• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Mangrove yang Terdapat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan

Sampel yang diambil di Pulau Sembilan sebanyak 56 kepala keluarga dan 116 kepala keluarga di Pulau Kampai. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Berikut adalah tabel jenis mangrove yang tersebar di Pulau Sembilan dan Kampai

Tabel 4. Jenis Mangrove yang Tersebar di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan

No

Jenis Mangrove Tipe Tumbuhan Pulau Kampai Pulau Sembilan 1 Longgade (Bruguiera parviflora) Pohon + + 2

Burus (Bruguiera cylindrical) Pohon + +

3

Bangka hitam (Rhizophora mucronata)

Pohon - +

4

Pedada merah (Sonneratia caseolaris)

Pohon - +

5

Pertut (Bruguiera gymnoriza) Pohon + +

6

Api api (Avicenia officinalis) Pohon - +

7

Api api balah (Lumnitzera racemosa)

Perdu - +

8

Bakau minyak (Rhizophora apiculata)

Pohon + +

9

Pedada (Sonneratia alba) Pohon - +

10

Bakau (Rhizophora stylosa) Pohon + +

11

Nipah (Nypa fruticans) Palma + +

12

Tengar (Ceriops tagal) Pohon + +

Keterangan : (+) Ada ; (-) Tidak Ada

Sumber : Laporan Pengenalan Ekosistem Hutan, Universitas Sumatera Utara Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa ada beberapa jenis tumbuhan mangrove yang ada di Pulau Sembilan tetapi tidak ada di Pulau Kampai, seperti bangka hitam, pedada dan api-api. Menurut Supriharyono (Supriharyono. 2000.) menyatakan bahwa frekuensi arus pasang berpengaruh pada kepadatan vegetasi, salinitas air tanah akan berpengaruh terhadap struktur akar, suhu air, tinggi, dan

waktu genangan air akan sangat mempengaruhi kondisi salinitas tanah, selanjutnya salinitas tanah akan sangat menentukan kelangsungan hidup mangrove dan berpengaruh terhadap pola sebaran (zonasi) mangrove. Hal ini berarti bahwa zonasi di hutan mangrove tergantung pada keadaan tempat tumbuh spesifik yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya. Daya adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan menenentukan komposisi spesies yang menyusun suatu vegetasi mangrove.

Salam dan Rachman (1994) juga berpendapat bahwa zonasi di hutan mangrove tergantung dari keadaan tempat tumbuh spesifik dari satu tempat ke tempat yang lain. Tempat tumbuh mangrove memang selalu berubah akibat sedimentasi dan pengikisan. Daya adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan menentukan komposisi spesies yang menyusun suatu hutan mangrove.

Potensi mangrove di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai sangat tinggi, dapat dilihat di tabel diatas bahwa jenis mangrove di kedua pulau tersebut sangat bermacam jenisnya. Akan tetapi, masyarakat banyak menyalahgunakan manfaat seperti eksploitasi hasil mangrove berupa kayunya, bukan buahnya. Dengan makin maraknya laju eksploitasi, maka jenis mangrove yang terdapat di Pulau Kampai menjadi sangat rentan terhadap kerusakan karena banyak dijadikan sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat. Hal ini yang menjadi faktor tersedianya jenis tertentu yang ada di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor regenerasi yang seringkali terbatas. Selain itu juga karena jenis ini adalah termasuk jenis yang paling banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk yang berada di sekitar tempat tumbuhnya.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa masyarakat di Pulau Kampai banyak memanfaatkan jenis mangrove berupa Nipah untuk diambil daunnya, begitu juga di Pulau Sembilan, masyarakat banyak mengambil daun Nipah. Hasil mangrove dari jenis lain berupa buah belum dimanfaatkan masyarakat.

Dari responden yang diwawancarai mengaku bahwa mereka sedikit mengetahui jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi dan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai potensi ekonomi mangrove di Pulau Sembilan sangat rendah terhadap hutan-hutan disekitarnya. Sehingga mangrove yang dimanfaatkan hanya itu saja. Masyarakat juga mengakui bahwa penghasilan mereka yang memanfaatkan hasil hutan mangrove sangat sedikit dan kurang berpengaruh.

Gambar 3. Sampel Tingkat Pendidikan di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat Pulau Sembilan dan Pulau Kampai hanya lulus Sekolah Dasar. Hal ini mempengaruhi pola pikir dan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan mangrove sehingga hanya sedikit jenis mangrove saja yang masyarakat ketahui untuk dimanfaatkan. Masyarakat hanya mengetahui pengolahan daun Nipah untuk bahan pembuat atap, sedangkan buah dan propagul dari jenis mangrove lain yang dapat diolah belum diketahui masyarakat karena pengetahuan dan pola pikir masyarakat yang masih sangat terbatas. Toha (1995) menyatakan bahwa proses

34 11

7 3 1

Sample Tingkat Pendidikan di Pulau Sembilan SD SMP 68 26 20 2

Sample Tingkat Pendidikan di Pulau Kampai

SD SMP SMA S1

yang mengawal terjadinya pola pikir seseorang dipengaruhi oleh faktor internal (pribadi) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal seseorang meliputi pengalaman, pengetahuan, proses belajar, wawasan pemikiran keinginan, motivasi dan tujuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu meliputi lingkungan keluarga, fisik dan sosial budaya setempat.

Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat

No. Jenis Mangrove Potensi Bentuk Pemanfaatan Menurut Literatur

Pulau Kampai Pulau Sembilan

Kayu Daun Buah K

Kayu D Daun B Buah K Kayu D Daun B Buah 1 Longgade (Bruguiera parviflora) Kayu

Bakar Makanan Tepung, Kue + - + -

2

Burus (Bruguiera cylindrical)

Kayu

Bakar Makanan Tepung, Kue + - + -

3 Bangka hitam (Rhizophora mucronata) Kayu

Arang Kerupuk Kerupuk + - + -

4 Pedada merah (Sonneratia caseolaris) Kayu Bahan Bangunan Makanan

Minuman Sirup, Dodol + - + -

5

Pertut (Bruguiera gymnoriza)

Kayu

Bangunan Makanan Tepung, Kue + - + -

6

Api-api (Avicenia officinalis)

Kayu

Bangunan Kerupuk Makanan

Kue, Puding

Kerupuk, + - - + - -

7

Api api balah (Lumnitzera racemosa)

Kayu

Bangunan Obat Obat + - + -

8 Bakau minyak (Rhizophora apiculata) Kayu

Arang Kerupuk Kerupuk + - + -

9 Pedada (Sonneratia alba) Kayu Bakar Makanan,

Minuman Sirup, Dodol + - + -

10

Bakau (Rhizophora stylosa)

Kayu

Keterangan : (+) Sudah Dimanfaatkan ; (-) Belum Dimanfaatkan

Sumber : Buku Pengenalan Mangrove dan Manfaat Alaminya, BPHM Wil. II, Medan Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove, KeSeMaT, Semarang

Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat Pulau Sembilan dan Pulau Kampai belum memanfaatkan hasil mangrove secara optimal. Hanya dari jenis Nipah saja yang dimanfaatkan masyarakat berupa daun untuk membuat atap dan ini hanya diperoleh dari orangtua mereka cara membuat atap. Pengetahuan ini menurut pengakuan masyarakat diajarkan sejak turun-temurun sehingga untuk hasil mangrove jenis lain belum mereka manfaatkan. Pola pikir dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan mangrove.

Bisa kita ketahui bahwa potensi mangrove non kayu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dapat naik. Tetapi masyarakat kedua pulau tersebut yang berpendidikan rendah tidak mengetahui potensi yang ada dalam mangrove sehingga sulit untuk dimanfaatkan. Mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan peningkatan ekonomi ini, Huntington (1995) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan ekonomi yang lebih baik berpengaruh positif pada peningkatan jumlah publik yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat (Lanjutan)

No. Jenis Mangrove Potensi Bentuk Pemanfaatan Menurut Literatur

Pulau Kampai Pulau Sembilan

Kayu Daun Buah K

Kayu D Daun B Buah K Kayu D Daun B Buah 11 Nipah (Nypa fruticans) Atap Makanan, Minuman Atap, Makanan, Minuman + - + - 12 Tengar (Ceriops tagal) Pewarna Pewarna Tekstil - -

Sumber daya alam terutama mangrove di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan sangat bermacam-macam dan berpotensi tinggi untuk dimanfaatkan. Masyarakat setempat dapat memanfaatkan buahnya untuk keperluan pangan. Buah mangrove dapat dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal baru terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi hutan mangrove yang luas seperti di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai. Ada beberapa jenis buah mangrove yang dapat diolah menjadi produk makanan antara lain jenis Pedada (Somnneratia spp) dapat diolah menjadi sabun, sirup, selai, dodol, dan jenis api-api (Avicennia alba). Beberapa warga masyarakat Bali yang tinggal di daerah hutan mangrove seperti di daerah Serangan, mengkonsumsi buah jenis pidada ini sebagai bahan untuk rujak karena rasanya yang asam. Buah lindur dan api-api memiliki kandungan karbohidrat dan pati yang lebih tinggi dari jenis buah mangrove lainnya. Buah lindur dapat diolah menjadi kue bolu, kue kering dan kerupuk mangrove. Beberapa dari jenis tumbuhan mangrove tersedia di kedua pulau tersebut sehinga potensi untuk dimanfaatkan sangat tinggi.

Buah Bruguiera ini, sudah banyak dieksplorasi sebagaai sumber pangan lokal baru menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung dengan kelapa parut (Fortuna, 2005). Buah mangrove jenis Bruquiera gymnorrhiza yang secara tradisional diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan

nasi atau dimakan langsung dengan bumbu kelapa. Menurut Sadana (2007) menyatakan bahwa buah Bruguiera mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung singkong atau sagu. Priyono (2010) berpendapat bahwa dari 1 kg buah lindur yang sudah dikupas akan

menghasilkan 400gr tepung. Setelah menjadi tepung baru dapat diolah menjadi bahan baku dalam pembuatan makanan.Tepung buah lindur mempunyai derajat putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi untuk pengolahan pangan tidak dibutuhkan pewarna makanan. Secara alami buah lindur ini memberikan warna coklat. Bisa dibentuk menjadi adonan yang kalis dan mempunyai kandungan amilosa hampir sama dengan beras yaitu sekitar 17%.

Buah Sonneratia memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi sumber pangan lokal, dimana buah Sonneratia memiliki keunikan dari buah mangrove lainnya yakni buah Sonneratia ketika sudah matang (masak) sudah bisa langsung di manfaatkan menjadi jus dan dodol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indra (2007) yang menyatakan bahwa buah Sonneratia telah banyak diolah untuk dijadikan beberapa produk pangan seperti jenang, dodol, selai dan sirup. Produk sirup lebih banyak disukai mengingat iklim tropis kita yang memungkinkan orang lebih memilih minuman segar daripada makanan manis. Buah Sonneratia memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman mangrove lainnya yaitu sifat buahnya tidak beracun, dapat dimakan langsung. Rasa asam dan aroma yang khas serta tekstur buah yang lembut membuat buah Sonneratia cocok diolah menjadi sirup.

Produk makanan dan minuman dari bahan baku buah mangrove dapat dikatakan produk yang cukup unik dan banyak masyarakat yang belum mengetahui potensi dan manfaat buah mangrove sebagai pengganti makanan pokok. Melalui informasi seperti inilah diharapkan masyarakat Pulau Kampai dan Pulau Sembilan dapat menrunkan ketergantungan terhadap beras sebagai makanan pokok. Hanggarawati (2012) menyatakan bahwa, sasaran dari kebijakan

diversifikasi pangan untuk menaikkan Skor Pola Pangan Harapan (tahun 2010 = 80,6; tahun 2014 = 93,3), menurunnya konsumsi beras per kapita (1,5% tahun), diimbangi dengan peningkatan konsumsi/kapita hasil-hasil ternak, ikan, umbi, buahan, dan sayuran. Sumberdaya lokal dalam hal ini diversivikasi pangan berbasis buah mangrove akan membutuhkan buah yang melimpah dan itu bisa diperoleh dengan terus melakukan pelestarian mangrove. Jika upaya rehabilitasi berhasil dan pelestarian terjaga maka bahan baku industri pengolahan mangrove akan cukup tersedia memungkinkan untuk terbentuknya industri pengolahan mangrove dan produksi pangan berbasis buah mangrove lebih kontinyu.

Proses Pengolahan Hasil Mangrove Menjadi Bahan Pangan Dodol Mangrove

Dodol adalah makanan semi basah bertekstur kenyal dengan kadar gula, pati dan minyak yang tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang agak lama (sekitar 1-3 bulan). Pembuatan Dodol mangrove ini dapat menggunakan buah Sonneratia. Pembuatan dodol mangrove tidak terlalu sulit dan membutuhkan alat dan bahan yang sangat sederhana.

1. Pembuatan Adonan. Buah Sonneratia dikupas, kemudian digiling sampai halus. Setelah itu ditambahkan bahan-bahan berupagula pasir, gula merah, tepung ketan, santan kental dan natrium benzoat. Bahan-bahan tadi diaduk sampai semua merata. hasilkan campuran ini yang disebut dengan adonan dodol.

2. Pemasakan Adonan. Adonan dodol yang telah tercampur merata kemudian dimasak di dalam wajan sambil diaduk. Pengadukan dilakukan sampai adonan menjadi liat, berminyak dan tidak lengket. Hasil masakan nantinya yang disebut dengan adonan dodol masak.

3. Pencetakan. Adonan dodol yang telah masak kemudian diangkat dari wajan, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk baki dengan ketinggian 1-2 cm. Adonan ditekan-tekan agar padat dan rata. Sebelum adonan dimasukkan, permukaan dalam baki dialasi dengan plastik atau daun pisang

4. Penjemuran. Adonan dodol di dalam cetakan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering hingga adonan agak kering.

5. Pemotongan. Dodol yang telah mengeras dipotong-potong, kemudian dicelupkan ke dalam minyak kelapa., dan kemudian segera diangkat. Dodol ini dibiarkan beberapa saat sampai lemak pada permukaannya mengeras. Ini bertujuan agar dodol tidak lengket pada kemasan nantinya.

6. Pengemasan. Potongan-potongan dodol tadi kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas minyak, kertas kue atau plastik. Setelah itu, dodol dikemas di dalam kantong plastik.

Gambar 4. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa dodol mangrove

Gula Mangrove

Nipah (Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb.) termasuk tanaman dari suku Palmae, tumbuh di sepanjang sungai yang terpengaruh pasang surut air laut. Tumbuhan ini dikelompokkan pula kedalam tanaman hutan mangrove. Tanaman

tumbuh rapat bersama, seringkali membentuk komunitas murni yang luas di sepanjang sungai dekat muara hingga sungai dengan air payau (Kitamura et al.,1997).

Menurut (Purseglove, 1972). nipah dapat disadap tiap hari salama 2-3 bulan menghasilkan berkadar gula yang memiliki kadar gula yang tinggi yaitu 17%. Tiap 454 liter nira menghasilkan 52 kg dan hanya dengan proses evaporasi (pemekatan) dìproduksi gula merah (Brown Sugar).

Dengan kadar gula yang tinggi tersebut dapat disimpulkan bahwa nira nipah dapat dijadikan sumber gula alternatif pengganti gula pasir dari tebu.

Pembuatan gula dari nira nipah ini sama seperti pembuatan gula merah dari nira pohon aren. Berikut cara pembuatan gula dari nira nipah.

1. Penyaringan. Nira nipah hasil sadapan disaring dengan kain, saringan santan atau saringan dari anyaman kawat anti karat yang dapat dibeli di toko-toko alat masak. Dan hasil saringan adalah nira bersih.

2. Pemberian Kapur Sirih Agar niranya tidak asam serta kotorannya mengendap dan gulanya nanti berwarna kuning muda, maka perlu ditambahkan 1 sendok makan kapur sirih atau larutan Na-bisulfit secukupnya (1 sendok Nabisulfit dalam 2 liter air).

3. Pemanasan atau Perebusan. Kemudian nira nipah ini panaskan dengan cara direbus sampai mendidih dan mengental. Proses perebusan air nira dilakukan sambil diaduk secara terus menerus agar tidak gosong serta buih dan kotoran yang mengambang juga di buang. Hasilnya adalah sirup nira nipah yang volumenya jauh menyusut. Proses perebusan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada dalam nira.

4. Pengendapan. Nira yang telah di panaskan tadi kemudian disaring dan diendapkan selama semalam.

5. Pemanasan ke 2. Setelah itu endapan yang terbentuk dibuang dan air bening dipanaskan kembali sambil diaduk secara terus menerus sampai berwarna coklat tua dan sangat kental.

6. Penirisan. Setelah nira mengental dan warnanya coklat tua, matikan api dan diamkan selama 5-10 menit agar suhu menurun. Jangan terlalu lama agar nira tadi tidak membeku.

7. Penyetakan Gula Nipah. Sirup nira tersebut kemudian di taruh dalam cetakan dan diamkan semalaman sampai dingin. Cetakan dapat terbuat dari plastik, anyaman daun nipah sendiri atau apa saja sesuai keinginan.

8. Penyajian. Gula siap dipakai sesuai kebutuhan. mau dimakan biasa bisa, dibuat rujak bisa, mau dibuat campuran makanan lain juga bisa.

Gambar 5. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa gula nipah

Sirup Mangrove

Pengolahan buah mangrove menjadi sirup mangrove menggunakan alat sederhana, bahan bakunya berupa buah Sonneratia. Sirup Sonneratia mempunyai ciri khas yang rasanya asam, Nilai keunggulan dari sirup Apel

Mangrove berdasarkan penelitian (Raindly, 2006) antara lain adalah kandungan vitamin C cukup tinggi berupa (50,1 mg/100 gr sirup), dan mengandung iodium dengan kadar 0,68 mg/kg sirup. ekonomiManis dan tepat mengandung vitamin C yang dapat menyegarkan tubuh dan juga dapat digunakna untuk pengobatan sariawan dan masuk angin.Dalam tubuh vitamin C berfungsi sebagai antioksidant, sedangkan Iodium untuk sistesis hormon tiroksin, yaitu suatu homon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Sirup buah Sonneratia yang memiliki rasa dan aroma yang khas, serta beriodium dan bervitamin C yang bermanfaat bagi kesehatan dapat dijadikan prospek untuk membentuk wirausaha baru. Berikut adalah tahapan pembuatan sirup mangrove berbahan buah Sonneratia :

1. Buah Sonneratia sebanyak 5 kg dikupas kemudian dipotong-potong. 2. Buah dimasak dengan 1 (satu) liter air sampai mendidih.

3. Buah disaring sambil ditekan-tekan agar sarinya keluar. Kemudian disisihkan dan dibuang ampasnya.

4. Gula 5 kg ditambah dengan air 1,5 liter direbus dengan api sedang sambil sekali-kali diaduk agar gula tidak hangus dan cepat larut.

5. Jika gula sudah larut, dibiarkan sampai buih berkurang dan dijaga agar suhu tetap 900 C selama 5-7 menit.

6. Sari buah hasil penyaringan dituang pada larutan gula, ditambah dengan asam sitrun 4 sdt (sendok teh) kemudian dimasak dengan api kecil selama 15 menit. Suhu dipertahankan tetap 900 C kemudian diangkat.

7. Sirup dalam keadaan panas dituang dalam botol kaca (dalam keadaan panas) yang telah disterilkan dengan dikukus selama 30 menit. Dipasang label dan siap dipasarkan.

Gambar 6. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa sirup mangrove

Tepung Mangrove

Buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza) mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung, singkong atau sagu.Pengolahan buah Bruguiera menjadi tepung melewati proses pengupasan, perebusan, dan perendaman dengan air selama 3 hari dan setiap hari air rendaman diganti dan buah yang direndam dicuci terlebih dahulu, dijemur dibawah terik matahari, setelah kering kemudian digiling. Proses perendaman bertujuan untuk menghilangkan tanin atau zat racun yang terdapat pada buah mangrove tersebut. Tanin sendiri harus dihilangkan karena tanin menimbulkan rasa pahit yang nantinya akan mengurangi kelezatan makanan olahan dari buah mangrove. Berikut adalah proses- proses pembuatan tepung mangrove :

1. Buah Bruguiera dicuci bersih kemudian direbus sampai mendidih kurang lebih 30 menit (air dibiarkan mendidih terlebih dahulu baru lindur dimasukkan),

air hasil rebusan dibuang dan diganti dengan air yang baru kemudian direbus lagi. Hal ini dilakukan kembali sampai tiga kali agar zat taninnya hilang.

2. Setelah direbus, buah Bruguiera dikupas dan dipotong sesuai ukuran yang diinginkan.

3. Hasil blenderan ini kemudian dikeringkan dengan menggunakan plastik sebagai alasnya sehingga kering. Karung beras plastik yang telah digunting melebar kemudian dituang bubur mangrove tersebut diatasnya hingga rata dan diusahakan bisa setipis mungkin menggunakan alat bantu spatula.

4. Dijemur dibawah terik matahari hingga berwarna kecoklatan, dari serbuk- serbuk yang terkelupas tersebut dikumpulkan kemudian diremas, diblender dan diayak kembali sehingga hasil inilah yang dinamakan dengan tepung mangrove (Bruguiera sp.)

Tepung dari bahan Bruguiera dapat digunakan sebagai tepung untuk pembuatan kue. Pembuatan kue kering dengan tepung buah lindur sebagi salah satu usaha pemanfaatan sumber pangan baru yang nantinya dapat dikembangkan lagi menjadi jenis makanan lainnya.

Gambar 7. Contoh produk olahan mangrove berupa tepung mangrove dan kue berbahan dasar tepung mangrove

Kerupuk Mangrove

Bahan baku kerupuk mangrove adalah buah Rhizophora. Buah yang dipergunakan sebagai bahan baku adalah buah yang telah masak. Berikut adalah proses pembuatan kerupuk mangrove.

1. Buah Rhizophora dikupas kulit bagian luar sampai bersih.

2. Setelah kulit bagian dalam dikupas, dimasak dan direndam selama 2-3 hari.

3. Selanjutnya buah yang sudah diproses ditumbuk seperti proses pembuatan emping.

Sedangkan bahan baku dari daun jeruju (Acantus ilicifolius) proses pembuatannya adalah sebagai berikut :

1. Haluskan bumbu

2. Campurkan bumbu dengan ekstrak Acantus ilicifolius, ditambakan kaji lalu diaduk hingga merata.

3. Kemudian masak bahan tersebut sampai matang sambil terus diaduk. Setelah matang, angkat bahan yang telah menjadi adonan lalu tambahkan kanji sedikit demi sedikit hinga adonan menjadi kalis.

4. Bentuk adonan menjadi bulat memanjang lalu bungkus dengan daun pisang kemudian kukus hinga matang. Dinginkan selama 1 malam. Keesokan harinya iris adonan menjadi bagian tipis-tipis lalu jemur hingga kering.

Gambar 8. Contoh produk olahan mangrove berupa kerupuk mangrove

Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai bisa dikatakan belum mempunyai peran untuk mengelola hasil hutan mangrove bukan kayu. Sehingga pemanfaatan hasil mangrove bukan kayu belum terlihat secara maksimal. Masyarakat hanya memanfaatkan kayu dan daunnya saja untuk pembuatan atap, padahal kita ketahui buah atau propagul dari mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman yang cukup bernilai ekonomi yang tinggi. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap pemanfaatan serta tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah. Mayoritas tingkat pendidikan responden cenderung rendah yaitu 34 responden di Pulau Sembilan dan 68 responden di Pulau Kampai. Rendahnya pendidikan menyebabkan masyarakat kurang memiliki kesadaran yang cukup dalam upaya pelestarian hutan mangrove dan cendrung tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan apabila luasan hutan mangrove berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Safei (2005) tentang Kajian Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove, yang menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah pada masyarakat di sekitar hutan mangrove akan menjadi kendala dalam upaya pengelolaan mangrove yang lestari dan berimplikasi pada rendahnya tingkat adopsi dan inovasi, rendahnya partisipasi masyarakat dalam program

pengembangan kawasan dan perilaku yang tidak berwawasan lingkungan dalam berinteraksi dalam lingkungan hidupnya.

Peran dan masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan dalam pemanfaatan mangrove terutama hasil hutan mangrove bukan kayu sangat sedikit. Dari wawancara dapat kita ketahui bahwa masyarakat Pulau Kampai memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebanyak 31 responden dari 116 sampel

Dokumen terkait