IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA
LAHAN POTENSIAL PERTANIAN
DI KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH : RAHMADI RABUN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA
LAHAN POTENSIAL PERTANIAN
DI KABUPATEN LANGKAT
OLEH
RAHMADI RABUN
020308004/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing
(Ir.Edi Susanto, M.Si) (Ainun Rohanah, STP, MSi)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRACT
The background of this research was as development planning of resources of the agricultural land in the Langkat Regency. The aim of this research was to analyse the condition agroklimat and the land likewise the infrastructure of the supporter like irrigation facilities to five locations of the research in order to support the production of the food crop in the Langkat Regency. Aspects that it was identified were the condition for the climate, the topography, the condition for the land, the prediction of the erosion, the hydrology system, and the irrigation as well as the condition for irrigation means. Results of the research showed that the climate was in the location of the research classed into Oldeman the type E2, the flat topography (0 –3%), the Gradient (3- 8%), rather askew (8 – 15%), and rather steep (30 – 45%). The texture of the land that is loam clay, sandy clay, clay and loam. The actual erosion that is 0.0113 – 31,3345 ton/Ha/the year. The condition for irrigation means is generally good. Key word: Agroklimat, Tanah, Topografi, Hidrologi and Irigasi
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah sebagai perencanaan pengembangan sumber daya lahan pertanian di Kabupaten Langkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi agroklimat dan tanah demikian pula infrastruktur pendukung seperti fasilitas irigasi pada lima lokasi penelitian dalam rangka mendukung produksi tanaman pangan pada Kabupaten Langkat. Aspek-aspek yang diidentifikasi adalah kondisi iklim, topografi, kondisi tanah, prediksi erosi, sistem hidrologi, dan irigasi serta kondisi sarana irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim di lokasi penelitian digolongkan kedalam Oldeman tipe E2, topografi datar (0 – 3 %), Landai atau berombak (3 - 8 %), agak miring atau bergelombang (8 – 15 %), dan agak curam (30 – 45 %). Tekstur tanah yaitu lempung berliat, lempung berpasir, lempung dan liat. Erosi aktual yaitu 0,0113 – 31,3345 ton/Ha/tahun. Kondisi sarana irigasi umumnya baik.
RINGKASAN
RAHMADI RABUN, “Identifikasi Iklim, Tanah dan Irigasi pada Lahan Potensial Pertanian di Kabupaten Langkat”. Dibawah bimbingan Edi Susanto, sebagai ketua dan Ainun Rohanah, sebagai anggota komisi pembimbing.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada lokasi daerah irigasi yang diambil
memiliki cakupan areal potensial terluas, memiliki saluran primer, sekunder, dan
tersier. Komponen yang diamati adalah : keadaan iklim, tanah, topografi,
hidrologi dan pengairan, prediksi erosi dan jaringan irigasi. Hasil penelitian
dianalisa dan diperoleh kesimpulan sbagai berikut :
Keadaan Iklim
Nilai curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Januari 68
mm/bulan dan nilai curah hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 300
mm/bulan.
Menurut klasifikasi Iklim Oldeman yang penggolongannya
menitikberatkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Langkat
termasuk dalam Zona Agroklimat E2 yang berdasarkan kesesuaian untuk
pertanian (Handoko,1995) menunjukkan daerah ini umumnya terlalu kering,
mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan.
Topografi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan topografi
untuk Semua daerah penelitian adalah berbeda-beda (bervariasi). Ini dapat
dengan kemiringan >40 % (berbukit, curam), sedangkan untuk daerah Sei Bingei
8 - 15 % (agak miring atau bergelombang), Kuala 2 – 8 % (landai atau berombak)
dan selesai 0 – 2 % (datar).
Tanah (Sifat Fisik Tanah)
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah pada lokasi
penelitian adalah lempung berliat, lempung liat berpasir dan liat.
Kedalaman efektif tanah pada lokasi penelitian Batang Serangan
didominasi oleh kedalaman >90 cm (dalam) sedangkan pada lokasi Bahorok
didominasi oleh kedalaman efektif 60-90 cm (sedang) dan pada lokasi Selesai,
Kuala dan Sei Bingei didominasi oleh kedalaman 30 – 60 cm (dangkal)
Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur
tanah. Tanah di daerah penelitian memiliki permeabilitas cepat, sedang sampai
cepat dan sedang.
Hidrologi dan Pengairan
Teridentifikasi dimana ada empat sungai yang menjadi sumber air pada
lokasi penelitian. Sungai-sungai tersebut mempunyai tipe aliran perennial yaitu
sungai yang mengalir sepanjang tahun.
Pemberian air pengairan terhadap lahan pertanaman umumnya
menggunakan cara penyaluran air diantara bedengan-bedengan. Misalnya Sungai
Wampu merupakan sumber air untuk kebutuhan irigasi persawahan dilokasi
Prediksi Erosi
Prediksi erosi pada masing-masing lokasi penelitian adalah berkisar
antara 0,0113 – 31,3345 ton/Ha/tahun dengan nilai kehilangan tanah yang masih
dapat ditoleransi (erosi toleransi) berkisar antara 9,9 – 32,4 ton/Ha/tahun.
Sedangkan nilai erosi potensial berkisar antara 2,8 – 290,25 ton/Ha/tahun
sehingga indeks bahaya erosi yang didapatkan pada masing – masing lokasi
berkisar antara 0.64 – 10,43 dengan kategori tingkat bahaya erosi adalah rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi.
Kondisi Jaringan Irigasi
Kondisi jaringan irigasi di lima daerah irigasi pada lokasi penelitian
masing-masing memiliki bangunan irigasi lengkap yaitu saluran primer, sekunder
dan tersier. Namun masih banyak terdapat kekurangan/kerusakan pada
sarana-sarana irigasi di lokasi penelitian, misalnya seperti yang terdapat pada lokasi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Identifikasi Iklim, Tanah dan Irigasi Pada Lahan Potensial Pertanian Di
Kabupaten Langkat”.
Skripsi ini disusun atas studi pustaka yang didukung dengan penelitian di
Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Edi Susanto, MSi selaku
ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, MSi selaku
anggota pembimbing yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta arahan
selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta atas doa dan
dukungan selama ini baik berupa moral dan materi yang tiada henti-hentinya.
Begitu juga dengan keluarga besar Sebayang lainnya yang tidak pernah bosan
mendukung penulis selama ini (aku sayang kalian semua).
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada teman-teman yang rela memberikan waktunya untuk membantu dan
mendukung penulis selama ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Medan, Desember 2008
DAFTAR ISI
Prediksi Erosi dan Erosi yang masih dapat dibiarkan ... 17
Evaluasi Erosi ... 23
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 25
Prediksi Erosi ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41
Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Kode Struktur Tanah ... 20
Tabel 2. Kode Permeabilitas Profil Tanah ... 20
Tabel 3. Klasifikasi Kelas Erodibilitas Tanah di Indonesia ... 21
Tabel 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi ... 24
Tabel 5. Klasifikasi Iklim Dengan Curah Hujan Rata-Rata 10Thn Terakhir .. 31
Tabel 6. Jenis Tanah, Sub Ordo Tanah dan Faktor Kedalaman(fd) ... 34
Tabel 7. Kedalaman Efektif Tanah di Daerah Kabupaten Langkat ... 34
Tabel 8. Keadaan Fisik Tanah ... 35
Tabel 9. Kondisi Jaringan Irigasi ... 36
Tabel 10. Prediksi Erosi ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat ... 45
Lampiran 2. Segitiga Tekstur Tanah USDA ... 46
Lampiran 3. Zona Agroklimat dan Kesesuaian Untuk Pertanian ... 47
Lampiran 4. Data Irigasi Lokasi Penelitian ... 48
Lampiran 5. Data Curah Hujan Bulanan 10 Tahun Terakhir ... 49
Lampiran 6. Data Curah Hujan Maksimum ... 50
Lampiran 7. Data Jumlah Hari Hujan ... 51
Lampiran 8. Data Hasil Analisis Tanah ... 52
Lampiran 9. Peta Lokasi Penelitian Kabupaten Langkat ... 53
Lampiran 10. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Langkat ... 54
ABSTRACT
The background of this research was as development planning of resources of the agricultural land in the Langkat Regency. The aim of this research was to analyse the condition agroklimat and the land likewise the infrastructure of the supporter like irrigation facilities to five locations of the research in order to support the production of the food crop in the Langkat Regency. Aspects that it was identified were the condition for the climate, the topography, the condition for the land, the prediction of the erosion, the hydrology system, and the irrigation as well as the condition for irrigation means. Results of the research showed that the climate was in the location of the research classed into Oldeman the type E2, the flat topography (0 –3%), the Gradient (3- 8%), rather askew (8 – 15%), and rather steep (30 – 45%). The texture of the land that is loam clay, sandy clay, clay and loam. The actual erosion that is 0.0113 – 31,3345 ton/Ha/the year. The condition for irrigation means is generally good.
Key word: Agroklimat, Tanah, Topografi, Hidrologi and Irigasi
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini adalah sebagai perencanaan pengembangan sumber daya lahan pertanian di Kabupaten Langkat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa kondisi agroklimat dan tanah demikian pula infrastruktur pendukung seperti fasilitas irigasi pada lima lokasi penelitian dalam rangka mendukung produksi tanaman pangan pada Kabupaten Langkat. Aspek-aspek yang diidentifikasi adalah kondisi iklim, topografi, kondisi tanah, prediksi erosi, sistem hidrologi, dan irigasi serta kondisi sarana irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim di lokasi penelitian digolongkan kedalam Oldeman tipe E2, topografi datar (0 – 3 %), Landai atau berombak (3 - 8 %), agak miring atau bergelombang (8 – 15 %), dan agak curam (30 – 45 %). Tekstur tanah yaitu lempung berliat, lempung berpasir, lempung dan liat. Erosi aktual yaitu 0,0113 – 31,3345 ton/Ha/tahun. Kondisi sarana irigasi umumnya baik.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Segala macam bentuk kehidupan, tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan
terlebih lagi manusia. Selain memerlukan udara juga memerlukan air sebagai
kehidupan pokoknya. Tanpa air tidak akan ada kehidupan, bahkan pada tanaman
tertentu dan ikan, air selain merupakan kehidupan pokok juga merupakan media
tumbuh dan habitat sebagai salah satu persyaratan hidupnya. Kadar dan derajat
kebutuhan akan air berbeda-beda pada setiap kehidupan, baik dari segi jumlah,
periode maupun mutunya. Yang satu lebih tahan hidup tanpa air dalam jangka waktu
yang lebih lama sedangkan yang lainnya sama sekali tidak bisa hidup tanpa air.
Demikian pula kebutuhan akan mutu air juga berbeda-beda. Karena itu kiranya tidak
salah apabila dikatakan bahwa air merupakan hajat dan kebutuhan pokok hidup yang
kedua setelah udara (Siskel dan Hutapea, 1995).
Dengan demikian jelaslah bahwa air, baik sebagai benda maupun sebagai
sumber daya, mempunyai dimensi, tempat, waktu, jumlah, dan mutu. Dalam usaha
manusia untuk memanfaatkan air bagi kepentingannya, muncul ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan masalah air. Antara lain hidrologi, hidrolika, irigasi, dan lain
sebagainya (Pusposutardjo, 2001).
Dalam penyediaan komoditi penting pangan khususnya beras, permasalahan
ketersediaan dan manajemen penggunaan air adalah hal pokok yang harus
diperhatikan sehingga apabila tidak diperhatikan akan berdampak pada produksi
beras itu sendiri. Menurut Ambler (1992), penyebab utama dari merosotnya
produksi beras di Indonesia adalah rusaknya jaringan-jaringan irigasi. Hal ini dapat
Daerah Kabupaten Langkat terletak pada 30 14’ dan 40 13’ LU, serta 950 51’ dan 980 45’ BT dengan batas-batas sebagai berikut:
• Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam.
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah.
Daerah Kabupaten Langkat di bedakan atas 3 bagian:
• Pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 4 m di atas permukaan laut
• Dataran rendah dengan ketinggian 0 – 30 m di atas permukaan laut
• Dataran tinggi dengan ketinggian 30 – 1200 m di atas permukaan laut.
Daerah Kabupaten Langkat dialiri oleh 26 sungai besar dan kecil, melalui
kecamatan dan desa-desa, diantara sungai-sungai tersebut adalah sungai Wampu,
sungai Batang Serangan, sungai Lepan, sungai Besitang dan lain-lain. Secara umum
sungai-sungai tersebut dimanfaatkan untuk pengairan, perhubungan dan lain-lain
(www.bainfokomsumut.go.id, 2008)
Lahan pontensial merupakan lahan yang masih produktif bila diusahakan
untuk pertanian tanaman pangan. Namun demikian bila pengelolaan lahan yang
diterapkan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, maka
lahan tersebut akan rusak dan cenderung menjadi lahan semi kritis atau bahkan
lahan kritis (Anonimous,2008).
Dalam rangka pengembangan sumber daya lahan pertanian di Kabupaten
Langkat, maka langkah awal yang perlu dilakukan antara lain adalah
mengidentifikasi iklim, tanah, hidrologi dan jaringan irigasi pada lahan-lahan yang
maupun tanaman perkebunan. Hasil identifikasi ini diharapkan dapat dijadikan
acuan untuk membuat rekomendasi pengembangan di waktu mendatang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi iklim, topografi
tanah, erosi, dan jaringan irigasi pada kawasan-kawasan potensial untuk mendorong
pengembangan pertanian di Kabupaten Langkat.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan dasar penulisan skripsi untuk melengkapi syarat
melaksanakan ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
2. Sebagai bahan studi dan acuan untuk membuat rekomendasi pengembangan
TINJAUAN LITERATUR
Daur Hidrologi
Daur hidrologi menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama
berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer
kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah habis
tersebut, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau, dalam tanah
sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau mahkluk lain. Siklus hidrologi
adalah proses yang diawali oleh evaporasi kemudian terjadinya kondensasi dari
awan hasil evaporasi (Dumairy, 2002).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran
permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap kedalam
tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration) dan
perkolasi (percolation). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi
akan mengalir kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainnya seperti
waduk, danau sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke
permukaan tanah sebagai air eksfiltrasi (exfiltration) dan dapat terkumpul lagi dalam
alur sungai atau langsung menuju ke laut (Soewarno, 2000).
Zona Agroklimat
Cuaca dan iklim dinyatakan dengan susunan nilai unsur fisika atmosfer
(disebut unsur cuaca atau unsur iklim) yang terdiri dari : radiasi surya, lama
penyinaran surya, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan arah
awan, presipitasi dan evapotranspirasi. Cuaca adalah nilai sesaat angin, penutupan
Cuaca adalah nilai sesaat dari atmosfer, serta perubahan dalam jangka
pendek (kurang dari 1 jam hingga 24 jam di suatu tempat di bumi), sedangkan iklim
adalah sintetis atau kesimpulan dari unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan
demi bulan) dalam jangka panjang di suatu tempat atau di suatu wilayah.
Klimatologi atau ilmu iklim dapat dibagi menjadi berbagai cabang keilmuan iklim.
Salah satunya adalah klimatologi yang menekankan pembahasan tentang
permasalahan iklim di bidang pertanian (Handoko, 1995).
Oldeman (1979) mengklasifikasikan iklim berdasarkan pertumbuhan
vegetasi. Kriteria dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada perhitungan bulan
basah (BB), bulan lembab (BL), dan bulan kering (BK) yang batasannya
memperhatikan peluang hujan, hujan efektif, dan kebutuhan air tanaman. Dalam
penentuan klasifikasi iklimnya, Oldeman menggunakan ketentuan panjang periode
bulan dan bulan kering berturut-turut. Untuk keperluan praktis klasifikasi iklim
menurut Oldeman ini cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian
pangan di Indonesia. Bulan basah adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih
besar 200 mm, bulan lembab adalah bulan dengan rata-rata curah hujan100 mm –
200 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih
kecil 100 mm, angka 200 mm dipergunakan dengan alasan kebutuhan air tanaman
padi sawah termasuk perkolasinya mendekati angka sekitar 200 mm. Sedangkan
angka 100 mm karena untuk tanaman palawija akan kekurangan air jika curah hujan
lebih kecil dari 100 mm. Setelah menentukan kriteria bulan basah dan bulan kering
langkah selanjutnya adalah mencari harga rerata curah hujan masing-masing bulan.
Dari situ ditentukan berapa bulan basah dan bulan kering yang berturutan
Menurut Oldeman (1979) klasifikasi iklim dibagi menjadi 5 tipe utama yang
didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut. Subdivisinya dibagi menjadi 4
yang didasarkan kepada jumlah bulan kering berturut-turut, termasuk pembagian
iklim utama dan subdivisinya. Dari 5 iklim utama dan 4 subdivisinya tersebut maka
tipe iklim dapat dikelompokkan menjadi 16 daerah agroklimat Oldeman mulai dari
A1 sampai E5 (Guslim, 2007).
Topografi
Topografi (relief) adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah,
termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peran topografi melalui 4 cara,
yaitu :
1. Jumlah air hujan yang dapat meresap atau disimpan oleh massa tanah.
2. Kedalaman air tanah.
3. Besarnya erosi yang terjadi.
4. Arah pergerakan air yang membawa bahan-bahan terlarut dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah.
(Hanafiah, 2005).
Topografi mempengaruhi pembentukan tanah secara langsung menyebabkan
terbukanya permukaan bumi terhadap pengaruh matahari, angin dan udara dan
secara tak langsung mempengaruhi drainase run off. Melihat pengaruhnya terhadap
1. Topografi datar : permukaan tanah yang datar atau hampir datar tanpa
kenampakan tanda-tanda run off dan erosi. Tetapi juga tidak menjadi
tempat penggenangan air atau penimbunan bahan yang dihanyutkan.
2. Topografi miring : permukaan tanah miring yang menampakkan adanya
tanda-tanda run off yang lambat dan adanya erosi kecil yang oleh
vegetasi lebat biasanya tersembunyi.
3. Topografi curam : permukaan tanah curam sudah jelas menampakkan
tanda-tanda run off dan erosi yang merusak, hanya tak tampak jika
tertutup hutan.
(Darmawijaya, 1992)
Sifat Fisik Tanah
Sebagai benda alam, tanah merupakan sistem dispersi tiga fase yang selalu
berada dalam keseimbangan dinamis. Ketiga fase tersebut, yaitu fase padat, fase cair
dan fase gas, merupakan sistem yang selalu berubah tetapi selalu berada dalam
keadaan seimbang. Pada keadaan kering, misalnya rongga yang ditempati udara
tanah lebih banyak dibandingkan rongga yang ditempati cairan. Jika tanah itu
berubah menjadi basah, baik yang terjadi akibat pengairan atau hujan, maka rongga
yang berisi udara berkurang dan rongga yang berisi cairan bertambah. Jika tanah
digemburkan, misalnya dengan pengolahan tanah, maka bagian relatif yang terisi
dipadatkan, bagian relatif padatan bertambah, dan bagian relatif udara berkurang
(Islami dan Utomo, 1995)
Sifat fisis tanah tergantung pada jumlah, bentuk, susunan dan komposisi
mineral dari partikel-partikel tanah, macam dan jumlah bahan organik, volume dan
bentuk pori-porinya serta perbandingan air dan udara menempati pori-pori pada
waktu tertentu. Beberapa sifat fisik tanah yang terpenting adalah tekstur, bobot isi,
porositas dan permeabilitas.
A. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi-fraksi pasir,
debu, dan liat. Tekstur tanah penting kita ketahui karena komposisi ketiga fraksi
butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisik tanah. Jika tanah lapisan atas
yang bertekstur liat dan dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi 1,0 sampai
dengan 1,3 gr/cm3 , sedangkan yang bertekstur kasar mempunyai bobot isi antara 1,3 sampai dengan 1,8 gr/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 gr/cm3 (Hanafiah, 2005).
Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro
(besar) disebut lebih porous, tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai
pori-pori messo (sedang) agak porous, sedangkan yang didominasi liat akan banyak
mempunyai pori-pori mikro atau tidak poreus. Makin porous tanah maka akan
mudah akar untuk berpenetrasi serta makin mudah air dan udara untuk bersirkulasi
(drainase dan aerasi baik : air dan udara banyak tersedia bagi tanaman), tetapi
makin mudah pula air untuk hilang dari tanah. Makin tidak porous tanah maka akan
makin sulit akar untuk berpenetrasi serta makin sulit air dan udara untuk
yang tersedia tidak mudah hilang dari tanah. Oleh karena itu, maka tanah yang baik
dicerminkan oleh komposisi ideal dari kedua kondisi ini, sehingga tanah bertekstur
debu dan lempung akan akan mempunyai ketersediaan yang optimum bagi
tanaman, namun dari segi nutrisi tanah lempung lebih baik dari tanah bertekstur
debu (Foth, 1998).
Tekstur tanah dibagi menjadi 12 kelas dan pada diagram segitiga tekstur
tanah USDA. Tanah yang berkomposisi ideal adalah 22,5 – 52,5 % pasir, 30 – 50 %
debu, dan 10 -30 % liat dan disebut bertekstur lempung.
Berdasarkan kelas tekstur tanahnya maka tanah digolongkan menjadi :
a. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang
mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung
b. Tanah bertekstur halus atau tanah berliat berarti tanah yang mengandung
minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.
c. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari :
1. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang
bertekstur lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir
halus.
2. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur lempung berpasir
sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau
3. Tanah bertekstur sedang tapi agak halus mencakup lempung liat
(clay loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam) atau lempung
liat berdebu (sandy silt loam).
Tanah berlempung merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat
sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi
aerasi dan tata udara serta air yang cukup baik, kemampuan menyimpan,
menghantarkan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi serta mampu
menyediakan hara tanaman (Islami dan Utomo, 1995).
B. Bobot Isi
Bobot isi atau kerapatan massa tanah kondisi lapangan yang
dikering-ovenkan persatuan volume. Contoh tanah yang digunakan untuk menetapkan berat
jenis harus diambil secara hati-hati dari dalam tanah. Pengambilan contoh tanah
tidak boleh merusak struktur tanah asli. Terganggunya struktur tanah dapat
mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat persatuan volume.
Gumpal-gumpal tanah yang diambil dari lapangan untuk penentuan kerapatan isi
atau bobot isi itu dibawa ke laboratorium untuk dikering-ovenkan dan ditimbang
(Darmawidjaja, 1992).
C. Porositas
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
Agregat tanah sebaiknya mantap agar tidak mudah hancur oleh adanya gaya
dari luar, seperti pukulan butir hujan. Dengan demikian tidak mudah erosi sehingga
pori-pori tanah tidak mudah tertutup oleh partikel tanah halus hingga infiltrasi
tertahan dan run off menjadi besar (Sarief, 1985).
Gumpal tanah yang digunakan untuk menentukan kerapatan isi juga dapat
pula digunakan untuk menentukan ruang pori-pori total. Untuk menentukan ruang
pori-pori, gumpalan tanah diletakkan di atas pan yang berisi air, hingga tanah jenuh
air dan kemudian tanah ditimbang. Persentase volume yang ditempati oleh
pori-pori kecil, dalam tanah-tanah berpasir adalah rendah, yang menunjukkan kapasitas
memegang air yang rendah. Sebaliknya pada top soil bertekstur halus, memiliki
lebih banyak ruang pori total yang sebagian besar terdiri dari pori-pori kecil.
Hasilnya adalah tanah dengan kapasitas memegang air yang besar (Foth, 1998)
Tanah yang mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga
bobot volumenya rendah. Apabila terjadi seperti itu maka akan sangat berpengaruh
pada tingkat penyediaan oksigen di daerah perakaran dan pada akhirnya juga akan
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap hara. Nilai porositas pada
tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%. Porositas dipengaruhi oleh ukuran
partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah
lempung mempunyai porositas tinggi, jika strukturnya baik dapat mempunyai
D. Permeabilitas
Permeabilitas merupakan tanah untuk mentransfer air atau udara.
Permeabilitas biasanya diukur dengan istilah jumlah air yang mengalir melalui
tanah dalam waktu yang tertentu dan ditetapkan sebagai cm/jam.
E. Kedalaman Efektif
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus
akar tanaman. Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan sebagai berikut :
K0 = lebih dari 90 cm (dalam)
K1 = 90 cm sampai 50 cm (sedang)
K2 = 50 cm sampai 25 cm (dangkal)
K3 = kurang dari 25 cm (sangat dangkal)
(Arsyad, 1989)
Hubungan Antara Air Permukaan dan Air Tanah
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980), air tanah adalah air yang bergerak
di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang- ruang antar butir-butir tanah dan di
dalam retak-retak batuan. Linsley et al (1989), menyebutkan sumber-sumber air
tanah antara lain : air meteorik (meteoric water), hampir semua air tanah
merupakan air meteorik yang berasal dari hujan, air tersekap (connate water),
garam, air magma (juvenile water), yang terbentuk secara kimiawi di dalam tanah
dan terbawa ke permukaan pada batuan-batuan intrusif, terjadi dalam
jumlah-jumlah kecil.
Jika suatu aliran berhubungan langsung dengan air tanah pada suatu akuifer
bebas, aliran tersebut dapat menerima atau memberikan air tanah, tergantung pada
permukaan air nisbi. Ada tiga tipe sungai yang diklasifikasikan menurut permukaan
air nisbi, yaitu :
a) Aliran emeferal, yang hanya mengalir setelah terjadinya hujan badai yang
menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air tanah selalu
berada di bawah dasar sungai.
b) Aliran intermitten (terputus), yang mengalir selama musim penghujan saja.
Selanjutnya debit air ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air
tanah pada dasar sungai. Permukaan air tanah berada di atas dasar sungai hanya
selama musim-musim hujan. Pada musim kemarau, permukaan tersebut berada
di bawah dasar sungai.
c) Aliran perennial (sungai permanen), mengalir sepanjang tahun dengan debit-
debit yang lebih tinggi selama musim-musim penghujan. Debit sungai terdiri
atas pemberian limpasan permukaan dan air tanah pada dasar sungai.
Pengukuran Debit Air
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir
dari suatu sumber per satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik.
Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan (irigasi bagi lahan-lahan pertanian),
debit air harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran-saluran
(induk-sekunder-tersier) yang telah dipersiapkan di lahan-lahan pertanian (Dumairy, 1992).
Agar supaya penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanian dapat
diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat
dimanfaaatkan seefisien mungkin) maka dalam pelaksanaannya perlu dilakukan
pengukuran-pengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan
bantuan pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan
selalu teratasi tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat petani pemakai air
(Kartasapoetra, 1994).
Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :
a) Pengukuran volume air sungai
b) Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas
penampang melintang sungai (untuk pengukuran kecepatan digunakan
pelampung atau pengukur arus dengan kincir)
c) Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang dialirkan dalam
d) Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit seperti weir
(aliran air lambat) atau flume (aliran air cepat)
(Arsyad, 1989).
Dari berbagai cara tersebut di atas, yang paling sering dilakukan adalah cara
ke-b, pengukuran berdasarkan kecepatan aliran dan luas penampang melintang,
sebab mudah dilaksanakan. Debit air sungai yang diukur dengan cara ini dapat
dihitung berdasarkan rumus :
Q = V x A ………... (1)
Dimana :
Q = Debit air (m3/detik)
V = Kecepatan aliran air rata-rata (m/detik)
A = Luas penampang yang melintang (m3) (Asdak, 1995).
Besarnya kecepatan permukaan aliran sungai (dalam m/detik) adalah :
V =
t L
………. (2)
Dimana :
L = Jarak antara dua titik pengamatan (m)
T = Waktu perjalanan benda apung (detik)
Jaringan Irigasi
Irigasi adalah usaha pengadaan dan pengaturan air secara buatan, baik air
tanah maupun air permukaan, untuk menunjang pertanian. Pengaturan pengairan
bagi pertanian tidak hanya tertuju untuk penyediaan air di daerah-daerah yang
kurang mendapatkan curah hujan saja, melainkan juga untuk mengurangi
berlimpahnya air hujan di daerah-daerah yang kelebihan air dengan maksud untuk
mencegah peluapan air dan kerusakan tanah (Kodoatie dan Sjarief, 2005).
Berdasarkan teknik bangunannya, irigasi digolongkan menjadi irigasi teknis,
irigasi semi teknis, dan irigasi sederhana. Irigasi teknis adalah irigasi yang
dibangun berdasarkan ilmu pengetahuan atau teknik bangunan air, wilayah
layanannya sangat luas, sumber airnya juga besar, berupa sungai atau waduk yang
besar. Irigasi semi teknis adalah irigasi yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip
teknik bangunan air tetapi hanya untuk melayani wilayah yang tidak begitu luas,
meliputi 2 – 4 desa. Sumber airnya merupakan sungai yang tidak begitu besar.
Irigasi sederhana adalah irigasi yang dibuat secara sangat sederhana, hanya
melayani satu desa, sumber airnya berupa sungai yang kecil (Kartasapoetra, 1994).
Yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah prasarana irigasi, yang pada
pokoknya terdiri dari bangunan dan saluran pemberi air pengairan beserta
perlengkapannya. Berdasarkan pengelolaannya dapat dibedakan menjadi :
1. Jaringan Irigasi Utama
bangunan utama dan pelengkap, saluran pembawa dan saluran pembuang.
Bangunan utama meliputi bangunan pembendung, bangunan pembagi, dan
bangunan pengukur (Kodoatie dan Sjarief, 2005)
2. Jaringan Irigasi Tertier
Merupakan jaringan air pengairan di petak tertier, mulai air keluar dari
bangunan ukuran tertier, terdiri dari saluran tertier dan kuarter termasuk bangunan
pembagi tertier dan kuarter, beserta bangunan pelengkap lainnya yang terdapat di
petak tertier. Sistem irigasi adalah sistem usaha penyediaan air dan pengaturan air
untuk pertanian. Sumber irigasi bisa dari air permukaan atau dari air tanah
(Kodoatie dan Sjarief, 2005).
Prediksi Erosi dan Evaluasi Erosi
Prediksi Erosi
Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan laju
erosi yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan dalam penggunaan lahan dan
pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan
laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan sudah dapat ditetapkan,
maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi
tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat
dipergunakan secara produktif dan lestari. Prediksi erosi adalah alat bantu untuk
mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah
Dari beberapa metode untuk memperkirakan besarnya erosi, metode
universal soil loss equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeir dan
Smith (1978) adalah metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan
besarnya erosi. Persamaannya yaitu
A = R K LS C P ……….. (3)
dimana :
Besarnya erosi yang terjadi (A) dalam ton/ha/tahun, ditentukan oleh perkalian dari
faktor-faktor berikut :
Faktor (R) adalah curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan
indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan
intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan.
R =
∑
i
n
EI/100X ……… (4)
Dengan :
R = Faktor Erosivitas hujan
n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim hujan)
Dimana :
EI30 = 6,119 ( Hb)1,21(HH)-0,47(H24)0,53 ……… (5)
Dengan :
Hb = curah hujan bulanan (cm)
HH = jumlah hari hujan per bulan (hari)
H24 = curah hujan maksimum 24 jam dalam bulan tersebut (cm)
Faktor (K) erodibilitas tanah (ton/joule) yaitu angka yang menunjukan
mudah tidaknya partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh
gempuran air hujan. Nilai erodibilitas tanah tinggi berarti bahwa tanah itu peka
atau mudah tererosi dan nilai erodibilitas tanah itu rendah hal ini akan berarti
resistensi atau daya tahan tanah itu kuat dengan perkataan lain tanah tahan
(resisten) terhadap erosi (Utomo, 1989).
Faktor (K) ini ditentukan dari data struktur, tekstur, permeabilitas dan bahan
organik (persen). Komponen-komponen yang ditentukan adalah tekstur tanah
(persen pasir halus, persen debu dan persen liat). Kode struktur tanah ditentukan
mengacu pada ukuran diameter dan kelas sturktur tanah disesuaikan dengan kelas
dan kode stuktur tanah. Kode permeabilitas profil tanah berdasarkan kecepatan
atau laju permeabilitas profil tanah yang disesuaikan dengan kelas dan kode
permeabilitas profil tanah. Nilai K ditentukan dengan persamaan Wischmeier dan
100 K = 1,292 {2,1 M1,14 x 10-4 x (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)} ……. (6)
Dimana :
M = (% pasir halus + debu) (100 - % liat)
a = bahan organik (%) (% C x 1,724)
b = kode struktur tanah
c = kode permeabilitas tanah
(Arsyad, 1989).
Tabel 1. kode struktur tanah
Kode Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode
Granuler sangat halus (< 1 mm)
Granuler halus (1 – 2 mm)
Granuler sedang sampai kasar (2 – 10 mm)
Berbentuk blok, blocky, plat, massif
1
2
3
4
(Arsyad, 1989).
Tabel 2. kode permeabilitas profil tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode
Tabel 3. klasifikasi kelas erodibilitas tanah di Indonesia
Tingkat Erodibilitas Nilai K Kelas
Sangat rendah
Kemiringan suatu lereng (S) dapat dinyatakan dalam satuan derajat (%), di
kelompokan menjadi 7 kelas yaitu : datar (0 – 3%), landai atau berombak (3–8%),
agak miring atau bergelombang (8–15%), miring berbukit (15-30%), agak curam
(30-45%), curam (45-65%), dan sangat curam (>65%) (Rahim, 2003).
Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan.
Pada dasarnya semakin curam suatu lereng maka persentase kemiringan semakin
tinggi, dan laju limpasan permukaan semakin cepat. Jadi, dengan meningkatnya
persentase kemiringan, erosi semakin besar. Panjang lereng (L) mempengaruhi
energi untuk erosi, terutama karena panjang lereng mempengaruhi volume limpasan
permukaan sehingga juga mempengaruhi kemampuan untuk mengerosi tanah
(Utomo, 1989).
Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang
dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng pada aliran air
permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan terjadinya deposisi
sediment. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlukan sebagai faktor seragam
Faktor LS ditentukan dengan menggunakan persamaan (Wischmeier dan
Smith, 1978), yaitu:
LS = x1/2 ( 0,00138 s2 + 0,00965 s + 0,0138 ) ……….. (7)
Dimana:
L = panjang lereng (m)
S = kemiringan lereng (%)
Faktor pengelolaan tanaman (C) adalah perbandingan antara besarnya erosi
pada lahan dengan tanaman dan pengelolaan tertentu terhadap erosi dari tanah yang
dibuka. Faktor C ini menunjukan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, serasah,
keadaan permukaan tanah, dan pengelolaan tanah terhadap besarnya tanah yang
hilang (erosi) (Haan, 1987).
Vegetasi dan pohon-pohonan dapat menghambat atau mencegah
berlangsungnya erosi tanah-tanah permukaan, tetapi bergantung pada jenis dan
keadaan tumbuhnya. Kalau tumbuhnya jarang sehingga banyak bagian tanah
permukaan yang terbuka, pengrusakan dan penghanyutan tentu tidak dapat dicegah.
Namun kalau pertumbuhannya rimbun dan rapat (misalnya tanaman-tanaman
rendah, rumput-rumputan) erosi dapat lebih dihambat atau dicegah (Kartasapoetra,
1989).
Pengaruh teknik konservasi tanah (P) adalah perbandingan antara erosi pada
tanah dengan tindakan konservasi tertentu terhadap tanah tanpa tindakan konservasi.
Tindakan konservasi antara lain: pengolahan dan penanaman menurut kontur,
Pengaruh teknik konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap
berbeda dari pengaruh yang dikarenakan dalam persamaan USLE. Faktor P tersebut
dipisahkan dari faktor C. Tingkat erosi yang terjadi sebagai akibat pengaruh aktifitas
pengelolaan dan konservasi tanah bervariasi, terutama tergantung pada kemiringan
lereng (Arsyad, 1989).
Efektifitas tindakan konservasi dalam pengendalikan erosi tergantung pada
panjang dan kemiringan lereng. Pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat
mengurangi erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50% selanjutnya tanah
yang hilang pada strip kontur mengalami penurunan 25 sampai 40% (Suripin, 2004).
Laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/Ha/tahun yang terbesar
yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman
tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan
tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat
dibiarkan atau ditoleransikan. Besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransikan
dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus dibawah ini:
T =
t DExfd
………. (8)
Dimana : T = Laju erosi yang masih ditoleransikan (ton/Ha/tahun)
DE = Kedalaman efektif (mm)
Fd = Faktor kedalaman
Evaluasi Erosi
Evaluasi erosi bertujuan untuk mengetahui potensi atau bahaya erosi suatu
wilayah atau bidang tanah dan mengetahui tingkat atau besarnya erosi yang telah
terjadi. Evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui potensi erosi atau ancaman erosi
tersebut disebut evaluasi potensi erosi atau evaluasi ancaman erosi. Evaluasi ini
dapat dilakukan dengan berbagai metode prediksi erosi, seperti USLE.
Selanjutnya bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi yang didefinisikan
sebagai berikut:
Dimana T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan. Indeks Bahaya Erosi
dikelompokkan sebagai tertera dibawah ini:
Tabel 4. klasifikasi indeks bahaya erosi
Harkat Nilai Indeks Bahaya Erosi
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilakukan di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera
Utara, pada bulan Agustus 2008. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan
berdasarkan:
1. Lokasi daerah irigasi yang diambil adalah 50% dari jumlah seluruh daerah
irigasi yang terluas di Kabupaten Langkat.
2. Memiliki cakupan areal potensial yang terluas
3. Memiliki saluran primer, saluran sekunder dan saluran tertier.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu:
1. Data debit aliran sungai
2. Data curah hujan selama 10 tahun
3. Data struktur tanah, tekstur tanah, permeabilitas dan kedalaman efektif
tanah
Alat
Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1) Stopwatch
2) Meteran
3) Pelampung
4) Abney level
5) Jalon
6) Ring sample
7) Bor tanah (Eijknamp)
8) Perlengkapan kerja seperti alat tulis, kalkulator dan komputer
Metode Penelitian
Data dan informasi yang dibutuhkan terdiri atas:
a. Data Primer, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung
dilapangan untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi dan hidrologi
b. Data Sekunder, diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas
Pengairan, Badan Pusat Statistik dan lain-lain, dari literatur atau hasil
penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Adapun pengambilan sampel tanah di lokasi studi berdasarkan pada keterwakilan
dari masing-masing kategori lahan, yaitu untuk pengukuran sifat fisik tanah.
Komponen Pengamatan
Beberapa komponen yang diamati dalam penelitian ini meliputi :
1. Konsisi iklim
2. Keadaan Topografi
3. Kondisi Tanah (sifat fisik tanah)
4. Hidrologi dan Pengairan
5. Tingkat Erosi
Analasis Data
1. Kondisi Iklim.
Dikelompokkan kedalam dua jenis iklim menurut Oldemen yaitu
menurut bulan basah (BB) dan bulan kering (BK). Dalam menentukan klasifikasi
ini, menggunakan data curah hujan 10 tahun terakhir. Bulan basah (BB) adalah
bulan dengan rata-rata curah hujan lebih besar 200 mm, bulan lembab (BL) adalah
bulan dengan rata-rata curah hujan 100 mm – 200 mm, sedangkan bulan kering
(BK) adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih kecil dari 100 mm. Hal ini
dimaksudkan untuk mengklasifikasikan lahan pertanian tanaman pangan yang
sesuai pada lokasi studi.
2. Keadaan Topografi
Untuk mengukur topografi lahan penelitian dilakukan pengelompokan
lahan menurut kondisi lahan, kategori lahan dan bentuk wilayah. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh topografi pada lokasi studi terhadap
erosi.
3. Kondisi Tanah (sifat fisik tanah)
Fungsi tanah sebagai media tumbuh bagi tanaman, tempat
menjangkarnya akar sekaligus sebagai tempat penyedia hara bagi tanaman adalah
sangat penting dalam mengidentifikasi suatu lahan. Analisis sifat fisik tanah
dilakukan pada Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU.
Pengambilan sampel tanah di lokasi studi didasarkan pada keterwakilan dari
masing-masing kategori lahan dan kedalaman pengambilan contoh tanah yaitu 0 –
30 cm.
4. Hidrologi dan Pengairan
Hidrologi dan pengairan merupakan faktor penting dalam perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan pertanian, mengingat karena komponen ini sangat
berkaitan dengan penyediaan kebutuhan air bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman pertanian. Atas dasar inilah maka perlu dilakukan identifikasi keadaan
hidrologi dan pengairan pada masing-masing lokasi studi. Komponen yang
diamati dari keadaan hidrologi dan pengairan meliputi sumber air permukaan
untuk pengairan, tipe aliran dan debit aliran.
5. Prediksi Erosi
Prediksi erosi dilakukan karena masalah erosi perlu mendapatkan
perhatian. Peningkatan volume air limpasan permukaan mengakibatkan debit air
sungai memiliki fluktuasi yang sangat besar, dimana akan terjadi banjir pada
musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Sehingga perlu diketahui
besarnya erosi dan indeks bahaya erosi pada masing-masing sampel lahan.
6. Jaringan Irigasi
Dilakukan untuk mengetahui kondisi jaringan irigasi yang sebenarnya
sehingga dilakukan penanganan apabila terdapat kerusakan agar efisensi jaringan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Iklim dan Topografi
Iklim di Kabupaten Langkat adalah iklim tropis dengan temperatur rata -
rata 260C, di bagian pegunungan temperatur sedikit lebih rendah dibandingkan
daerah pantai, temperatur rata-rata di daerah pegunungan adalah 220C. Demikian
juga halnya dengan curah hujan, makin kearah gunung makin tinggi curah
hujannya. Angin yang mempengaruhi adalah angin laut dan angin pegunungan.
Data iklim dari Stasiun Klimatologi Kwala Bingei Kabupaten Langkat
(1997-2006) menunjukkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari
yaitu sebesar 68,7 mm/bulan dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober
yaitu sebesar 300,2 mm/bulan.
Menurut klasifikasi iklim Oldeman yang penggolongannya menitik
beratkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Langkat termasuk
dalam zona agroklimat E2 dengan jumlah bulan basah dua kali dan tiga kali bulan
kering. Menurut Oldeman (Wisnubroto, 1999), bulan basah (BB) adalah bulan
dengan rata-rata curah hujan lebih besar 200 mm, bulan lembab (BL) adalah bulan
degan rata-rata curah hujan 100 mm – 200 mm, sedangkan bulan kering (BK)
adalah bulan dengan rata-rata curah hujan lebih kecil dari 100 mm.
Setelah mengetahui klasifikasi iklimnya, kemudian dilakukan
penggolongan tipe iklim berdasarkan pembagian zona agroklimat agar bisa
mengetahui kesesuaian pertaniannya pada daerah tersebut. Berdasarkan
pembagian zona agroklimat daerah penelitian tergolong kedalam zona E2 yang
umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun
tergantung adanya hujan. Waktu tanam palawija cukup. Klasifikasi Iklim dapat
dilihat pada Tabel 5.
Table 5. Klasifikasi Iklim dengan Curah Hujan Rata-rata 10 Tahun terakhir
Bulan Rataan(mm/bln) Kriteria Tipe Iklim
Januari 68.7 BK
Sumber : Balai Penelitian Perkebunan (R.I.S.P.A) Medan
Keadaan topografi Kabupaten Langkat dibedakan atas 3 bagian
a. Pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 4 m di atas permukaan laut seperti
Kecamatan Pangkalan Susu, Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Babalan,
Kecamatan Hinai.
b. Dataran rendah dengan ketinggian 0 – 30 m di atas permukaan laut seperti
Kecamatan Binjai, Kecamatan Selesai, Kecamatan Stabat.
c. Dataran tinggi dengan ketinggian 30 – 1200 m di atas permukaan laut seperti
Kecamatan Kuala, Kecamatan Sei Bingei, Kecamatan Salapian, Kecamatan
Bahorok, Kecamatan Batang Serangan.
Ketinggian
Daerah Kabupaten Langkat sebagian besar terletak di daerah Pantai Barat
Sumatera Utara dan secara umum terletak pada ketinggian 0 – 1200 m diatas
permukaan laut (dpl).
Pembagian wilayah Kabupaten Langkat berdasarkan elevasi (ketinggian)
dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Ketinggian 0 – 4 m dpl seluas ± 172.140 ha (27.48%), terdapat di daerah
Kecamatan Babalan, Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Pangkalan
Susu, Kecamatan Hinai.
b. Ketinggian 0 – 30 m dpl seluas ± 153.673 ha (24.53%), terdapat di
Kecamatan Binjai, Kecamatan Selesai, Kecamatan Stabat.
c. Ketinggian 30 - 1200 m dpl seluas ± 300.516 ha (47,98%), terdapat di
Kecamatan Salapian, Kecamatan Bahorok, Kecamatan Sei Bingei,
Kecamatan Kuala, dan Kecamatan Batang Serangan.
Dari perincian tersebut diatas dapat dilihat bahwa ± 47,98% wilayah
daerah Kabupaten Langkat berada pada ketinggian 30 – 1200 m dpl, yaitu daerah
yang dikategorikan sebagai daerah dataran tinggi.
Tanah
Tanah berfungsi sebagai media tumbuh bagi tanaman, tempat
menjangkarnya akar sekaligus sebagai tempat penyedia hara bagi tanaman adalah
sangat penting dalam mengidentifikasi suatu lahan. Sifat fisik tanah merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
Tanah lapisan atas (top soil) yang terdapat di wilayah daerah Kabupaten
Langkat terdiri dari beberapa jenis, antara lain :
a. Alluvial
Jenis tanah ini mempunyai bahan induk dari bahan alluvial dan koluvial
yang asalnya beraneka macam. Tanah ini banyak dijumpai di daerah dataran
hingga sedikit bergelombang, daerah cekungan dan daerah aliran sungai. Corak
tanah alluvial bertekstur liat dan mengandung 50% pasir dengan struktur pejal.
Sifat kepekaan terhadap erosi besar tetapi karena pada umumnya tanah ini berada
pada daerah datar maka tidak sampai pada erosi yang lebih lanjut. Di daerah
Kabupaten Langkat jenis tanah ini terbagi dalam : alluvial kelabu, alluvial
kecoklatan, glei humus, asosiasi glei humus rendah.
b. Litosol
Jenis tanah ini terbentuk dari tanah induk batuan beku, batuan sediment
keras yang terdapat di seluruh wilayah batuan beku. Tanah ini berstruktur aneka
tetapi pada umumnya berpasir dan mempunyai kepekaan erosi yang besar. Tanah
demikian dapat digunakan untuk tanaman keras, rumputan ternak dan palawija.
c. Podsolik Merah Kuning
Jenis tanah podsolik merah kuning berasal dari batuan tuf masam, batuan
pasir dan sedimen kwarsa yang terdapat di daerah bergelombang sampai berbukit
yang berada pada ketinggian 5 – 35 dpl. Corak tanah ini bertekstur aneka dengan
kadar maksimal liat dan mempunyai sifat kepekaan terdapat erosi yang besar. Di
Kabupaten Langkat terdapat podsolik kuning dan asosiasi coklat-podsolik
Dari ketiga jenis tanah yang diuraikan tersebut diatas jenis tanah yang
banyak terdapat di wilayah Kabupaten Langkat adalah podsolik dan hydromorfil.
Adapun jenis tanah, sub ordo tanah dan faktor kedalaman tanah (fd) di tiap lokasi
penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis Tanah, Sub Ordo Tanah dan Kfaktor Kedalaman (fd)
No Kecamatan Jenis Tanah Sub Order Tanah fd
1 Bahorok Podsolik Merah Kuning Aquod 0.9
2 Selesai Hydromorfil Kelabu Udult 0.8
3 Kuala HydromorfilKelabu Udult 0.8
4 Sei Bingei Glei Humus Rendah Aquept 0.95
5 Batang Serangan Podsolik Merah Kuning Aquod 0.9
Kedalaman efektif tanah pada lokasi penelitian bervariasi, hal ini
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kedalaman Efektif Tanah di Daerah Kabupaten Langkat
Kecamatan Kedalaman Efektif Tanah Jumlah (Ha)
>90 cm 60-90 cm 30-60 cm <30 cm
Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman efektif tanah disetiap kecamatan
di Kabupaten Langkat tidak sama, dengan demikian kesuburan tanah disetiap
kecamatan akan berbeda-beda. Menurut Arsyad (1989), kedalaman efektif tanah
30-60 cm dikategorikan sebagai kedalaman efektif dangkal, cukup baik untuk
perakaran tanaman karena kedalaman ini termasuk lapisan top soil.
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam melewatkan air. Nilai
permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah –
sedang sampai cepat dan sedang. Apabila dikaitkan dengan teksktur tanah, maka
permeabilitas tersebut merupakan tanah berstruktur halus, sedang dan kasar yaitu
bertekstur liat, lempung dan berpasir.
Menurut Islami dan Utomo (1995), tanah berpasir mempunyai porositas
yang rendah yaitu 40 % dan tanah lempung mempunyai porositas yang tinggi
yaitu 50-60 %. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah di lokasi
penelitian memiliki porositas yang tinggi. Keadaan fisik tanah berdasarkan
analisa laboratorium dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Keadaan Fisik Tanah
No Kode
Potensi sumber air permukaan sebagai faktor pendukung bagi penyediaan
kebutuhan air untuk tanaman pertanian teridentifikasi dimana ada lima sungai
Sungai- sungai di lokasi penelitian semua mempunyai tipe aliran perennial yaitu
mengalir sepanjang tahun.
Dari hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian dapat disimpulkan
bahwa sungai yang digunakan sebagai sumber air untuk irigasi di tiap daerah
irigasi tidak dapat untuk memenuhi permintaan air secara optimal. Hal ini terjadi
karena dasar sungai-sungai tersebut mengalami penurunan. Misalnya dasar Sungai
Wampu mengalami penurunan akibat banyaknya tindakan yang tidak bertanggung
jawab dari pihak tertentu yang melakukan pengambilan pasir yang tidak terkontrol
sehingga mengakibatkan perubahan morfologi sungai.
Berdasarkan hasil survey mengenai kondisi jaringan irigasi di lima lokasi
penelitian menunjukkan bahwa daerah irigasi Namo Sira-Sira Kiri, daerah irigasi
Namo Sira-sira Kanan dan daerah irigasi Timbang Lawan teridentifikasi dalam
kondisi masih baik dan berfungsi. Sedangkan pada daerah irigasi Batang Serangan
teridentifikasi dalam keadaan rusak. Seperti yang terjadi pada daerah irigasi
Batang Serangan kerusakan yang terjadi banyak pintu air irigasi yang rusak
bahkan hilang, dengan demikian sistem irigasi di daerah tersebut tidak berjalan
dengan baik lagi. Dimana pada musim hujan sawah akan mengalami banjir dan
pada musim kemarau semua sawah tidak akan bisa mendapatkan air karena tidak
adanya lagi pintu air irigasi yang mengatur pembagian air ke setiap petak sawah.
Mengenai kondisi jarigan irigasi dapat di lihat pada Tabel 9.
Table 9. Kondisi Jaringan Irigasi
No Lokasi Nama Bendungan
Bangunan
Irigasi Kondisi Keterangan
1 Bahorok D.I Timbang Lawan Lengkap Berfungsi Baik
2 Selesai D.I Namo Sira -Sira Kiri Lengkap Berfungsi Baik
3 Kuala D.I Namo Sira -Sira Kiri Lengkap Berfungsi Baik
4 Sei Bingei D.I Namo Sira - Sira Kanan Lengkap Berfungsi Baik
5 B. Serangan D.I Batang Serangan Lengkap Berfungsi Pintu air rusak
Sumber : Data Primer
Prediksi Erosi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi laju erosi tanah atau erosi
aktual pada masing-masing lokasi berkisar antara 0,0113 – 31,3345 ton/Ha/tahun
dengan nilai kehilangan tanah yang masih dapat ditoleransi (erosi toleransi)
berkisar antara 9,9 – 32,4 ton/Ha/tahun. Sedangkan nilai erosi potensial berkisar
antara 2,84 – 290,25 ton/Ha/tahun sehingga indeks bahaya erosi yang didapatkan
pada masing-masing lokasi berkisar antara 0.646 – 10,430 dengan kategori
tingkat bahaya erosi adalah rendah, sedang dan tinggi. Hasil prediksi laju erosi
dan indeks bahaya erosi pada masing – masing lokasi secara rinci disajikan pada
Tabel 10.
Tabel 10. Prediksi Erosi
Kec R K LS C P
Erosi Indeks
Kategori Aktual Potensial Toleransi Bahaya
Erosi
Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan
penghanyutan oleh air hujan. Berdasarkan hasil penelitian nilai erodibilitas (K)
pada lokasi tergolong sedang sampai tinggi. Hal ini berarti kepekaan tanah
terhadap daya penghancuran dan penghanyutan oleh air hujan adalah sedang atau
dengan kata lain tanah tersebut tidak begitu peka terhadap erosi. Hal ini sesuai
menurut Utomo (1994), jika nilai erodibilitas tanah tinggi berarti bahwa tanah
tersebut peka terhadap erosi dan nilai erodibilitas yang rendah berarti resistensi
atau daya tahan tanah tersebut kuat dengan kata lain tanah tersebut tahan terhadap
erosi. Tingginya nilai erodibilitas yang didapat pada daerah penelitian disebabkan
karena berdasarkan hasil analisa laboratorium tanah pada lokasi penelitian
didominasi oleh fraksi pasir. Tanah berpasir mempunyai kemantapan struktur
daya ikat yang kuat. Hal ini sesuai dengan Kartasapoetra (1989) bahwa tanah
pasir mempunyai kemantapan struktur rendah atau daya ikat antara partikel yang
satu dengan yang lainnya kecil.
Tabel 11. Keadaan Fisik, Stuktur, Permeabilitas Tanah
No Kode
Tekstur
Nama Struktur Tanah Permeabilitas Pasir Debu Liat
Sedangkan berdasarkan faktor LS, lokasi penelitian kemungkinan terhadap
erosi rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi karena lokasi penelitian mempunyai
tofografi yang beragam yaitu datar pada daerah selesai, landai atau berombak
pada daerah kuala, agak miring atau bergelombang pada daerah sei bingei dan
tofografi agak curam pada daerah Bahorok dan Batang Serangan. Karena semakin
curam suatu lereng, makin cepat laju limpasan permukaan maka erosi akan
semakin besar.
Nilai faktor C (faktor tanaman) diperoleh sebesar 0,001, 0,01, 0,2, 0,3,
0,4, dan 0,5 dengan vegetasi penutup lahan hutan alam seresah banyak , sawah,
kebun campuran/hutan produksi tebang pilih, semak belukar/padang rumput,
peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi karena tanaman penutup
tanah dapat menghalangi pukulan langsung butir-butir hujan sehingga perusakan
tanah oleh pukulan air hujan dapat dicegah, selain itu juga dapat mengurangi
kecepatan aliran permukaan. Namun juga sangat bergantung pada jenis dan
keadaan tanaman. Menurut Kartasapoetra (1989) kalau tumbuhnya jarang
sehingga banyak bagian permukaan tanah yang terbuka, pengerusakan dan
penghanyutan tentu tidak dapat dicegah. Namun bila pertumbuhannya rimbun dan
rapat maka erosi dapat lebih dihambat atau dicegah.
Nilai faktor P (tindakan konservasi tanah) diperoleh sebesar 0,4, 0,5, 0,75
dan 0,90 berdasarkan strip tanaman rumput, penanaman menurut garis kontur
dengan kemiringan 0-8 %, kemiringan 9-20 %, dan kemiringan >20 %. Menurut
Suripin (2004), pencangkulan dan penanaman searah kontur dapat mengurangi
erosi tanah pada lahan miring hingga sampai 50 %, selanjutnya tanah yang hilang
pada strip kontur mengalami penurunan 25 sampai 40 %.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Iklim di wilayah studi menurut sistem klasifikasi iklim Oldeman yaitu iklim
E2 dengan kesesuaian untuk pertanian yaitu daerah ini umumnya terlalu
kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya
hujan sehingga untuk mengatasi kekeringan ini dibutuhkan sarana irigasi ke
daerah-daerah di tiap kecamatan.
2. Keadaan topografi di wilayah studi bervariasi, dengan klasifikasi
Kecamatan Bahorok dan Kecamatan Batang Serangan >40%, Kecamatan
Sei Bingei 8–15%, Kecamatan Kuala 2–8% dan Kecamatan Selesai 0 – 2%.
3. Tekstur tanah pada lokasi penelitian adalah Lempung Berliat, Lempung
Berpasir, Liat dan Lempung.
4. Indeks bahaya erosi di wilayah studi termasuk dalam kategori rendah,
sedang dan tinggi. Indeks bahaya erosi yang paling besar terjadi pada
Kecamatan Bahorok dan Batang Serangan. Erosi aktual yang terjadi berkisar
antara 0,0113 – 31,3345 ton/Ha/tahun.
5. Kondisi jaringan irigasi pada umumnya baik dan yang teridentifikasi rusak
terdapat pada daearah irigasi Batang Serangan. Hal ini disebabkan karena
Saran
1. Mengingat adanya indeks bahaya erosi yang sampai mencapai sangat tinggi,
yaitu yang terjadi di Kecamtan Bahorok maka diharapkan pemerintah
Kabupaten Langkat beserta masyarakat setempat agar segera
mengantisipasinya. Yaitu dengan cara mengubah teknik pengelolaan
tanaman (Nilai Faktor C) dengan menggunakan vegetasi penutup lahan
yang pertumbuhannya rimbun dan rapat maka laju erosi dapat dicegah dan
tindakan konservasi tanah (Nilai Faktor P) dengan menggunakan tindakan
penanaman menurut strip, penanaman searah kontur atau menggunakan
teras.
2. Perlu penanganan segera dari pemerintah Kabupaten Langkat untuk
memperbaiki jaringan – jaringan irigasi yang rusak agar produksi padi tidak
menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2008. Konsep dan Defenisi.
tanggal 10 Mei 2008
Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Darmawijaya, 1992. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dumairy, 1992. Ekonomika Sumber Daya Air. BPFE, Yogyakarta.
Foth, 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Guslim, M.S., 2007. Agroklimatologi. USU Press,Medan
Haan, C. T., 1987. Statistical Methods in Hydrology The State Iowa State University Press, Ames-Iowa.
Hammer, W. I., 1981. Second Oil Conservation Consultant Report. AGOP/UNS/78/006. Tech. Nork No. 10. Centre For Soil Research. Bogor, Indonesia.
Hanafiah, K.A., Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Handoko, 1995. KLimatologi Dasar. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Islami, T. dan W. H Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.
Kartasapoetra, W. A. G., 1989. Kerusakan Tanah Pertanian. Bina Aksara, Jakarta.
Kartasapoetra, .A. G. dan M.M Sutedjo, 1994. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Kodoatie, R. J. dan R. Sjarief, 2005. Pengolahan dan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Offset, Yogyakarta.
Pusposutardjo, S., 2001. Pengembangan Irigasi Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Rahim, S. R., 2003. Pengendalian Erosi Tanah. Bumi Aksara, Jakarta.
Sarief, E. S., 1985. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung.
Seta, A. K., 1995. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Kalam Hidup, Jakarta.
Siskel, S. Z. dan S. R. Hutapea, 1995. Irigasi di Indonesia. Peran Masyarakat dan Penelitian. LP3S, Jakarta.
Soewarno, 2000. Hidrologi Operasional. Citra Aditya bakti, Bandung.
Suripin, 2004. Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air. Andi Offset Yogyakarta, Yogyakarta.
Utomo, W. H., 1989. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang, Malang.
Utomo, W. H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisis Tropika. UGM Press, Yogyakarta.
Wisnubroto, S., 1999. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitragana Widya, Yogyakarta.
Lampiran 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat
Sumber : Handoko (1995)
Lampiran 2. Segitiga Tekstur Tanah Usda
Sumber : Foth (1998)
Lampiran 3. Zona Agroklimat dan Kesesuaian untuk Pertanian
No. Zona Agroklimat Penjabaran/Kesesuaian
1
Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun
Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada musim kemarau
Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija
Tanam padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun
Setahun hanya dapat satu kali padi pada penanaman palawija yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada bulan kering
Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup
Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada tersedianya air irigasi
Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan
Lampiran 4. Data Irigasi Lokasi penelitian di Kabupaten Langkat
No Daerah Irigasi Kecamatan Luas Areal (Ha) Jaringan Irigasi pada Saluran
Baku Teknis Semi Teknis Bendungan Intake Sekunder Pembuang
1 D.I Timbang Lawan Bahorok 1073 752 321 1 4 Ada
2 D.I Namo Sira -Sira Kiri Selesai 906 160 746 1 4 Ada
3 D.I Namo Sira -Sira Kiri Kuala 1389 544 845 1 3 Ada
4 D.I Namo Sira - Sira Kanan Sei Bingei 3000 3000 0 1 5 Ada
5 D.I Batang Serangan Batang Serangan 709 300 409 1 2 Ada
Lampiran 5. Data Curah Hujan Bulanan 10 Tahun Terakhir (mm/bulan)
Data Curah Hujan Bulanan 10 Tahun Terakhir (mm/bulan)
Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1997 40 103 127 121 44 115 118 105 183 105 132 197
1998 57 37 23 43 77 50 147 272 227 589 346 168
1999 102 253 142 244 156 149 126 137 207 233 67 288
2000 22 85 135 185 171 98 100 185 313 378 34 56
2001 163 73 193 114 283 162 57 141 184 338 192 306
2002 19 21 7 96 70 84 85 24 360 227 109 72
2003 41 67 137 112 171 121 48 144 265 387 65 137
2004 92 140 57 35 83 204 55 167 327 344 33 66
2005 92 9 35 37 95 74 226 317 230 256 163 153
2006 59 87 78 115 186 242 71 135 54 145 137 216
Rata-rata 68.7 87.5 93.4 110.2 134 129.9 103 162.7 235 300.2 127.8 165.9 Sumber : Balai Penelitian Perkebunan (R.I.S.P.A) Medan
Lampiran 6. Data Curah Hujan Maksimum Harian (mm/bulan)
Data Curah Hujan Maksimum Harian (mm/bulan)
Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1997 17 73 54 31 18 64 54 34 35 35 79 41
1998 37 26 17 22 36 21 40 63 75 89 76 35
1999 26 98 50 70 45 38 32 54 31 46 21 95
2000 9 36 43 49 36 42 40 78 62 50 12 26
2001 49 41 47 51 65 39 29 65 39 92 35 110
2002 10 10 7 40 29 32 47 8 55 85 25 34
2003 18 25 33 46 38 63 12 46 42 79 27 36
2004 42 61 20 10 31 55 13 69 70 50 21 32
2005 56 9 19 14 40 30 74 67 69 76 50 30
2006 25 39 31 34 50 65 30 30 21 42 37 122
Sumber : Balai Penelitian Perkebunan (R.I.S.P.A) Medan