• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EMBRIOLOGI TONSIL - Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EMBRIOLOGI TONSIL - Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1EMBRIOLOGI TONSIL

Tonsil terbentuk dari lapisan endodermal pada minggu ketiga sampai dengan

minggu kedelapan pada masa embriologi. Embrio manusia memiliki lima pasang

kantong faring. Masing-masing kantong akan membentuk organ penting lainnya.

Gambar 1. Pembentukan Tonsil Sumber: Sadler, 2004

Lapisan epitel kedua dari kantong faring berproliferasi dan membentuk

tunas yang akan menembus ke jaringan mesenkim di sekitarnya. Selanjutnya

tunas-tunas tersebut akan dilapisi oleh jaringan mesodermal sehingga

membentuk primordial dari tonsila palatina. Selama bulan ketiga dan kelima,

tonsil akan dikelilingi oleh jaringan limfatik. Bagian kantong yang tertinggal

(2)

2.2ANATOMI

Tonsil merupakan massa bulat yang kecil, khususnya jaringan limfoid

(Dorland, 2010). Tonsil adalah bagian dari faring. Faring dibagi menjadi tiga

bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Tonsil terdapat di bagian

nasofaring dan orofaring. Nasofaring terletak di belakang rongga hidung, di atas

palatum molle sedangkan orofaring terletak di belakang cavum oris dan

terbentang dari palatum molle sampai pinggir atas epiglotis (Snell, 2006).

Tonsil dibagi menjadi tiga bagian yaitu tonsila lingualis, tonsila palatina, dan

tonsila faringealis. Pada bagian nasofaring terdapat tonsila faringealis, sedangkan

pada bagian orofaring terdapat tonsila lingualis dan tonsila palatina (Snell, 2006).

Gambar 2. Anatomi Tonsil

Sumbe

2.2.1 TONSILA LINGUALIS

Tonsila lingualis adalah kumpulan folikel limfe pada dasar jalur orofaring,

pada akar lidah (Dorland, 2010). Bagian dasar dari orofaring dibentuk oleh

segitiga posterior lidah (yang hampir vertikal) dan celah antara lidah serta

(3)

lidah berbentuk irreguler, yang disebabkan oleh adanya jaringan limfoid

dibawahnya, disebut tonsila lingualis (Snell, 2006).

Gambar 3. Tonsil Lingualis Sumber: Netter, 2011

2.2.2 TONSILA PALATINA

Tonsila palatina merupakan dua massa jaringan limfoid yang terletak pada

dinding lateral orofaring didalam fosa tonsilaris. Fosa tonsilaris merupakan

sebuah celah berbentuk segitiga pada dinding lateral orofaring diantara arcus

palatoglosus di depan dan arcus palatopharyngeus di belakang (Snell, 2006).

Setiap tonsil diliputi oleh membran mukosa dan permukaan tengahnya

yang bebas menonjol ke dalam faring. Pada permukaannya terdapat banyak

lubang kecil, yang membentuk kripta tonsilaris. Permukaan lateral tonsila palatina

(4)

Gambar 4. Tonsil Palatina Sumber: Frenz dan Smith, 2006

Batas-batas tonsila palatina (Snell, 2006):

• Anterior: Arcus palatoglossus.

• Posterior: Arcus palatopharyngeus.

• Superior: Palatum molle. Tonsila palatina akan dilanjutkan oleh jaringan

limfoid di permukaan bawah palatum molle.

• Inferior: Sepertiga posterior lidah. Tonsila palatina akan dilanjutkan oleh

tonsila lingualis.

• Medial: Ruang orofaring.

• Lateral: Capsula dipisahkan dari musculus constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar yang jarang. Vena palatina externa berjalan turun dari

palatum molle di dalam jaringan ikat longgar untuk bergabung dengan plexus

venosus pharyngeus. Lateral terhadap musculus constrictor pharyngis

superior terhadap lengkung arteri facialis. Arteri carotis interna terletak 1 inci

(2,5 cm) di belakang dan lateral tonsila.

Arteri yang mendarahi tonsila adalah arteri tonsilaris yang merupakan

cabang dari arteri facialis. Vena-vena menembus musculus constrictor pharyngis

superior dan bergabung dengan vena palatina externa, vena pharyngealis, atau

vena facialis (Snell, 2006).

Pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodus lomfoidei profundi.

Nodus yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastrikus, yang

(5)

Tonsila palatina mencapai ukuran terbesarnya pada masa anak-anak.

Sesudah pubertas, bersamaan dengan jaringan-jaringan limfoid di dalam tubuh

lainnya, akan mengalami atrofi secara perlahan-lahan. Tonsila palatina merupakan

tempat infeksi yang sering dan menimbulkan sakit leher dan panas (Snell, 2006).

2.2.3 TONSILA FARINGEALIS (ADENOID)

Tonsila pharyngealis terletak di bagian atas nasofaring. Bagian atas

nasofaring dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis

occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila faringealis, terdapat di

dalam submukosa daerah ini (Snell, 2006). Tonsila pharyngealis disebut juga

adenoid tonsil. (Dorland, 2010).

2.3FISIOLOGI

Tonsil merupakan salah satu organ limfatik selain limpa, kelenjar getah

bening, dan usus buntu. Seluruh organ sekunder tersebut terletak dimana limfosit

berkumpul dan berikatan dengan antigen, kemudian akan berproliferasi dan secara

aktif melawan kuman. Tonsil berbentuk cincin yang berguna sebagai pelindung

diantara rongga mulut dan faring, karena lokasinya tersebut tonsil merupakan

pelindung pertama dari mikroorganisme yang masuk melalui hidung dan mulut

(Mader, 2004).

Pada tonsil terdapat sel B dan sel T sebagai sistem imun. Sel B dan sel T

tersebut dipersiapan untuk memberikan perlawanan terhadap antigen yang masuk

ke dalam jaringan dan cairan tubuh (Mader, 2004).

2.4DEFINISI TONSILITIS KRONIS

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang

terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina,

tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius. Penyebaran infeksi

(6)

Tonsilitis kronis merupakan peradangan tonsil yang menetap akibat infeksi

yang berulang (Dorland, 2010). Peradangan tersebut biasanya diakibatkan oleh

pengobatan tonsilitis akut yang tidak memadai. Infeksi yang berulang atau infeksi

yang menetap pada hidung dan sinus paranasal merupakan penyebab paling

penting dan paling sering mengakibatkan infeksi berulang pada tonsil (Maqbool,

2001).

2.5EPIDEMIOLOGI

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Penyebab tonsilitis yang

paling banyak adalah golongan dari streptokokus yang biasanya terjadi pada

anak-anak umur 5-15 tahun (Shah, 2012).

Berdasarkan penelitian pada anak-anak sekolah dijumpai 15,9% memiliki

status sebagai pembawa / carrier mikroorganisme streptokokus grup A yang merupakan penyebab penyakit tonsilitis (Shah, 2012).

Penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Norwegia mengenai kejadian

tonsilitis berulang dilaporkan sebesar 11,7% dan pada penelitian lainnya yang

dilakukan pada anak-anak di Turki diperkirakan sebesar 12,1% (Shah, 2012).

2.6 ETIOLOGI

Kultur dari tonsil sehat dan tonsil terinfeksi memiliki organisme yang

berbeda, dengan mengetahui perbedaan pertumbuhan bakteri yang didapatkan dari

sampel permukaan dan bagian tengah tonsil. Organisme yang paling sering

didapati dari permukaan tonsil yang terinfeksi adalah streptokokus beta

hemolitikus grup A. Hampir 40% orang yang tidak mempunyai gejala tonsilitis

jika dikultur bisa juga didapati organisme tersebut. Organisme yang lain termasuk

Haemophilus, Staphylococcus aureus, streptokokus alfa hemolitikus, Branhamella sp., Mycoplasma, Chlamydia, jenis bakteri anaerob dan virus pada saluran pernapasan (McKerrow, 2008).

Penelitian yang dilakukan terhadap sampel yang diambil dari bagian tengah

atau inti tonsil dengan menggunakan aspirasi jarum halus pada tonsil sehat dan

(7)

pertumbuhan organisme patogen. Pada tonsilitis yang berulang akan terjadi

pertumbuhan patogen. Pertumbuhan berbagai macam bakteri juga sering dijumpai

(McKerrow, 2008).

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis (Rusmarjono dan Efiaty, 2007):

1. Rangsangan yang menahun dari rokok

2. Higiene mulut yang buruk

3. Pengaruh cuaca

4. Kelelahan fisik

5. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

2.7GAMBARAN KLINIS

Pada pasien tonsilitis kronis didapati (Maqbool, 2001) :

1. Rasa tidak nyaman di tenggorokan

2. Sakit tenggorokan yang berulang

3. Pengecapan tidak enak (cacagus) 4. Bau mulut (halitosis)

5. Kadang terjadi sulit menelan dan perubahan suara

6. Pembesaran kelenjar limfa jugulodigastrik

Pada anak-anak, terjadi perluasan penyakit termasuk sakit perut berulang,

kesehatan umum menurun, gagal tumbuh, dan berat badan yang rendah dapat

ditunjukan pada infeksi tonsil tapi belum ada bukti ilmiah yang nyata mengenai

hal ini (McKerrow, 2008).

2.8 PATOGENESIS

Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui

kripta-kriptanya, sampai disana kuman tersebut secara airogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian ke nasofaring terus ke

(8)

Karena proses radang berulang yang timbul, maka selain epitel mukosa juga

jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid

diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta

melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus

sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan

jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan

pembesaran kelenjar limfa submandibula (Rusmarjono dan Efiaty, 2007).

Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik

yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk akan dihancurkan oleh

makrofag dan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi

maka pada suatu waktu, tonsil tidak bisa membunuh kuman secara efektif,

akibatnya kuman akan bersarang dan menetap di tonsil. Pada keadaan inilah

fungsi pertahanan tubuh pada tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil

sebagai fokal infeksi). Sewaktu-waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh

misalnya pada keadaan umum yang menurun (Aritmoyo, 1980 dalam Siswantoro,

2003)

2.9 DIAGNOSIS

Menurut penelitian dari beberapa ahli mengemukakan bahwa (Kurien M,

2000 dalam Farokah, 2005) :

1. Pemeriksaan rutin dari apusan di permukaan tenggorok sebagai diagnosa

pasti penderita flora bakteri pada tonsilitis kronis tidak valid dan tidak dapat

dipercaya.

2. Gold standard bakteri penyebab tonsilitis kronis adalah dengan kultur dari bagian tengah tonsil.

3. Streptokokus beta hemolitikus grup A merupakan kuman yang sering

ditemukan pada permukaan maupun bagian tengah tonsil.

4. Pada tonsilitis kronis streptokokus beta hemolitikus grup A lebih banyak

(9)

Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya

membesar (hipertrofi), kripta melebar, detritus (+) bila tonsil ditekan, dan

pembesaran kelenjar limfe angulus mandibula (Aritmoyo, 1980 dan Udaya,1999

dalam Farokah, 2005) .

Menurut Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 – T4

(Cody D, 1993 dalam Farokah, 2005):

T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior -

uvula

T2 : batas medial tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior uvula sampai ½ jarak

anterior – uvula

T3 : batas medial tonsil melewati ½ jarak pilar anterior – uvula sampai ¾ jarak

pilar anterior – uvula

T4 : batas medial tonsil melewati ¾ jarak anterior – uvula sampai uvula atau

lebih

UJI LABORATORIUM

Uji laboratorium untuk mengetahui bakteri yang menyebabkan tonsilitis

dapat dilakukan untuk mengetahui antibiotik yang tepat sebagai terapi.

Spesimen diambil dari tonsil dapat berupa usapan tenggorok, pus, atau darah

sebagai biakan. Seperti yang telah dijelaskan, penyebab tonsilitis yang

terbanyak disebabkan oleh golongan streptokokus grup A maka pada sediaan

apus dari spesimen lebih sering memperlihatkan kokus tunggal atau

berpasangan. Spesimen yang dicurigai mengandung streptokokus dibiakan

pada lempeng agar darah dan akan menumbuhkan streptokokus hemolitikus

grup A dalam waktu beberapa jam atau hari. Jika sediaan apus

memperlihatkan streptokokus tetapi tidak terjadi pertumbuhan pada biakan,

(10)

2.10 PENATALAKSANAAN

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, infeksi pada hidung dan sinus

paranasal merupakan faktor pencetus infeksi pada tonsil yang berulang atau

kronis. Tatalaksana terhadap faktor tersebut adalah antibiotik, dekongestan,

mukolitik, muko kinetik, dan antihistamin maupun operasi seperti septoplasty pada septum hidung yang tidak normal, antral washout, pengangkatan polip hidung jika ada, dll. dapat mengurangi atau mencegah infeksi berikutnya pada

jaringan tonsilar (Maqbool, 2001). Terapi lokal juga dapat dilakukan yang

ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap (Rusmarjono dan

Efiaty, 2007).

Pada tonsilitis kronis, bakteri yang paling sering ditemukan sebagai

penyebabnya adalah streptokokus beta hemolitikus grup A. Jika pada uji

laboratorium ditemukan bakteri streptokokus beta hemolikus grup A, antobiotik

yang dapat diberikan adalah penisilin-G dan paling sensitif terhadap eritromisin

(Brooks, 2008).

Jika tindakan diatas gagal dan pasien tetap mengalami tonsilitis berulang,

operasi pengangkatan tonsil (tonsillectomy) bisa dilakukan (Maqbool, 2001). Indikasi tonsilektomi terhadap penderita tonsilitis yang telah ditetapkan

oleh The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indicator pada tahun 1995 adalah sebagai berikut (Rusmarjono dan Efiaty, 2007) :

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan

terapi yang memadai.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulmonale.

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, dan abses peritonsilar yang

tidak berhasil dengan pengobatan.

(11)

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri streptokokus beta

hemolitikus grup A.

7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

8. Otitis media efusa atau otitis media supuratif.

2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi dari tonsilitis kronis adalah abses peritonsilar, abses

parafaringeal, abses intratonsilar, kista tonsilar, tonsillolith, demam rematik dan

nefritis akut (Maqbool, 2001). Selain itu radang kronis tonsil dapat menimbulkan

komplikasi ke daerah sekitar berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media

secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen

dan dapat timbul endokarditis, atritis, dan lain sebagainya (Rusmarjono dan

Efiaty, 2007).

2.12 PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat

penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi

infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan

yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu

yang singkat (Nurjannah, 2011).

Gejala-gejala yang menetap dapat menunjukkan bahwa penderita

mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu

infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsilitis dapat

menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik (Nurjannah, 2011).

2.13 PENCEGAHAN

Berbagai flora normal tinggal didalam tubuh manusia, bakteri-bakteri ini

akan menyebabkan penyakit hanya bila berada dibagian tubuh yang normalnya

tidak didiami bakteri-bakteri tersebut. Sumber utama streptokokus grup A adalah

(12)

mengalami infeksi klinis atau subklinis atau dapat menjadi carrier yang menularkan streptokokus secara langsung ke orang lain melalui droplet dari

saluran napas (Brooks, 2008).

Maka dari itu, bakteri penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar

dari satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan

mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit

menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai

bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun

sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti untuk

mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan karier tonsilitis

semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi

Gambar

Gambar 1. Pembentukan Tonsil
Gambar 2. Anatomi Tonsil
Gambar 3. Tonsil Lingualis Sumber: Netter, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian: Proporsi penderita rinosinusitis kronis tertinggi pada kelompok umur 28–35 tahun 20,61%, umur diatas 18 tahun 88,18%, dengan proporsi laki-laki 42,91% dan

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih

Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan terutama dalam menilai gejala-gejala yang ada pada kriteria di atas, mengingat patofisiologi rinosinusitis kronis yang

Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala. Leher,

DAFTAR RIWAYAT

Pada OMSK bakteri anaerob yang ditemukan bersama dengan kuman yang lain merupakan faktor penting penyebab kegagalan penyembuhan infeksi penyakit OMSK (Geeta, 2014).. Akibat

Proposal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2013. Anggota Divisi Pengembangan Potensi Ilmiah Standing

Populasi penelitian merupakan seluruh penderita tonsilitis kronis yang terdaftar di bagian rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari 2012 - Desember 2012 dengan