• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

NORMAN ANDIKA NPM : 0541010052

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di

Puskesmas Jagir Surabaya” ini dengan baik.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan , bimbingan dan

dorongan dari berbagai pihak selama proses penyelesaiannya, terutama

kepada Ibu Dra.Diana Hertati, M.Si, Pembimbing Utama yang selalu

memberikan masukan dan bimbingannya dari awal penulisan. Kepada Ibu

Dra.Ertien Rining N, M.Si, Pembimbing Pendamping yang selalu memberikan

masukan dan bimbingan dari awal penulisan. Penulis juga “wajib” mengucapkan

terima kasih kepada mereka yang disebut berikut :

1. Ibu Dra.Ec.Hj.Suparwati , M.Si , Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional“Veteran” Jawa

Timur.

2. Bapak DR, Lukman Arif.M.Si, MSi Kepala Program Studi

Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur.

3. Seluruh Dosen Jurusan Administrasi Negara atas bimbingan dan didikannya

(3)

7. Semua pihak yang selalu memberikan doa dan dukungan

buat-ku“THANKS A LOT” for all

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan skripsi ini,oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis

harapkan dari para pembaca. Semoga,skripsi ini dapat memberikan manfaat

dari penulis dan khususnya bagi para pembaca.

Surabaya , Juni 2010

(4)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian secara deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada adanya fenomena dimana masih ditemukan adanya beberapa kendala mekanisme dalam pelaksanaan Jamkesmas di kota Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jagir surabaya, dimana Puskesmas Jagir merupakan Puskesmas unggulan karena merupakan salah satu Puskesmas dengan fasilitas yang cukup lengkap yaitu:rawat inap kamar bersalin, rawat jalan yang meliputi pengobatan umum, pengobatan gigi, pengobatan Ibu dan anak, Laboratorium, dan pelayanan obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya.

Teori yang digunakan adalah teori implementasi yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan Program Jamkesmas, teori kualitas pelayanan yang digunakan untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan di Puskesmas Jagir.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi wawancara, dan menganalisa data yang terdapat pada arsip dan dokumentasi foto pada kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat di Puskesmas jagir.

Hasil dari penelitian ini, pelaksanaan program Jamkesmas di Puskesmas Jagir sesuai dengan tujuan yaitu biaya pelayanan, cakupan pelayanan, kualitas pelayanansudah dilaksanakan dengan cukup baik, kendala dalam proses pelayanan yaitu kurangnya petugas, dan kurangnya kebersihan fasilitas di Puskesmas jagir.

(5)

Masalah kemiskinan merupakan masalah yang selalu ada pada

setiap Negara, meskipun zaman telah memasuki era globalisasi namun

tidak dapat dipungkiri masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat

kemajuan tiap – tiap Negara. Permasalahan kemiskinan tidak hanya

terdapat di Negara-negara berkembang saja bahkan di Negara maju juga

mempunyai masalah dengan kemiskinan. Kemiskinan tetap menjadi

masalah yang rumit, walaupun fakta menunjukan bahwa tingkat

kemiskinan di Negara berkembang jauh lebih besar dibanding dengan

Negara maju. Hal ini dikarenakan Negara berkembang pada umumnya

masih mengalami persoalan keterbelakangan hampir di segala bidang,

seperti teknologi, kurangnya akses-akses ke sektor ekonomi, dan lain

sebagainya.

Dengan melihat dari sisi Negara berkembang salah satunya adalah

Negara Indonesia, percapaian pembangunan manusia di Indonesia masih

tertinggal dengan Negara-negara tetangga Indonesia berada pada tingkat

menengah dalam pembangunan manusia global (medium human

development). Negara Indonesia yang pada saat ini masih berada pada

tahap pemulihan restrukturisasi di bidang ekonomi dan juga

perubahan-perubahan di bidang sosila politik. Dalam proses ini tidak dapat dihindari

(6)

kaya dan daerah yang miskin, terutama kesenjangan index pembangunan

manusia (IPM) yang mencakup tentang masalah kemiskinan

(www.wikipedia.com)

Sejak awal kemerdekaan Bangsa Indonesia telah mempunyai

perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat adil dan makmur,

sebagaimana termuat dalam alinea ke empat Undang – Undang Dasar

1945. Program – program yang dilaksanakan selama ini juga selalu

memberikan perhatian besar pada upaya pengentasan kemiskinan, karena

pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Meskipun

demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus menerus menjadi

masalah yang berkepanjangan. Untuk mengurangi dampak – dampak

kemiskinan, ada beberapa program – program pengentasan kemiskinan

yang dilakukan Pemerintah yaitu : (1). Program Impres Desa Tertinggal

yaitu suatu program yang dilakukan dengan cara memberi bantuan kepada

masyarakat miskin yang tidak memiliki modal awal untuk

mengembangkan usaha yang berlokasi di desa tertinggal, (2). Program

Taksra dan Kukesra yaitu program yang diberikan kepada masyarakat

miskin yang tidak berlokasi di desa tertinggal, bantuan yang diberikan

sifatnya hanya merangsang masyarakat miskin untuk menabung dan

selanjutnya melakukan usaha, bantuan yang diberikanpun berupa tabungan

dan pinjaman., (3) Program Jaringan Pengaman Sosial yaitu program yang

(7)

darurat dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan,

menciptakan lapangan pekerjaan, mengembangkan usaha kecil dan

menengah, dan melindungi sosial masyarakat dalam pelayanan dasar

khususnya kesehatan dan pendidikan (Sulistiyani,2004:137).

Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan bermacam –macam

hal yaitu salah satunya adalah kesehatan dan penyakit. Kesehatan dan

penyakit adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari permasalahan

kemiskinan, kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi,

yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi

kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam

penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti menderita gizi

buruk, pengetahuan kesehatan berkurang, perilaku kesehatan kurang,

lingkungan pemukiman yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia.

Sebaliknya kesehatan juga mempengaruhi kemiskinan, masyarakat yang

sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi

tingkat pendidikan yang maju, stabilitas ekonomi mantap, investasi dan

tabungan memadai sehingga orang yang sehat dapat menekan pengeluaran

untuk berobat.

( www.jpkm-online.net)

Undang –Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang – Undang

Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang

berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu,

(8)

kesehatannya, dan Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak

hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak

mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator

Angka Kematian Bayi ( AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di

Indonesia, masih cukup tinggi, yaitu AKB sebesar 26,9 per kelahiran

hidup dan AKI sebesar 24,8 per 100.000 kelahiran hidup serat Umur

Harapan Hidup 70,5 Tahun (BPS 2009).

Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut

diakibatkan karena sulitnya askes dalam pelayanan kesehatan. Kesulitan

askes pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya

kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal.

Seperti yang telah dijelaskan diatas, terdapat beberapa contoh program

pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya

adalah bertujuan untuk memberi perlindungan sosial masyarakat dalam

pelayanan dasar khusunya kesehatan dan pendidikan, sehubungan dengan

hal itu maka untuk menjamin askes penduduk miskin terhadap pelayanan

kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang – Undang Dasar 1945,

sejak tahun 2005 telah diupayakan untuk mengatasi hambatan dan kendala

tersebut melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat Misakin. Program ini diselenggarakan oleh

Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT Askes (persero)

berdasarkan SK Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasaan

(9)

ditingkatkan melalui perubahan – perubahan setiap tahun. Perubahan

mekanisme yang paling mendasar adalah adanya pemisahan peran

pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke

Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif

paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit, penempatan

pelaksana verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola

dan Tim Koordinasi tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta

penugasan PT Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan, untuk

menghindari kesalah pahaman dalam penjaminan kesehatan terhadap

masyarakat miskin yang meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati

miskin, program Askeskin berganti nama menjadi JAMINAN

KESEHATAN MASYARAKAT yang selanjutnya disebut JAMKESMAS

dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran yang telah dituangkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.

(www.jpkm-online.net)

Saat ini sasaran Jamkesmas di seluruh Indonesia sebesar 76,4 juta

jiwa keluarga miskin, sedangkan kuota Provinsi Jawa Timur sebesar

10.710.051 jiwa dan Kota Surabaya sebesar 458.622 jiwa. Program

Jaminan Kesehatan Masyarakat ini mulai diberlakukan per Tanggal 1 Juli

2008. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ini diambil dari

Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang diberikan pemerintah

(10)

Jaminan Kesehatan Masyarakat ini sendiri dibedakan menjadi 2

jenis yaitu Jamkesmas Kuota yaitu yang sudah ditetapkan oleh Menteri

yaitu untuk wilayah Surabaya sebesar 458.662 jiwa, dalam

pelaksanaannya masyarakat miskin yang sudah terdata oleh Pemerintah

akan mendapatkan kartu Jamkesmas yang dapat digunakan di Puskesmas

atau umah Sakit yang telah di tunjuk oleh Pemerintah. Sedangkan untuk

Jamkesmas non kuota dapat digunakan oleh masyarakat miskin yang tidak

terdaftar oleh Pemerintah dalam Jamkesmas Kuota yang sudah memiliki

Surat Keterangan Miskin (SKM) yang harus diterbitkan oleh lurah sesuai

dengan wilayah tinggal masing – masing. Kepala seksi Jaminan Kesehatan

Masyarakat Dinas Kesehatan Surabaya, Marisulis Setyowati menegaskan

bahwa Surat Keterangan Miskin merupakan salah satu syarat mutlak yang

harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan Jamkesmas Non

Kuota. Kemudian juga harus melampirakan fotokopi KTP atau KSK dan

rujukan dari Puskesmas yang berisi diagnosa dokter, tanggal, nama

Puskesmas dan nama dokter.(www.surabaya-ehealth.org).

Namun dalam pelaksanaannya Jamkesmas yang telah dijalankan sejak

tanggal 1 Juli 2008 dikhawatirkan akan menimbulkan beberapa

permasalahan sosial karena Jamkesmas berbeda dengan Askeskin. Pada

saat program Askeskin segala bentuk identitas Gakin seperti kartu

PKPS-BBM, kartu JPS, kartu sehat, Kartu Identitas Keluarga Miskin (KIKM)

dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) masih dapat digunakan

(11)

biaya dari Pemerintah pusat. Tetapi dalam pelaksanaan Jamkesmas, hanya

Gakin yang masuk dalam daftar Jamkesmas yang berhak mendapatkan

pelayanan kesehatan gratis di Rumah Sakit milik Pemerintah.

Pada Program Jamkesmas, Gakin yang telah masuk dalam kuota

akan mendapat kartu Jamkesmas yaitu untuk wilayah Kota Surabaya

sebesar 458.622 jiwa, sedangkan untuk kartu lainnya sudah tidak berlaku

lagi. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dr. Iwan

Muljono sudah terdapat database 10.710.051 nama dan alamat Gakin di

setiap RS milik Pemprov Jawa Timur yaitu RSU Dr. Soetomo Surabaya,

RS Saiful Anwar Malang, RSJ Menur Surabaya, RSU Haji dan RSU Dr.

Soedono Madiun. Gakin yang tidak masuk kuota Jamkesmas akan dilayani

sebagai pasien umum. ”Mulai 1 Juli 2008 hanya Gakin yang mempunyai

kartu Jamkesmas yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang

pembiayaannya akan dibayar melalui APBN,” ujar dr. Iwan. Sedangkan

menurut Dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTMH & H., MARS selaku direktur

RSU Dr. Soetomo mengatakan jumlah kuota Gakin yang telah ditetapkan

membuat Rumah Sakit berada dalam posisi yang serba sulit. Apabila pihak

Rumah Sakit memberikan pelayanan melebihi kuota, Departemen

Kesehatan tidak menanggung biaya dan menyerahkan tanggungan biaya

tersebut kepada Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kota. ”Diharapkan

kesadaran Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Kota untuk dapat

membiayai warganya yang masuk dalam kriteria Gakin tetapi berada di

(12)

Berdasarkan kuota Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan dalam

Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas 2008, Bupati/Walikota menetapkan

peserta Jamkesmas dalam Surat Keputusan, apabila jumlah Jamkesmas

yang ditetapkan melebihi dari jumlah kuota yang telah ditentukan maka

kelebihan kuota tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah

setempat.

Bagi Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Kota yang belum

menetapkan jumlah nama dan alamat masyarakat miskin secara lengkap

diberikan waktu sampai dengan akhir Juni 2008. Apabila sampai batas

waktu tersebut Pemerintah Daerah belum dapat menetapkan sasaran

Gakinnya, maka terhitung mulai tanggal 01 Juli 2008 Pembiayaan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di wilayah tersebut menjadi

tanggung jawab Pemerintah Daerah setempat.(www.surabaya-ehealth.org) Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala mekanisme

dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat yakni Surat Keterangan

Miskin yang masih salah, sehingga dalam peaksanaannnya surat tersebut

tidak bisa digunakan sebagai rujukan ke beberapa Puskesmas atau Rumah

Sakit yang masuk dalam daftar pelayanan kesehatan bagi masyarakat

miskin.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Surat Keterangan Miskin

adalah syarat mutlak seorang pasien untuk mendapatkan pelayanan

Jamkesmas. Namun sejauh ini, Surat Keterangan Miskin masih menjadi

masalah karena keterbatasan pengetahuan masyarakat, sehinnga untuk

(13)

disediakan terkesan sulit. Ditegaskan Marisulis lebih lanjut penting juga

masyarakat memperhatikan tata cara untuk mendapatkan Surat Keternagan

Miskin yaitu, Pertama, Surat Keterangan Miskin harus diterbitkan oleh

lurah sesuai dengan wilayah kerja masing – masing berdasarkan

permohonan masyarakat. Selanjutnya, Surat Keterangan Miskin hanya bisa

berlaku untuk satu orang anggota keluarga serta masa berlaku kartu Surat

Keterangan Miskin 3 bulan dan dapat diperpanjang setiap 3 bulan

sekali.(www.surabaya-ehealth.org)

Meskipun program – program kemiskinan telah dilaksanakan ,

pada kenyataannya di lapangan program – program tersebut banyak

mengalami kendala. Ini berkaitan dengan sulitnya menghapus garis

kemiskinan penduduk, sehingga banyak jumlah masyarakat yang

tergolong miskin. Salah satu prasyarat keberhasilan program – program

sangat tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target group dan

target area (Faisal Basri 1995 : 103)

Seperti yang diberitakan, masih banyak masalah – masalah lain dalam

pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat khususnya di

Surabaya, salah satunya ditemui pada saat sidak yang dilakukan oleh

anggota Komisi D anggota DPRD Surabaya Bhaktiono

(Selasa,27/01/2010), masih ada beberapa pasien miskin yang

memanfaatkan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat masih ditarik

sejumlah pungutan administrasi. Seperti yang dialami Sumiarsih (36),

(14)

171.000 untuk pengobatan gigi anaknya. Padahal, kartu Jamkesmas sudah

ditunjukkan kepada petugas rumah sakit milik pemerintah tersebut.

Berdasarkan wawancara, Sumiarsih mengatakan :

"Saya gak tahu pembayaran uang itu untuk apa," tukas ibu muda ini, kepada wartawan. (www.surya.com,desember 2009 )

Hal yang sama juga dialami Fatimah. Untuk pengobatan anak keduanya

yang bernama Nikmatul (1), ia harus merogoh koceknya sebesar Rp 200

ribu. Padahal, kartu Jamkesmas sudah ia kantongi sejak tahun lalu.

Berdasarkan wawancara, Fatimah mengatakan :

"Punya, tapi waktu saya masuk rumah sakit ini malam hari. Jadi kantor rumah sakit sudah tutup," kata warga Tenggumung, Kenjeran itu.(www.surya.com,desember 2009)

Melihat fakta itu, Bhaktiono menilai kalau selama ini pemkot kurang

berhasil menerapkan program Jamkesmas. "Jelas penarikan sejumlah uang

kepada pasien miskin dengan berbagai alasan itu jelas tidak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku," ujar polisi PDIP ini.. Sementara itu, pihak

Rumah Sakit sendiri saat dikonfirmasi mengatakan bahwa penarikan

sejumlah uang yang dilakukan oleh petugas rumah sakit kepada pasien

miskin bukan kesalahan patugas secara murni.

(www.surya.com).

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ini bersifat berjenjang dan

Nasional, berjenjang berarti pelayananya berjenjang mulai Puskesmas,

(15)

yang sifatnya emergenci bisa dirujuk langsung ke Rumah Sakit tipe A.

Sedangkan Nasional berarti bagi masyarakat pemegang kartu Jamkesmas

dapat digunakan dimana saja, tidak terbatas pada wilayah ia tinggal saja.

Namun ternyata dalam pelaksaanaan pelayanannya masih menimbulkan

beberapa kendala di lapangan. Masyarakat miskin yang termasuk dalam

database BPS (Badan Pusat Statistik) akan mendapatkan kartu Jamkesmas

yang telah tercantum nama dan alamat pemegang kartu (by name by

addres). Dengan kartu tersebut, pasien yang akan berobat seluruh biaya

pengobatannya akan ditanggung oleh negara, tetapi pengobatannya harus

dilaksanakan berjenjang mulai dari Puskesmas, RS tipe C / B kemudian di

RS tipe A.

”Puskesmas jangan takut untuk memberi rujukan kepada pasien miskin, meskipun berasal dari luar kota Surabaya, asalkan mempunyai kartu Jamkesmas maka tetap dapat memperoleh rujukan ke Rumah Sakit,” jelas Marisulis Setyowati, SKM, Kepala Seksi Jaminan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Sedangkan pada masyarakat yang menggunakan Jamkesmas Non

Kuota pasien tersebut harus melampirkan SKM (Surat Keterangan Miskin)

untuk dapat memperoleh pelayanan Jamkesmas Non Kuota.

”Apabila terdapat SKM atas nama suami tetapi yang sakit istrinya, maka harus dilampirkan KTP istri dan KSK yang membuktikan bahwa pasien tersebut merupakan istri pemegang SKM itu,” jelas Sulis, sapaan akrabnya, Kepala Seksi Jaminan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Puskesmas dalam Program Jamkesmas ini adalah instansi yang

(16)

Puskesmaslah pasien dapat menggunakan fasilitas Program Jamkesmas

baru kemudian diarahkan untuk dirujuk ke Rumah Sakit apabila

membutuhkan penanganan yang lebih serius. Apabila Puskesmas masih

menemui kendala dalam pelaksanaan Jamkesmas maka bagaimana

Program ini akan berjalan dengan baik.

Sesuai dengan tujuan Jaminan Kesehatan Masyarakat menurut Dinas

Kesehatan yaitu Meningkatkan askes dan mutu pelayanan kesehatan

terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat

kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Dengan

tujuan khusus untuk meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak

mampu yang mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas serta

jaringannya dan di Rumah Sakit, lalu untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin serta terselenggaranya

pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Sesuai masalah –

masalah dalam pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat yang

telah di jelaskan diatas khususnya dalam wilayah Kota Surabaya. Dan

juga, dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana

Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di

Puskesmas Jagir Surabaya, dimana Puskesmas Jagir merupakan

Puskesmas unggulan karena merupakan salah satu puskesmas denagn

fasilitas yang cukup lengkap, mulai dari Unit Gawat Darurat, fasilitas

(17)

peneliti ingin mengetahui apakah Program Jamkesmas di Puskesmas Jagir

juga dilakukan sesuai dengan program Pemerintah.

1.2 Permusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

“ Bagaimana Implementasi Program Jaminan Kesehatan

Masyarakat ( Jamkesmas ) di Puskesmas Jagir Surabaya? “

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ) di

Puskesmas Jagir Surabaya.

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

1. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Relevansi yang diharapkan dari penelitian ini untuk Program Studi

Ilmu Administrasi Negara adalah mengenai kebijakan publik.

Kebijakan publik adalah suatu keputusan yang di buat oleh pemerintah

yang terkait dengan lingkungannya dan mempunyai hasil akhir untuk

dicapai.

(18)

2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan Puskesmas Jagir

Untuk bahan pertimbangan dan evaluasi sejauhmana Implementasi

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ) di Wilayah

Kerja Puskesmas Jagir.

3. Bagi Penulis.

Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan

secara nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga

(19)

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah di lakukan oleh pihak lain yang dapat di

pakai sebagai bahan pengkajian yang berkaitan dengan Implementasi Pembagian

Raskin (Studi Tentang Pelaksanaan Program Raskin di Kecamatan Gunung Anyar

Kelurahan Gunung Anyar, Surabaya) adalah sebagai berikut :

1.Kiky Christina Manopo (2004) dari Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya Malang dalam skripsinya yang berjudul

“Program Pendistribusian Raskin sebagai Upaya Meringankan Beban

Kemiskinan”(Studi tentang Prosedur Sub Divisi Regional I Surabaya). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan prosedur pendistribusian

Raskin yang dijadikan acuan oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara sebagai

salah satu unit operasi di bawah Bulog yang menyelenggarakan usaha logistic

pangan pokok yang bermutu bagi masyarakat serta bertugas untuk menyediakan

dan mendistribusikan Raskin sampai ke titik distribusi.

Untuk memahami hal tersebut dalam penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif. Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah prosedur

pendistribusian Raskin oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara, kendala atau

penyimpangan yang terjadi dalam pendistribusian Raskin beserta upaya-upaya

yang dilakukan untuk mengantisipasinya dan bagaimana keberhasilan Sub Divisi

(20)

Penelitian ini di laksanakan di Perum Bulog Sub Divisi Regional I Surabaya Utara

yang di jalan raya Bandara Juanda Sidoarjo, dengan teknik pengumpulan data

yaitu pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendistribusian Raskin

oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara sudah di lakukan dengan benar karena

sesuai prosedur yang di tetapkan Bulog dan pada dasarnya prosedur yang di

terapkan Sub Divisi Regional I Surabaya Utara tersebut sudah tepat, jelas dan

tidak berbelit-belit, namun akan lebih baik lagi jika dalam prosedur distribusi

tersebut di terapkan tanggal dilaksanakannya distribusi beras serta tanggal batas

akhir pembayaran Raskin setiap bulannya. Sehingga penerima manfaat dapat

mempersiapkan biaya pembelian beras Raskin labih dini, yang akhirnya dapat

mencegah atau meminimalisir terjadinya tunggakan yang dapat merugikan pihak

Sub Divisi Regional/Divisi Regional/Bulog maupun para penerima manfaat.

Perbedaan dan persamaan penelitian ini antara lain untuk perbedaan dalam

penelitian ini yang pertama yaitu tujuan penelitian, dimana dalam penelitian

terdahulu terdapat tujuan penelitian untuk menggambarkan prosedur

pendistribusian Raskin yang di jadikan acuan oleh Sub Divisi Regional I Surabaya

Utara, sedangkan dalam penelitian sekarang terdapat tujuan penelitian untuk

mendeskripsikan pelaksanaan program Raskin di Kelurahan Gunung Anyar

Kecamatan Gunung Anyar Surabaya dan untuk mengetahui pelaksanaan program

Raskin yang tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat

administrasi, tepat kualitas.. Perbedaan yang kedua yaitu fokus penelitian, dimana

(21)

pendistribusian Raskin oleh Sub Divisi Regional I Surabaya Utara. Kendala atau

penyimpangan yang terjadi dalam pendistribusian Raskin di Kota Surabaya,

sedangkan dalam penelitian sekarang terdapat fokus penelitian yang sesuai dengan

Pedum Raskin 2010 dengan tercapainya target 6T yaitu tepat sasaran, tepat

jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi, tepat kualitas. Perbedaan yang

ketiga yaitu lokasi penelitian yang berada di Perum Bulog Sub Divisi Regional I

Surbaya Utara, sedangkan dalam penelitian yang sekarang terdapat lokasi

penelitian yang berada di Kelurahan Gunung Anyar Kecamatan Gunung Anyar,

Surabaya. Untuk persamaan dalam penelitian ini yang pertama yaitu jenis

penelitian, dimana yang sama-sama menggunakan metode kualitatif. Persamaan

yang kedua yaitu teknik pengumpulan data, dimana sama-sama dilakukan dengan

cara pengamatan, wawancara dan dokumentasi.

2. Dariawan Lenna (2002) dari Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya dalam skripsinya yang

berjudul “Program Pemenuhan Kebutuhan Pangan bagi Warga Miskin”

(Studi Implementasi Program Raskin Kecamatan Sawahan dan Kecamatan Tambak Sari Surabaya).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Program Raskin

dan faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap Implementasi Program Raskin.

Jenis penelitian ini yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

Lokasi yang ditetapkan adalah wilayah Surabaya dengan mengambil sample di

wilayah Kecamatan Sawahan dan Tambaksari Surabaya dengan pertimbangan

(22)

Sedangkan untuk pengumpulan data diperoleh dengan cara pengamatan,

wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejauh ini Implementasi Program

Raskin di Surabaya khususnya di Kecamatan Sawahan dan Tambaksari masih

dinilai belum maksimal dan tingkat keberhasilan sekitar 70% sampai 80% karena

masih banyak kekurangan diantaranya pada tingkat sosialisasi intensitasnya

karena hanya dilakukan sekali, persiapan data masih jauh dari keadaan di

lapangan, keterlibatan lembaga seperti LSM juga kurang karena hanya melibatkan

satu LSM saja untuk monitoring dan evaluasinya. Selain itu komunikasi antar

kelompok sasaran dan pelaksana juga kurang karena hanya dilakukan dalam

bentuk rapat koordinatif saja. Walaupun sikap pelaksana mendukung dan

kelompok sasaran menerima program ini dengan baik karena dengan adanya

program Raskin ini manfaat yang diterima warga miskin adalah pengeluaran

sehari-hari untuk kebutuhan beras menjadi 50% lebih hemat tetapi perlu adanya

perbaikan dan modifikasi program agar warga miskin tidak hanya sebagai

penerima subsidi pasif tetapi lebih diberdayakan.

Perbedan dan persamaan penelitian ini antara lain untuk perbedaan dalam

penelitian ini yang pertama yaitu tujuan penelitian, dimana penelitian terdahulu

terdapat tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berpengaruh

terhadap Implementasi Program Raskin. Sedangkan penelitian sekarang terdapat

tujuan untuk mendiskripsikan dan menganalisa pelaksanaan program Raskin di

Kecamatan Gunung Anyar dan untuk mengetahui pelaksanaan program Raskin

(23)

tepat waktu, tepat administrasi, tepat kualitas). Perbedaan yang kedua yaitu lokasi

penelitian, dimana dalam penelitian terdahulu terdapat lokasi yang berada di

Kecamatan Sawahan dan Tambaksari Surabaya, sedangkan dalam penelitian

sekarang terdapat lokasi penelitian yang berada di Kelurahan Gunung Anyar

Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya. Untuk persamaan dalam penelitian ini yang

pertama yaitu jenis penelitian, dimana yang sama-sama menggunakan metode

kualitatif. Persamaan yang kedua yaitu sama-sama untuk mengetahui

implementasi program Raskin. Persamaan yang ketiga yaitu pengumpulan data,

dimana yang sama-sama dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara dan

dokumentasi.

2.2. Landasan Teori

Di dalam cara berpikir secara ilmiah, teoti sangat dibutuhkan sekali

sebagai tolok ukur berpikir maupun bertindak karena teori merupakan suatu

kebenaran yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai

keterbatasan waktu dan tempat. Adapun tujuan landasan teori ini adalah untuk

memberikan suatu landasan berpikir pada penulis dalam usahanya untuk mencari

kebenaran yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, dimana hasilnya

belum mampu dijadikan sebagai pegangan dalam hubungannya dengan masalah

yang dihadapi. Untuk itulah dalam bab ini penulis ketengahkan teori-teori yang

(24)

2.2.1. Kebijakan Publik

2.2.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Jenkins dalam wahab (2004 : 4) mengatakan bahwa kebijakan publik

adalah serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang

aktor politik berkenan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk

mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itupada prinsipnya

masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.

Eyestone dalam Winarno (2002 : 15) menyatakan bahwa kebijakan publik

adalah hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya.

Dye dalam Islamy (2003 : 18) kebijakan publik mempunyai arti apapun

yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas bahwa kebijakan publik adalah

serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor

politik berkenan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk

mencapainya, adanya hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya dan

apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

2.2.1.2. Sifat Kebijakan Publik

Winarno (2002 : 19) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat

dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci beberapa kategori sebagai

(25)

1) Tuntutan-tuntutan kebijakan

Adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau

pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu

sistem politik.

2) Keputusan kebijakan

Adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah

yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada

tindakan-tindakan kebijakan publik.

3) Pernyataan-pernyataan kebijakan

Adalah pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi (penjelasan)

kebijakan publik.

4) Hasil-hasil kebijakan

Adalah manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik hal-hal yang

sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan

pernyataan-pernyataan kebijakan.

5) Dampak-dampak kebijakan

Adalah akibat-akibatnya bagi masyarakat baik yang diinginkan atau tidak

diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidaknya adanya tindakan

pemerintah.

2.2.1.3. Tahap-tahap Kebijakan Publik

Winarno (2002 : 28) proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang

(26)

Oleh karena itu kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan

publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik sebagai berikut :

1) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu

untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

2) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian di bahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk

kemudian dicari masalah terbaik.

3) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para

perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan

tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus

antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4) Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program

kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus

(27)

5) Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu

memecahkan masalah.

2.2.2. Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin)

Sesuai dengan Pedum Raskin 2010, ada beberapa istilah-istilah yang

berkaitan dengan program Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin), yaitu :

a. Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin)

Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) adalah program

pemerintah dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan

memberikan perlindungan pada keluarga miskin mlalui pendistribusian

beras bersubsidi sebanyak 156 kg/RTS/Tahun atau setara dengan 13

kg/RTS/Bulan dengan harga Rp 1600,-/kg netto di titik distribusi.

b. Satuan Tugas (Satgas)

Satuan Tugas (Satgas) adalah unit kerja yang dibentuk Kadivre atau

Kasubagdivre Perum Bulog yang bertugas mengangkut dan menyerahkan

beras kepada pelaksana distribusi akhir dan terdiri dari pegawai Perum

Bulog dan di luar Perum Bulog yang ditetapkan.

c. Titik Distribusi

Titik Distribusi adalah tempat di desa/kelurahan yang dapat dijangkau

keluarga sasaran penerima manfaat atau jika lokasi sulit dijangkau dapat

(28)

dengan Divre/Subdivre/Kanlog sebagai tempat penyerahan beras oleh

Satgas Raskin kepada pelaksana distribusi.

d. Pelaksana Distribusi Raskin

Pelaksana distribusi Raskin adalah kelompok kerja di titik distribusi atau

warung desa atau kelompok masyarakat yang ditetapkan oleh kepala

desa/lurah/ yang diberi tugas menerima beras dari satker raskin dan

menjual/menyerahkan kepada RTS-PM Raskin di titik distribusi serta

menyetorkan uang Harga Penjualan Beras (HPB) kepada Satker Raskin

atau menyetor ke rekening HPB BULOG yang ditetapkan.

e. Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat Raskin

Rumah tangga sasaran penerima manfaat raskin adalah RTS hasil

pendataan PPLS 08 BPS di desa/kelurahan yang berhak menerima Raskin

dan/atau hasil musyawarah desa/kelurahan yang dimasukkan dalam Daftar

Penerima Manfaat-1 yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah dan disahkan

oleh camat.

Sesuai dengan Pedoman umum Raskin 2010, terdapat indikator kinerja

pelaksanaan program Raskin sebagai berikut :

a. Tepat Sasaran Penerima Manfaat

Raskin hanya diberikan kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat

Raskin hasil musyawarah Desa/Kelurahan yang terdaftar dalam daftar

(29)

b. Tepat Jumlah

Jumlah beras Raskin yang merupakan hak rumah tangga sasaran penerima

manfaat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu 156kg/RTS/Tahun

atau setara dengan 13kg/RTS/Bulan

c. Tepat Harga

Harga tebus Raskin adalah sebesar Rp. 1600/kg netto di titik distribusi.

d. Tepat Waktu

Waktu pelaksanaan distribusi beras kepada rumah tangga sasaran

penerima manfaat sesuai dengan jadwal rencana distribusi yang disusun

oleh Tim Raskin dan disahkan oleh Bupati/Walikota setempat.

e. Tepat Administrasi

Terpenuhinya persyaratan administrasi secara benar, lengkap, dan tepat

waktu.

f. Tepat Kualitas

Terpenuhinya persyaratan kualitas beras sesuai dengan standar kualitas

beras Bulog.

2.2.3. Implementasi Kebijakan

2.2.3.1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Webster dalam Wahab (2004 : 64) menyatakan bahwa implementasi

kebijakan adalah suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan.

Pressman dan Wildavsky dalam Tangkilisan (2003 : 17) mengatakan

(30)

tujuan dan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut atau

kemampuan untuk menghubungkan antara yang diinginkan dengan cara untuk

mencapainya.

Meter dan Horn dalam Winarno (2005 : 102), membatasi implementasi

kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu

(kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan

kebijakan lainnya.

Jadi dapat disimpulkan implementasi kebijakan adalah Proses

melaksanakan keputusan kebijakan yang telah ditetapkan tujuannya.

2.2.3.2. Sumber-sumber Implementasi Kebijakan

Winarno (2002 : 132) perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan

secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan

sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan maka

implementasi ini cenderung tidak efektif. Dengan demikian sumber-sumber dapat

merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik.

Sumber-sumber yang penting meliputi :

a. Staf

Sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf.

Ada satu hal yang harus diingat adalah bahwa jumlah tidak selalu

mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Hal ini berarti

(31)

implementasi yang berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kecakapan

yang dimiliki oleh para pegawai pemerintah atau staf, namun di sisi yang

lain kekurangan staf juga akan menimbulkan persoalan yang pelik

menyangkut implementasi kabijakan yang efektif.

b. Informasi

Informasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementasi

kebijakan. Informasi mengenai program-program adalah penting terutama

bagi kebijakan-kebijakan yang melibatkan persoalan-persoalan teknis.

c. Wewenang

Sumber lain yang penting dalam pelaksanaan adalah wewenang.

Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program yang lain,

serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda.

d. Fasilitas-fasilitas

Fasilitas fisik mungkin pula merupakan sumber-sumber yang penting

dalam implementasi. Seorang pelaksana mungkin mempunyai alat yang

memadai, mungkin memahami apa yang harus dilakukan, dan mungkin

mempunyai wewenang untuk melakukan tugasnya, tetapi tanpa bangunan

sebagai kantor untuk melakukan koordinasi, tanpa perlengkapan, tanpa

perbekalan maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan

(32)

2.2.3.3 Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi Kebijakan

Keberhasilan dan kegagalan implementasi dapat dilihat dari terjadinya

kesesuaian antara pelaksanaan dengan disiplin, tujuan dan sasaran itu sendiri.

a). Keberhasilan implementasi kebijakan

Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21) menyatakan

keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga faktor, yaitu :

1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan aparatur

pelaksana.

2. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya

persoalan.

3. Implementasi yang berhasil mengarah pada kinerja yang memuaskan

semua pihak terutama kelompok penerima manfaat yang diharapkan.

b). Kegagalan implementasi kebijakan

Peters dalam Tangkilisan (2003 : 22) mengatakan implementasi kebijakan

yang gagal disebabkan beberapa faktor, yaitu :

1. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran

yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para

pelaksana dari kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari

kebijakan itu.

2. Isi Kebijakan

Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau

(33)

atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat

berarti atau adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.

3. Dukungan

Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pelaksanaannya tidak

cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian Potensi

Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor

implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya

dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

2.2.3.4. Prospek untuk memperbaiki implmentasi

Pelaksanaan kebijakan selama ini telah diidentifikasikan bahwa banyak

masalah yang timbul. Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang

rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut disebabkan banyak faktor, baik

menyangkut karakteristik program kebijakan yang di jalankan maupun oleh aktor

yang terlihat dalam implementasi kebijakan. (Winarno, 2002 : 161)

Kebijakan apapun sebenarnya mengandung resiko untuk gagal. Hogwood

dan Gunn dalam Wahab (2004 : 61) membagi pengertian kegagalan kebijakan ke

dalam dua kategori yaitu non implementation (tidak terimplementasikan) dan

unsuccesfull implementation (implementasi yang tidak berhasil)

Islamy (2003 : 108) menjelaskan bahwa kebijakan akan menjadi efektif

(34)

untuk mencapai efektifitas pelaksanaan kebijaksanaan proses komunikasi harus

baik yaitu menyebarluaskan kebijaksanaan kepada anggota masyarakat.

2.2.4. Kemiskinan

Kendatipun berbagai sumber menyoroti angka atau jumlah penduduk

miskin di Indonesia masih bervariasi, bahwa masyarakat miskin seberapa kecil

pun jumlahnya harus menjadi perhatian bersama. Masyarakat miskin harus segera

ditanggulangi.

2.2.4.1 Pengertian Kemiskinan

Mubyarto dalam Mashoed (2004 : 39) Kemiskinan adalah suatu situasi

serba kekurangan dan disebabkan oleh rendahnya ketrampilan, rendahnya

produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar produktivitas,

rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar produksi orang miskin dan

terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Sulistiyani (2004 : 17) mengatakan kemiskinan adalah bilamana

masyarakat berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik dalam aksesbilitas

pada faktor produksi, peluang atau kesempatan berusaha, pendidikan, fasilitas

hidup lainnya, sehingga dalam setiap aktivitas maupun usaha menjadi sangat

terbatas.

Kartasasmita (1996 : 234) bahwa kemiskinan adalah masalah dalam

pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan yang

(35)

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas bahwa Kemiskinan adalah suatu

situasi serba kekurangan dari penduduk dan disebabkan rendahnya ketrampilan,

rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan sehingga dalam setiap aktivitas

maupun usaha menjadi sangat terbatas serta ditandai juga oleh pengangguran dan

keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.

2.2.4.2 Indikator Kemiskinan

Indikator kemiskinan menurut Kuncoro (2004 : 142) adalah sebagai

berikut :

1) Garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS), batas garis kemiskinan

yang digunakan setiap Negara ternyata berbeda, misal disebabkan oleh

adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup, BPS menggunakan

batas miskin dari besarnya Rupiah yang dibelanjakan perkapita sebulan

untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2100 kalori per

hari, sedangkan pengeluaran minimum bukan makanan meliputi

pengeluaran untuk makanan, meliputi pengeluaran perumahan, sandang

serta aneka barang dan jasa dengan kata lain BPS menggunakan dua

macam pendekatan yaitu pendekatan kebutuhan dasar, (Basic Needs

Approach) dan pendekatan Head Count Index.

2) Garis kemiskinan Sajogyo adalah nilai rupiah yang setara dengan 20 KG

beras untuk daerah perkotaan sebagai tingkat konsumsi perkapita setahun.

3) Hendra Esmara menetapkan suatu garis kemiskinan perdesaan dan

(36)

barang dan jasa esensial, seperti yang diungkap secara berturut-turut dalam

subsensus.

4) Indikasi kemiskinan menurut orang jawa, menurut Soetrisno (1997 : 40)

antara lain :

a. Rumah reot

b. Tidak memiliki pakaian yang cukup baik

c. Tidak memiliki persediaan pangan

d. Tidak memiliki tanah atau ternak besar

2.2.4.3 Bentuk-bentuk Kemiskinan

Jamasy (2004 : 30) ada beberapa bentuk-bentuk kemiskinan, dimana

masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri, keempat bentuk tersebut adalah:

1. Kemiskinan Absolut

Yaitu apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau

sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

minimum antara lain : kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan

dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan Relatif

Yaitu kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis

kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat

(37)

3. Kemiskinan Strutural

Yaitu kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan

yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan

ketimpangan pada pendapatan.

4. Kemiskinan Kultural

Yaitu mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang

disebabkan oleh faktor budaya.

2.2.4.4. Perangkap Kemiskinan

Mashoed (2004 : 86) dimana banyak penduduk miskin terperangkap ke

dalam perangkap lingkaran kemiskinan, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Property

Keadaan miskin sehingga tidak mampu untuk membeli makanan yang

cukup, jasmani lemah/tidak sehat, tidak bisa bekerja produktif, pendapatan

sedikit, pendidikan rendah, peluang kerja sedikit, dan sebagainya.

2) Colation

Hidup terisolasi atau tertinggal, jauh dari pusat pemberian pelayanan, tidak

mendapat pendidikan yang cukup, tidak memperoleh informasi yang

cukup dan segera dan tidak memperoleh bantuan atau pinjaman modal dan

sebagainya.

3) Powerlessness

Penduduk miskin tidak berdaya karena dieksploitasi oleh orang kaya,

(38)

Negara/pemerintah, tidak berdaya secara hokum atau perlakuan hokum

yang tidak adil, status sosialnya yang rendah, suara orang miskin tidak

terdengar, tidak punya akses politik dan sebagainya.

4) Vulnerability

Kerentanan hidup karena miskin menyebabkan mereka sangat mudah

terkena guncangan ekonomi sekecil apapun, untuk bisa bertahan hidup

sering kali mereka terpaksa harus menjual atau menggadaikan aset

produktifnya untuk bisa makan atau memperoleh pengobatan sekadarnya.

5) Physical Weakness

Penduduk yang fisiknya lemah tidak mungkin dapat bekerja secara

produktif, sering sakit dan tidak cukup makan.

2.2.4.5. Masalah Kemiskinan

Mashoed (2004 : 44), apabila dilihat dari posisi kemiskinan masyarakat,

maka terdapat beberapa masalah kemiskinan yang menjadi perhatian yakni :

1) Masalah Kerentanan

Bahwa penanganan terhadap masalah kemiskinan masyarakat di samping

diarahkan untuk menangani masalah kesejahteraan dengan memberikan

sejumlah program peningkatan kesejahteraan, juga diarahkan untuk

kemandirian masyarakat.

2) Masalah Ketidakberdayaan

Karena masyarakat tidak mendapatkan kesempatan untuk

(39)

menentukan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri dan masyarakat

tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.

3) Masalah tertutupnya akses masyarakat terhadap peluang kerja

Karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi peluang

kepada mereka untuk berpartisipasi, baik disebabkan rendahnya tingkat

kualitas sumber daya manusia maupun tidak terpenuhinya persyaratan

kerja.

4) Masalah kemiskinan dapat terwujud dalam bentuk rendahnya akses

masyarakat pada dasar lantaran aksesbilitas yang rendah karena kondisi

alam yang miskin.

5) Masalah kemiskinan juga teridentifikasi

Karena penghasilan masyarakat sebagian besar dihabiskan untuk

pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan dalam kuantitas dan kualitas yang

terbatas sehingga produktivitas mereka menjadi rendah.

6) Masalah kemiskinan juga ditandai dengan tingginya depency ratio

Karena besarnya anggota keluarga sehingga berpengaruh terhadap

kemampuan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan. Akibatnya

kualitas sumber daya manusia menjadi lemah.

2.2.4.6. Penyebab Kemiskinan

Kartasasmita (1996 : 240) penyebab kemiskinan di Indonesia ada empat

penyebab yang satu sama lain saling terkait dan saling berpengaruh sebagai

(40)

1. Rendahnya taraf pendidikan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan

diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat

dimasuki.

2. Rendahnya derajat kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan

fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya lapangan kerja

Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat

oleh terbatasnya lapangan pekerjaan.

4. Kondisi keterisolasian

Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya kerena terpencil

dan terisolasi.

2.2.4.7. Upaya Penanggulangan Kemiskinan

Kartasasmita (1996 : 241) untuk menanggulangi kemiskinan sekaligus

memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya, diperlukan upaya untuk

memadukan berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan yang tersebar

diberbagai sektor dan wilayah. Kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan

tertuang dalam 3 arah kebijaksanaan, yakni :

a. Kebijaksanaan Tidak Langsung

Yang diarahkan penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap

(41)

b. Kebijaksanaan Langsung

Yang ditujukan kepada golongan masyarakat berpenghasilan rendah.

c. Kebijaksanaan Khusus

Untuk mempersiapkan masyarakat miskin itu sendiri dan aparat

bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program dan sekaligus

memacu dan memperluas upaya untuk menanggulamgi kemiskinan.

2.2.5. Program Pengentasan Kemiskinan

Sulistiyani (2004 : 137) adapun program pengentasan kemiskinan

merupakan perwujudan dari pembangunan yang melibatkan warga masyarakat

sebanyak-banyaknya, dengan menjadikan masyarakat miskin sebagai sasarannya.

Ada beberapa program-program pengentasan kemiskinan yaitu :

1) Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)

Program IDT adalah suatu program penanggulangan kemiskinan secara

terpadu, antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu program IDT

disebut juga sebagai gerakan nasional dan gerakan masyarakat, yang

mempunyai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk miskin

dengan cara memberikan bantuan. Program ini dimaksudkan untuk

merangsang masyarakat miskin agar dapar meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan dengan cara meningkatka atau membuka usaha kepada

masyarakat miskin yang tidak memiliki modal awal untuk

(42)

2) Program Takesra dan Kukesra

Program Takesra dan Kukesra dimaksudkan untuk memberikan bantuan

kepada keluarga miskin namun yang tidak berlokasi di desa tertinggal.

Sesungguhnya bantuan yang diberikan tersebut sifatnya hanya merangsang

masyarakat miskin untuk menabung dan selanjutnya melakukan usaha.

Bantuan yang diberikan dalam bentuk tunai yang tidak diterimakan secara

langsung akan tetapi bantuan tersebut berupa tabungan dan pinjaman.

Tujuan program ini adalah untuk merangsang keluarga miskin supaya

berperilaku ekonomis tidak konsumtif. Pinjaman yang diberikan tidak

dipergunakan untuk kegiatan produktif. Dengan demikian keluarga miskin

diharapkan mampu melakukan kegiatan produktif yang semakin

meningkat sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.

3) Program Jaringan Pengaman Sosial

Program ini pada umumnya merupakan tindakan darurat yang ditempuh

dalam rangka menyelamatkan rakyat dari deraan krisis. Mengingat

sifatnya darurat, maka JPS bersifat bantuan murni kepada masyarakat.

Tujuan dari program JPS ini adalah :

a. Peningkatan ketahanan pangan.

b. Penciptaan lapangan kerja.

c. Pengembangan usaha kecil dan menengah.

d. Perlindungan sosial masyarakat dalam pelayanan dasar khususnya

(43)

Pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Gunung Anyar Kelurahan

Gunung Anyar Surabaya, termasuk dalam kategori Jaringan Pengaman Sosial

(JPS), karena dalam program ini mengupayakan agar masyarakat miskin tidak

semakin terpuruk dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan.

[image:43.595.115.547.291.677.2]

2.3. Kerangka Berpikir

Gambar 1. Kerangka berpikir

Tepat Jumlah

Tepat Harga

Tepat Administrasi Tepat

Waktu

Tercapainya Target 6T Tepat

sasaran

Keberhasilan Program Raskin

Kelompok kerja (Pokja) di titik distribusi atau Warung desa (Wardes) atau kelompok masyarakat (Pokmas) yang ditetapkan oleh

kepala desa/lurah

Implementasi Kebijakan Publik No 25 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Program Raskin

Tepat Kualitas

Pemenuhan Sebagian Kebutuhan Pangan Pokok Masyarakat Miskin

(44)

Dari kerangka berpikir di atas di nyatakan bahwa program harus

diimplementasikan sesuai dengan Pedoman Umum Raskin 2010. Program Raskin

diatur berdasarkan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Direktur Utama

Bulog Nomor 25 Tahun 2003. Pelaksana distribusi Raskin dilakukan oleh

Kelompok kerja (Pokja) di titik distribusi atau Warung desa (Wardes) atau

kelompok masyarakat (Pokmas) yang ditetapkan oleh kepala desa/lurah, dalam

penelitian ini pengukuran implementasi program Raskin dideskripsikan dengan

keberhasilan Program Raskin adalah tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat

waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas. Dengan adanya tepat sasaran, tepat

jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas, maka

tercapainya target 6T dan pada akhirnya terlaksanakannya tujuan program Raskin

(45)

Dalam melakukan penelitian ini diperlukan metode penelitian yang

disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Dengan metode

penelitian akan didapatkan data informasi yang mendukung analisa dalam

penelitian ini. Selain itu juga akan menjadi jelas dan terfokus ruang

lingkup penelitiannya.

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian

deskriptif yang mencoba menggambarkan secara mendalam suatu obyek

penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana peneliti ingin

mendapatkan gambaran mengenai Implementasi Program Jaminan

Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Jagir Surabaya.

Dengan penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif peneliti

akan dapat menggambarkan / mendiskripsikan fenomena-fenomena yang

ada secara aktual serta menggambarkan konsep dan menghimpun fakta

tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.

Rancangan penelitian kualitatif sesungguhnya bersifat fleksibel,

luwes dan terbuka kemungkinan bagi suatu perubahan dan penyesuaian

(46)

menjadi awal yang penting untuk masuk ke lapangan tetapi rancangan

penelitian yang disusun tidak perlu memebelenggu peneliti untuk terlalu

tunduk pada “Reserve” padanya manakala kenyataan di lapangan

menunjukan kecenderungan yang berbeda dengan yang dipikirkan

sebelumnya. Jadi kenyataan dilapangan yang memang harus ditunduki.

Sasaran utama penelitian kualitatif adalah manusia yang dianggap

menjadi sumber masalah dan sekaligus penyelesaian masalah. Sasaran ini

dapat berupa kejadian, benda berupa foto, artefak,

peninggalan-peninggalan kuno dan sebagainya. Intinya sasaran penelitian kualitatif

adalah manusia dan segala kebudayaan dan kegiatannya.

Seorang peneliti dapat menggunakan penelitian dengan pendekatan

kualitatif jika yang bersangkutan ingin melakukan hal-hal sebagai berikut.

1. Memahami makna yang melandasi tingkah laku partisipan

2. Mendiskripsikan latar dan interaksi partisipan.

3. Melakukan eksplorasi untuk menidentifikasi informasi baru.

4. Memahami keadaan yang terbatas dan ingin mengetahui secara

mendalam dan rinci

5. Mendiskripsikan fenomena untuk menciptakan teori baru.

3.2 Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif fokus penelitian adalah hal-hal yang

akan dijadikan pusat perhatian dalam melakukan penelitian berkaitan erat

(47)

menentukan focus penelitian. Dalam hal ini fokus penelitian dapat

berkembang atau berubah sesuai dengan perlembangan masalah penelitian

di lapangan.

Menurut Bungin (2001:41), fokus penelitian mengandung

penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian

serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas.

Dalam penelitian kualitatif digunakan variable mandiri tanpa

membuat/menghubungkan dengan variable yang lain. Dalam penelitian ini

yang menjadi variable adalah Implementasi Program Jaminan Kesehatan

Masyarakat di Puskesmas Jagir Surabaya. Yang menjadi fokus dalam

penelitian ini adalah :

1. Biaya pelayanan

Dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan

Masyarakat apakah masih ada penarikan-penarikan atau pungutan

kepada masyarakat miskin yang menggunakan fasilitas Jamkesmas.

Dalam hal ini meliputi : adakah biaya yang masih dibebankan pada

pasien pemegang kartu Jamkesmas.

2. Cakupan pelayanan

Dimaksudkan bahwa pelayanan kesehatan apa saja yang didapatkan

pemilik kartu Jamkesmas di Puskesmas Jagir Surabaya. Dalam hal ini

meliputi : jenis pelayanan kesehatan apa sajakah yang didapatkan

(48)

3. Kualitas pelayanan

Dimaksudkan bahwa masyarakat miskin pemilik kartu Jamkesmas

mendapatkan mutu pelayanan yang sama seperti masyarakat umum,

yang meliputi :

1). Keandalan ( Reability )

Berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan pelayanan

dengan segera dan memuaskan. Dalam hal ini meliputi : sikap

petugas dalam memberikan pelayanan dan cara petugas

berkomunikasi dengan pasien pemegang kartu jamkesmas.

2). Daya Tanggap (Responsiveness)

Berkaitan dengan keinginan para staf untuk membantu para

pelanggan dan memeberikan pelayanan dengan tanggap. Dalam hal

ini meliputi : tindakan petugas terhadap keluhan pasien, kecepatan

waktu dalam menangani pasien pemegang kartu jamkesmas.

3). Jaminan (Assurance)

Berkaitan dengan adanya kemempuan, kesopanan dan sifat yang

dapat dipercaya yang dimiliki setiap petugas atau pegawai, bebas

dari bahaya, resiko, ketidakamanan maupun keragu-raguan. Dalam

hal ini meliputi : kredibilitas petugas loket terhadap pekerjaan, dan

keamanan lokasi bagi pasien pemegang kartu jamkesmas.

4). Empati (Emphaty)

Berkaitan dengan melakukan kemudahan, suatu komunikasi yang

(49)

para pasien. Dalam hal ini meliputi : kemudahan pasien dakam

mencari petugas loket dan perhatian dari petugas terhadap pesien

pemegang kartu jamkesmas.

5). Berwujud (Tangibles)

Berkaitan dengan adanya fasilitas fisik, perlengkapan petugas atau

pegawai dan sarana pelayanan. Dalam hal ini meliputi : tempat

duduk dan ruang tunggu, kebersihan ruangan, toilet dan tempat

parkir.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat peneliti untuk melakukan

penelitian. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara “purposive” yaitu

berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu. Penelitian ini dilaksanakan

di Puskesmas Jagir. Pemilihan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan

bahwa Pusksmas Jagir adalah Puskesmas yang memiliki fasilitas yang

baik mulai dari Unit Gawat Darurat, fasilitas rawat inap, fasilitas bersalin,

dimana fasilitas ini seharusnya juga dapat didapatkan oleh masyarakat

miskin pemegang kartu Jamkesmas bukan hanya masyarakat umum.

3.4 Sumber Data

Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi batasn dalam

(50)

1. Informan.

Dipilih secara purposif (purposive sampling) yang didasarkan atas

subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia

memberikan data yang benar-benar relevan dan kompeten dengan

masalah penelitian. Sedangkan informan selanjutnya diminta kepada

informan awal untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan

informasi dan kemudian informan itu diminta untuk menunjuk orang

lain yang dapt memberikan informasi dan seterusnya. Cara ini disebut

dengan snowball sampling yang dilakukan secara serial atau berurutan

(Maleong,2004:163). Proses ini berlangsung terus dan akan berakhir

bila telah terjadi penggulangan informasi yang masuk dan

pertimbangan kecukupan informasi yang diperlukan. Dalam hal ini

yang menjadi informan awal adalah kepala Puskesmas Jagir Surabaya

yaitu dr. Sri Peni Tjahyati.

2. Tempat dan peristiwa. Berbagai peristiwa atau kejadian yang berkaitan

dengan masalah atau fokus penelitian.

3. Dokumen. Berbagai dokumen yang memiliki relevansi dengan fokus

penelitian.

Menurut Lofland (2000:112), sumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data imbalan

seperti dokumen atau seperti :

1. Data Primer, adalah data informasi yang diperoleh secara langsung

(51)

2. Data Sekunder, adalah data berupa dokumen-dokemen,

laporan-laporan dan arsip lain yang ada relevansinya dengan penelitian

tersebut.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian ini, terdapat tiga proses

kegiatan yang dilakukan peneliti menurut Moleong (2004,128-222), yaitu :

1. Proses memasuki lokasi (Getting In)

Agar proses pengumpulandata dari informasi berjalan baik, peneliti

terlebih dahulu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan baik

kelengkapan administrasi maupun semua persoalan yang berhubungan

dengan setting dan subyek penelitian dan mencari relasi awal. Dalam

memasuki lokasi penelitian, peneliti menempuh pendekatan formal dan

informal serta menjalin hubungan yang akrab dengan informan

2. Ketika berada dilokasi penelitian (Getting along)

Ketika berada dilokasi penelitian, peneliti melakukan hubungan

pribadi dan membangun kepercayaan pada subyek penelitian

(informan). Hal ini dilakukan karena merupakan kunci sukses untuk

mencapai dan memperoleh akurasi dan komprehensivitas data

penelitian. Selain itu dalam proses ini peneliti berusaha untuk

(52)

3. Pengumpulan Data (logging the data)

a) Wawancara, yaitu melakukan Tanya jawab secara lisan dengan

pihak-pihak terkait yang dapat memberikan informasi penelitian.

b) Observasi, adalah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara

langsung terhadap proyek penelitian guna memperoeh data yang

actual dari sumber data.

c) Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan

peneliti dengan cara mencatat dan memanfaatkan data-data yang

ada di instansi yang berkaitan dengan penelitian yang berupa

dokumen atau catatan-catatan.

Menurut Bungin (2001:129), teknik pengumpulan data adalah

bagian instrument pengumpulan data yang menentukan berhasil atau tidak

suatu penelitian. Kesalahan penggunaan teknik pengumpulan data jika

tidak digunakan semestinya akan berakibat fatal terhadap hasil-hasil yang

dilakukan.

Ada beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi (pengamatan)

Yaitu sebagai salah satu teknik pengumpulan data daam penelitian ini

dilakukan dengan pengamatan langsung dilapangan dalam rangka

memperkuat dan meyakini hasil wawancara dan studi documenter,

dengan mencatat segala kejadian dan fenomena yang terjadi selama

(53)

2. Interview (wawancara)

Yaitu percakapan dengan maksud tertentu dengan dua orang pihak

yaitu pewawancara (interviewer)yang mengajukan pertanyaan dan

diwawancarai (responden) memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut. Pada teknik ini peneliti mengandalakan tatap muka dan

berinteraksi Tanya jawab langsung dengan pihak informan atau subyek

untuk memperoleh data.

3. Dokumentasi

Untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh melalui wawancara

atau observasi, maka perlu juga digunakan data tertulis yang telah ada

dan mampu digunakan sebagai pendukung pencapaian tujuan

penelitian.

3.6 Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisa data dilakukan sejak awal dan

sepanjang proses berlangsung. Menurut Miles dan Huberman (1992:20)

dalam bukunya analisis data kualitatif yang terdiri dari :

1. Reduksi Data

Diartikan sebagai pemilihan, perumusan, perhatian pada

penyerderhanaan, pengabstrakan dan informasi data kasar yang

muncul dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu

bentuk analisa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

(54)

sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan

diverifikasi.

2. Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang telah tersususn secara terpadu dan sudah

dipahami, yang memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan

mengambil tindakan.

3. Menarik kesimpulan verifikasi dari berbagai temuan data yang

diperoleh selama proses penelitian berlangsung.

Adapun proses analisis data secara interaktif dapat disajikan dalam

bentuk skema sebagai berikut :

[image:54.595.168.560.441.660.2]

Gambar 3.1

Gambar Analisis Data

Sumber :Miles dan Huberman (1992:20) Kesimpulan dan

Verifikasi Pengumpulan data

(55)

3.7 Keabsahan Data

Untuk menetapkan data pada penelitiann terdapat empat kriteria

keabsahan data dan teknik pemeriksaan keabsahan data yang menurut

Lincoln dan Guba dalam Moleong (2004:173) sebagai berkut :

1. Credibility ( Derajat Kepercayaan )

Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk meningkatkan derajat

kepercayaan terhadap data adalah dengan memperpanjang

keikutsertaanS pada latar penelitian dan ketekunan pengamatan yang

memungkinkan ke dalam penelitian.

2. Transferability ( Keteralihan )

Konsep ini mengatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat

berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama

atas dasar penemuan yang diperoleh pada sample yang secara

representative mewakili populasi itu.

3. Dependability (Ketergantungan)

Untuk mentukan ketergantungan data peneliti menggunakan teknik

audit ketergantungan dengan mengecek sejauh mana data digunakan

dalam analisis.

4. Comfirmability (Kepastian)

Untuk menentukan kepastian data maka peneliti menggunakan teknik

audit kepastian dengan menelusuri kembali jejak penelitian mulai dari

(56)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Jagir

Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 mengamanatkan

bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata harus makin

ditingkatkan. Upaya memperluas jangkauan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat telah diwujudkan dengan dibangunnya Pusat Kesehatan

Masyarakat atau Puskesmas yang tersebar di pelosok tanah air.

Sebagai unit pelaksanaan teknis Dinas Kesehatan, puskesmas

mumpunyai tiga fungsi yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan yang

berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, dan

sebagi pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab

atas wilayah kerja yang ditetapkan. Jadi peran Puskesmas mempunyai

daya angkut yang besar dalam pembangunan kesehatan Indonesia.

Dalam rangka memperlancar dan memperluas pelaksanaan

tugas-tugas pelayanan dibidang kesehatan dan untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat serta peningkatan kesehatan di Kota Surabaya. Pada

tahun1960 dibangun Puskesmas yang berada di kawasan kecamatan

Wonokromo yaitu Puskesmas Jagir, Puskesmas Jagir sebagai tempat

kesehatan yang diharapkan dapat memperlancar pelaksanaan tugas-tugas

Gambar

Gambar 1. Kerangka berpikir
Gambar Analisis Data
Tabel. 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui implementasi program Jamkesmas di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam sebagai pemberi pelayanan kesehatan (PPK) pada peserta

Keluarga fakir miskin penerima Jamkesmas sudah merasa sangat terbantu dengan adanya program ini, masyarakat menilai Rumah Sakit sudah baik dalam memberikan pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Muara Kedang sesuai fungsi dan perannya telah memenuhi

Pendanaan Jamkesmas merupakan jenis belanja bantuan sosial bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan, Berapakah jumlah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah untuk

Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap pelaksanaan sistem surveilans DBD di Puskesmas Jagir dengan membuat absensi ketepatan dan kelengkapan

Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap pelaksanaan sistem surveilans DBD di Puskesmas Jagir dengan membuat absensi ketepatan dan kelengkapan

Latar belakang penelitian ini didasarkan pada adanya berbagai permasalahan dalam implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang diselenggarakan

5.3.2 Pelaksanaan pelayanan Program Jamkesmas Kepada Pasien Rawat Jalan Tingkat Lanjutan Tabel 12 Distribusi Responden Tentang Jumlah Menggunakan Kartu Jamkesmas Untuk Berobat Di