• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (Studi Di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (Studi Di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, Kota Medan)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN

KESEHATAN MEDAN SEHAT (JPK-MS)

(Studi di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area Kota Medan)

Skripsi

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

(S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Oleh:

RIFA ‘ATUL MAHMUDAH 050903073

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

DAFTAR ISI

1.5.2 Implementasi Kebijakan ... 7

1.5.2.1 Defenisi Implementasi Kebijakan ... 7

1.5.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan ... 10

1.6 Kerangka Pemikiran ... 20

1.7 Operasional Konsep ... 21

1.8 Sistematika Penulisan ... 22

BAB II METODE PENELITIAN ... 24

2.1 Bentuk Penelitian ... 24

2.2 Lokasi Penelitian ... 24

2.3 Informan Penelitian ... 24

2.4 Teknik Pengumpulan Data... 25

2.5 Teknik Analisa Data ... 26

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 27

3.1 Puskesmas Kota Matsum ... 27

3.2 Visi, Misi, Fungsi dan Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas Kota Matsum ... 27

3.3 Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum ... 28

3.4 Fasilitas Puskesmas Kota Matsum ... 28

(3)

3.4.2 Fasilitas Sumber Daya Manusia ... 29

3.4.3 Fasilitas Administrasi ... 30

3.4.4 Fasilitas Imunisasi ... 30

3.4.5 Fasilitas Alat-Alat Kesehatan ... 31

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 32

4.1 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) ... 33

4.1.1 Pengertian JPK-MS ... 33

4.1.2 Tujuan Pokok JPK-MS ... 34

4.1.3 Sasaran Program JPK-MS ... 34

4.1.4 Pokok-pokok Pengaturan Program JPK-MS ... 35

4.1.5 Komposisi Masyarakat di Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata Sebagai Peserta JPK-MS ... 38

4.2 Karakteristik Informan Biasa ... 39

4.2.1 Data Tentang Jenis Kelamin Informan ... 39

4.2.2 Data Tentang Usia Informan ... 39

4.2.3 Data Tentang Tingkat Pendidikan Informan ... 40

4.2.4 Data Tentang Jenis Pekerjaan Informan ... 41

4.2.5 Data Tentang Masa Domisili/Lama Bermukim ... 41

4.3 Tabel Distribusi Mengenai Implementasi JPK-MS ... 42

4.3.1 Komunikasi ... 42

4.3.2 Sumber Daya ... 46

4.3.3 Disposisi ... 49

4.3.4 Struktur Birokrasi ... 52

4.4 Hasil Wawancara Dengan Informan Kunci ... 54

BAB V ANALISA DATA ... 63

5.1 Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat ... 63

5.2 Implementasi JPK-MS ... 64

5.2.1 Komunikasi ... 64

5.2.2 Sumber Daya ... 70

(4)

5.2.4 Struktur Birokrasi ... 76

5.3 Hambatan-Hambatan Dalam Mengimplementasikan JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum ... 78

BAB VI PENUTUP ... 79

6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... 81

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Masyarakat Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata Sebagai

Peserta JPK-MS

Tabel 2. Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 3. Distribusi Data Informan Berdasarkan Usia

Tabel 4. Distribusi Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 5. Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tabel 6. Distribusi Informan Berdasarkan Masa Domisili/Lama Bermukim

Tabel 7. Distribusi jawaban tentang adanya program JPK-MS

Tabel 8. Distribusi jawaban informan tentang darimana informan mengetahui adanya

program JPK-MS

Tabel 9. Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan latar belakang munculnya

program JPK-MS

Tabel 10. Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan mengenai maksud dan

tujuan program JPK-MS

Tabel 11. Distribusi jawaban informan tentang pengetahuan informan mengeani

tahap-tahap pelaksanaan JPK-MS

Tabel 12. Distribusi jawaban informan tentang sosialisasi yang dilakukan implementor

Tabel 13. Distribusi jawaban informan tentang pendataan yang dilakukan implementor

Tabel 14. Distribusi jawaban informan tentang proses pendistribusian kartu peserta

JPK-MS

Tabel 15. Distribusi jawaban informan tentang kerjasama para implementor

Tabel 16. Distribusi jawaban informan tentang pemahaman implementor terkait tugas

(6)

Tabel 17. Distribusi jawaban informan mengenai kinerja dan tanggung jawab

puskesmas

Tabel 18. Distribusi jawaban informan tentang komitmen implementor dalam

menjalankan program JPK-MS

Tabel 19. Distribusi jawaban informan tentang pelaksanaan JPK-MS

Tabel 20. Distribusi jawaban informan tentang proses mendapatkan JPK-MS

(7)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MEDAN SEHAT (STUDI DI PUSKESMAS KOTA MATSUM, KECAMATAN

MEDAN AREA, KOTA MEDAN) Nama : Rifa ‘Atul Mahmudah

Nim : 050903073

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos., M.SP.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tentang program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS), mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program JPK-MS serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses implementasi JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

Adapun sumber data yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan melakukan wawancara, kuesioner, observasi dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif.

JPK-MS merupakan salah satu program kesehatan yang menggratiskan masyarakat miskin berobat, baik ke puskesmas maupun ke rumah sakit milik pemerintah. Program JPK-MS ini muncul karena masih ada dua puluh persen (20%) penduduk miskin di kota Medan yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat gratis dikarenakan adanya penyimpangan data masyarakat miskin di kota Medan sehingga banyak yang tidak mendapatkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dalam program JPK-MS ini sebanyak 500 ribu jiwa masyarakat miskin di kota Medan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dan tentunya mereka yang berhak tersebut adalah warga diluar program Jamkesmas. Sasaran program JPK-MS ini meliputi pedagang kaki lima, penarik becak, guru miskin, keluarga miskin dan sebagainya di luar pengguna program Jamkesmas.

Keberhasilan implementasi program JPK-MS dilihat dari beberapa faktor yakni komunikasi yang terdiri dari transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sumber daya yang terdiri dari staf (sumber daya manusia), informasi, wewenang dan fasilitas kemudian disposisi serta struktur birokrasi.

(8)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MEDAN SEHAT (STUDI DI PUSKESMAS KOTA MATSUM, KECAMATAN

MEDAN AREA, KOTA MEDAN) Nama : Rifa ‘Atul Mahmudah

Nim : 050903073

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos., M.SP.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tentang program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS), mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program JPK-MS serta untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses implementasi JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area, Kota Medan.

Adapun sumber data yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan melakukan wawancara, kuesioner, observasi dan studi dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisa kualitatif.

JPK-MS merupakan salah satu program kesehatan yang menggratiskan masyarakat miskin berobat, baik ke puskesmas maupun ke rumah sakit milik pemerintah. Program JPK-MS ini muncul karena masih ada dua puluh persen (20%) penduduk miskin di kota Medan yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang bersifat gratis dikarenakan adanya penyimpangan data masyarakat miskin di kota Medan sehingga banyak yang tidak mendapatkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dalam program JPK-MS ini sebanyak 500 ribu jiwa masyarakat miskin di kota Medan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis dan tentunya mereka yang berhak tersebut adalah warga diluar program Jamkesmas. Sasaran program JPK-MS ini meliputi pedagang kaki lima, penarik becak, guru miskin, keluarga miskin dan sebagainya di luar pengguna program Jamkesmas.

Keberhasilan implementasi program JPK-MS dilihat dari beberapa faktor yakni komunikasi yang terdiri dari transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sumber daya yang terdiri dari staf (sumber daya manusia), informasi, wewenang dan fasilitas kemudian disposisi serta struktur birokrasi.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor

23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan

pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak

memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab

mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat

miskin dan tidak mampu.

Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian

Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu

AKB sebesar 26,9 per 1000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran

hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2007). Derajat kesehatan

masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses

terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai

faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan

memang mahal. (www.depkes.go.id/jamkesmas.pdf)

Dan untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2008

pemerintah telah mengupayakan untuk mengatasi kendala masyarakat miskin dalam

mendapatkan akses pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan Program

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kebijakan Departemen Kesehatan

Republik Indonesia dalam membuat kebijakan untuk pembiayaan gratis terhadap rakyat

(10)

Namun yang sangat disayangkan, ternyata di lapangan terdapat adanya kasus

salah sasaran. Ada keluarga yang rumahnya berlantai keramik, punya listrik, telepon,

dan sepeda motor yang menerima program Jamkesmas. Sedangkan keluarga yang lebih

miskin justru tidak menerima. Fakta lapangan tentang ketidakmerataan pembagian dan

banyaknya salah sasaran tetap saja didalih oleh pemerintah sebagai hal yang wajar dan

dianggap sangat manusiawi. (www.kompasonline.com)

Fakta tentang masih banyaknya masyarakat miskin yang tidak terserap dan

terdata untuk merasakan program Jamkesmas tersebut juga terdapat di kota Medan.

Saat ini masih ada puluhan ribu rakyat miskin di luar kuota Jamkesmas yang belum

mendapatkan kepastian jaminan kesehatan. Maka untuk menanggulanginya,

berdasarkan SK Walikota Medan No 440/923.K/2008 pemerintah daerah kota Medan

mengeluarkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) yang

dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin kota Medan yang tidak

mendapatkan program Jamkesmas.

JPK-MS sebagai program yang memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi

masyarakat miskin diterapkan di seluruh puskesmas yang ada di kota Medan serta

beberapa rumah sakit milik pemerintah. Dan harapan yang ada pada program ini

semoga masyarakat miskin yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap pelayanan

kesehatan pada akhirnya mendapatkan pelayanan kesehatan sama seperti masyarakat

yang lain.

Namun dari awal pelaksanaannya program JPK-MS ini sudah mengalami

banyak kendala, dimulai dari lamanya pemberian izin dari walikota, kriteria dan

syarat-syarat penerima program yang dinilai tidak jelas hingga keterlambatan pelaksanaan

(11)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan

yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah yang dimaksud dengan program JPK-MS?

2. Bagaimana implementasi program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan

Sehat (JPK-MS) di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area?

3. Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam proses implementasi program

JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah:

1. Untuk mengetahui tentang program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Medan Sehat (JPK-MS).

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) di puskesmas

Kota Matsum Kecamatan Medan Area.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan hambatan-hambatan yang terjadi

dalam proses implementasi JPK-MS di Puskesmas Kota Matsum,

Kecamatan Medan Area.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang hendak diambil dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai implementasi

(12)

berminat menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengambil kancah

penelitian yang berbeda dan dengan informan penelitian yang lebih banyak;

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan sebagai

kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan

implementasi program JPK-MS.

1.5. Kerangka Teori

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala

terjadi seperti ini. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berfikir yaitu

kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu

menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari

sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. (Suyanto, 2005:34)

Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah:

1.5.1 Hierarki Kebutuhan (Hierarchy of Needs)

Perilaku seseorang pada suatu ketika biasanya ditentukan oleh kebutuhan

yang paling kuat. Hal ini hendaknya dapat dipahami oleh setiap aparatur

pemerintahan bahwa pada umumnya setiap masyarakat mampunyai kebutuhan-

kebutuhan yang dianggap paling penting baginya. Untuk membicarakan

kebutuhan-kebutuhan yang mempunyai kekuatan yang tinggi pada saat tertentu bagi seseorang,

Abraham Maslow telah mengembangkan suatu konsep teori motivasi yang dikenal

dengan hierarki kebutuhan (Hierarchy of Needs).

Menurut Maslow, tampaknya ada semacam hierarki yang mengatur dengan

sendirinya kebutuhan-kebutuhan manusia ini, dimana kebutuhan ini akan dapat

dipenuhi seperti anak tangga dari tangga kebutuhan yang satu ke tangga kebutuhan

(13)

Fisik

Keamanan

Sosial

Penghargaan

Aktualisasi Diri

Gambar 1

Hierarki Kebutuhan dari Maslow

Sumber: Thoha (2007:222)

Kebutuhan fisik dalam gambar di atas diletakkan di atas dalam susunan

hierarki. Maksudnya, pada saat ini kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yang

paling kuat di antara yang lain. Dalam hal ini seseorang sangat membutuhkan

makan, pakaian, papan, dan bebas dari rasa sakit. Teori Maslow mengasumsikan

bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum

mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. (Gibson, 1997:97)

Sebenarnya tidak bisa dipungkiri, pada awalnya mayoritas dari aktivitas

kehidupan manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik ini. Ketika aktivitas

pemenuhan kebutuhan fisik ini sudah mulai menurun maka naiklah kebutuhan lain

seperti mencari keamanan.

Begitu pula yang terjadi dengan masyarakat kita terutama masyarakat

miskin, ketika kebutuhan akan sandang, pangan dan papan telah terpenuhi tentunya

mereka memerlukan tubuh yang sehat untuk terus memenuhi tiga kebutuhan utama

(14)

mendasar karena menyangkut kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang.

Artinya kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang salah satunya

dipengaruhi oleh faktor kesehatan di masa kini. Karena itu masyarakat akan

semakin menuntut tersedianya pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Namun kesehatan malah menjadi sesuatu yang mahal yang hanya dapat

dinikmati oleh sebagian besar masyarakat saja. Biaya perawatan kesehatan seperti

biaya rumah sakit dan obat tidak dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat

kita yang golongan ekonominya masih rendah. Banyak warga masyarakat miskin

yang tidak menyadari bahwa pelayanan kesehatan dasar merupakan hak dasar yang

seyogyanya disediakan oleh negara. Berkaitan dengan hal ini, negara sebagai

instrumen publik memiliki kewenangan dan kewajiban untuk memenuhi hak-hak

dasar tersebut. Negara berwenang memformulasikan anggaran bagi publik melalui

program pemerintah maupun swasta.

Dengan demikian, atas dasar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis

masyarakat miskin akan kebutuhan bebas dari rasa sakit maka dibuatlah satu

kebijakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya

dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS).

Program ini muncul karena memang adanya suatu peristiwa yang kritis

yakni derajat kesehatan masyarakat miskin yang dinilai masih, yakni AKB sebesar

26,9 per 1.000 kelahiran hidup dan AKI sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup

serta Umur Harapan Hidup 70,5 tahun (BPS 2007).

Derajat kesehatan masyarakat miskin yang rendah tersebut disebabkan

sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Banyaknya masyarakat miskin yang

(15)

keterbatasan biaya dan hal inilah yang telah mendorong pemerintah untuk

memprioritaskan kebutuhan masyarakat miskin terhadap kesehatan.

Program JPK-MS bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin kota Medan terutama yang tidak mendapatkan program

Jamkesmas. Pada program ini pemerintah kota Medan memberikan pelayanan

kesehatan gratis kepada 500 ribu jiwa masyarakat miskin yang belum mendapatkan

program kesehatan apapun. Dimulai dari berobat ke puskesmas hingga berobat

gratis ke rumah sakit apabila penyakit yang diderita tergolong penyakit parah dan

tidak dapat ditanggulangi oleh puskesmas.

1.5.2. Implementasi Kebijakan

1.5.2.1 Defenisi Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan adalah bagian dari rangkaian proses kebijakan

publik. Proses kebijakan adalah suatu rangkaian tahap yang saling bergantung

yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan,

adopsi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Winarno, 2002:29).

Meski demikian, harus diakui bahwa studi tentang implementasi

kebijakan kurang mendapat perhatian di kalangan ilmuwan politik maupun

policy maker (Winarno, 2001:104). Sebenarnya hal ini bukan berarti bahwa studi tentang implementasi kebijakan tidak terlalu penting melainkan karena

rumitnya kompleksitas interelasi yang terdapat di dalamnya.

Tentang hal ini dinyatakan:

(16)

bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang membantu pemahaman proses implementasi kebijakan”. (Winarno, 2002:105)

Perhatian besar terhadap masalah implementasi kebijakan timbul pada

awal tahun 1970-an atau tepatnya sejak diterbitkannya karya Pressman dan

Wildavsky yang berjudul implementation pada tahun 1973 (Solichin, 2001:60).

Kamus Webster merumuskan implementasi secara pendek bahwa to

implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect

(menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Implikasi dari pandangan ini

maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses

melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang,

peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, dan dekrit

presiden) (Solichin, 2001:64).

Pressman dan Wildavsky (Solichin, 1997:65) menyatakan bahwa sebuah

kata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan

kata benda kebijaksanaan. Senada dengan ini, Van Meter dan Van Horn

memberikan batasan terhadap konsep implementasi dengan menyatakan bahwa

implementasi kebijakan adalah: tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu-individu (atau kelompok-kelompok), pemerintah, atau swasta yang

diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam

keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha

untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh

keputusan-keputusan kebijakan.

Jones (dalam Tangkilisan, 2003) menganalisis masalah pelaksanaan

(17)

Jones mengemukakan beberapa dimensi dari implementasi pemerintahan

mengenai program-program yang sudah disahkan, kemudian menentukan

implementasi, juga membahas aktor-aktor yang terlibat dengan memfokuskan

pada birokrasi yang merupakan lembaga eksekutor. Jadi implementasi

merupakan suatu proses yang dinamis yang melibatkan secara terus menerus

usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan

demikian implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada

penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan

adalah:

1. Penafsiran yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna

program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan

program kedalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,

upah dan lain-lain (Tangkilisan, 2003:19).

Setidaknya ada dua hal mengapa implementasi kebijakan pemerintah

memiliki relevansi: Pertama, secara praktis akan memberikan masukan bagi

pelaksanaan operasional program sehingga dapat dideteksi apakah program telah

berjalan sesuai dengan yang telah dirancang serta mendeteksi kemungkinan

tujuan kebijakan negatif yang ditimbulkan. Kedua, memberikan alternatif model

pelaksanaan program yang lebih efektif.

Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa tahap implementasi

kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan saran-saran ditetapkan atau

(18)

implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana

disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut (Winarno,

2002:102).

Berdasarkan pandangan yang diutarakan diatas dapat disimpulkan,

bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya

menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran,

melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan

sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari

semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan

kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif (Tangkilisan, 2003:19).

1.5.2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan

Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik

ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:

a. Model Gogin

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan Model Gogin, maka

perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan

formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) Bentuk dan isi

kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk

menstrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan

segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan

mendukung implementasi secara efektif, dan (3) Pengaruh lingkungan

dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan

(19)

b. Model Grindle

Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara

tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil

kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh kebijakan yang terdiri

dari: (1) kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi; (2) jenis atau

tipe-tipe manfaat yang dihasilkan; (3) derajat perubahan yang diharapkan; (4)

letak pengambilan keputusan; (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber

daya yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang

terdiri dari: kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat,

karakteristik lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.

c. Model Meter dan Horn

Meter dan Horn mengemukakan model implementasi kebijakan yang

dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu:(1) standar kebijakan dan sasaran

yang akan menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara

menyeluruh; (2) sumber daya kebijakan berupa dana pendukung

implementasi; (3) komunikasi inter organsisasi dan aktivitas pengukuran

digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai;

(4) karakteristik pelaksanaan, artinya karateristik organisasi merupakan

faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program;

(5) kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil

kebijakan; dan (6) sikap pelakasanaan dalam memahami kebijakan yang

(20)

d. Model Deskriptif

William N. Dunn (dalam Tangkilisan, 2003) mengemukakan bahwa

model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut

sejumlah banyak asumsi, yang paling penting di antaranya adalah: (1)

perbedaan menurut tujuan; (2) bentuk penyajian; dan (3) fungsi

metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1)

Model deskriptif; dan (2) Model normatif. Tujuan model deskriptif

adalah menjelaskan dan atau meramalkan sebab dan akibat

pilihan-pilihan kebijakan. Model kebijakan ini digunakan untuk memonitor hasil

tindakan dalam suatu kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan

tentang keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan di lapangan.

e. Model George Edwards III

Menurut George C. Edwards III, implementasi kebijakan adalah

tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan

konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang

dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat

mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka

kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan

itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu

kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika

kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh

(21)

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan

dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan satu sama lain,

yakni:

1. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif

adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus

mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan

kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil

yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah itu dapat

diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti

dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting

dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, konsistensi dan

kejelasan.

a. Transmisi; sebelum pejabat dapat mengimplementasikan

suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan

telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah

dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang

langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan

keputusan-keputusan tersebut diabaikan atau jika tidak

demikian, seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap

keputusan-keputusan yang dikeluarkan.

b. Kejelasan; jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan

sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk

pelaksana tidak hanya hanya harus diterima oleh para

(22)

tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-instruksi yang

diteruskan kepada pelaksana-pelaksana kabur dan tidak

menetapkan kapan dan bagaimana suatu program

dilaksanakan. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang

disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan

mendorong terjadinya interprestasi yang salah bahkan

mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.

c. Konsistensi; jika implementasi kebijakan ingin berlangsung

efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten

dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan

kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan,

tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah

tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan

menjalankan tugasnya dengan baik.

2. Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara konsisten,

tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber

daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni

kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial serta

fasilitas-fasilitas. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi

kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal

di atas kertas dan menjadi dokumen saja. Sumber-sumber yang

(23)

baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, informasi, wewenang

dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan

usul-usul diatas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

a. Staf

Barangkali sumber yang paling penting dalam melaksanakan

kebijakan adalah staf. Salah satu hal penting yang harus

dingat bahwa jumlah tidak selalu mempunyai efek positif

bagi implementasi kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah

staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong

implementasi yang berhasil.

b. Informasi

Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam

implementasi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk;

Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu

kebijakan. Pelaksana-pelaksana perlu mengetahui apa yang

dilakukan dan bagaimana harus melakukannya. Dengan

demikian para pelaksana diberi petunjuk untuk melaksanakan

kebijakan. Kedua, data tentang ketaatan personil-personil lain

terhadap peraturan-peraturan pemerintah.

Pelaksana-pelaksana harus mengetahui apakah orang-orang lain yang

terlibat dalam pelaksanaan kebijakan mentaati

undang-undang ataukah tidak.

c. Wewenang

Wewenang ini akan berbeda-beda dari suatu program ke

(24)

seperti misalnya: hak untuk mengeluarkan surat panggilan

untuk datang ke pengadilan; mengajukan masalah-masalah ke

pengadilan; mengeluarkan perintah kepada para pejabat lain;

menarik dana dari suatu program; menyediakan dana, staf dan

bantuan teknis kepada pemerintah daerah; membeli

barang-barang dan jasa.

d. Fasilitas-fasilitas

Fasilitas fisik mungkin pula merupakan sumber-sumber

penting dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin

mempunyai staf yang memadai, mungkin memahami apa

yang harus dilakukan, dan mungkin mempunyai wewenang

untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan sebagai

kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan,

tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi

yang direncanakan tidak akan berhasil.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki

implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila

implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau

perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses

implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. (Subarsono,

(25)

4. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan

secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Birokrasi secara

sadar atau tidak sadar memilih bentuk-bentuk organisasi untuk

kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan masalah-masalah

sosial dalam kehidupan modern. Struktur organisasi yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap implementasi kebijakan. Struktur organisasi yang terlalu

panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan

red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktifitas organisasi tidak fleksibel.

Selain itu menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari

birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau

sering disebut sebagai standard operating procedures (SOP) dan

fragmentasi.

a. Standars Operating Procedures (SOP)

Struktur organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan

mempunyai pengaruh penting pada implementasi. Salah satu dari

aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi adalah

prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya ( Standard Operating

Procedures, SOP). Dengan menggunakan SOP, para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang tersedia. Para pelaksana jarang

mempunyai kemampuan untuk menyelidiki dengan seksama dan

secara individual setiap keadaan yang mereka hadapi.

(26)

yang menyederhanakan pembuatan keputusan dan menyesuaikan

tanggung jawab program dengan sumber-sumber yang ada

Namun demikian, prosedur-prosedur biasa yang dirumuskan

pada masa lalu mungkin dimaksudkan untuk menyelesaikan

keadaan-keadaan khusus yang berbeda dengan keadaan sekarang

sehingga justru akan menghambat perubahan dalam kebijakan

karena prosedur-prosedur biasa itu tidak sesuai dengan

keadaan-keadaan baru atau program-program baru. SOP sangat mungkin

menghalangi implemetasi kebijakan-kebijakan baru yang

membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru

untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan.

b. Fragmentasi

Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam

pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi. Tanggung

jawab bagi suatu bidang kebijakan sering tersebar diantara

beberapa organisasi, seringkali pula terjadi desentralisasi

kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai

tujuan-tujuan kebijakan. Kongres dan lembaga-lembaga legislatif

lain mencantumkan banyak badan secara terpisah dalam

undang-undang agar dapat mengamatinya lebih teliti dan dalam usaha

menentukan perilaku mereka.

Sementara itu, badan-badan yang ada bertentangan satu sama

lain untuk mempertahankan fungsi-fungsi mereka dan menentang

usaha-usaha yang memungkinkan mereka mengkoordinasi

(27)

program-program yang berhubungan. Konsekuensi yang paling

buruk dari fragmentasi birokrasi adalah usaha untuk menghambat

koordinasi. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan

yang sempit dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan

menimbulkan dua konsekuensi pokok yang merugikan bagi

implementasi yang berhasil. Pertama, tidak ada orang yang akan

mengakhiri implemetasi kebijakan dengan melaksanakan

fungsi-fungsi tertentu karena tanggung jawab bagi suatu bidang

kebijakan terpecah-pecah. Di samping itu, karena masing-masing

badan mempunyai yuridiksi yang terbatas atas suatu bidang,

maka tugas-tugas penting mungkin akan terdampar antara

retak-retak struktur orgamisasi. Kedua, pandangan-pandangan yang

sempit dari badan-badan mungkin juga menghambat perubahan.

Suatu kebijakan (publik) dikatakan berhasil bila dalam implementasinya

mampu menyentuh kebutuhan kepentingan publik. Pertanyaannya adalah ketika

suatu kebijakan tidak lagi memenuhi kepentingan publik, bagaimana bisa

disebut sebagai kebijakan yang berhasil? Peters (dalam Tangkilisan, 2003:22)

mengatakan bahwa:

(28)

1.6. Kerangka Pemikiran

Uma Sekaran (dalam Sugiyono, 2005:65) mengemukakan bahwa kerangka

berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan

berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Berikut ini

merupakan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini:

Feedback

Bagan 1. Kerangka Pemikiran Hambatan-hambatan a. Sosialisasi program

JPK-MS

b. Pendataan masy. Miskin yang berhak menerima JPK-MS c. Pendistribusian kartu

JPK-MS b. Terdatanya masy.

Miskin sebagai peserta JPK-MS c. Diterimanya kartu

(29)

1.7. Operasional Konsep

Karena penelitian kualitatif bukanlah suatu penelitian yang bersifat mengukur

suatu variabel maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan operasional konsep

sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian mengenai

implementasi program JPK-MS ini, peneliti memakai teori George Edward III sebagai

pedoman dalam melakukan penelitian. Implementasi program JPK-MS di puskesmas

Kota Matsum, Kecamatan Medan Area dilihat dari:

a. Komunikasi

1. Transmisi; Pengetahuan implementor tentang program JPK-MS dan waktu

pelaksanaannya.

2. Kejelasan; Pengetahuan implementor tahap-tahap pelaksanaan program

JPK-MS.

3. Konsistensi; Pelaksanaan program JPK-MS sesuai dengan peraturan yang

ada.

b. Sumber Daya

1. Staf; Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam proses

implementasi JPK-MS.

2. Informasi; Ketaatan implementor dalam melaksanakan JPK-MS sesuai

dengan peraturan yang berlaku, artinya sesuai dengan petunjuk teknis

(juknis) dan petunjuk pelaksana (juklak).

3. Wewenang; Hak masing-masing implementor dalam mengimplementasikan

JPK-MS.

4. Fasilitas; Fasilitas yang dimiliki puskesmas Kota Matsum yang mendukung

(30)

c. Disposisi

1. Komitmen yang dimiliki aparatur puskesmas Kota Matsum dalam

pelaksanaan JPK-MS.

2. Kejujuran aparatur puskesmas Kota Matsum terkait tugas dan fungsinya

sebagai pelaksana kebijakan JPK-MS.

d. Struktur Birokrasi; Kejelasan petunjuk pelaksanaan program JPK-MS.

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka

pemikiran, operasional konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan

penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana

peneliti melakukan penelitian yang meliputi keadaan geografi,

demografi, ekonomi, sosial dan budaya serta hal-hal yang

berkaitan dengan masalah penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang diperoleh dari

lapangan selama penelitian berlangsung dan juga

(31)

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh

saat penelitian dan memberikan interpretasi terhadap masalah

yang diajukan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran atas penelitian yang

(32)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif dengan analisa kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang

memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada

pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang aktual, kemudian menggambarkan

fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi.

Penelitian ini tidak menguji hipotesa melainkan hanya mendeskripsikan

informasi apa adanya sesuai dengan yang diteliti. Dengan demikian dapat ditegaskan

kembali bahwa penelitian ini juga ditempuh berdasarkan tujuan untuk memahami

fenomena yang ada pada implementasi program JPK-MS.

2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kota Matsum yang terletak di Jalan

Amaliun No 75 kelurahan Kota Matsum IV kecamatan Medan Area.

2.3. Informan Penelitian

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah

penelitian yang sedang dibahas, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan

informan. Informan adalah orang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau

permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat dan

dipercaya baik berupa pernyataan-pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat

membantu dalam memahami persoalan atau permasalahan tersebut. Dalam penelitian

(33)

kunci adalah informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang

diteliti, sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar

pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan saja.

Dengan demikian, penulis menetapkan pihak-pihak yang menjadi informan

kunci (key informan) pada penelitian ini secara sengaja berdasarkan pertimbangan

tertentu (purposive). Adapun informan kunci dalam penelitian ini adalah:

a. Kepala Puskesmas Kota Matsum : 1 orang

b. Pegawai Puskesmas Kota Matsum : 2 orang

Pegawai Puskesmas Kota Matsum yang menjadi informan adalah pegawai

bidang sumber daya manusia (SDM) dan Humas.

Sedangkan yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah masyarakat

miskin di kecamatan Medan Area yang berada di wilayah kerja puskesmas Kota

Matsum dan sudah didata untuk menerima program JPK-MS, yang ditetapkan secara

sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu (purposive). Dan penulis menetapkan

jumlah informan biasa sebanyak 20 orang.

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan

dua cara, antara lain:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan

langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari data yang lengkap

dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Hal ini dilakukan dengan cara:

a. Wawancara, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

tanya jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait yang

(34)

b. Kuesioner, adalah suatu daftar yang berisiskan rangkaian pertanyaan

mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti yang bertujuan

memeperoleh informasi yang relevan serta informasi yang dibutuhkan

dapat diperoleh secara serentak.

c. Pengamatan atau observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan

pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan

topik penelitian.

2. Teknik pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperlukan untuk

mendukung data primer. Dalam penelitian ini data-data sekunder yang

diperlukan antara lain literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti

buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan, stuktur organisasi, jadwal,

waktu, petunjuk pelaksana, petunjuk teknis, dokumen arsip institusi terkait dan

lain-lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

2.5. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa

data kualitatif, yakni dengan menyajikan data-data yang diperoleh dari lapangan lalu

dilakukan analisis terhadap permasalahan yang telah dilakukan sebelumnya. Data dari

penyebaran kuesioner (angket) akan dianalisa melalui tabel distribusi frekuensi

kemudian dianalisa menurut keterangan yang diberikan responden.

Sedangkan data dari hasil wawancara akan diuraikan dengan masing-masing

tokoh yang dijadikan key informan. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis

berdasarkan kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta-fakta, data dan informasi

sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti kemudian diambil

(35)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Puskesmas Kota Matsum

Puskesmas Kota Matsum terletak di Jalan Amaliun No 75 Kelurahan Kota

Matsum IV Kecamatan Medan Area yang bertanggung jawab kepada Dinas Kesehatan

Kota Medan. Dengan luas wilayah kerja mencapai 90 Ha dan jumlah penduduk

mencapai 35.000 jiwa.

3.2. Visi, Misi, Fungsi dan Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas Kota Matsum Adapun visi dari Puskesmas Kota Matsum, Kecamatan Medan Area, adalah:

“Medan Area Sehat 2010”

Sedangkan misi dari Puskesmas Kota Matsum adalah sebagai berikut;

Misi:

a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan;

b. Memberdayakan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan;

c. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu;

d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan

masyarakat beserta lingkungannya;

e. Memasyarakatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Puskesmas Kota Matsum memiliki beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut

adalah sebagai berikut.

a. Pusat penggerak pembangunan berbasis kesehatan.

b. Pusat pemberdayaan masyarakat.

(36)

1. Pelayanan kesehatan perorangan (Private Goods),

2. Pelayanan kesehatan masyarakat (Publik Goods).

Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Puskesmas Kota Matsum, melakukan

beberapa upaya. Upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut .

a. Upaya promosi kesehatan;

b. Upaya kesehatan lingkungan;

c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta KB;

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat;

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular;

f. Upaya pengobatan.

3.3. Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum

Puskesmas Kota Matsum melaksanakan kegiatannya dengan melayani 3 (tiga)

kelurahan yang berada di wilayah kecamatan Medan Area, yaitu:

a. Kelurahan Kota Matsum I

b. Kelurahan Kota Matsum II

c. Kelurahan Kota Matsum IV

3.4. Fasilitas Puskesmas Kota Matsum

Dalam melaksanakan kegiatannya Puskesmas Kota Matsum didukung oleh

berbagai fasilitas-fasilitas, antara lain:

a. Gedung Puskesmas permanen

b. Sumber daya manusia

(37)

d. Imunisasi

e. Alat-alat kesehatan

f. Obat-obatan

3.4.1. Fasilitas Gedung Puskesmas Permanen

Gedung Puskesmas Kota Matsum merupakan bangunan permanen yang

mempunyai fasilitas sebagai berikut:

a. Kamar Ka. Puskesmas : 1 buah

b. Klinik Gigi : 1 buah

c. Kamar KIA : 1 buah

d. Ruang KB : 1 buah

e. Ruang Pertemuan : 1 buah

f. Ruang Obat-obatan : 1 buah

g. Ruang Dapur : 1 buah

h. Ruang Imunisasi : 1 buah

i. Ruang Informasi/Loket Karcis : 1 buah

j. Ruang Tata Usaha : 1 buah

k. Ruang Data : 1 buah

l. Ruang Mandi dan WC : 1 buah

3.4.2. Fasilitas Sumber daya manusia

Puskesmas Kota Matsum mempunyai 35 orang pegawai aktif dalam

(38)

3.4.3.Fasilitas Administrasi

Adapun perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki oleh puskesmas Kota

Matsum dalam menjalankan perannya agar terlaksana laporan administrasi

puskesmas antara lain:

a. Meja

b. Kursi

c. Arsip & Lemari Arsip

d. Lemari Alat

e. Buku catatan

f. Kartu berobat pasien

g. Formulir kegiatan lapangan.

h. Buku laporan kegiatan.

i. Kartu KIA/KB

j. Buku bendahara

k. White board

3.4.4. Fasilitas Imunisasi

Dalam menjalankan perannya sebagai ujung tombak program pencegahan

dan pemberantasan penyakit menular, Puskesmas Kota Matsum mempunyai fasilitas

imunisasi antara lain:

a. Lemari pendingin

b. Alat-alat Imunisasi

c. Vaksin seperti : BCG, Polio, Campak, DPT, TT, Hepatitis B

(39)

3.4.5. Fasilitas Alat-alat Kesehatan

Fasilitas alat-alat kesehatan yang dimiliki Puskesmas Kota Matsum untuk

menunjang kegiatannya dalam usaha kesehatan, dilengkapi dengan alat-alat:

a. Stetoskop

b. Stetoskop janin

c. Tensimeter

d. Termometer

e. Timbangan bayi

f. Timbangan dewasa

g. Pengukur tinggi badan

h. Perlengkapan ginekology

i. Tongue Spatel j. Perlengkapan gigi

k. Lemari es tipe kompresi

l. Tempat tidur

m. Lemari peralatan

(40)

BAB IV PENYAJIAN DATA

Dalam bab ini penulis akan menyajikan data-data hasil penelitian yang diperoleh

melalui wawancara, kuesioner/angket, observasi sehingga dapat menjawab

permasalahan utama yang ingin peneliti deskripsikan.

Data mengenai program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat

(JPK-MS) peneliti peroleh dari dokumen di puskesmas Kota Matsum berupa buku-buku

pedoman mengenai JPK-MS seperti satu buku yang berisikan data tentang program dan

masyarakat yang telah di data sebagai penerima JPK-MS tersebut dan sumber-sumber

lain yang relevan seperti berita dari internet.

Sedangkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan kunci akan penulis

coba sajikan dalam bentuk wawancara tertulis. Adapun hasil wawancara tertulis ini

merupakan salinan atas wawancara yang pernah penulis lakukan di lokasi penelitian

mengenai implementasi JPK-MS.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para informan merupakan

pertanyaan yang berasal dari panduan wawancara yang telah penulis susun sebelumnya,

namun dalam pelaksanaan wawancara yang penulis lakukan pertanyaan-pertanyaan

tersebut mengalami pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian.

Kemudian hasil penyebaran kuesioner (angket) akan penulis sajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi disertai keterangan-keterangan yang diberikan oleh

(41)

4.1. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat (JPK-MS) 4.1.1. Pengertian Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat merupakan suatu program

untuk menggratiskan masyarakat miskin berobat seperti ke puskesmas dan rumah

sakit milik pemerintah. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat

(JPK-MS) merupakan program yang lahir dikarenakan masih ada 20 persen

penduduk miskin di kota Medan yang belum mendapatkan asuransi kesehatan yang

disebabkan karena adanya penyimpangan data masyarakat miskin di kota Medan ini

sehingga banyak yang tidak mendapatkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas).

Dalam program JPK-MS ini, sebanyak 500 ribu jiwa masyarakat kota

Medan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Mereka yang berhak

mendapatkannya pelayanan JPK-MS tersebut adalah warga masyarakat di luar

program Jamkesmas. Sasaran program tersebut meliputi pedagang kaki lima, para

penarik becak, guru miskin, keluarga miskin (gakin) dan sebagainya di luar

pengguna program Jamkesmas.

Program JPK-MS ini diberlakukan sejak Desember 2008 dan program ini

merupakan bentuk kerjasama antara Pemerintah Daerah Kota Medan, Dinas

Kesehatan Kota Medan serta bersama rumah sakit yang ditunjuk sebagai provider

yang berjumlah 10 (sepuluh) rumah sakit yakni: RS. Pirngadi Medan, RS. Estomihi,

RS. Sufina Azis Medan, RS. Helvetia Medan, RS. Mitra Medica Medan, RS.

Acoplast Medan, RS. H Adam Malik Medan, RS. Sari Mutiara Medan dan RS. AL

Belawan serta RS. Mitra Sejati Medan dan seluruh puskesmas yang ada di kota

(42)

4.1.2. Tujuan Program JPK-MS

Pada dasarnya program JPK-MS ini memiliki tujuan memberikan pelayanan

kesehatan untuk masyarakat miskin yang tidak mendapatkan program Jamkesmas.

Namun diluar tujuan tersebut JPK-MS memiliki tujuan lain, yakni:

a. Tujuan Umum: Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap

seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan

masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

b. Tujuan Khusus: Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak

mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya

dan di Rumah Sakit; Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin; Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang

transparan dan akuntabel.

4.1.3. Sasaran Program JPK-MS

Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di kota Medan

sejumlah 500 ribu jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan

lainnya. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam program JPK-MS adalah:

a. Meningkatnya persentase penduduk yang menjadi peserta sistem

pemeliharaan dengan pembiayaan pra-upaya.

b. Meningkatnya badan usaha yang menyelenggarakan sistem pelayanan

kesehatan dengan pembiayaan pra-upaya.

c. Tersedianya Jaringan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang bermutu,

(43)

d. Meningkatnya jumlah unit jaringan pelayanan dokter keluarga sebagai

penyelenggara pelayanan kesehatan paripurna bermutu dengan pembiayaan

pra-upaya.

4.1.4. Pokok-Pokok Pengaturan JPK-MS

Pokok-pokok pengaturan JPK-MS, secara prinsip sama dengan

penyelenggaraan program-program pelayanan kesehatan sebelumnya (kecuali

beberapa aspek teknis):

a. Nama Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Medan Sehat

(JPK-MS) tahun 2008,

b. Pendanaan berasal dari APBD 2008 sebagai dana Bantuan Sosial Sektor

Kesehatan.

c. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan sebagai berikut :

1. Dana amanah dan dikelola secara nirlaba,

2. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara terstruktur berdasarkan

kebutuhan medis yang efektif,

3. Iuran dijamin oleh pemerintah,

4. Dikelola secara transparan dan akuntabel.

d. Pengelolaannya meliputi:

1. Tatalaksana kepesertaan.

Sasaran peserta adalah masyarakat sangat miskin, miskin dan

mendekati miskin; jumlah peserta 500 ribu jiwa; Kuota ditetapkan

oleh Pemda sedangkan ketetapan nama dan alamat peserta ditetapkan

(44)

2. Tatalaksana pelayanan kesehatan.

Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan

(yankes) meliputi rawat jalan, rawat inap dan yankes gawat darurat;

pelayanan kesehatan berdasarkan rujukan berjenjang; Pelayanan

rawat inap di Puskesmas Perawatan dan ruang rawat inap kelas III

(tiga) di RS. Pemerintah, RS. Khusus, RS. TNI/POLRI dan RS.

Swasta yang bekerjasama; Dinas Kesehatan kabupaten/kota membuat

perjanjian kerjasama (PKS) dengan RS setempat; pada keadaan

gawat darurat (emergency) seluruh PPK wajib memberikan

pelayanan walaupun tidak memiliki PKS; biaya pelayanan kesehatan

diklaimkan dan diperhitungkan menjadi satu kesatuan menurut tarif

paket yankes Jamkesmas sehingga dokter berkewajiban melakukan

penegakan diagnosa penyakit/prosedur sebagai dasar pengajuan

klaim; peserta tidak boleh dikenakan iuran biaya dengan alasan

apapun.

3. Tatalaksana administrasi keuangan.

Sumber Dana berasal dari APBD sebagai dana bantuan sektor

kesehatan Tahun Anggaran 2008. Bantuan/kontribusi lain dari

Pemda yaitu:

1) Selisih harga diluar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan

tahun 2008,

2) Biaya transportasi rujukan dan rujukan balik pasien maskin

dari RS Kabupaten/Kota ke RS yang dirujuk. Sedangkan

biaya transportasi rujukan dari puskesmas ke RS ditanggung

(45)

3) Penanggungan biaya transportasi pendamping pasien rujukan.

4) Pendamping pasien rawat inap.

5) Menanggulangi kekurangan dana operasional Puskesmas.

4. Pengorganisasian dan manajemen.

Dalam pengorganisasian dan manajemen program, JPK-MS

memiliki Tim Pengelola JPK-MS yang tugasnya melaksanakan

pengelolaan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin meliputi

kegiatan-kegiatan manajemen kepesertaan, pelayanan, keuangan,

perencanaan dan sumber daya manusia (SDM), informasi, hukum

dan organisasi serta telaah hasil verifikasi.

Pengorganisasian dan manajemen program ini dilakukan oleh:

Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) yang bertanggung jawab

menyiapkan dana untuk pelaksanaan program JPK-MS, melakukan

pengawasan terutama terhadap proses implementasi program

JPK-MS. Kemudian Dinas Kesehatan Kota Medan (Dinkes Medan) yang

bertanggung jawab menyusun petunjuk teknis program JPK-MS, dan

menyiapkan kartu JPK-MS yang merupakan kartu identitas penerima

program tersebut.

PT. Asuransi Takaful Keluarga (sebagai pihak ketiga)

bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran JPK-MS,

membayarkan klaim dana sesuai dengan laporan dari para provider

JPK-MS, menyalurkan dana kepada provider JPK-MS sesuai

besarnya klaim dan melakukan pencetakan kartu peserta JPK-MS

(46)

Kemudian puskesmas dan rumah sakit; Puskesmas bertugas

memberikan pelayanan kesehatan dasar dan utama kepada

masyarakat berupa usaha kesehatan preventif dan pengobatan

preventif. Pengobatan preventif adalah pengobatan yang diberikan

pada waktu permulaan penyakit, agar tidak lebih parah dan lebih

sukar sembuhnya. Namun jika pihak puskesmas tidak bisa

menangani penyakitnya maka pasien dapat langsung dirujuk ke

rumah sakit yang telah ditunjuk sebagai provider. Dan rumah sakit

tersebut pun wajib memberikan pelayanan kesehatan dan melakukan

pengobatan terhadap pasien JPK-MS.

4.1.5. Komposisi Masyarakat di Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata

Sebagai Peserta JPK-MS

Berikut ini merupakan komposisi masyarakat Kota Matsum yang

sebelumnya telah didata oleh puskesmas dan dikategorikan layak untuk menerima

program JPK-MS.

Tabel 1.

Komposisi Masyarakat Kelurahan Kota Matsum Yang Telah Didata Sebagai Peserta JPK-MS

No Kota Matsum Jumlah Peserta Persentase (%)

1. I 117 30,87

2. II 138 36,41

3. IV 124 32,72

Jumlah 379 100

(47)

4.2. Karakteristik Informan Biasa

Dalam karakteristik informan ini akan dijelaskan data mengenai identitas

informan yang terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan

lamanya bermukim dilokasi penelitian.

4.2.1. Data Tentang Jenis Kelamin Informan

Pada tabel di bawah ini menunjukkan bahwa informan dengan jenis kelamin

perempuan lebih banyak dari pada informan dengan jenis kelamin laki-laki. Maka

jumlah perempuan dengan jumlah 13 orang (65%) dan laki-laki sebanyak 7 orang

(35%) seperti yang tercantum di dalam tabel bukan berarti terdapat perbedaan

gender namun disebabkan karena perempuan dalam hal ini ibu rumah tangga

memiliki peran yang lebih besar dalam menjaga kesehatan keluarga.

Untuk lebih jelas dalam melihat sebaran informan berdasarkan jenis kelamin

maka dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.

Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1. Laki-laki 7 35

2. Perempuan 13 65

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009

4.2.2. Data Tentang Usia Informan

Usia masyarakat yang menjadi informan dalam penelitian ini berkisar antara

17 tahun sampai 53 tahun ke atas. Penulis menetapkan usia informan antara 17

sampai 53 tahun keatas karena pada usia 17 tahun keatas dianggap sebagai masa

produktif dan sudah memiliki hak suara dalam pemilihan-pemilihan umum atau

(48)

memberikan kontribusi dalam pembangunan. Jika dilihat dalam tabel, persentase

yang terbesar yaitu pada usia 35-43 tahun yaitu sebanyak 35%.

Tabel 3.

Distribusi Data Informan Berdasarkan Usia

No Usia Frekuensi Persentase (%)

4.2.3. Data Tentang Tingkat Pendidikan Informan

Pendidikan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pola

kehidupan manusia, dimana pendidikan merupakan sarana pendukung bagi

tercapainya kesuksesan manusia. Pendidikan pada umumnya mempengaruhi pola

pikir seseorang dan juga penafsiran/pandangan akan sesuatu hal.

Dari penelitian yang telah penulis lakukan, informan terbesar jumlah dan

persentasenya adalah informan yang tamat SD dan tamat SMP/Sederajat yakni

sebanyak 6 orang (30%) dan informan yang paling sedikit persentasenya adalah

tamat SMA/Sederajat yakni sebanyak 3 orang (15%). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4.

Distribusi Informan berdasarkan Tingkat Pendidikan No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

(49)

4.2.4. Data Tentang Jenis Pekerjaan Informan

Jika dilihat distribusi responden dari jenis pekerjaannya, maka menunjukkan

variasi yang tidak merata pada tiap jenis pekerjaan. Dari penelitian yang penulis

lakukan ditemukan bahwa informan terbanyak bekerja sebagai buruh yakni

sebanyak 8 orang (40%) dan paling sedikit persentasenya bekerja sebagai

wiraswasta sebanyak 3 orang (15%) dan lain-lain juga sebanyak 4 orang (20%).

Dan lain-lain yang dimaksudkan disini adalah yang bekerja sebagai tukang cuci,

pedagang kaki lima. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5.

Distribusi Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1. Wiraswasta 3 15

2. Guru 0 0

3. Buruh 8 40

4. Tukang Becak 5 25

5. Dan Lain-Lain 4 20

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

4.2.5. Data Tentang Masa Domisili/Lama Bermukim Informan

Data tentang lamanya informan bermukim di tempat penelitian menurut

penulis adalah penting karena menunjukkan bahwa semakin lama seseorang tinggal

di suatu tempat, maka pengetahuan terhadap daerahnya akan semakin besar. Baik

pengetahuan mengenai kinerja aparatur pemerintahan setempat maupun

pengetahuan mengenai keadaan ekonomi, geografi, serta politik daerah setempat.

Pada tabel 6, dapat kita lihat informan yang paling banyak persentasenya

yaitu penduduk yang lamanya bermukim 11-15 tahun yakni sebanyak 8 orang

(40%) dan yang paling sedikit persentasenya yaitu penduduk yang lamanya

(50)

Tabel 6.

Distribusi Informan Berdasarkan Masa Domisili/Lama Bermukim

No Masa Domisili Frekuensi Persentase (%)

1. 5-10 tahun 7 35

2. 11-15 tahun 8 40

3. 16-20 tahun 4 20

4. 21-25 tahun 0 0

5. >25 tahun 1 5

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

4.3. Tabel Distribusi Mengenai Implementasi JPK-MS

Pada bagian ini disajikan jawaban-jawaban yang diperoleh melalui penyebaran

kuesioner kepada 20 informan. Distribusi jawaban ini meliputi faktor-faktor yang

berpengaruh dalam implementasi kebijakan menurut George Edward III diantaranya

komunikasi, sumber daya, disposisi/kecenderungan, dan struktur birokrasi:

4.3.1. Komunikasi

Data ini penulis ambil untuk mengetahui sejauh mana informan mengetahui

dan memahami tentang program JPK-MS serta untuk melihat seperti apa

komunikasi yang dibangun implementor dengan masyarakat. Adapun hasil

distribusi jawaban informan yang ditampilkan pada bagian ini yaitu pengetahuan

tentang adanya program JPK-MS, darimana informan mengetahui adanya program

JPK-MS, pengetahuan mengenai latar belakang munculnya program JPK-MS,

pengetahuan mengenai maksud dan tujuan program JPK-MS, serta pengetahuan

tentang tahap-tahap pelaksanaan program JPK-MS tersebut.

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan diketahui bahwa semua

(51)

dari tabel 7, sebanyak 20 orang informan (100%) menyatakan bahwa mereka

mengetahui adanya program JPK-MS.

Tabel 7.

Distribusi Jawaban Responden Tentang Adanya Program JPK-MS

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Tahu 20 100

2. Kurang tahu 0 0

3. Tidak Tahu 0 0

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Sedangkan mengenai darimana informan mengetahui adanya program

JPK-MS, diperoleh hasil sebanyak 15 orang informan (75%) mengetahui adanya

program JPK-MS ini dari tetangga yang telah mendaftar menjadi peserta JPK-MS, 5

orang informan (25%) mengetahui adanya program JPK-MS ini dari petugas

kelurahan dan 0 orang (0%) yang mengetahui program ini dari iklan sosialisasi.

Hal ini menunjukkan keadaan bahwa para implementor tidak melaksanakan

sosialisasi kepada masyarakat dengan baik. Kebanyakan informan mengetahui

program ini dari tetangga, dan dari beberapa informan penulis juga mendapatkan

keterangan bahwa yang banyak melakukan pendataan dalam program ini adalah

petugas kelurahan dan bukan petugas puskesmas.

Diketahui pula bahwa ternyata ada warga yang mendapatkan berita tentang

program ini dari keluarga dan sanak saudara yang bekerja di instansi tertentu dan

ada pula yang mengetahuinya dari para calon legislatif yang sedang berkampanye,

bukan dari sosialisasi yang dilakukan implementor. Berikut jawaban dari informan:

(52)

Untuk lebih jelas dapat dilihat dari tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Darimana Informan Mengetahui Adanya Program JPK-MS

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Petugas Kelurahan 5 25

2. Iklan Sosialisasi 0 0

3. Tetangga 15 75

Jumlah 20 100

Sumber: Kuesioner Penelitian 2009.

Kemudian pada pertanyaan mengenai pengetahuan informan tentang latar

belakang munculnya program JPK-MS, sebanyak 17 orang informan (85%)

menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui latar belakang munculnya program

JPK-MS tersebut. Karena selama ini mereka tidak pernah mendapatkan keterangan

yang lebih jelas mengenai program JPK-MS ini, yang mereka tahu hanyalah ada

program kesehatan gratis yang disediakan oleh pemko Medan khusus untuk

masyarakat miskin. Dan 3 informan (15%) menyatakan bahwa mereka mengetahui

latar belakang munculnya JPK-MS. Berikut jawaban informan:

“Kami nggak tahu penyebabnya, soalnya nggak ada yang ngasi tau ke kami. Pokoknya yang kami tau sekarang ini ada lagi program yang kayak Jamkesmas…”

Keterangan mereka dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini:

Tabel 9.

Distribusi Jawaban Informan Tentang Pengetahuan Latar Belakang Munculnya Program JPK-MS

No Kategori Jawaban Frekuensi Persentase (%)

1. Tahu 3 15

2. Kurang Tahu 0 0

3. Tidak Tahu 17 85

Jumlah 20 100

Gambar

Gambar 1 Hierarki Kebutuhan dari Maslow
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

PELAKSANAAN RUJUKAN RAWAT JALAN TINGKAT PERTAMA PESERTA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PUSKESMAS MANDALA KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2016 “, ini

Sosialisasi program penanggulangan gizi buruk yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kepada pelaksana gizi di Puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Sorong belum optimal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelayanan BPJS kesehatan masyarakat di Puskesmas Karang Asam dilihat dari segi peserta adalah masyarakat Kota Samarinda yang

Berdasarkan penelitian program JKN di Puskesmas Sei Baung yang telah dilakukan oleh Istiqomah (2018), terdapat beberapa kendala dalam implementasi program JKN, seperti

Pada pelaksanaan Program KIA Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang sebagai pelaksana dapat menerima program ini sebagai

Adapun fokus masalah pada penelitian ini adalah mengenai bagaimana implementasi program jaminan persalinan di Puskesmas Tanah Tinggi, Kecamatan Binjai Timur, Kota Binjai dilihat

Hal ini dapat dilihat dari berbagai sosialisasi yang telah diberikan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang dan juga BPJS Kesehatan Kota Semarang yang terlibat dalam

Pada pelaksanaan Program KIA Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang sebagai pelaksana dapat menerima program ini sebagai