aktifnya dan 30%
lagi di metabolisme didlm tubuh. Efek samping umum termasuk gangguan neurologis
dan psikiatris mulai dari sakit kepala, tremor, gangguan memori, dan gangguan psikosis
berupa mengantuk, paranoid, depresi, atau reaksi katatonik. Beberapa pasien dengan
gangguan kecemasan dan depresi dapat berupa keinginan bunuh diri. Dosis umum
adala 15-20 mg/kg, dengan dosis maksimal 1 gr/hari. Sebagian besar efek sampng
menghilang apabila obat dihentikan. Untuk mencegah gangguan psikis yang serius
maka perlu pemantauan berkala atas status mental dan tingkat dosis yang diperlukan.
Untuk mengurangi potensi kejang dan konvulsi dapat diberikan piridoksin dengan dosis
100-150 mg. Sikloserin dpat mengurangi efektifitas fenitoin jika diberikan bersamaan
dengan INH. Dosis fenitoin dalam hal ini dapat dikurangi. Minuman mengandung
alkohol akan memberikan efek toksik. Untuk kasus dengan adanya gagal ginjal, dosis
harian obat harus dikurangi. Sebaiknya diminum pada saat perut kosong karena dapat
makanan dalam lambung akan menurunkan absorbsi obat.45
2.6.7. Pirazinamid
Pirazinamid bersifat bakterisidal lemah tetapi mempunyai efek sterilisasi
bulan pertama pengobatan karena proses peradangan sedang pada puncaknya.
Pirazinamid mudah diabsorbsi dan tersebar di seluruh jaringan. Hati-hati pemberian
pada penderita Diabetes Mellitus karena dapat menyebabkan kadar gula darah tidak
stabil. Kadang menyebabkan kekambuhan gout atau dapat terjadi arthralgia. Efek
samping yang timbul adalah : mual, muntah, hiperurisemia yang asimptomatik dan
timbulnya gout. Efek samping yang jarang timbul yaitu : anemia siderobastik,
photosensitive dermatitis dan gangguan hati berat.46
2.6.8. Etambutol
Etambutol bersifat bakteriostatik dan mudah diabsorbsi di saluran pencernaan.
Efek samping yang timbul adalah : gangguan fungsi mata yang tergantung dengan
besarnya dosis, kelainan hati dan arthralgia.47
2.7. Evaluasi Pengobatan
Penilaian respons pengobatan adalah konversi pemeriksaan dahak secara
mikroskopis dan biakan. Hasil biakan dapat diperoleh setelah 2 bulan. Pemeriksaan
mikroskopis dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada tahap awal dan setiap 2
bulan pada tahap lanjutan.48
Evaluasi utama pada pasien TB MDR adalah :48
1. Pemeriksaan dahak setiap bulan pada tahap awal dan setiap 2 bulan pada tahap
lanjutan
2. Pemeriksaan biakan setiap bulan pada tahap awal sampai konversi biakan.
3. Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus yang diduga akan
Evaluasi pendukung pada pasien TB MDR adalah :48
1. Penilaian klinis termasuk berat badan
2. Penilaian segera bila ada efek samping
3. Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan
(kanamisin dan kapreomisin)
4. Pemeriksaan TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dilakukan setiap 6 bulan dan
Tabel 1. Jadwal Pemantauan Pengobatan TB MDR48
√ Setiap bulan sampai konversi, bila sudah konversi setiap 2 bulan
Evaluasi Penunjang
Evaluasi Klinis
(termasuk BB)
Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap Pengawasan oleh
(SGOT, SGPT)# √ Evaluasi secara periodik Tes kehamilan √
Hb dan leukosit∞ √ Berdasarkan indikasi
*Sesuai indikasi uji kepekaan bisa diulang, seperti gagal konversi atau
memburuknya keadaan klinis. Untuk pasien dengan hasil biakan tetap positif uji
**Bila diberikan obat suntik. Pada pasien dengan HIV, diabetes dan resiko tinggi
lainnya pemeriksaan ini dilakukan setiap 1-3 minggu
***Bila diberikan etionamid/protionamid atau PAS, bila ditemukan tanda dan gejala
hipotiroid
#Bila mendapat pirazinamid untuk waktu yang lama atau pada pasien dengan resiko,
gejala hepatitis
∞Bila mendapat linezolid atau ARV
Tabel 2. Efek samping obat TB MDR48
Nama obat Efek samping Pemeriksaan Tindakan
Etionamid Gangguan
gastrointestinal,gangguan
endokrin, hepatitis,
hipersensitivitas
SGOT, SGPT Pemberian
anti-emetik atau
sesuaikan dosis
terendah
Sikloserin Gangguan neurologis dan
psikiatri
Nilai kadar obat dalam
serum, evaluasi secara
toksisitas ginjal dan
gangguan elektrolit
SGOT, SGPT Pemberian
antasid,
pemberian obat
pada waktu
Ciprofloksasi,
Monitor interaksi obat Cegah
pemberian
Tabel 3. Pembagian dosis berdasarkan berat badan48
OAT Berat badan
1000-1750 mg 1750-2000 mg 2000-2500 mg
Etambutol
(tablet,500 mg)
25 mg/kg/hari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg
2.8. Kerangka Konsep
Diagram 1. Kerangka Konsep
RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG DEMOGRAFI
TB MDR RIWAYAT PENYAKIT
DAHULU
RIWAYAT SOSIAL
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan
pengambilan data secara case report pada pasien TB MDR yang berobat di RSUP H.
Adam Malik, Medan.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Poli Paru, Bangsal Rawat Inap dan Laboratorium
Mikrobiologi RS. H. Adam Malik Medan /Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi FK USU. Waktu penelitian adalah September 2013 sampai
dengan Desember 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Semua medical record pasien yang datang berobat ke Poli Paru dan Rawat Inap
RS. H.Adam Malik Medan /Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
FK USU yang didiagnosa menderita TB MDR dalam periode pengambilan data.
3.3.2. Sampel
Semua penderita yang didiagnosa TB MDR dan pernah dirawat inap di RS. H.
3.4.Kriteria Inklusi dan Eksklusi Terhadap Data
3.4.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien TB MDR Paru yang diperiksa dengan gene expert.
2. Medical record memiliki data yang lengkap.
3.4.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien TB MDR Paru yang diperiksa dengan PMDT.
3.5. Definisi Operasional
a. Jenis kelamin: jenis yang membedakan penderita atas laki-laki dan perempuan yang
diperoleh melalui pencatatan medical record penderita TB MDR.
b. Umur penderita: lamanya hidup penderita sampai dengan saat datang ke bagian Paru
RSUP. H. Adam Malik Medan, puskesmas, BP4, dan praktek dokter spesialis paru
swasta. Umur dikategorikan menjadi: a) 16-25 tahun; b) 26-35 tahun; c) 36-45
tahun; d) 46-55 tahun; dan e) >55 Tahun.
c. pendidikan: pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penderita berdasarkan jenis
pendidikan formal terakhir yang dijalani penderita, dibagi atas: Tidak sekolah,
Tamat SD, Tamat SLTP, Tamat SLTA, dan Tamat S1.
d. Status perkawinan penderita yaitu riwayat kehidupan pernikahan sampel penelitian
yang dibagi menjadi kawin atau belum kawin.
e. Gejala klinis respiratorik adalah keluhan penderita yang meliputi sesak nafas, batuk,
nyeri dada, batuk darah.
f. Data Riwayat Penyakit Terdahulu adalah riwayat pernyakit terdahulu yang pernah
penyakit-penyakit Hipertensi, Diabetes melitus, Kanker, Infeksi HIV/AIDS, Penyakit ginjal
dan Hepatitis kronik.
g. Riwayat Perilaku Sosial yaitu riwayat penggunaan zat seperti rokok, alkohol dan
narkoba pada sampel
h. Pemeriksaan Penunjang adalah pemeriksaan kepada pasien yang dilakukan untuk
mendukung diagnosis dan atau perkembangan pengobatan pasien, meliputi foto
toraks dan gene expert.
i. Pemeriksaan laboratorim adalah hasil data laboratorium patologi klinis atau data
rekam medik terhadap Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, SGOT, SGPT, Ureum dan
Kreatinin penderita TB MDR
j. Foto Toraks adalah gambaran radiologis yang tampak pada foto toraks penderita TB
MDR yang dikategorikan menjadi :
1. Gambaran bercak mengawan (infitrate)/ bayangan noduler
2. Kalsifikasi
3. Bercak milier
4. Fibrosis
5. Kaviti
6. Atelektasis
7. Abses paru
8. Efusi pleura
9. Pneumotoraks
10.Hidropneumotoraks
k. Gene expert adalah Uji diagnostik catridge-based, otomatis, yang dapat
Dikategorikan menjadi : MTB negatif, MTB pos rif sus, MTB pos rif res atau Indet/
error
l. Riwayat pengobatan adalah: jenis-jenis obat TB yang diterima oleh pasien sejak
pengobatan lini pertama dan lini kedua.
m. Jenis obat TB MDR adalah obat yang mengalami resisensi yang diberikan kepada
pasien penderita TB MDR setelah dilakukan uji resistensi. Jenis obat yang diberikan
meliputi pirazinamid, etambutol, kanamisin, kapreomisin, levoflozacin, sikloserin,
etionamid, PAS.
3.6. Kerangka Operasional
Diagram 2. Kerangka Operasional
3.7. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
Data pasien dari rekam medik dikumpulkan dengan cara mengambilnya dari
bagian rekam medik. Catatan mengenai penderita TB MDR diperoleh dari Ruang Rawat
Inap TB MDR. Berdasarkan catatan tersebut maka nomor rekam medik dari pasien
tersebut kemudian ditelusuri ke Bagian Rekam Medik RS. H. Adam Malik Medan.
Penderita TB MDR
Data demografi Riwayat penyakit
dahulu
Pemeriksaan Penunjang
Riwayat penyakit
sekarang
Setelah data diperoleh, maka data kemudian diolah menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Variabel yang diperlukan dicatat
2. Variabel tersebut kemudian dilihat dalam medikal record.
3. Variabel tersebut kemudian dipindahkan ke dalam buku master data.
4. Data dari dalam master data kemudian di entry ke dalam komputer melalui program
SPSS.
5. Data yang ada kemudian ditampilkan ke dalam bentuk tabel-tabel distribusi
frekuensi sambil melakukan cleaning dan konfirmasi terhadap data yang masih
memerlukan perbaikan.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan (poli TB paru,
Ruang Rawat Paru, Mikrobiologi Klinik dan Ruang Rekam Medik ) yang dimulai dari
bulan September 2013 hingga November 2013.
Subjek penelitian adalah semua penderita yang didiagnosis TB MDRdan
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan pewarnaan langsung sputum, kultur BTA dan
uji kepekaan terhadap OAT.
4.1.1. Karakteristik Jenis Kelamin
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin peserta penelitian didapatkan bahwa
jumlah laki-laki 29 orang (72,5%) dan perempuan 11 orang (27,5%) dengan rasio 2,6 : 1
(Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin (n = 40)
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 29 72,5
Perempuan 11 27,5
Total 40 100,0
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.2. Karakteristik Umur
Berdasarkan karakteristik umur pada subjek penelitian ini didapatkan bahwa
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Umur (n = 40)
Usia (thn) n %
≤ 44 20 50,0
> 44 20 50,0
Total 40 100,0
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.3. Karakteristik Tingkat Pendidikan
Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan pada subjek penelitian ini
didapatkan bahwa tingkat pendidikan tamatan sekolah menengah atas (SMA)
merupakan yang terbanyak yaitu sebanyak 26 orang (65,0%). Sementara itu, tamatan
sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 9 orang (22,5%). Tamatan strata 1 (S-1)
sebanyak 2 orang (5,0%). Tamatan sekolah dasar (SD), diploma III (D-III), dan strata 2
(S-2) masing-masing sebanyak 1 orang (masing-masing 2,5%) (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan (n = 40)
Pendidikan n %
SD 1 2,5
SMP 9 22,5
SMA 26 65,0
D-III 1 2,5
S-1 2 5,0
S-2 1 2,5
Total 40 100,0
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.4. Karakteristik Pekerjaan
Berdasarkan karakteristik pekerjaan pada subjek penelitian ini didapatkan bahwa
pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta, yaitu sebanyak 24 orang (60,0%). Ibu rumah
sebanyak 3 orang (masing-masing 7,5%). Dosen dan pegawai negeri sipil (PNS)
masing-masing sebanyak 1 orang (masing-masing 2,5%) (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pekerjaan (n = 40)
Pekerjaan N %
Karakteristik : n = jumlah subjek
4.1.5. Karakteristik Status Perkawinan
Berdasarkan karakteristik status perkawinan pada subjek penelitian ini
didapatkan bahwa pada umumnya telah kawin sebanyak 36 orang (90,0%). Subjek
penelitian yang tidak atau belum kawin sebanyak 4 orang (10,0%) (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Status Perkawinan (n = 40)
Status Perkawinan n %
Kawin 36 90,0
Tidak Kawin 4 10,0
Total 40 100,0
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.6. Karakteristik Gejala Klinis Respiratorik
Karakteristik klinis dalam hal keluhan utama didapatkan semua subjek
mengeluhkan batuk (100,0%). Subjek penelitian yang memiliki keluhan sesak napas
adalah sebanyak 28 orang dari seluruh subjek penelitian (70,0%). Subjek penelitian
penelitian (52,5%). Sedangkan subjek penelitian yang memiliki keluhan batuk berdarah
adalah sebanyak 15 orang dari seluruh subjek penelitian (37,5%) (Tabel 4.6).
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Keluhan Utama Respiratorik (n= 40)
Keluhan Utama Ada Tidak Ada Total
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.7. Karakteristik Riwayat Penyakit Terdahulu
Karakteristik riwayat penyakit terdahulu yang didapatkan pada subjek penelitian
yang terbanyak adalah diabetes mellitus (DM) yaitu sebanyak 11 orang dari seluruh
subjek penelitian (27,5%). Penderita hipertensi dan hepatitis kronis masing-masing
sebanyak 1 orang. Tidak dijumpai adanya penderita dengan riwayat penyakit terdahulu
seperti kanker, infeksi HIV/AIDS, dan penyakit ginjal pada seluruh subjek penelitian
(Tabel 4.7).
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Terdahulu (n = 40)
Riwayat Penyakit
4.1.8. Karateristik Riwayat Sosial
Karakteristik riwayat sosial yang dinilai adalah merokok, minum alkohol dan
penggunaan narkoba. Dari seluruh subjek penelitian, didapatkan 29 orang subjek
merupakan perokok (72,5%). Jumlah subjek penelitian yang minum alkohol adalah
sebanyak 9 orang (22,55). Dan jumlah subjek yang menggunakan narkoba adalah 1
orang (2,5%) (Tabel 4.8).
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Riwayat Sosial (n = 40)
Riwayat Sosial Ada Tidak Ada Total
N % n % N %
Merokok 29 72,5 11 27,5 40 100
Alkohol 9 22,5 31 77,5 40 100
Narkoba 1 2,5 39 97,5 40 100
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.9. Karakteristik Hasil Foto Torak
Hasil foto torak terbanyak yang didapatkan adalah gambaran bercak mengawan
yaitu tampak pada semua hasil foto torak (100,0%). Terdapat 30 buah foto torak yang
memberikan hasil gambaran fibosis (75,0%). Foto torak yang memberikan hasil
gambaran kaviti sebanyak 14 buah (35,0%), sedangkan untuk hasil foto yang
menunjukkan gambaran konsolidasi sebanyak 6 buah (15,0%). Hasil foto dengan
gambaran kalsifikasi dan atelektasis masing-masing sebanyak 2 buah (5,0%). Jumlah
foto torak yang memberikan gambaran bullae efusi pleura adalah 1 buah (2,5%). Tidak
ditemukan adanya foto torak dengan gambaran bercak milier, pneumotorak,
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Hasil Foto Torak (n = 40)
Hasil foto Torak Ada Tidak Ada Total
n % n % N %
Gambaran Bercak Mengawan 40 100,0 0 0,0 40 100,0
Kalsifikasi 2 5,0 38 95,0 40 100,0
Gambar Bercak Milier 0 0,0 40 100,0 40 100,0
Fibrosis 30 75,0 10 25,0 40 100,0
Kaviti 14 35,0 26 65,0 40 100,0
Atelektasis 2 5,0 38 95,0 40 100,0
Bullae Efusi pleura 1 2,5 39 97,5 40 100,0
Pneumotorak 0 0,0 40 100,0 40 100,0
Bronkiektasis 0 0,0 40 100,0 40 100,0
Konsolidasi 6 15,0 34 85,0 40 100,0
Massa 0 0,0 40 100,0 40 100,0
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.10. Karakteristik Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium subjek penelitian dengan nilai tidak normal
tertinggi adalah kreatinin, yaitu sebanyak 30 orang (75,0%). Dari hasil pemeriksaan
leukosit, didapati hasil tidak normal sebanyak 11 orang subjek (27,5%). Hasil
pemeriksaan trombosit dan SGOT tidak normal didapati sebanyak masing-masing 3
orang dari seluruh subjek penelitian (7,5%). Hasil SGPT tidak normal didapati pada 1
orang (2,5%) dan tidak ditemukan adanya hasil yang tidak normal untuk pemeriksaan
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Laboratorium (n = 40)
Pemeriksaan Laboratorium
Normal Tidak Normal Total
n % n % N %
HGB 40 100,0 0 0,0 40 100,0
WBC 29 72,5 11 27,5 40 100,0
PLT 37 92,5 3 7,5 40 100,0
SGOT 37 92,5 3 7,5 40 100,0
SGPT 39 97,5 1 2,5 40 100,0
KGD ad Random 30 75,0 10 25,0 40 100,0
Ureum 40 100,0 0 0,0 40 100,0
Kreatinin 10 25,0 30 75,0 40 100,0
Keterangan : n = jumlah subjek
4.1.11. Karakteristik Riwayat Pengobatan Lini Pertama
Karakteristik riwayat pengobatan yang dinilai adalah pengobatan lini pertama
dan lini kedua. Dari seluruh subjek penelitian, didapatkan 23 orang subjek pernah
mendapatkan pengobatan lini pertama (57,5%). Sementara itu, 12 orang pernah dua kali
mendapatkan pengobatan lini pertama (30%). Selain itu, jumlah subjek yang tiga kali
mendapatkan pengobatan lini pertama sebanyak 5 orang (12,5%). Gambaran
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Distribusi Riwayat Pengobatan Lini Pertama (n = 40)
Riwayat Pengobatan Lini Pertama N %
1 kali 23 57,5
2 kali 12 30
4.1.12. Karakteristik Riwayat Pengobatan Lini Kedua
Untuk riwayat pengobatan lini kedua didapatkan sebanyak 23 orang subjek
pernah mendapatkan satu kali pengobatan lini kedua (57,5%). Sementara itu, 16 orang
belum pernah mendapatkan pengobatan lini kedua (40%). Sedangkan yang mendapat
dua kali pengobatan lini kedua hanyalah 1 orang (2,5%).
Tabel 4.12. Distribusi Riwayat Pengobatan Lini Kedua (n = 40)
Riwayat Pengobatan Lini Kedua N %
Belum pernah 16 40,0
1 kali 23 57,5
2 kali 1 2,5
4.1.13. Karakteristik frekwensi jenis pengobatan TB MDR yang diberikan
Setelah dilakukan uji resistensi, maka diberikan pengobatan TB MDR kepada
masing-masing pasien. Diperoleh data bahwa terdapat 38 orang yang menerima
pirazinamid (95%). Sebanyak 39 orang yang menerima levofloxacin (97,5%),
sedangkan yang menerima etionamid ada sebanyak 40 orang (100%). Untuk yang
mendapat sikloserin, kanamisin, etambutol, PAS, dan kapreomisin berturut-turut
sebanyak 39 (97,5%), 38 (95%), 8 (20%), 2 (5%), dan 1 (2,5%).
Tabel 4.13 Distribusi frekwensi jenis pengobatan TB MDR yang diberikan (n = 40)
Jenis Obat Dapat Tidak Dapat
N (%) N (%)
Pirazinamid 38 (95) 2 (5)
Etambutol 8 (20) 32 (80)
Kanamisin 38 (95) 2 (5)
Kapreomisin 1 (2,5) 39 (37,5)
Sikloserin 39 (97,5) 1 (2,5)
Etionamid 40 (100,0) 0 (0)
PAS 2 (5) 38 (95)
4.2. Pembahasan
Sebagaimana telah direncanakan dalam penelitian ini, pengumpulan data hanya
dilaksanakan pada 3 bulan pengambilan data, yaitu September 2013 sampai November
2013.
Subjek penelitian ini adalah semua penderita yang didiagnosis TB MDR dan
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan pewarnaan langsung sputum, kultur BTA dan
uji kepekaan terhadap OAT.
Berbagai penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk mengidentifikasi kasus
TB-MDR di berbagai tempat di Indonesia. Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh
karena lemahnya program pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang
tidak adekuat, tindakan pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan
diagnosis TB-MDR. Kontak penularan M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi
obat akan menciptakan kasus baru penderita TB yang resistensi primer, yang pada
akhirnya akan mengarah pada multi-drug resistance (MDR).9
Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin dari subjek penelitian yang
terbanyak adalah laki-laki, dibandingkan dengan perempuan. Penelitian serupa oleh
Rasmin dkk47 juga mendapatkan hasil yang serupa dimana jumlah penderita TB-MDR
lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki. Hal ini diduga karena laki-laki lebih
banyak kontak dengan lingkungan yang lebih besar di luar rumah dibandingkan dengan
perempuan di samping faktor biologi, sosial budaya termasuk stigma TB.22
Dari penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan jumlah penderita TB-MDR
diantara kedua kelompok umur yang diteliti. Jumlah masing-masing kelompok
kelompok baik yang ≤ 44 tahun dan yang > 44 tahun masing-masing berjumlah 20 orang (50%). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Arifin et al menunjukkan
sebaran terbanyak pada rentang umur 25-44 tahun.22 Surkova et al juga mendapatkan
kelompok usia produktif (25-44) yang terbanyak menderita TB-MDR.25
Penelitian ini juga menemukan sebagian besar responden berasal dari pendidikan
yang tidak terlalu tinggi. Sebagian besar responden adalah berpendidikan Sekolah