• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Di Rsup Haji Adam Malik Pada Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Di Rsup Haji Adam Malik Pada Tahun 2014"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Riwayat Pribadi

Nama : BHAVYTIRA A/P PREM ANAND NIM : 120100497

Tempat/ Tgl lahir : Malaysia, 24 Desember 1992 Agama : Hindu

Alamat : Gelugor, Penang, Malaysia

B. Riwayat Pendidikan

1997 Tadika Harmony

(2)
(3)
(4)

8 60 P Pensiunan Rasa mengganjal

Sulit menelan T3/T3 Medikamentosa Sinusitis

11 5 L Tidak Sekolah Pembesaran

Kelenjar

T3/T2 Operatif ─

12 30 L Wiraswasta Sulit menelan T4/T4 Medikamentosa ─

KELAMIN UTAMA TONSIL

1 45 P Petani Pembesaran

Kelenjar di leher

T2/T3 Operatif Abses peritonsil

2 44 L Wiraswasta Sulit Menelan T1/T3 Medikamentosa ─

T2/T2 Operatif Rinitis

7 40 P Ibu Rumah

Tangga

Rasa mengganjal di tenggorokan

(5)

14 19 P Mahasiswa Sangkut menelan T3/T2 Operatif ─

15 4 P Tidak Sekolah Pembesaran

Kelenjar di leher

T3/T3 Medikamentosa Otitis Media Akut

T2/T2 Medikamentosa Rinitis

(6)

29 13 L Pelajar Sangkut menelan T4/T3 Medikamentosa Otitis Media Akut

30 20 L Mahasiswa Rasa mengganjal

di tenggorokan

T1/T1 Medikamentosa Sinusitis

31 13 P Pelajar Rasa mengganjal

T3/T3 Medikamentosa Sinusitis

35 56 L Pegawai Nasional

Sipil

Sangkut menelan T2/T2 Medikamentosa ─

36 19 L Mahasiswa Pembesaran

kelenjar di leher

T2/T2 Operatif Otitis Media

Akut

T2/T2 Medikamentosa Rinitis

40 7 L Pelajar Sangkut menelan T3/T4 Operatif ─

(7)

43 15 P Pelajar Sulit menelan T1/T1 Medikamentosa ─

44 46 P Wiraswasta Sulit menelan T2/T2 Medikamentosa Rinitis

45 7 P Pelajar Sangkut menelan T3/T2 Medikamentosa ─

46 36 P Petani Rasa mengganjal

di tenggorokan

T3/T4 Medikamentosa ─

47 18 L Mahasiswa Sangkut menelan T2/T2 Medikamentosa ─

48 45 L Wiraswasta Sangkut menelan T2/T2 Medikamentosa ─

49 18 L Pelajar Sulit menelan T2/T2 Medikamentosa ─

50 4 P Tidak Sekolah Sangkut menelan T3/T3 Medikamentosa ─

51 14 P Pelajar Sangkut menelan T3/T3 Medikamentosa Rinitis

52 6 L Pelajar Rasa mengganjal

di tenggorokan

T1/T1 Medikamentosa ─

53 16 P Pelajar Rasa mengganjal

di tenggorokan

T2/T2 Medikamentosa Sinusitis

54 21 P Mahasiswa Rasa mengganjal

di tenggorokan

T2/T2 Medikamentosa Sinusitis

55 16 P Pelajar Sangkut menelan T3/T4 Operatif ─

(8)

58 20 L Wiraswasta Sangkut menelan T3/T2 Operatif ─

Sulit menelan T2/T2 Medikamentosa ─

(9)

71 6 L Pelajar Pembesaran kelenjar

T3/T3 Medikamentosa ─

72 23 L Mahasiswa Amandel

membesar

T2/T2 Medikamentosa ─

73 22 P Mahasiswa Sulit menelan T3/T4 Operatif ─

74 7 L Pelajar Pembesaran

kelenjar di leher

T3/T3 Operatif Rinitis

75 55 P Wiraswasta Sangkut menelan T2/T2 Medikamentosa Rinitis

76 45 P Pegawai Nasional

Sipil

Rasa mengganjal di tenggorokan

T2/T3 Medikamentosa ─

77 46 P Pegawai Nasional

Sipil

Sangkut menelan T1/T1 Medikamentosa Laringitis

78 35 L Wiraswasta Rasa mengganjal

di tenggorokan

T3/T3 Medikamentosa ─

79 18 P Mahasiswa Sangkut menelan T3/T3 Operatif ─

(10)

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Laki-laki 42 52.5 52.5 52.5

Perempuan 38 47.5 47.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

0-15 26 32.5 32.5 32.5

16-30 28 35.0 35.0 67.5

31-45 16 20.0 20.0 87.5

46-60 10 12.5 12.5 100.0

(11)

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

pelajar/mahasiswa 39 48.8 48.8 48.8

Supir 1 1.3 1.3 50.0

Pegawai Nasional Sipil

4 5.0 5.0 55.0

Wiraswasta 13 16.3 16.3 71.3

Petani 3 3.8 3.8 75.0

Ibu Rumah Tangga 6 7.5 7.5 82.5

Pensiunan 2 2.5 2.5 85.0

Tidak Sekolah 7 8.8 8.8 93.8

Tidak Bekerja 5 6.3 6.3 100.0

(12)

Keluhan Utama

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Sangkut Menelan 28 35.0 35.0 35.0

Rasa Mengganjal 29 36.3 36.3 71.3

Sulit Menelan 14 17.5 17.5 88.8

Pembesaran Kelenjar 8 10.0 10.0 98.8

Amandel Membesar 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

Ukuran Tonsil

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

T1 24 15.0 15.0 15.0

T2 60 37.5 37.5 52.5

T3 56 35.0 35.0 87.5

T4 20 12.5 12.5 100.0

(13)

Penatalaksanaan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Medikamentosa 50 62.5 62.5 62.5

Tonsilektomi 30 37.5 37.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Komplikasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Abses Peritonsil 1 1.3 1.3 1.3

Otitis Media Akut 4 5.0 5.0 6.3

Larigitis 1 1.3 1.3 7.5

Sinusitis 6 7.5 7.5 15.0

Rinitis 7 8.8 8.8 23.8

Tanpa Komplikasi 61 76.3 76.3 100.0

(14)

RINCIAN BIAYA

NO BIAYA JUMLAH/COST

1 Printing, dan fotocopy termasuk jilid & jilid senyawa

Rp 120,000.00

2 Pembayaran survey awal di RSUP Adam Malik, Medan

Rp 30,000.00

3 Transport untuk pergi jumpa dosen dan ke RSUP Adam Malik

Rp 90,000.00

4 Pembayaran untuk ethical clearance bagi melaksanakan hasil penelitian

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Abouzied, A., Massoud E., 2010. Sex Differences in Tonsillitis. Dalhausie Medical Journal. 35(1). p:8-10.

Ackay, A., 2006. Variation in Tonsil Size in 4 to 17 Year Old School Children. The Journal of Otolaryngology, Volume 35, Number 4, p: 271-3.

Adams, G.L., 1997, Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam Harjanto, E. dkk (ed)Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Amaruddin, T., Christiano, A., 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran, No.155, p:61-8.

American Academy of Otolaryngology— Head and Neck Surgery 2011 Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children. Available from: http://www.

entnet.org/content/tonsillectomy-children

American Academy Of Otolaryngology – Head and Neck Surgery 2011. Tonsils and Adenoids. Available from:

[Accessed from : 24 April 2015].

https://www.entnet.org/content/tonsils-and-adenoids

Aritomoyo, D., 1980. Insiden Tonsilitis Akut dan Kronik Pada Klinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Kumpulan Naskah Ilmiah KONAS VI

PERHATI, Medan; p: 249-55.

[Accessed from : 29 April 2015]

Arsyad, F., 2013.Hubungan Antara Pengetahuan dan Pola Makan dengan Kejadian Tonsilitis pada Anak Usia Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Minasatene Kab.Pangkep, 2(1). p:2

(16)

Ballenger, J.J., 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher.Jilid 1, edisi 22 Jakarta. p:346-352.

Beasley, P., 2001. Lymphatic System of Pharynx and Tonsil In: Anatomy of The Pharynx and Esophagus. p:17-18. Available from: https://www.famora

.sezampro.rs>scott110

Bisno, L., 2002. Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Group [Accessed from: 10 April 2015].

A Streptococcal Pharyngitis. Available from:http://cid.Oxfordjournals. org/content/35/2/113.full

Burton, M.J., Towler B., Glasziou P., 2004. Tonsillectomy Versus Non-surgical Treatment for Chronic/Recurrent Acute Tonsilitis (Cochrane Review). The Cochrane Library, Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd. Issue 3.

[Accessed from: 19 April 2015]

Borden, R.C., 2002. Diseases of the Throat and Teeth , In : The American Journal of Nursing Vol.17, No.2. p:123-127

De Martino M., Ballotti, S., 2007.Paediatric Allergy and Immunology,InPharm .Jobs.com, Vol 18, p:13-18.

Dhingra, P.L., Dhingra, S., 2007. Tonsillectomy In: Disease of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. Reed Elsevier India Private Limited,

6th Edition. p:430.

Edgren, A.L., Davitson, T., 2004. Sore Throat. Journal of the American Association. p:13.

(17)

Farokah, 2007. Hubungan Tonsillitis Kronis Dengan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Semarang. 2007. Available

from: elas.html.

Hall and Colman The Anatomy of Tonsil and The Diseases of Oropharynx dalam Diseases of the Nose,Throat and Ear, edisi ke9, E.& S. Livingstone LTD.

[Accessed from:15 April 15].

Hannaford, P.C., Simpsons, J.A., Dav, A., McKerrow, W., Mills, R., 2005. The Prevalence of Ear Nose and Throat Problems in the Community: Result from a National Cross-Sectional Postal Survey in Scotland. Fampra Oxfort Journals, 22: p:227-33.

Hospital Episode Statistics, Department of Health, England 2003. Patient Data On Tonsillitis. Available from

Jain, N., 2009. Tonsillitis Treatment Causes & Symptoms. Available from: 2015].

Kartika, H., 2008.Tonsillectomy.Welcome & Joining Otolarynogology In Indonesian Language. Available from: www.hennykartika.wordpress. com

Kurien, M., Stanis, A., Job, A., Brahmadathan, Thomas, K., 2000. Throat Swab in the Chronic Tonsillitis: How Reliable and Valid is it. Singapore Med J, Vol a41 (7), p:324-6.

. [Accessed from: 3 May 2015].

Kusumawati, I., 2010. Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga Dengan Lama Pengobatan ISPA Balita Di Kecamatan Jenawi. p:11. Lalwani, A.K., 2012. Grading of Tonsillitis In. Current Diagnosis and Treatment

(18)

Lippincolt, 2012. Tonsillitis In: Lippincolt Guide to Infectious Disease. p:316. Mansjoer, Arif, dkk., 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001. Martini, F.H., 2004. Fundamentals of Anatomy & Physiology, 6th Edition,

Library of Congress Cataloguing-In Publication Data. p:787.

Mattila, S., Tahkokallio, O., Tarkkanen, J., 2001. Causes of Tonsillar Disease and Frequency of Tonsillectomy Operations. p:1-2. Available from: http:// archotol.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=482134

Narayana G.K., Shilpa R., Samdani N., Smitha S., 2011. Outcome of ENT Health Checkup of School Children : A Pilot Study. J Clinic Biomed Sci.p:1-2.

[Accessed from: 26 November 2015].

Netter, 2008. Vascularisation of Tonsil. Netter’s Atlas of Human Anatomy, Saunders Elseiver 5th Edition. p:69.

Novialdi, N., Pulungan, R., 2003. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis. Bagian Telinga Hidung Tenggorok – Kepala dan Leher Fak. Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr. M. Djamil Padang.p:1-2.

Palandeng, AC., Tumbel, REC & Dehoop, J 2014. Penderita Tonsilitis di Poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr.R.D.Kandou Manado Januari 2010-Desember 2012. Jurnal e-Clinic(eCl),Juli 2014,2(2). Available fro [Accessed from: 15 May 2015].

Paradise, J.L., 2009. Tonsillectomy and Adenoidectomy in Children. UpToDate. [Online]Availablefrom do?topicKey=~uSyXh0Tv5l 97Fy

Reeves, Charlene J., Roux, Gayle, Lockhart, Robin, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Salemba Medika (Edisi 1).

(19)

Rusmarjono & Soepardi, E.A., 2001. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta.

Sadler, T.W., 2004. Part Two: Special Embryology In Langman’s Medical Embryology 9th Edition; USA: Lippincolt William’s &Wilkins. p:372-373.

Segerstrom, S., Miller, G., 2004. Psychological Stress and the Human Immune System : A Meta – Analytic Study of 30 Years of Inquiry. Psychol Bull, p. 1-12. Available from

Shisegar, M., and Javad, M., 2014. Post tonsillectomy Bacteremia and Comparison of Tonsillar Surface and Deep Culture. Hindawi Journals. Available from

Sing, T.T., 2007. Pattern of Otorhinolaryngology Head and Neck Diseases in Outpatient Clinic of a Malaysian Hospital. Internet Journal of Head and Neck Surgery,2(1).

[Accessed from: 23 Mei 2015].

Stephanie, S., 2011. Multicentre Prospective Study on All Patients Undergoing Tonsillectomy, Tonsillotomy or Adenoidectomy in Austria in 2009 and 2010. p:26.

Timbo, S.K., et al, 2006. Epidemiologic Aspects of Pharyngitis. Arch International Medical. 22;158 a(12): p: 1365-73.

(20)

Ugras Serdar, Kutluhan Ahmet, 2008. Chronic Tonsilitiis Can Be Diagnosed With Histopatologic Findings. Europe Journal General Medical; 5(2): p:95-103.

Viswanatha, B., (2011). Tonsils and Adenoids Anatomy, Webmed LLC, India. Vivit, S., 2013. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Yang Diindikasikan

Tonsilektomi Di RSUD Raden Mattaher Jambi Fakultas Kedokteran

Ilmu Kesehatan Universitas Jambi. Available from: onlinejournal.unja. ac.id/index.php/kedokteran/.../834

Wiatrak, B.J., Woolley, A.L., 2005. Pharyngitis and Adenotonsillar Disease. In: Cummings, C.W., Flint, P.W., Harker, L.A., Haughey, B.H., Richardson M.A., Robbins K.T., et al. Cummings Otolaryngology – Head & Neck Surgery. Volume 4. 4th Edition. Elsevier Mosby Inc.; 4135-413.

[Accessed from: 2 April 2015]

Yousef, S., 2014. Comparison of The Bacteriology of Tonsil Surface and Core in Bacterial Profile Isolated from Children with Chronic Tonsillitis. Medi

(21)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Skema 3.1: Tonsilitis Kronis dengan Karakteristik Penderita

3.2. Definisi Operasional dan Variabel

Sesuai permasalahan dan tujuan maka sebagai pedoman awal pengumpulan informasi digunakan definisi operasional dan variabel yang dikembangkan seperti uraian di bawah ini:

3.2.1. Tonsilitis Kronis

(22)

kesulitan menelan. Penderita Tonsilitis Kronis adalah orang yang dinyatakan menderita tonsilitis kronis seperti tercatat pada kartu status di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

Hasil ukur : Persentase Skala ukur : Nominal

3.2.2. KarakteristikSosiodemografi

Definisi Operasional: Karakteristik sosiodemografi umur, jenis kelamin dan pekerjaan pasien yang didiagnosis tonsilitis kronis.

a) Umur

Umur dihitung dalam tahun menurut ulang tahun terakhir.Perhitungannya berdasarkan kalendar Masehi dan dibagi menurut kelompok umur :

1. 0 – 15 tahun

2. 16 – 30 tahun 3. 31 – 45 tahun 4. 46 – 60 tahun 5. > 60 tahun

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

(23)

b) Jenis kelamin

Jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis.

1. Laki – laki 2. Perempuan

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

Hasil ukur : Persentase Skala ukur : Nominal

c) Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh penderita tonsilitis kronis setiap harinya yang dicatat di status pasien.

1. Pelajar / Mahasiswa

2. PNS ( Pegawai Nasional Sipil ) 3. Wiraswasta

4. Penarik Beca 5. Lain – lain

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

(24)

3.2.3. Keluhan utama

Definisi Operasional: Keluhan utama adalah keadaan atau kondisi yang menyebabkan penderita datang berobat sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis.

1. Sangkut menelan

2. Rasa mengganjal di tenggorokan 3. Sulit menelan

4. Pembesaran kelenjar pada leher 5. Amandel membesar

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

Hasil ukur : Persentase Skala ukur : Nominal

3.2.4. Ukuran tonsil

Definisi Operasional: Ukuran tonsil adalah besarnya tonsil sesuai yang tercatat pada kartu status rekam medis.

i) T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior – uvula.

ii) T2: batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior – uvula sampai ½ jarak pilar anterior – uvula.

iii) T3: batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar anterior – uvula.

(25)

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

Hasil ukur : Persentase Skala ukur : Ordinal

3.2.5. Penatalaksanaan

Definisi Operasional: Penatalaksanaan adalah pengobatan atau tindakan yang diberikan terhadap penderita sesuai penyakitnya.

1. Medikamentosa 2. Operatif

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

Hasil ukur : Persentase Skala ukur : Nominal

3.2.6. Komplikasi

Definisi Operasional: Komplikasi adalah penyakit tambahan yang diderita oleh pasien sesuai penyakitnya.

Cara pengukuran : Pengukuran dilakukan dari hasil observasi Alat ukur : Rekam medis

(26)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi serta distribusi penyakit di suatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat, dan waktu. Cross sectional adalah melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat tertentu. Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah dari bulan Maret 2015 hingga November 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

(27)

4.3.2. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan seluruh pasien tonsilitis kronis di RSUP Haji Adam Malik, Medan periode Januari 2014 sehingga Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a) Kriteria inklusi

Semua data rekam medis pasien yang menderita tonsilitis kronis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2014.

b) Kriteria eksklusi

Pasien yang tidak memiliki data lengkap dalam rekam medis di RSUP H. Adam Malik, Medan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

(28)

keterangan seluruh pasien tonsilitis kronis. Setelah rekam medis didapatkan, dilakukan pencatatan variabel yang dibutuhkan yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, keluhan utama, ukuran tonsil, penatalaksanaan dan komplikasi.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

(29)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan adalah sebuah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. RSUP Haji Adam Malik mulai berfungsi dengan pelayanan rawat jalan sejak tanggal 17 Juni 1991. Mulai tanggal 2 Mei 1992, rumah sakit ini turut menyediakan pelayanan rawat inap.

RSUP Haji Adam Malik, Medan berdiri sebagai rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, RSUP Haji Adam Malik, Medan juga sebagai Pusat Rujukan Wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Naggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Pada tahun 1993, Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan dipindahkan ke rumah sakit ini secara resmi. Penelitian ini dilakukan pada pasien yang didiagnosa dengan tonsilitis kronis di RSUP Haji Adam Malik, Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

(30)

5.1.2.1. Distribusi Penderita berdasarkan Kelompok Umur

Tabel 5.1. Distribusi Penderita berdasarkan Umur

Dari tabel 5.1. dapat memperlihatkan bahwa frekuensi tertinggi penderita tonsilitis kronis terdapat pada kelompok umur 16-30 tahun sebanyak 28 orang penderita (35,0%) dan diikuti oleh kelompok umur 0-15 tahun sebanyak 26 orang penderita (32,5%).Tidak ditemui penderita tonsilitis kronis pada kelompok umur > 60 tahun.

5.1.2.2. Distribusi Penderita berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.2. Distribusi Penderita berdasarkan Jenis Kelamin

(31)

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa frekuensi terbanyak penderita tonsilitis kronis terdapat pada laki-laki sebanyak 42 orang (52,5%) penderita berbanding dengan perempuan sebanyak 38 orang (47,5%) penderita.

5.1.2.3. Distribusi Penderita berdasarkan Pekerjaan.

Tabel 5.3. Distribusi Penderita berdasarkan Pekerjaan.

Pekerjaan Frekuensi(n) Persentase (%)

Pelajar/Mahasiswa 39 48,8 Pegawai Nasional Sipil 4 5,0 Wiraswasta 13 16,3 Penarik Beca 0 00,0 Petani 3 3,75 Ibu Rumah Tangga 6 7,50

Pensiunan 2 2,50

(32)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 80 orang penderita tonsilitis kronis, didapati bahwa frekuensi pekerjaan penderita terbanyak tonsilitis kronis adalah pelajar/mahasiswa sebanyak 39 orang (48,8%) penderita. Tidak dijumpai kasus pada penderita penarik beca.

5.1.2.4. Distribusi Penderita Berdasarkan Keluhan Utama .

Tabel 5.4. Distribusi Penderita Berdasarkan Keluhan Utama.

Keluhan Utama Frekuensi(n) Persentase (%) Sangkut menelan 28 35,0

Rasa mengganjal di tenggorokan 29 36,3 Sulit menelan 14 17,5 Pembesaran kelenjar di leher 8 10,0 Amandel membesar 1 1,3 TOTAL 80 100

(33)

5.1.2.5. Distribusi Penderita Berdasarkan Ukuran Tonsil.

Tabel 5.5 Distribusi Penderita Berdasarkan Ukuran Tonsil

Ukuran Tonsil Frekuensi(n) Persentase (%) T1 24 15,0 T2 60 37,5 T3 56 35,0 T4 20 12,5 TOTAL 160 100

Tabel 5.5. memperlihatkan bahwa frekuensi ukuran tonsil yang tertinggi adalah T2 yakni sebanyak 60 (37,5%) , dan ukuran tonsil T3 sebanyak 56 (35,0%). Pada T1 ditemukan sebanyak 24 (15,0%). Frekuensi ukuran tonsil yang terendah adalah T4 yaitu hanya 20 (12,5%).

5.1.2.6. Distribusi Penderita Berdasarkan Penatalaksanaan .

Tabel 5.6. Distribusi Penderita Berdasarkan Penatalaksanaan.

(34)

Tabel 5.6. memperlihatkan bahwa proporsi penatalaksanaan yang terbanyak adalah medikamentosa yaitu sebanyak 50 orang (62,5%) penderita. Frekuensi penatalaksanaan operatif adalah sebanyak 30 orang (37,5%) penderita.

5.1.2.7. Distribusi Penderita Berdasarkan Komplikasi .

Tabel 5.7. Distribusi Penderita Berdasarkan Komplikasi.

Komplikasi Frekuensi(n) Persentase (%) Abses peritonsil 1 1,3

Otitis Media Akut 4 5,0 Laringitis 1 1,3 Sinusitis 6 7,5 Rinitis 7 8,8 Tanpa komplikasi 61 76,3 TOTAL 80 100

(35)

5.2. PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2014, diperoleh data mengenai karakteristik penderita tonsilitis kronis. Data-data tersebut akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini dan dijabarkan sebagai berikut.

5.2.1. Distribusi Penderita Berdasarkan Umur

Kelompok umur tertinggi yang menderita dari tonslitis kronis adalah 16-30 tahun dengan angka sebanyak 28 orang (35,0%) dan diikuti dengan kelompok umur 0-15 tahun dengan jumlah 26 orang (32,5%). Zakwan (2013) mengemukakan bahawa anak-anak adalah kelompok umur yang paling rentan terhadap serangan tonsilitis. Tonsilitis kronis pada anak dapat disebabkan karena anak sering menderita ISPA atau tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat

(Novialdi dan Pulungan, 2003).

Penelitian G K Narayana et al (2011) pada 38 penderita penyakit THT di hospital R L Jalappa, India dari periode 1 November 2010 hingga 31 Desember 2010 menunjukkan insiden penyakit tonsilitis menduduki tempat tertinggi dengan sebanyak 14 orang (1,4%) penderita. Dari jumlah tersebut golongan penderita terbanyak berumur antara 10 -15 tahun (42,9%).

Penelitian retrospektif deskriptif Palendang, Tumbel dan Dehoop (2014) dengan jumlah sampel 138 orang yang dilakukan di poliklinik THT–KL BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, bulan November – Desember 2012 ditemui kasus terbanyak pada kelompok umur 5-14 tahun yaitu 25,9% penderita. Jumlah terendah dijumpai pada kelompok umur > 65 tahun yaitu 1,44% penderita.

(36)

5.2.2. Distribusi Penderita Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa proporsi penderita tonsilitis kronis lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 42 orang (52,5%) sedangkan perempuan adalah sebanyak 38 orang (47,5%). Hal ini karena antara faktor predisposisi tonsilitis kronis adalah merokok. Pada tahun 2001, 62,2% dari pria dewasa dijumpai merokok dibanding tahun 1995 yang berkisar 53,4% (Kusumawati, 2010). Tonsilitis kronis lebih sering dijumpai pada golongan perempuan muda namun masih dapat dijumpai pada kedua-dua golongan jenis kelamin dari setiap peringkat umur (Borden, 2000).

Penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Farokah (2007) mendapatkan penderita tonsilitis kronis lebih banyak ditemui pada jenis kelamin perempuan yaitu dengan jumlah 156 orang (51,8%) dibanding dengan laki-laki yaitu sebanyak 145 orang (48,2%).

Penelitian cross sectional Akcay et al (2006) terhadap 1784 penderita tonsilitis kronis didapatkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 803 orang (45%) penderita dan jenis kelamin perempuan sebanyak 981 orang (55%) penderita. Pada penelitian cross sectional Ugras (2008) hasil yang berbeda dilaporkan. Didapatkan dari 240 penderita tonsilitis kronis, jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 132 orang (55%) penderita sedangkan perempuan sebanyak 108 orang (45%) penderita.

5.2.3. Distribusi Penderita Berdasarkan Pekerjaan

(37)

terutamanya saat menduduki ujian menyebabkan terjadinya supresi imun (Segerstrom dan Miller, 2004).

Penelitian Palendang, Tumbel dan Dehoop (2014) pada 138 orang penderita tonsilitis kronis memperlihatkan kelompok siswa sebagai pekerjaan dengan paling banyak penderita yaitu sebanyak 32,37% orang penderita. Kelompok pekerjaan dengan penderita yang paling sedikit adalah guru dengan jumlah 0,72% orang penderita.

Penelitian Farokah (2007) yang dilakukan di Sekolah Dasar , Kota Semarang didapatkan dari hasil pemeriksaan 301 orang siswa serta data kuesioner orang tua menunjukkan 145 siswa (48,2%) menderita tonsilitis kronis.

Menurut De Martino dan Balloti (2007), tonsilitis merupakan penyebab paling sering ketidakhadiran pelajar ke sekolah karena tidak dapat fokus dan hal ini menyebabkan hasil yang kurang memuaskan dalam aktivitas sekolah.

5.2.4. Distribusi Penderita Berdasarkan Keluhan Utama

Dari distribusi data didapati keluhan utama yang paling banyak ditemui adalah rasa mengganjal di tenggorokan yaitu sebanyak 29 orang (36,3%) penderita dan diikuti dengan keluhan sangkut menelan yaitu sebanyak 28 orang (35,0%) penderita. Rasa mengganjal di tenggorokan terjadi saat kripta dipenuhi detritus, akibat dari proses ini terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil.

Apabila kedua tonsil bertemu pada garis tengah yang disebut kissing tonsil dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan (Stephanie, 2011).

Penelitian case series Timbo (2008) mendapatkan dari 63 penderita tonsilitis kronis, sebanyak 41,3% diantaranya mengeluhkan sangkut menelan sebagai keluhan utama.

5.2.5. Distribusi Penderita Berdasarkan Ukuran Tonsil

(38)

sebanyak 24 orang (15,0%). Didapatkan ukuran tonsil T4 hanya sebanyak 20 (12,5%). Ukuran tonsil membesar akibat hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil, namun dapat juga ditemukan tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan sikatrik yang kronis (Novialdi dan Pulungan, 2003).

Penelitian cross sectional Farokah (2007) dari 145 siswa yang menderita tonsilitis kronis, sebanyak 83 siswa mempunyai ukuran tonsil T1 dan T2 sementara 62 siswa mempunyai ukuran tonsil T3 dan tidak ditemukan ukuran tonsil T4.

Penelitian Akcay et al (2006) didapati dari 803 orang laki-laki dan 981 orang perempuan, jumlah ukuran tonsil T1 adalah sebanyak 62,7% dan T2 adalah sebanyak 28,4% sedangkan ukuran tonsil T3 adalah sebanyak 3,3% diikuti dengan T4 sebanyak 0,1%.

5.2.6. Distribusi Penderita Berdasarkan Penatalaksanaan

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa proporsi penatalaksanaan penderita tonsilitis kronis terbanyak adalah dengan medikamentosa yaitu sebanyak 50 orang (62,5%), sedangkan penatalaksanaan tonsilitis kronis dengan operatif adalah sebanyak 30 orang (37,5%).Berdasarkan The American Academy Of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AA0-HNS) tahun 2011 indikasi

(39)

Penelitian kuesioner yang dilakukan secara random oleh Mattila et al (2001) di Helsinki University Central Hospital, Finland pada 483 individu didapati bahawa sebanyak 39 orang yaitu 8% menjalani tonsilektomi sementara 116 orang yaitu 24% menjalani adenoidektomi dari jumlah individu yang mengembalikan kuesioner.

Penelitian Burton et al (2014) menyatakan terjadi penurunan pada episode tonsilitis dan insiden terjadi tonsilitis pada anak-anak pada tahun pertama setelah menjalankan tonsilektomi. Anak-anak yang menderita dari tonsilitis kronis mempunyai manfaat karena terjadi penurunan yang kecil dalam episode tonsilitis. Namun masih terdapat anak-anak yang sembuh tanpa melakukan tindakan operatif.

Menurut Knott (2010), tonsilektomi merupakan tindakan operatif yang dilakukan untuk menurunkan insiden terjadinya infeksi yang rekuren dan bukan untuk mengobati tonsilitis tipe akut.

5.2.7. Distribusi Penderita Berdasarkan Komplikasi

Berdasarkan distribusi data dapat dilihat bahawa proporsi komplikasi terbanyak yang ditemui dari tonsilitis kronis adalah tanpa komplikasi yakni sebanyak 61 orang (76,3%). Komplikasi seterusnya yang ditemui adalah rinitis yaitu sebanyak 7 orang (8,75%) sedangkan komplikasi sinusitis ditemui sebanyak 6 orang (7,5%). Infeksi sinus menyebabkan seseorang mengalami banyak gejala seperti sakit kepala , pilek ( rhinitis ) , hidung tersumbat , nyeri wajah , sakit tenggorokan dan post nasal drip. Post nasal drip adalah aliran lendir dari rongga sinus ke bagian belakang tenggorokan. Hal ini dapat menyebabkan tonsil serta jaringan glandular yang lain mengalami peradangan dan mengakibatkan rasa mengganjal di tenggorokan (The American Academy Of Otolaryngology - Head and Neck Surgery, 2011).

(40)

kelompok otitis media dan epitaksis yaitu masing-masing (10%) di Poliklinik THT–KL BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang dilakukan pada periode bulan November – Desember 2012.

Penelitian Eunice (2014) pada 30 orang pelajar dari Thakgalang Primary School yang dijalankan selama 5 bulan yaitu dari periode September 2011 - Mei

(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai karakteristik penderita tonsilitis kronis periode 1 Januari 2014 – 31 Desember 2014 didapatkan 80 orang penderita, dapat diambil kesimpulan seperti berikut:

1) Berdasarkan distribusi proporsi penderita tonsilitis kronis mengikut sosiodemografi yaitu umur terbanyak pada kelompok umur 16-30 tahun yaitu sebanyak 28 orang (35,0%); jenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 42 orang (52,5%); pekerjaan penderita yang paling banyak adalah pelajar/mahasiwa yaitu sebanyak 39 orang (48,8%).

2) Berdasarkan keluhan utama penderita tonsilitis kronis paling banyak mengalami rasa mengganjal di tenggorokan yaitu 29 orang (36,3%) diikuti dengan sangkut menelan 28 orang (35,0%).

3) Berdasarkan ukuran tonsil, ukuran tonsil penderita tonsilitis kronis terbanyak adalah ukuran T2 sebanyak 60 (37,5%) diikuti dengan ukuran T3 sebanyak 56 (35,0%).

4) Berdasarkan penatalaksanaan, penderita tonsilitis kronis paling banyak mendapatkan medikamentosa yaitu 50 orang (62,5%).

5) Berdasarkan komplikasi penderita tonsilitis kronis paling banyak tidak ditemui komplikasi yaitu 61 orang (76,3%).

6.2. Saran

(42)

2) Diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat, tenaga paramedis dan medis mengenai gejala awal tonsilitis kronis sehingga lebih cepat terdeteksi dan diberi penatalaksanaan awal.

(43)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Tonsilitis

Ada tiga jenis utama dari tonsilitis, yaitu:

• Tonsilitis akut - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh salah satu bakteri atau virus.Infeksi ini biasanya sembuh sendiri (Eunice, 2014).

• Subakut tonsilitis - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh Actinomyces bakteri - organisme anaerob yang bertanggungjawab untuk keadaan suppuratif pada tahap infeksi. Infeksi ini bisa bertahan antara tiga minggu dan tiga bulan (Eunice, 2014).

• Tonsilitis kronis - terjadi ketika tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri yang dapat bertahan jika tidak diobati (Eunice, 2014).

2.2. Definisi

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut (Palandeng, Tumbel, Dehoop, 2014).Tonsilitis kronis timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat (Soepardi et al.,2007).

2.3. Etiologi

(44)

Tonsilitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif namun terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif. Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab tonsilofaringitis kronis yaitu Streptokokus alpha, Staphylococcus aureus, Streptokokus β hemolitikus grup A, Enterobakter, Streptokokus pneumonie, Pseudomonas aeroginosa, Klebsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus epidermidis (Suyitno S, Sadeli S, 1995 dalam Farokah, 2005).

2.4. Faktor Risiko

Yang merupakan faktor risiko:

• Eksposi kepada orang yang terinfeksi; • Eksposi kepada asap rokok;

• Paparan asap beracun, asap industri dan polusi udara lainnya; • Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

• Kanak-kanak; remaja dan orang dewasa berusia 65 tahun ke atas; • Stres;

Traveler

• Mulut yang tidak higiene

• Kondisi ko-morbid yang mempengaruh sistem imun seperti hayfever,alergi,kemoterapi,infeksi Epstein-barr virus (EBV),infeksi herpes

simplexvirus (HSV),infeksi sitomegalovirus (CMV) dan infeksi human

immune virus (HIV) atau acquired immune deficiency syndrome (AIDS)

(Sasaki, 2008; Jain et al., 2001; Lewy, 2008).

(45)

2.5. Patofisiologi

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa dengan submandibula (Soepardi, 2007). Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfagia. Kadang apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas.Apabila kedua tonsil bertemu pada garis tengah yang disebut kissing tonsils dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makanan.

Komplikasi yang sering terjadi akibat disfagia dan nyeri saat menelan, penderita akan mengalami malnutrisi yang ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah mengantuk (Stephanie, 2011). Pembesaran adenoid mungkin dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang membuat kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui mulut.Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membrane dari orofaring menjadi kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat meyumbat saluran mengakibatkan berkembangnya otitis media (Reeves, Charlene, 2001 ).

2.6. Gejala Klinis

Menurut Effiaty Arsyad Soepardi, et al, (2007),yang merupakan gejala klinis: • Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit

tenggorok, sulit sampai sakit menelan.

(46)

• Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis),

tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis),plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaanyang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorokan, dirasakan kering di tenggorokan dan nafas berbau.

Menurut Adams ( 2001 ) yang merupakan gejala klinis:

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang mungkin tampak, yakni:

• Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.

• Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutup eksudat yang purulen.

Menurut (Adam et al., 2000; Sasaki, 2008) yang merupakan gejala klinis: • Sakit kepala

• Malaise • Demam

• Sakit saat menelan (Disfagia) • Halitosis

• Kurangnya nafsu makan • Mual dan muntah

(47)

Gambar 2.1:Gambaran Gejala Klinis Tonsilitis Dikutip dari: http://tonsilspictures.com/tonsil-infection/

2.7. Diagnosis

Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut: 1. Anamnesa

Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50% diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

2. Pemeriksaan fisik pasien dengan tonsilitis dapat menemukan:

• Demam dan pembesaran pada tonsil yang inflamasi serta ditutupi pus. • Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau

material menyerupai keju.

Group A beta-hemolytic Streptococcus pyogenes (GABHS) dapat

menyebabkan tonsilitis yang berasosiasi dengan perjumpaan petechiae palatal.

(48)

Tenderness pada kelenjar getah bening servikal.

• Tanda dehidrasi ( pada pemeriksaan kulit dan mukosa ).

• Pembesaran unilateral pada salah satu sisi tonsil disebabkan abses peritonsilar.

• Rahang kaku, kesulitan membuka mulut serta nyeri menjalar ke telinga mungkin didapati pada tingkat keparahan yang berbeda.

• Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring, tanda ini merupakan tanda penting untuk menegakkan diagnosa infeksi kronis pada tonsil. (American Academy of Otolaryngology - Head and Neck Surgery, 2014).

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar (hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa, kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula (Aritomoyo D, 1980 dalam Farokah, 2005).Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4:

• T1: batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior – uvula.

• T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior – uvula sampai ½ jarak anterior – uvula.

• T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak pilar anterior – uvula.

• T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau lebih.

(49)

Gambar 2.2: Gambaran Pembesaran Tonsil Dikutip dari: Lalwani,2012.

2.8. Pemeriksaan penunjang

Rapid Antigen Display Test (RADT) dikembangkan untuk identifikasi

streptokokus Grup A dengan melakukan apusan tenggorokan. Meskipun tes ini lebih mahal daripada kultur agar darah, tesnya memberikan hasil yang lebih cepat. RADT memiliki akurasi 93% dan spesifisitas > 95% dibandingkan dengan kultur darah. Hasil tes false positive jarang berlaku. Identifikasi yang cepat dan pengobatan pasien dapat mengurangi resiko penyebaran tonsilitis yang disebabkan oleh streptokokus grup A dan terapi yang tepat dapat diperkenalkan (Bisno et al., 2002).

Suatu penelitian dilakukan di Iraq untuk membandingkan antara swab tenggorokan dan kultur tonsil core pada tonsilitis kronis. Patogen terdeteksi sebanyak 41% pada swab dibandingkan 90,4% di tonsil core, sedangkan flora normal yang terdeteksi adalah sebanyak 58,9% pada swab dibandingkan 9,59% di tonsil core. [Hasil dari penelitian ini meyokong hasil dari penelitian Kurien, et al.,(2000)],yang menemukan patogen pada 55% dari swab tenggorokan dan

(50)

2.9. Penatalaksanaan 2.9.1. Medikamentosa

Penatalaksanaan tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik, obat kumur, obat hisap dan tonsilektomi jika terapi konservatif tidak memberikan hasil.Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu diberikan selama sekurangnya 10 hari.Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin (Soepardi et al., 2007). Penggunaan terapi antibiotika amat disarankan pada pasien tonsilitis kronis dengan penyakit kardiovaskular (Shishegar dan Ashraf, 2014). Obstruksi jalan nafas harus ditatalaksana dengan memasang nasal airway device, diberi kortikosteroid secara intravena dan diadministrasi humidified oxygen. Pasien harus diobservasi sehingga terbebas dari obstruksi jalan nafas (Udayan et al., 2014).

2.9.2. Operatif

(51)

2.9.3. Indikasi tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.Dulu diindikasikan untuk terapi utama adalah obstruksi saluran nafas dan hipertrofi tonsil. Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNS)

tahun 2011 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi: 1. Indikasi absolut

• Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal.

• Abses peritonsilar yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.

• Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi. 2. Indikasi relatif

• Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat.

• Halitosis akibat

medik.

• Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase. 3. Kontra-indikasi

• Riwayat penyakit perdarahan

• Risiko anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol • Anemia

(52)

2.9.4. Teknik Operasi Tonsilektomi (Dingar, 2008)

Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan.Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam.Jenis pemilihan iaitu jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan pre operatif dan pasca operatif serta durasi operasi.Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.

1. Guillotine

Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat.

2. Teknik Diseksi

Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi.Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi.Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.

3. Teknik elektrokauter

(53)

4. Radio frekuensi

Pada teknik ini radiofrekuensi elektroda disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas.Selama periode 4- 6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

5. Skapel harmonik

Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.

6. Teknik Coblation

Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena

dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.

7. Intracapsular partial tonsillectomy

Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi. Mikrodebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

8. Laser (CO2-KTP)

Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl

(54)

2.10. Komplikasi

Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu: • Abses peritonsil

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptokokus grup A. Paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala adalah malaise yang bermakna, odinofagia yang berat dan trismus (Mansjoer, 2000).

• Otitis media akut

Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachi) dan mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga (Soepardi et al., 2007). • Mastoiditis akut

Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-sel mastoid (Mansjoer, 2000).

• Laringitis

Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakteri, lingkungan, maupun karena alergi (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

• Sinusitis

Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal.Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa. (Reeves, Roux, Lockhart, 2001). • Rinitis

Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan nasopharynx (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

(55)

2.11. Prognosis

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman.Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat.Gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus.Pada kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia (Edgren, 2002).

2.12. Pencegahan

(56)

2.13. Embriologi Tonsil (Sadler, 2004 )

Tonsil terbentuk dari lapisan endodermal pada minggu ketiga sampai dengan minggu kedelapan pada masa embriologi. Embrio manusia memiliki lima pasang kantong faring. Masing-masing kantong akan membentuk organ penting lainnya.

Gambar 2.3. Embriologi Tonsil Dikutip dari: Sadler, 2004

(57)

2.14. Tipe Tonsil

Ada tiga jenis tonsil, yaitu (Matini,2005):

• Tonsil Palatina terdiri daripada tonsil palatina kiri dan kanan terletak di posterior, margin inferior dari rongga mulut, di sepanjang batas dengan faring. • Tonsil Faring yang juga sering disebut juga dengan adenoid, terletak pada

posterior, superior dinding nasofaring.

• Tonsil Lingual; terletak jauh pada epitel mukosa meliputi dasar (bagian faring) lidah. Karena lokasinya, biasanya tidak terlihat kecuali terinfeksi dan bengkak.

2.15. Anatomi

2.15.1. Tonsil Palatina

Tonsil palatina terdiri dari jaringan padat limfoid yang merupakan bagian dari cincin Weldayer (Viswanatha, 2011). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 1,75- 2,50 cm , dengan lebar 1,5- 2,0 cm. Pada anak-anak di bawah usia lapan lebih besar yaitu dari 2,5-3,0 cm panjang dan lebarnya adalah 1,5-2,5 cm. Masing – masing tonsil mempunyai 8 – 20 kripta yang terdiri dari jaringan connective tissue seperti jaringan limpoid dan berisi sel limpoid (Balasubramaniam, 2007).

Biasanya kripta adalah tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul tonsil pada permukaan luarnya. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial. Saluran kripta kearah luar biasanya bertambah luas.Secara klinis terlihat bahwa kripta merupakan sumber infeksi baik secara lokal maupun umum karena dapat berisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan juga bakteri (Ballenger JJ, 2001).

2.15.2. Fosa Tonsilaris

(58)

Gambar 2.4:Tonsila Palatina dan struktur sekitarnya Dikutip dari: The University of Queensland

2.15.3. Perdarahan Tonsil

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris.

(59)

Gambar 2.5 :Vaskularisasi Tonsil Dikutip dari: Netter, 2008

2.15.4. Sistem Limfatik Faring dan Tonsil

Sistem pembuluh limfatik dari tonsil menembus fasia bukofaringeal dan melalui bagian atas kelenjar servikal (Beasley, 2001).

2.15.5. Persarafan Tonsil

Terutama melalui N.Palatina Mayor dan Minor (cabang N V) dan saraf Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui “Jacobson’s Nerve” (Snell, 2006).

2.16. Fisiologi

(60)

Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3-10 tahun. (Amarudin, 2007). Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitasi.Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Kartika, 2008).Tonsil bertindak sebagai filter untuk memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus.

(61)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tonsilitis merupakan penyakit dan masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada populasi umum.Keluhan seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari pasien yang datang berkunjung kepelayanan kesehatan terutama anak-anak ( Eadimaharti, 2003 ).

Tonsilitis adalah peradangan pada amandel di rongga faring, dapat disebabkan oleh salah satu bakteri (streptokokus) atau virus (adenovirus). Kondisi ini sering dikaitkan dengan faringitis (Lippincott, 2002). Berdasarkan lamanya keluhan, tonsilitis dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronis.Tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Gambaran klinis bervariasi, dan diagnosis sebagian besar tergantung pada inspeksi (Adams George, 2001).

Menurut WHO (World Health Organization), pola penyakit THT diberbagai Negara berbeda-beda. Di Islamabad, Pakistan selama 10 tahun (Januari 1998- Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien didapati penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita (Arsyhad, 2013).Di Inggris,100% dari pasien tonsilitis kronis dan adenoid yang datang berobat ke rumah sakit harus dirawat inap. Dari konsultan rumah sakit didapati 42% adalah untuk laki-laki dan 58% adalah bagi perempuan.

(62)

Di Malaysia, lima kelompok utama yang paling umum dari penyakit THT adalah rhinitis (20,2%), otitis media kronik (12,3%), nasopharyngeal carcinoma(NPC) (10,5%), tonsilitis (8,1%) dan polip hidung (5,2%). Penelitian yang dilakukan di Malaysia pada Poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien, dalam jumlah penderita penyakit, tonsilitis kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita ( Sing, 2007). Di Indonesia berdasarkan data rekam medis tahun 2010 di RSUP dr. M. Djamil, Padang bagian THT-KL sub bagian laring faring ditemukan tonsilitis sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di poliklinik sub bagian laring faring (Olivia Rinny, 2013). Dari data RSUD Raden Mattaher Jambi diketahui jumlah penderita tonsilitis kronis pada tahun 2010 berjumlah 978 dari 1365 jumlah kunjungan dan pada tahun 2011 berjumlah 789 dari 1144 jumlah kunjungan. Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar jumlah kunjungan baru dengan tonsilitis kronis mulai Juni 2008 - Mei 2009 adalah sebanyak 63 orang (Sapitri, 2013).

(63)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

“Bagaimana karakteristik penderita Tonsilitis Kronis di Departmen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014?”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita Tonsilitis Kronis di Departmen THT-KL Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui distribusi proporsi penderita tonsilitis kronis berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.

b) Mengetahui distribusi proporsi penderita tonsilitis kronis berdasarkan keluhan utama.

c) Mengetahui distribusi proporsi penderita tonsilitis kronis berdasarkan ukuran tonsil.

d) Mengetahui distribusi proporsi penderita tonsilitis kronis berdasarkan penatalaksanaan yang diberikan.

(64)

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Penulis

Menambah wawasan, pengetahuan yang lebih mendalam bagi penulis.Menimba pengalaman dalam melakukan penelitian kesehatan khususnya tentang tonsilitis kronis.

1.4.2. Bagi Department THT-KL

Sebagai bahan untuk pengembangan keilmuan di bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher.

1.4.3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Mengetahui Karakteristik Pendertita Tonsilitis Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan.Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi terbaru bagi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

1.4.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan dan referensi untuk penulis berikutnya dalam penelitian lebih lanjut mengenai tonsilitis kronis.

1.4.5. Bagi Institusi Pendidikan

Menjadi bahan bacaan bagi Instasi dalam kegiatan proses belajar.Dapat juga digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut.

1.4.6. Bagi Masyarakat

(65)

ABSTRAK

Latar Belakang : Tonsilitis adalah peradangan pada amandel di rongga faring, dapat disebabkan oleh salah satu bakteri (streptokokus) atau virus (adenovirus). Kondisi ini sering dikaitkan dengan faringitis. Berdasarkan lamanya keluhan, tonsilitis dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita tonsilitis kronis.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan satu kali secara total sampling berdasarkan pengamatan rekam medis pasien tonsilitis kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada Tahun 2014.

Hasil : Hasil penelitian yang diperoleh adalah penderita tonsilitis kronis yang paling sering ditemukan adalah dari kelompok umur 16-30 yaitu sebanyak 28 orang (35,0%). Jenis kelamin yang paling banyak menderita tonsilitis kronis adalah laki-laki, sebanyak 42 orang (52,5%). Frekuensi kelompok pekerjaan yang tertinggi menderita dari tonsilitis kronis ditemukan pada pelajar/mahasiswa yakni sebanyak 39 orang (48,8%). Frekuensi keluhan utama yang terbanyak didapati dari penderita tonsilitis kronis adalah rasa mengganjal di tenggorokan, 29 orang (36,3%) dan diikuti dengan sangkut menelan, 28 orang (35,0%). Ukuran tonsil yang paling banyak ditemukan adalah ukuran T2 dengan jumlah sebanyak 60 (37,5%). Berdasarkan penatalaksanaan, penderita tonsilitis kronis paling banyak mendapatkan pengobatan medikamentosa yaitu dengan frekuensi sebanyak 50 orang (62,5%). Komplikasi dari tonsilitis kronis kebanyakkan tidak ditemukan komplikasi pada penderita yakni sebanyak 61 orang (76,3%).

Kesimpulan : Karakteristik penderita tonsilitis kronis sesuai dengan karakteristik penderita tonsilitis kronis pada umumnya.

(66)

ABSTRACT

Background : Tonsillitis is an inflammation in the pharyngeal cavity caused by either bacteria (streptococcus) or virus (adenovirus). This condition is always connected to pharyngitis. Based on the duration of complaint, tonsillitis can be classified as acute and chronic. Chronic tonsillitis is no doubt considered as one of the most frequent recurrent throat diseases.

Objective : This study aims to describe the characteristics of patients which are diagnosed with chronic tonsillitis.

Method : This research is descriptive, where data collection is done one time in total sampling design is based on the observation of medical records of patients with chronic tonsillitis in Haji Adam Malik General Hospital, Medan in the year of 2014.

Results : The results obtained are as follows. Most number of patients obtained are in the age group of 16-30 years old that is 28 people (35,0%) and the highest number of cases are found in men, 42 people (52,5%).The main complaint found in most chronic tonsillitis patients are feeling of a lump in the throat with as many as 29 people (36,3%) followed by difficulty in swallowing as many as 28 people (35,0%). Based on occupation the highest frequency of patients are students as many as 39 people (48,8%). The most number of tonsil grade are grade T2 as many as 60 (37,5%). The highest frequency of treatment is medication with a number of 50 people (62,5%). Based on complication from chronic tonsillitis, as many as 61 people (76,3%) have no complication.

Conclusion : The characteristics of chronic tonsillitis patients are as those found in majority chronic tonsillitis patients.

(67)

KARAKTERISTIK PENDERITA TONSILITIS KRONIS DI RSUP

H. ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2014

Oleh:

BHAVYTIRA A/P PREM ANAND

120100497

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(68)

KARAKTERISTIK PENDERITA TONSILITIS KRONIS DI RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2014

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

BHAVYTIRA A/P PREM ANAND

120100497

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(69)
(70)

ABSTRAK

Latar Belakang : Tonsilitis adalah peradangan pada amandel di rongga faring, dapat disebabkan oleh salah satu bakteri (streptokokus) atau virus (adenovirus). Kondisi ini sering dikaitkan dengan faringitis. Berdasarkan lamanya keluhan, tonsilitis dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronis. Tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita tonsilitis kronis.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana pengumpulan data dilakukan satu kali secara total sampling berdasarkan pengamatan rekam medis pasien tonsilitis kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada Tahun 2014.

Hasil : Hasil penelitian yang diperoleh adalah penderita tonsilitis kronis yang paling sering ditemukan adalah dari kelompok umur 16-30 yaitu sebanyak 28 orang (35,0%). Jenis kelamin yang paling banyak menderita tonsilitis kronis adalah laki-laki, sebanyak 42 orang (52,5%). Frekuensi kelompok pekerjaan yang tertinggi menderita dari tonsilitis kronis ditemukan pada pelajar/mahasiswa yakni sebanyak 39 orang (48,8%). Frekuensi keluhan utama yang terbanyak didapati dari penderita tonsilitis kronis adalah rasa mengganjal di tenggorokan, 29 orang (36,3%) dan diikuti dengan sangkut menelan, 28 orang (35,0%). Ukuran tonsil yang paling banyak ditemukan adalah ukuran T2 dengan jumlah sebanyak 60 (37,5%). Berdasarkan penatalaksanaan, penderita tonsilitis kronis paling banyak mendapatkan pengobatan medikamentosa yaitu dengan frekuensi sebanyak 50 orang (62,5%). Komplikasi dari tonsilitis kronis kebanyakkan tidak ditemukan komplikasi pada penderita yakni sebanyak 61 orang (76,3%).

Kesimpulan : Karakteristik penderita tonsilitis kronis sesuai dengan karakteristik penderita tonsilitis kronis pada umumnya.

(71)

ABSTRACT

Background : Tonsillitis is an inflammation in the pharyngeal cavity caused by either bacteria (streptococcus) or virus (adenovirus). This condition is always connected to pharyngitis. Based on the duration of complaint, tonsillitis can be classified as acute and chronic. Chronic tonsillitis is no doubt considered as one of the most frequent recurrent throat diseases.

Objective : This study aims to describe the characteristics of patients which are diagnosed with chronic tonsillitis.

Method : This research is descriptive, where data collection is done one time in total sampling design is based on the observation of medical records of patients with chronic tonsillitis in Haji Adam Malik General Hospital, Medan in the year of 2014.

Results : The results obtained are as follows. Most number of patients obtained are in the age group of 16-30 years old that is 28 people (35,0%) and the highest number of cases are found in men, 42 people (52,5%).The main complaint found in most chronic tonsillitis patients are feeling of a lump in the throat with as many as 29 people (36,3%) followed by difficulty in swallowing as many as 28 people (35,0%). Based on occupation the highest frequency of patients are students as many as 39 people (48,8%). The most number of tonsil grade are grade T2 as many as 60 (37,5%). The highest frequency of treatment is medication with a number of 50 people (62,5%). Based on complication from chronic tonsillitis, as many as 61 people (76,3%) have no complication.

Conclusion : The characteristics of chronic tonsillitis patients are as those found in majority chronic tonsillitis patients.

(72)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, atas berkat dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini dengan judul ‘‘KARAKTERISTIK PENDERITA TONSILITIS KRONIS DI RSUP HAJI ADAM MALIK PADA TAHUN 2014’’sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tentu saja penulis menemukan kesulitan dan hambatan, namun atas bantuan dan dukungan berbagai pihak akhirnya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr.Chairil Amin Batubara , Sp selaku Dosen Penguji 1 dan Ibu dr. Ramona Duma Sari , Sp selaku Dosen Penguji 2, yang telah banyak memberikan komentar yang bermanfaat, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan lebih lengkap.

Gambar

Tabel 5.2.  Distribusi Penderita berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.3.  Distribusi Penderita berdasarkan Pekerjaan.
Tabel 5.4. Distribusi Penderita Berdasarkan Keluhan Utama.
Tabel 5.5 Distribusi Penderita Berdasarkan Ukuran Tonsil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih

Djamil Padang periode 1 Januari – 31 Desember 2013 didapatkan penderita tonsilitis kronis berdasarkan umur terbanyak adalah pada kelompok usia 11-20 tahun,

Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala. Leher,

DAFTAR RIWAYAT

inap di RSUP H Adam Malik Medan tahun 2012. Mengetahui distribusi proporsi penderita stroke haemoragik berdasarkan. sosiodemografi antara lain umur dan jenis kelamin, suku,

Gold standard bakteri penyebab tonsilitis kronis adalah dengan kultur dari bagian tengah tonsil. Streptokokus beta hemolitikus grup A merupakan kuman

Populasi penelitian merupakan seluruh penderita tonsilitis kronis yang terdaftar di bagian rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari 2012 - Desember 2012 dengan

4.1.4.2 Distribusi penderita tonsilitis kronis berdasarkan indikasi relatif Berdasarkan tabel di bawah ini diketahui bahwa penderita tonsilitis kronis yang telah