• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iklim dan Topografi

Iklim di Kabupaten Langkat adalah iklim tropis dengan temperatur rata -

rata 260C, di bagian pegunungan temperatur sedikit lebih rendah dibandingkan

daerah pantai, temperatur rata-rata di daerah pegunungan adalah 220C. Demikian

juga halnya dengan curah hujan, makin kearah gunung makin tinggi curah hujannya. Angin yang mempengaruhi adalah angin laut dan angin pegunungan.

Data iklim dari Stasiun Klimatologi Kwala Bingei Kabupaten Langkat (1997-2006) menunjukkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 68,7 mm/bulan dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu sebesar 300,2 mm/bulan.

Menurut klasifikasi iklim Oldeman yang penggolongannya menitik beratkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Langkat termasuk dalam zona agroklimat E2 dengan jumlah bulan basah dua kali dan tiga kali bulan kering. Menurut Oldeman (Wisnubroto, 1999), bulan basah (BB) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih besar 200 mm, bulan lembab (BL) adalah bulan degan rata-rata curah hujan 100 mm – 200 mm, sedangkan bulan kering (BK) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih kecil dari 100 mm.

Setelah mengetahui klasifikasi iklimnya, kemudian dilakukan penggolongan tipe iklim berdasarkan pembagian zona agroklimat agar bisa mengetahui kesesuaian pertaniannya pada daerah tersebut. Berdasarkan pembagian zona agroklimat daerah penelitian tergolong kedalam zona E2 yang berdasarkan kesesuaian untuk pertanian (Handoko, 1995) menunjukkan daerah ini

umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan. Waktu tanam palawija cukup. Klasifikasi Iklim dapat dilihat pada Tabel 5.

Table 5. Klasifikasi Iklim dengan Curah Hujan Rata-rata 10 Tahun terakhir

Bulan Rataan(mm/bln) Kriteria Tipe Iklim

Januari 68.7 BK E2 Februari 87.5 BK Maret 93.4 BK April 110.2 BL Mei 134 BL Juni 129.9 BL Juli 103 BL Agustus 162.7 BL September 235 BB Oktober 300.2 BB November 127.8 BL Desember 165.9 BL

Sumber : Balai Penelitian Perkebunan (R.I.S.P.A) Medan

Keadaan topografi Kabupaten Langkat dibedakan atas 3 bagian

a. Pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 4 m di atas permukaan laut seperti

Kecamatan Pangkalan Susu, Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Babalan, Kecamatan Hinai.

b. Dataran rendah dengan ketinggian 0 – 30 m di atas permukaan laut seperti Kecamatan Binjai, Kecamatan Selesai, Kecamatan Stabat.

c. Dataran tinggi dengan ketinggian 30 – 1200 m di atas permukaan laut seperti Kecamatan Kuala, Kecamatan Sei Bingei, Kecamatan Salapian, Kecamatan Bahorok, Kecamatan Batang Serangan.

Ketinggian

Daerah Kabupaten Langkat sebagian besar terletak di daerah Pantai Barat Sumatera Utara dan secara umum terletak pada ketinggian 0 – 1200 m diatas permukaan laut (dpl).

Pembagian wilayah Kabupaten Langkat berdasarkan elevasi (ketinggian) dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Ketinggian 0 – 4 m dpl seluas ± 172.140 ha (27.48%), terdapat di daerah

Kecamatan Babalan, Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Pangkalan Susu, Kecamatan Hinai.

b. Ketinggian 0 – 30 m dpl seluas ± 153.673 ha (24.53%), terdapat di

Kecamatan Binjai, Kecamatan Selesai, Kecamatan Stabat.

c. Ketinggian 30 - 1200 m dpl seluas ± 300.516 ha (47,98%), terdapat di

Kecamatan Salapian, Kecamatan Bahorok, Kecamatan Sei Bingei, Kecamatan Kuala, dan Kecamatan Batang Serangan.

Dari perincian tersebut diatas dapat dilihat bahwa ± 47,98% wilayah daerah Kabupaten Langkat berada pada ketinggian 30 – 1200 m dpl, yaitu daerah yang dikategorikan sebagai daerah dataran tinggi.

Tanah

Tanah berfungsi sebagai media tumbuh bagi tanaman, tempat menjangkarnya akar sekaligus sebagai tempat penyedia hara bagi tanaman adalah sangat penting dalam mengidentifikasi suatu lahan. Sifat fisik tanah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman sehingga mempengaruhi tindakan pengelolaan tanah secara keseluruhan.

Tanah lapisan atas (top soil) yang terdapat di wilayah daerah Kabupaten Langkat terdiri dari beberapa jenis, antara lain :

a. Alluvial

Jenis tanah ini mempunyai bahan induk dari bahan alluvial dan koluvial yang asalnya beraneka macam. Tanah ini banyak dijumpai di daerah dataran hingga sedikit bergelombang, daerah cekungan dan daerah aliran sungai. Corak tanah alluvial bertekstur liat dan mengandung 50% pasir dengan struktur pejal. Sifat kepekaan terhadap erosi besar tetapi karena pada umumnya tanah ini berada pada daerah datar maka tidak sampai pada erosi yang lebih lanjut. Di daerah Kabupaten Langkat jenis tanah ini terbagi dalam : alluvial kelabu, alluvial kecoklatan, glei humus, asosiasi glei humus rendah.

b. Litosol

Jenis tanah ini terbentuk dari tanah induk batuan beku, batuan sediment keras yang terdapat di seluruh wilayah batuan beku. Tanah ini berstruktur aneka tetapi pada umumnya berpasir dan mempunyai kepekaan erosi yang besar. Tanah demikian dapat digunakan untuk tanaman keras, rumputan ternak dan palawija. c. Podsolik Merah Kuning

Jenis tanah podsolik merah kuning berasal dari batuan tuf masam, batuan pasir dan sedimen kwarsa yang terdapat di daerah bergelombang sampai berbukit yang berada pada ketinggian 5 – 35 dpl. Corak tanah ini bertekstur aneka dengan kadar maksimal liat dan mempunyai sifat kepekaan terdapat erosi yang besar. Di Kabupaten Langkat terdapat podsolik kuning dan asosiasi coklat-podsolik kuning. Tanah ini dapat digunakan untuk hutan, ladang, alang-alang dan karet.

Dari ketiga jenis tanah yang diuraikan tersebut diatas jenis tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Langkat adalah podsolik dan hydromorfil. Adapun jenis tanah, sub ordo tanah dan faktor kedalaman tanah (fd) di tiap lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis Tanah, Sub Ordo Tanah dan Kfaktor Kedalaman (fd)

No Kecamatan Jenis Tanah Sub Order Tanah fd

1 Bahorok Podsolik Merah Kuning Aquod 0.9

2 Selesai Hydromorfil Kelabu Udult 0.8

3 Kuala HydromorfilKelabu Udult 0.8

4 Sei Bingei Glei Humus Rendah Aquept 0.95

5 Batang Serangan Podsolik Merah Kuning Aquod 0.9

Kedalaman efektif tanah pada lokasi penelitian bervariasi, hal ini selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kedalaman Efektif Tanah di Daerah Kabupaten Langkat

Kecamatan Kedalaman Efektif Tanah Jumlah (Ha)

>90 cm 60-90 cm 30-60 cm <30 cm 1 Bahorok 2600 6200 1070 0 9870 2 Selesai 0 0 1770 982 1159 3 Kuala 0 752 1473 0 2225 4 Sei Bingei 322 541 3919 0 3882 5 Batang Serangan 7093 2040 687 0 9820

Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman efektif tanah disetiap kecamatan di Kabupaten Langkat tidak sama, dengan demikian kesuburan tanah disetiap kecamatan akan berbeda-beda. Menurut Arsyad (1989), kedalaman efektif tanah 30-60 cm dikategorikan sebagai kedalaman efektif dangkal, cukup baik untuk

perakaran tanaman karena kedalaman ini termasuk lapisan top soil.

Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam melewatkan air. Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah – tanah di lokasi penelitian memiliki permeabilitas bervariasi antara lain cepat,

sedang sampai cepat dan sedang. Apabila dikaitkan dengan teksktur tanah, maka permeabilitas tersebut merupakan tanah berstruktur halus, sedang dan kasar yaitu bertekstur liat, lempung dan berpasir.

Menurut Islami dan Utomo (1995), tanah berpasir mempunyai porositas yang rendah yaitu 40 % dan tanah lempung mempunyai porositas yang tinggi yaitu 50-60 %. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian memiliki porositas yang tinggi. Keadaan fisik tanah berdasarkan analisa laboratorium dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Keadaan Fisik Tanah No Kode

Tekstur

Nama C-Org BD Porositas BO Pasir Debu Liat

% % % % gr/cm3 % % 1 Bahorok I 27.56 27.00 45.44 Li 1.15 1.27 52.09 1.98 2 Bahorok II 29.56 38.00 32.44 Lli 1.50 1.28 51.88 2.58 3 Selesai I 67.56 16.00 16.44 Lp 0.66 1.15 56.58 1.14 4 Selesai II 71.56 15.00 13.44 Lp 0.73 1.20 54.83 1.26 5 Kuala I 31.56 29.00 39.44 Lli 1.99 1.10 58.51 3.42 6 Kuala II 32.56 30.00 37.44 Lli 1.99 1.30 50.91 3.42 7 Sei Bingei I 30.56 44.00 25.44 L 1.22 1.14 57.01 2.10 8 Sei Bingei II 33.56 36.00 30.44 Lli 0.98 1.21 54.25 1.69 9 B. Serangan I 25.56 32.00 42.44 Li 1.99 1.28 51.59 3.42 10 B. Serangan II 48.56 31.00 20.44 L 2.54 1.44 45.61 4.37 Keterangan :

Lli = Lempung berliat

Lp = Lempung berpasir

Li = Liat

L = Lempung

BD = Bulk Density

BO = Bahan Organik ( C Org x 1,724)

C Org = C Organik Hidrologi dan Pengairan

Potensi sumber air permukaan sebagai faktor pendukung bagi penyediaan kebutuhan air untuk tanaman pertanian teridentifikasi dimana ada lima sungai yang menjadi sumber air bagi lahan-lahan pertanian khususnya persawahan.

Sungai- sungai di lokasi penelitian semua mempunyai tipe aliran perennial yaitu mengalir sepanjang tahun.

Dari hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa sungai yang digunakan sebagai sumber air untuk irigasi di tiap daerah irigasi tidak dapat untuk memenuhi permintaan air secara optimal. Hal ini terjadi karena dasar sungai-sungai tersebut mengalami penurunan. Misalnya dasar Sungai Wampu mengalami penurunan akibat banyaknya tindakan yang tidak bertanggung jawab dari pihak tertentu yang melakukan pengambilan pasir yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan perubahan morfologi sungai.

Berdasarkan hasil survey mengenai kondisi jaringan irigasi di lima lokasi penelitian menunjukkan bahwa daerah irigasi Namo Sira-Sira Kiri, daerah irigasi Namo Sira-sira Kanan dan daerah irigasi Timbang Lawan teridentifikasi dalam kondisi masih baik dan berfungsi. Sedangkan pada daerah irigasi Batang Serangan teridentifikasi dalam keadaan rusak. Seperti yang terjadi pada daerah irigasi Batang Serangan kerusakan yang terjadi banyak pintu air irigasi yang rusak bahkan hilang, dengan demikian sistem irigasi di daerah tersebut tidak berjalan dengan baik lagi. Dimana pada musim hujan sawah akan mengalami banjir dan pada musim kemarau semua sawah tidak akan bisa mendapatkan air karena tidak adanya lagi pintu air irigasi yang mengatur pembagian air ke setiap petak sawah. Mengenai kondisi jarigan irigasi dapat di lihat pada Tabel 9.

Table 9. Kondisi Jaringan Irigasi

No Lokasi Nama Bendungan

Bangunan

Irigasi Kondisi Keterangan

1 Bahorok D.I Timbang Lawan Lengkap Berfungsi Baik

2 Selesai D.I Namo Sira -Sira Kiri Lengkap Berfungsi Baik

3 Kuala D.I Namo Sira -Sira Kiri Lengkap Berfungsi Baik

4 Sei Bingei D.I Namo Sira - Sira Kanan Lengkap Berfungsi Baik

5 B. Serangan D.I Batang Serangan Lengkap Berfungsi Pintu air rusak

Sumber : Data Primer

Prediksi Erosi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi laju erosi tanah atau erosi aktual pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,0113 – 31,3345 ton/Ha/tahun dengan nilai kehilangan tanah yang masih dapat ditoleransi (erosi toleransi) berkisar antara 9,9 – 32,4 ton/Ha/tahun. Sedangkan nilai erosi potensial berkisar antara 2,84 – 290,25 ton/Ha/tahun sehingga indeks bahaya erosi yang didapatkan pada masing-masing lokasi berkisar antara 0.646 – 10,430 dengan kategori tingkat bahaya erosi adalah rendah, sedang dan tinggi. Hasil prediksi laju erosi dan indeks bahaya erosi pada masing – masing lokasi secara rinci disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Prediksi Erosi

Kec R K LS C P

Erosi Indeks

Kategori Aktual Potensial Toleransi Bahaya

Erosi BR I 38.6 0.21 17.09 0.01 0.40 0.5541 138.5315 21.336 6.49 T BR II 38.6 0.34 17.09 0.20 0.90 40,3704 224.2891 21.504 10.43 S T SS I 38.6 0.68 0.27 0.40 0.40 1.1328 7.0869 10.35 0.68 R SS II 38.6 0.67 0.27 0.20 0.40 0,5584 6.9827 10.8 0.64 R KL I 38.6 0.23 0.32 0.01 0.40 0.0113 2.8409 9.9 0.28 R KL II 38.6 0.25 0.32 0.50 0.50 0.77 3.088 11.7 0.26 R SB I 38.6 0.5 1.94 0.01 0.40 0.1497 37.442 12.084 3.09 S SB II 38.6 0.41 1.94 0.30 0.75 6.9075 30.7024 12.826 2.39 S BS I 38.6 0.19 17.09 0.50 0.50 31.3345 125.3380 28.8 4.35 T BS II 38.6 0.44 17.09 0.001 0.90 0.2612 290.2565 32.4 8.95 T Keterangan: R = Rendah S = Sedang T = Tinggi ST = Sangat Tinggi

Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan penghanyutan oleh air hujan. Berdasarkan hasil penelitian nilai erodibilitas (K) pada lokasi tergolong sedang sampai tinggi. Hal ini berarti kepekaan tanah terhadap daya penghancuran dan penghanyutan oleh air hujan adalah sedang atau dengan kata lain tanah tersebut tidak begitu peka terhadap erosi. Hal ini sesuai menurut Utomo (1994), jika nilai erodibilitas tanah tinggi berarti bahwa tanah tersebut peka terhadap erosi dan nilai erodibilitas yang rendah berarti resistensi atau daya tahan tanah tersebut kuat dengan kata lain tanah tersebut tahan terhadap erosi. Tingginya nilai erodibilitas yang didapat pada daerah penelitian disebabkan karena berdasarkan hasil analisa laboratorium tanah pada lokasi penelitian didominasi oleh fraksi pasir. Tanah berpasir mempunyai kemantapan struktur rendah dikarenakan antara partikel yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki

daya ikat yang kuat. Hal ini sesuai dengan Kartasapoetra (1989) bahwa tanah pasir mempunyai kemantapan struktur rendah atau daya ikat antara partikel yang satu dengan yang lainnya kecil.

Tabel 11. Keadaan Fisik, Stuktur, Permeabilitas Tanah No Kode

Tekstur

Nama Struktur Tanah Permeabilitas Pasir Debu Liat

% % %

1 BR I 27.56 27.00 45.44 Li granuler sangat halus sedang

2 BR II 29.56 38.00 32.44 Lli granuler halus sedang sampai cepat 3 SS I 67.56 16.00 16.44 Lp granuler sedang sampai kasar cepat

4 SS II 71.56 15.00 13.44 Lp granuler sedang sampai kasar cepat

5 KL I 31.56 29.00 39.44 Lli granuler halus sedang sampai cepat 6 KL II 32.56 30.00 37.44 Lli granuler halus sedang sampai cepat 7 SB I 30.56 44.00 25.44 L granuler sedang sampai kasar sedang sampai cepat 8 SB II 33.56 36.00 30.44 Lli granuler halus sedang sampai cepat 9 BS I 25.56 32.00 42.44 Li granuler sangat halus sedang

10 BS II 48.56 31.00 20.44 L granuler sedang sampai kasar sedang sampai cepat Keterangan :

BR = Bahorok Lli = Lempung berliat

SS = Selesai Lp = Lempung berpasir

KL = Kuala Li = Liat

SB = Sei Bingei L = Lempung

BS = Batang Serangan

Sedangkan berdasarkan faktor LS, lokasi penelitian kemungkinan terhadap erosi rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi karena lokasi penelitian mempunyai tofografi yang beragam yaitu datar pada daerah selesai, landai atau berombak pada daerah kuala, agak miring atau bergelombang pada daerah sei bingei dan tofografi agak curam pada daerah Bahorok dan Batang Serangan. Karena semakin curam suatu lereng, makin cepat laju limpasan permukaan maka erosi akan semakin besar.

Nilai faktor C (faktor tanaman) diperoleh sebesar 0,001, 0,01, 0,2, 0,3, 0,4, dan 0,5 dengan vegetasi penutup lahan hutan alam seresah banyak , sawah, kebun campuran/hutan produksi tebang pilih, semak belukar/padang rumput, perladangan dan perkebunan kelapa sawit. Tanaman penutup tanah mempunyai

peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi karena tanaman penutup tanah dapat menghalangi pukulan langsung butir-butir hujan sehingga perusakan tanah oleh pukulan air hujan dapat dicegah, selain itu juga dapat mengurangi kecepatan aliran permukaan. Namun juga sangat bergantung pada jenis dan keadaan tanaman. Menurut Kartasapoetra (1989) kalau tumbuhnya jarang sehingga banyak bagian permukaan tanah yang terbuka, pengerusakan dan penghanyutan tentu tidak dapat dicegah. Namun bila pertumbuhannya rimbun dan rapat maka erosi dapat lebih dihambat atau dicegah.

Nilai faktor P (tindakan konservasi tanah) diperoleh sebesar 0,4, 0,5, 0,75 dan 0,90 berdasarkan strip tanaman rumput, penanaman menurut garis kontur dengan kemiringan 0-8 %, kemiringan 9-20 %, dan kemiringan >20 %. Menurut Suripin (2004), pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50 %, selanjutnya tanah yang hilang pada strip kontur mengalami penurunan 25 sampai 40 %.

Dokumen terkait