• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS MANGROVE YANG

BERMANFAAT SECARA EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI

PULAU SEMBILAN DAN PULAU KAMPAI, KABUPATEN

LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI 101201105

BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat

Nama Mahasiswa : Eka Sapta Prasetya Silalahi

NIM : 101201105

Program Studi : Kehutanan Jurusan : Budidaya Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M. Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI: Identifikasi Jenis Mangrove yang Bermanfaat bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Laju kerusakan mangrove di Indonesia semakin lama semakin bertambah dan tingkat perekonomian masyarakat terutama di pesisir pantai semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi jenis mangrove apa saja yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, mengetahui cara pemanfaatan mangrove yang bernilai ekonomi serta peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan mangrove. Metode yang digunakan adalah wawancara deskriptif dan observasi langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan masih sangat minim pengetahuan mengenai mangrove sehingga masyarakat kesulitan untuk melestarikan dan memanfaatkan mangrove secara maksimal. Masyarakat Pulau Kampai dan Sembilan mayoritas memanfaatkan mangrove dari segi ekonominya berupa kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar dan kayu arang. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan pribadi saja. Jenis mangrove yang dimanfaatkan di Pulau Sembilan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Api-api (Avicenia officialis) untuk kayu bahan bangunan dan kayu bakar, sedangkan di Pulau Kampai, jenis mangrove yang dimanfaatkan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Tengar (Ceriops tagal) untuk kayu bahan bangunan dan kayu arang.

(4)

ABSTRACT

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI : Identification of the Type Mangroves Useful to People in Sembilan Island and Kampai Island, Langkat Regency. Supervised by BUDI UTOMO and YUNASFI.

The destruction rate of mangrove in Indonesia progressively increased and the economy level , especially coastal people became higher. Therefore, it’s necessary to identify what type of mangrove that can economically profitable for society. The purpose of this research was to identify type’s of mangrove that beneficial economically to society in Kampai and Sembilan Island, knowing the utilization of mangrove that valuable in economy as well as the role and participation of people in the management and utilization of mangrove. The method that used is descriptive interviews and direct observation. The result showed the people in Kampai and Sembilan Island still have little knowledge about the mangrove, so that the people is difficult to conserve and utilize the mangrove maximally. The people of Kampai and Sembilan Island majority using mangrove from the economic side like wood for building , firewood and charcoal wood. The people use it for personal utilities. Type’s of mangrove that used in Sembilan island is Bakau (Rhizophora stylosa) and Api-api (Avicenia officialis) for building wood and firewood, while in Kampai Island type’s of mangrove that using is Bakau (Rhizophora stylosa) and Tengar (Ceriops tagal) for building wood and charcoal wood.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1992 dari pasangan Bapak Ridwan Silalahi dan Ibu Edwina Siahaan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan formal di SD Katolik Santo Markus 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Katolik Santo Markus 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 51 Jakarta. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB-SPMB.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Identifikasi Jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih sebsar-besarnya kepada :

1. Kedua orangtuaku yang sangat kukasihi, Ridwan Silalahi dan Edwina Siahaan yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa kepada penulis.

2. Kedua adikku yang sangat kusayangi Obie Clinton Silalahi dan Angel

Theresia Silalahi yang telah memberikan semangat kepada penulis.

3. Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Selaku dosen penguji pada ujian komperhensif penulis.

5. Seluruh dosen kehutanan yang telah memberikan ilmu dan motivasi selama perkuliahan.

(7)

7. Kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa angkatan 2010 atas bantuan, doa dan dukungannya terutama kepada Juki Pimroi Hutabalian, S. Hut atas bantuannya selama pengambilan data di lapangan .

8. Kepada teman-teman kost penulis Ryanto Sinurat, SH, Rodo Silalahi, ST, Heru Simanjuntak, S. Hut, Fernando Gurning, ST, Caroline Hadiwijaya, S. Si, Prahmadyana Siregar, S. Si, Mey Sihotang, Ricky Dharmawan, Rommel Rajagukguk, Yogi Sihombing, Budi Tobing dan seluruh teman-teman ‘dammers’ yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis. 9. Kawan-kawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat pada pembaca dan masyarakat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2015

(8)

DAFTAR ISI

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ……… 11

METODE PENELITIAN Jenis Mangrove yang Terdapat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan………..………. 19

Cara Pengolahan Hasil Mangrove Menjadi Bahan Pangan …… 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……… 40

Saran……….. 40

DAFTAR PUSTAKA……….... 41

(9)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011 …... 2 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan

Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan ………... 8

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kondisi Pulau Kampai dan Pulau Sembilan dari Citra Satelite …...…. 13 2. Peta Lokasi Penelitian………. 14 3. Sampel Tingkat Pendidikan di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai …... 22 4. Contoh Hasil Produk Olahan Mangrove berupa Dodol Mangrove …… 28 5. Contoh Hasil Produk Olahan Mangrove berupa Gula Nipah …………. 30 6. Contoh Hasil Produk Olahan Mangrove berupa Sirup Mangrove ……. 32 7. Contoh Produk Olahan Mangrove berupa Tepung Mangrove dan Kue

Berbahan Dasar Tepung Mangrove ……… 34

(11)

ABSTRAK

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI: Identifikasi Jenis Mangrove yang Bermanfaat bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Laju kerusakan mangrove di Indonesia semakin lama semakin bertambah dan tingkat perekonomian masyarakat terutama di pesisir pantai semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi jenis mangrove apa saja yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, mengetahui cara pemanfaatan mangrove yang bernilai ekonomi serta peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan mangrove. Metode yang digunakan adalah wawancara deskriptif dan observasi langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan masih sangat minim pengetahuan mengenai mangrove sehingga masyarakat kesulitan untuk melestarikan dan memanfaatkan mangrove secara maksimal. Masyarakat Pulau Kampai dan Sembilan mayoritas memanfaatkan mangrove dari segi ekonominya berupa kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar dan kayu arang. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan pribadi saja. Jenis mangrove yang dimanfaatkan di Pulau Sembilan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Api-api (Avicenia officialis) untuk kayu bahan bangunan dan kayu bakar, sedangkan di Pulau Kampai, jenis mangrove yang dimanfaatkan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Tengar (Ceriops tagal) untuk kayu bahan bangunan dan kayu arang.

(12)

ABSTRACT

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI : Identification of the Type Mangroves Useful to People in Sembilan Island and Kampai Island, Langkat Regency. Supervised by BUDI UTOMO and YUNASFI.

The destruction rate of mangrove in Indonesia progressively increased and the economy level , especially coastal people became higher. Therefore, it’s necessary to identify what type of mangrove that can economically profitable for society. The purpose of this research was to identify type’s of mangrove that beneficial economically to society in Kampai and Sembilan Island, knowing the utilization of mangrove that valuable in economy as well as the role and participation of people in the management and utilization of mangrove. The method that used is descriptive interviews and direct observation. The result showed the people in Kampai and Sembilan Island still have little knowledge about the mangrove, so that the people is difficult to conserve and utilize the mangrove maximally. The people of Kampai and Sembilan Island majority using mangrove from the economic side like wood for building , firewood and charcoal wood. The people use it for personal utilities. Type’s of mangrove that used in Sembilan island is Bakau (Rhizophora stylosa) and Api-api (Avicenia officialis) for building wood and firewood, while in Kampai Island type’s of mangrove that using is Bakau (Rhizophora stylosa) and Tengar (Ceriops tagal) for building wood and charcoal wood.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21% dari luas total dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua, dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat, kondisi hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut (Spalding dkk, 2010).

Dipandang dari segi luas areal, hutan mengrove di Indonesia adalah yang terluas di dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua, dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat, kondisi hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut FAO (1992).

Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang khas terdapat disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya disepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau dibelakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut, sudah sejak lama diketahui mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Abdullah, 1984).

(14)

habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (Supriharyono, 2000).

Menurut buku Review Potensi Mangrove Sumatera Utara Tahun 2011 oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II, Medan bahwa luas dan penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 185.354.75 hektar yang terdiri atas kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 59,584.90 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 96,797.79 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi tidak rusak sebesar 28,972.07 hektar.

Tabel 1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011

No. Wilayah Rusak Berat Rusak Tidak Rusak Luas Mangrove (ha)

11.834.46 10.129.05 2.817.40 24.780.90 5. Nias Utara 0.00 92.63 284.37 377.00 6. Nias Selatan 512.53 16.383.11 372.76 17.268.42 7. Deli Serdang 6.300.91 8.170.84 3.326.83 17.798.58 8. Serdang Bedagai 7.962.99 4.524.05 508.22 12.995.25 9. Langkat 13.526.90 23.564.93 13.559.11 50.650.93 10. Mandailing Natal 620.84 2.261.94 455.49 3.338.28 11. Tapanuli Tengah 3.889.61 2.664.94 376.71 6.931.23 12. Tapanuli Selatan 186.97 479.39 29.64 696.00 13. Kota Medan 0.00 1.503.43 463.89 1.967.32 14. Tanjung Balai 74.69 2.22 0.00 76.91 15. Gunung Sitoli 0.00 73.48 0.46 73.94

(15)

Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi, pencegahan intrusi air laut juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas (FAO, 1992).

Mengingat banyaknya peluang ekonomi yang dapat diperoleh dari ekosistem mangrove dalam hal ini di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat, sudah selayaknya dilakukan kajian atau identifikasi untuk melihat potensi ekonomi yang dapat dikembangkan untuk dapat membantu dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar mangrove.

(16)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau Kampai

2. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau Sembilan.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan

masyarakat Pulau Kampai.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau (Santoso, 2000).

Ekosistem mangrove merupakan ekoton (daerah peralihan) yang unik, yang menghubungkan kehidupan biota daratan dan laut. Fungsi ekologis ekosistem mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya. Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai yang didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara biologis, hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk kehidupan biotanya (Nugroho, dkk. 1991).

Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dalam ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis, disamping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (Kusmana, 2002).

(18)

intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan

fungsi ekonominya antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.

Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua jenis spesies mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energy gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi, efek neotektonik. Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.

Potensi dan Manfaat Mangrove

Ekosistem hutan mangrove mengambarkan adanya hubungan yang erat antara sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat (Sukardjo, 1996). Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya proses pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan bertambahnya

(19)

kawasan pesisir dan kombinasi interaksi biologis, antara lain seperti flora, fauna dan elemen fisiknya termasuk intervensi aktivitas manusia.

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang mempunyai berbagai keragaman potensi yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik yang secara langsung maupun tidak langsung dan bisa dirasakan, baik oleh masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan mangrove maupun masyarakat yang tinggal jauh dari kawasan hutan mangrove (Kustanti 2011). Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir pantai dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi akan tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksananya dalam mempertahankan, melestarikan dan mengelolahnya.

Secara teoritis menurut Arief (2003), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat. Secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (Spawning grounds) dan daerah pembesaran (Nursery grounds) berbagai jenis ikan,

(20)

Potensi sumberdaya hutan mangrove diera otonomi saat ini merupakan aset daerah yang tidak kecil, artinya dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah khususnya pembangunan daerah pesisir. Karena itu, pelestarian hutan mangrove merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan, dengan tetap mempertahankan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya setempat.

Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari sumber daya alam (Ramdan,dkk. 2003). Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan konsumsi atau produksi. Pada hutan mangrove yang dimasukkan sebagai penggunaan langsung adalah penyedia kayu mangrove, daun mangrove sebagai bahan baku obat atau makanan ternak, buah sebagai sumber benih dan lain-lain yang dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dari hutan mangrove yang akan berbeda pada setiap daerah.

Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan

Jenis Mangrove Bagian yang

Dimanfaatkan Hasil setelah diolah

Sonneratia (Perepat,

Pedada) Buah

Sirup, Jus, Dodol, Permen, Sabun

Avicennia (Api-api) Buah Sayuran, Kue, Bubur sumsum, Cendol,

Puding, Kerupuk, Agar-agar

Nypa (Nipah) Buah Gula, Manisan, Kolak, Pelengkap es

buah

Bruguiera (Burus) Buah Tepung, Kue

Kulit Pewarna tekstil

Rhizophora (Bakau) Buah Kerupuk

(21)

Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan (Lanjutan)

Jenis Mangrove Bagian yang Dimanfaatkan

Hasil Setelah Diolah

Xylocarpus (Nirih) Buah Bahan baku kosmetik, Sabun

Ceriops (tengar) Kulit Pewarna tekstil

Dewasa ini pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan pangan mulai banyak dilirik dan dianjurkan. Sudah tentu buah atau bagian lain tanaman mangrove yang dapat dikonsumsi tidaklah ditujukan sebagai makanan utama, melainkan lebih untuk tujuan penganekaragaman pangan. Selain untuk mengurangi konsumsi makanan pokok (nasi, beras, jagung dan sagu), hasil olahan dari buah mangrove yang berupa tepung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan terigu sebagai sumber karbohidrat. Dari berbagai jenis mangrove yang ada buah pedada atau Bruguiera gymmorrhiza, dengan kandungan karbohidrat 19,66 % sangat potensial

untuk diolah menjadi tepung (Priyono, dkk.2010).

Dari segi ketersediaan, buah mangrove sangat melimpah dan bagi masyarakat pesisir mudah mendapatkan mangrove tanpa mengeluarkan biaya yang banyak. Faktor ketidaktahuan manfaat dan ketrampilan pengolahan harus lebih diintrodusir untuk menggalakkan pemanfaatan mangrove.

(22)

ringan lainnya (Priyono, dkk. 2010). Produk olahan dari buah mangrove memiliki prospek yang bagus jika dapat diolah dengan standar mutu yang baik serta didukung oleh promosi yang baik. Dengan usaha menghasilkan produk pangan yang komersil diharapkan masyarakat dapat menambah kemampuan finansial untuk akses terhadap sumber pangan lainnya.

Ditinjau dari segi kesehatan ternyata mangrove memiliki potensi menguntungkan. Secara tradisional sudah banyak kelompok masyarakat pesisir memanfaatkan daun mangrove menjadi teh seduhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mangrove ternyata mengandung senyawa biokimia alami yang aktif antara lain flavonoids, antrokuinon, kelompok fenolik, alkaloid dan triterpenoid

(Ravikumar dkk., 2010). Kelompok senyawaan aktif yang sangat tinggi ini membuat jenis buah mangrove memiliki aktifitas sebagai anti mikroba maupun antioksidan. Dikutip dari sebuah hasil peneletian di Thailand, ternyata ekstrak buah-buah mangrove memiliki aktifitas sebagai antioksidan yang tinggi.

(23)

1. Keperluan rumah tangga: kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan.

2. Keperluan industri: bahan baku kertas, bahan baku tekstil, bahan baku kosmetik, penyamak kulit dan pewarna alami.

3. Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang-kerangan, madu dan telur burung.

4. Sebagai tempat pariwisata dan tempat penelitian serta pendidikan.

Selain fungsi ekologi, ekosistem mangrove memiliki mafaat sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Manfaat sosial ekonomi tersebut antara lain, hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya, tempat rekreasi atau wisata alam dan sebagai objek pendidikan, latihan serta pengembangan ilmu pengetahuan.

(24)

Kondisi Umum Lokasi Penelitan

(25)

Gambar 1. Kondisi Pulau kampai dan Pulau Sembilan dari Citra Satelite

(26)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilakukan di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Desember 2014 sampai April 2015.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa data primer, data sekunder dan kuesioner untuk wawancara penduduk setempat.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis dan kamera digital.

Prosedur

(27)

Pengumpulan Data

Metode penarikan jumlah sampel ini menggunakan metode penarikan sampel secara deskriptif. Data yang akan diambil dari penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer yang akan diambil adalah

a. Biodata keluarga atau masyarakat : nama, umur, identitas, jumlah anggota keluarga atau masyarakat, pendidikan, mata pencaharian.

b. Pendapatan rumah tangga: pendapatan seluruh anggota keluarga atau masyarakat dari kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove ditambah pendapatan lainnya.

c. Bentuk pemanfaatan ekosistem mangrove secara aktual yang dilakukan masyarakat sekitar: jenis pemanfaatan baik di hutan mangrove maupun disekitarnya, pengambilan manfaat ekonomi dari ekosistem mangrove. d. Jenis-jenis mangrove yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat, baik dari

sisi kayu maupun non kayu.

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1. Wawancara Terstruktur

(28)

wawancara dilakukan seperti pembicaraan secara informal dan bersifat dialogis, terutama dengan membangun kepercayaan antara responden dan peneliti.

2. Kuisioner

Kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian mencatat jawaban yang berikan (Sulistyo-Basuki, 2006). Data yang diambil dari kuisioner kepada seluruh sampel penelitian untuk melengkapi hasil dari wawancara yang dilaksanakan sehingga didapatkan data yang akurat.

3. Observasi

Kegiatan yang dilakukan pada observasi yakni : melihat kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, melihat kegiatan masyarakat dalam pemanfaatan ekosistem mangrove dan melihat interaksi masyarakat.

4. Studi Pustaka

Kegiatan yang dilakukan yakni mengumpulkan data sekunder, dokumentasi dan literatur yang tersedia tentang lokasi penelitian.

2. Data Sekunder

(29)

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Sulistyo-Basuki (2006) mengemukakan populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk Pulau Kampai sebanyak 1149 KK dan Pulau Sembilan sebanyak 556 KK.

Untuk memperoleh jumlah sampel yang akan diwawancarai adalah Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari populasi tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002) apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil 10 % saja karena sudah dianggap mewakili dan memperkecil biaya.

Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel menurut Yount

Besar

Populasi

Besar Sampel

0 - 100 100%

101 - 1000 10% 1001 - 5000 5% 5001 - 10000 3% > 10000 1%

4. Pengolahan Data

1. Analisis Deskriptif

(30)

dalam bentuk tabel (tabulasi) yang berupa data karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan, mata pencaharian, jumlah anggota keluarga.

2. Penelusuran Literatur

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Mangrove yang Terdapat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan

Sampel yang diambil di Pulau Sembilan sebanyak 56 kepala keluarga dan 116 kepala keluarga di Pulau Kampai. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Berikut adalah tabel jenis mangrove yang tersebar di Pulau Sembilan dan Kampai

Tabel 4. Jenis Mangrove yang Tersebar di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan

No

Jenis Mangrove Tipe Tumbuhan

Burus (Bruguiera cylindrical) Pohon + +

3

Bangka hitam (Rhizophora mucronata)

Pohon - +

4

Pedada merah (Sonneratia caseolaris)

Api api balah (Lumnitzera racemosa)

Perdu - +

8

Bakau minyak (Rhizophora apiculata)

(32)

waktu genangan air akan sangat mempengaruhi kondisi salinitas tanah, selanjutnya salinitas tanah akan sangat menentukan kelangsungan hidup mangrove dan berpengaruh terhadap pola sebaran (zonasi) mangrove. Hal ini berarti bahwa zonasi di hutan mangrove tergantung pada keadaan tempat tumbuh spesifik yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya. Daya adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan menenentukan komposisi spesies yang menyusun suatu vegetasi mangrove.

Salam dan Rachman (1994) juga berpendapat bahwa zonasi di hutan mangrove tergantung dari keadaan tempat tumbuh spesifik dari satu tempat ke tempat yang lain. Tempat tumbuh mangrove memang selalu berubah akibat sedimentasi dan pengikisan. Daya adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan menentukan komposisi spesies yang menyusun suatu hutan mangrove.

(33)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa masyarakat di Pulau Kampai banyak memanfaatkan jenis mangrove berupa Nipah untuk diambil daunnya, begitu juga di Pulau Sembilan, masyarakat banyak mengambil daun Nipah. Hasil mangrove dari jenis lain berupa buah belum dimanfaatkan masyarakat.

Dari responden yang diwawancarai mengaku bahwa mereka sedikit mengetahui jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi dan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai potensi ekonomi mangrove di Pulau Sembilan sangat rendah terhadap hutan-hutan disekitarnya. Sehingga mangrove yang dimanfaatkan hanya itu saja. Masyarakat juga mengakui bahwa penghasilan mereka yang memanfaatkan hasil hutan mangrove sangat sedikit dan kurang berpengaruh.

Gambar 3. Sampel Tingkat Pendidikan di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat Pulau Sembilan dan Pulau Kampai hanya lulus Sekolah Dasar. Hal ini mempengaruhi pola pikir dan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan mangrove sehingga hanya sedikit jenis mangrove saja yang masyarakat ketahui untuk dimanfaatkan. Masyarakat hanya mengetahui pengolahan daun Nipah untuk bahan pembuat atap, sedangkan buah dan propagul dari jenis mangrove lain yang dapat diolah belum diketahui masyarakat karena pengetahuan dan pola pikir masyarakat yang masih sangat terbatas. Toha (1995) menyatakan bahwa proses

(34)

yang mengawal terjadinya pola pikir seseorang dipengaruhi oleh faktor internal (pribadi) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal seseorang meliputi pengalaman, pengetahuan, proses belajar, wawasan pemikiran keinginan, motivasi dan tujuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu meliputi lingkungan keluarga, fisik dan sosial budaya setempat.

Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat

No.

Pulau Kampai Pulau Sembilan

Kayu Daun Buah K

Bangunan Kerupuk Makanan

(35)

Keterangan : (+) Sudah Dimanfaatkan ; (-) Belum Dimanfaatkan

Sumber : Buku Pengenalan Mangrove dan Manfaat Alaminya, BPHM Wil. II, Medan Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove, KeSeMaT, Semarang

Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat Pulau Sembilan dan Pulau Kampai belum memanfaatkan hasil mangrove secara optimal. Hanya dari jenis Nipah saja yang dimanfaatkan masyarakat berupa daun untuk membuat atap dan ini hanya diperoleh dari orangtua mereka cara membuat atap. Pengetahuan ini menurut pengakuan masyarakat diajarkan sejak turun-temurun sehingga untuk hasil mangrove jenis lain belum mereka manfaatkan. Pola pikir dan tingkat pendidikan juga mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan mangrove.

Bisa kita ketahui bahwa potensi mangrove non kayu dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dapat naik. Tetapi masyarakat kedua pulau tersebut yang berpendidikan rendah tidak mengetahui potensi yang ada dalam mangrove sehingga sulit untuk dimanfaatkan. Mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan peningkatan ekonomi ini, Huntington (1995) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan ekonomi yang lebih baik berpengaruh positif pada peningkatan jumlah publik yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat (Lanjutan)

No.

Pulau Kampai Pulau Sembilan

(36)

Sumber daya alam terutama mangrove di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan sangat bermacam-macam dan berpotensi tinggi untuk dimanfaatkan. Masyarakat setempat dapat memanfaatkan buahnya untuk keperluan pangan. Buah mangrove dapat dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal baru terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi hutan mangrove yang luas seperti di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai. Ada beberapa jenis buah mangrove yang dapat diolah menjadi produk makanan antara lain jenis Pedada (Somnneratia spp) dapat diolah menjadi sabun, sirup, selai, dodol, dan jenis api-api (Avicennia alba). Beberapa warga masyarakat Bali yang tinggal di daerah hutan mangrove seperti di daerah Serangan, mengkonsumsi buah jenis pidada ini sebagai bahan untuk rujak karena rasanya yang asam. Buah lindur dan api-api memiliki kandungan karbohidrat dan pati yang lebih tinggi dari jenis buah mangrove lainnya. Buah lindur dapat diolah menjadi kue bolu, kue kering dan kerupuk mangrove. Beberapa dari jenis tumbuhan mangrove tersedia di kedua pulau tersebut sehinga potensi untuk dimanfaatkan sangat tinggi.

Buah Bruguiera ini, sudah banyak dieksplorasi sebagaai sumber pangan lokal baru menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung dengan kelapa parut (Fortuna, 2005). Buah mangrove jenis Bruquiera gymnorrhiza yang secara tradisional diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan

(37)

menghasilkan 400gr tepung. Setelah menjadi tepung baru dapat diolah menjadi bahan baku dalam pembuatan makanan.Tepung buah lindur mempunyai derajat putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi untuk pengolahan pangan tidak dibutuhkan pewarna makanan. Secara alami buah lindur ini memberikan warna coklat. Bisa dibentuk menjadi adonan yang kalis dan mempunyai kandungan amilosa hampir sama dengan beras yaitu sekitar 17%.

Buah Sonneratia memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi sumber pangan lokal, dimana buah Sonneratia memiliki keunikan dari buah mangrove lainnya yakni buah Sonneratia ketika sudah matang (masak) sudah bisa langsung di manfaatkan menjadi jus dan dodol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indra (2007) yang menyatakan bahwa buah Sonneratia telah banyak diolah untuk dijadikan beberapa produk pangan seperti jenang, dodol, selai dan sirup. Produk sirup lebih banyak disukai mengingat iklim tropis kita yang memungkinkan orang lebih memilih minuman segar daripada makanan manis. Buah Sonneratia memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman mangrove lainnya yaitu sifat buahnya tidak beracun, dapat dimakan langsung. Rasa asam dan aroma yang khas serta tekstur buah yang lembut membuat buah Sonneratia cocok diolah menjadi sirup.

(38)

diversifikasi pangan untuk menaikkan Skor Pola Pangan Harapan (tahun 2010 = 80,6; tahun 2014 = 93,3), menurunnya konsumsi beras per kapita (1,5% tahun), diimbangi dengan peningkatan konsumsi/kapita hasil-hasil ternak, ikan, umbi, buahan, dan sayuran. Sumberdaya lokal dalam hal ini diversivikasi pangan berbasis buah mangrove akan membutuhkan buah yang melimpah dan itu bisa diperoleh dengan terus melakukan pelestarian mangrove. Jika upaya rehabilitasi berhasil dan pelestarian terjaga maka bahan baku industri pengolahan mangrove akan cukup tersedia memungkinkan untuk terbentuknya industri pengolahan mangrove dan produksi pangan berbasis buah mangrove lebih kontinyu.

Proses Pengolahan Hasil Mangrove Menjadi Bahan Pangan

Dodol Mangrove

Dodol adalah makanan semi basah bertekstur kenyal dengan kadar gula, pati dan minyak yang tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang agak lama (sekitar 1-3 bulan). Pembuatan Dodol mangrove ini dapat menggunakan buah Sonneratia. Pembuatan dodol mangrove tidak terlalu sulit dan membutuhkan alat dan bahan yang sangat sederhana.

1. Pembuatan Adonan. Buah Sonneratia dikupas, kemudian digiling sampai halus. Setelah itu ditambahkan bahan-bahan berupagula pasir, gula merah, tepung ketan, santan kental dan natrium benzoat. Bahan-bahan tadi diaduk sampai semua merata. hasilkan campuran ini yang disebut dengan adonan dodol.

(39)

3. Pencetakan. Adonan dodol yang telah masak kemudian diangkat dari wajan, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk baki dengan ketinggian 1-2 cm. Adonan ditekan-tekan agar padat dan rata. Sebelum adonan dimasukkan, permukaan dalam baki dialasi dengan plastik atau daun pisang

4. Penjemuran. Adonan dodol di dalam cetakan kemudian dikeringkan dengan cara dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering hingga adonan agak kering.

5. Pemotongan. Dodol yang telah mengeras dipotong-potong, kemudian dicelupkan ke dalam minyak kelapa., dan kemudian segera diangkat. Dodol ini dibiarkan beberapa saat sampai lemak pada permukaannya mengeras. Ini bertujuan agar dodol tidak lengket pada kemasan nantinya.

6. Pengemasan. Potongan-potongan dodol tadi kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas minyak, kertas kue atau plastik. Setelah itu, dodol dikemas di dalam kantong plastik.

Gambar 4. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa dodol mangrove

Gula Mangrove

(40)

tumbuh rapat bersama, seringkali membentuk komunitas murni yang luas di sepanjang sungai dekat muara hingga sungai dengan air payau (Kitamura et al.,1997).

Menurut (Purseglove, 1972). nipah dapat disadap tiap hari salama 2-3 bulan menghasilkan berkadar gula yang memiliki kadar gula yang tinggi yaitu 17%. Tiap 454 liter nira menghasilkan 52 kg dan hanya dengan proses evaporasi (pemekatan) dìproduksi gula merah (Brown Sugar).

Dengan kadar gula yang tinggi tersebut dapat disimpulkan bahwa nira nipah dapat dijadikan sumber gula alternatif pengganti gula pasir dari tebu.

Pembuatan gula dari nira nipah ini sama seperti pembuatan gula merah dari nira pohon aren. Berikut cara pembuatan gula dari nira nipah.

1. Penyaringan. Nira nipah hasil sadapan disaring dengan kain, saringan santan atau saringan dari anyaman kawat anti karat yang dapat dibeli di toko-toko alat masak. Dan hasil saringan adalah nira bersih.

2. Pemberian Kapur Sirih Agar niranya tidak asam serta kotorannya mengendap dan gulanya nanti berwarna kuning muda, maka perlu ditambahkan 1 sendok makan kapur sirih atau larutan Na-bisulfit secukupnya (1 sendok Nabisulfit dalam 2 liter air).

(41)

4. Pengendapan. Nira yang telah di panaskan tadi kemudian disaring dan diendapkan selama semalam.

5. Pemanasan ke 2. Setelah itu endapan yang terbentuk dibuang dan air bening dipanaskan kembali sambil diaduk secara terus menerus sampai berwarna coklat tua dan sangat kental.

6. Penirisan. Setelah nira mengental dan warnanya coklat tua, matikan api dan diamkan selama 5-10 menit agar suhu menurun. Jangan terlalu lama agar nira tadi tidak membeku.

7. Penyetakan Gula Nipah. Sirup nira tersebut kemudian di taruh dalam cetakan dan diamkan semalaman sampai dingin. Cetakan dapat terbuat dari plastik, anyaman daun nipah sendiri atau apa saja sesuai keinginan.

8. Penyajian. Gula siap dipakai sesuai kebutuhan. mau dimakan biasa bisa, dibuat rujak bisa, mau dibuat campuran makanan lain juga bisa.

Gambar 5. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa gula nipah

Sirup Mangrove

(42)

Mangrove berdasarkan penelitian (Raindly, 2006) antara lain adalah kandungan vitamin C cukup tinggi berupa (50,1 mg/100 gr sirup), dan mengandung iodium dengan kadar 0,68 mg/kg sirup. ekonomiManis dan tepat mengandung vitamin C yang dapat menyegarkan tubuh dan juga dapat digunakna untuk pengobatan sariawan dan masuk angin.Dalam tubuh vitamin C berfungsi sebagai antioksidant, sedangkan Iodium untuk sistesis hormon tiroksin, yaitu suatu homon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Sirup buah Sonneratia yang memiliki rasa dan aroma yang khas, serta beriodium dan bervitamin C yang bermanfaat bagi kesehatan dapat dijadikan prospek untuk membentuk wirausaha baru. Berikut adalah tahapan pembuatan sirup mangrove berbahan buah Sonneratia :

1. Buah Sonneratia sebanyak 5 kg dikupas kemudian dipotong-potong. 2. Buah dimasak dengan 1 (satu) liter air sampai mendidih.

3. Buah disaring sambil ditekan-tekan agar sarinya keluar. Kemudian disisihkan dan dibuang ampasnya.

4. Gula 5 kg ditambah dengan air 1,5 liter direbus dengan api sedang sambil sekali-kali diaduk agar gula tidak hangus dan cepat larut.

5. Jika gula sudah larut, dibiarkan sampai buih berkurang dan dijaga agar suhu tetap 900 C selama 5-7 menit.

(43)

7. Sirup dalam keadaan panas dituang dalam botol kaca (dalam keadaan panas) yang telah disterilkan dengan dikukus selama 30 menit. Dipasang label dan siap dipasarkan.

Gambar 6. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa sirup mangrove

Tepung Mangrove

Buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza) mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung, singkong atau sagu.Pengolahan buah Bruguiera menjadi tepung melewati proses pengupasan, perebusan, dan perendaman dengan air selama 3 hari dan setiap hari air rendaman diganti dan buah yang direndam dicuci terlebih dahulu, dijemur dibawah terik matahari, setelah kering kemudian digiling. Proses perendaman bertujuan untuk menghilangkan tanin atau zat racun yang terdapat pada buah mangrove tersebut. Tanin sendiri harus dihilangkan karena tanin menimbulkan rasa pahit yang nantinya akan mengurangi kelezatan makanan olahan dari buah mangrove. Berikut adalah proses- proses pembuatan tepung mangrove :

(44)

air hasil rebusan dibuang dan diganti dengan air yang baru kemudian direbus lagi. Hal ini dilakukan kembali sampai tiga kali agar zat taninnya hilang.

2. Setelah direbus, buah Bruguiera dikupas dan dipotong sesuai ukuran yang diinginkan.

3. Hasil blenderan ini kemudian dikeringkan dengan menggunakan plastik

sebagai alasnya sehingga kering. Karung beras plastik yang telah digunting melebar kemudian dituang bubur mangrove tersebut diatasnya hingga rata dan diusahakan bisa setipis mungkin menggunakan alat bantu spatula.

4. Dijemur dibawah terik matahari hingga berwarna kecoklatan, dari serbuk- serbuk yang terkelupas tersebut dikumpulkan kemudian diremas, diblender dan diayak kembali sehingga hasil inilah yang dinamakan dengan tepung mangrove (Bruguiera sp.)

Tepung dari bahan Bruguiera dapat digunakan sebagai tepung untuk pembuatan kue. Pembuatan kue kering dengan tepung buah lindur sebagi salah satu usaha pemanfaatan sumber pangan baru yang nantinya dapat dikembangkan lagi menjadi jenis makanan lainnya.

(45)

Kerupuk Mangrove

Bahan baku kerupuk mangrove adalah buah Rhizophora. Buah yang dipergunakan sebagai bahan baku adalah buah yang telah masak. Berikut adalah proses pembuatan kerupuk mangrove.

1. Buah Rhizophora dikupas kulit bagian luar sampai bersih.

2. Setelah kulit bagian dalam dikupas, dimasak dan direndam selama 2-3 hari.

3. Selanjutnya buah yang sudah diproses ditumbuk seperti proses pembuatan emping.

Sedangkan bahan baku dari daun jeruju (Acantus ilicifolius) proses pembuatannya adalah sebagai berikut :

1. Haluskan bumbu

2. Campurkan bumbu dengan ekstrak Acantus ilicifolius, ditambakan kaji lalu diaduk hingga merata.

3. Kemudian masak bahan tersebut sampai matang sambil terus diaduk. Setelah matang, angkat bahan yang telah menjadi adonan lalu tambahkan kanji sedikit demi sedikit hinga adonan menjadi kalis.

4. Bentuk adonan menjadi bulat memanjang lalu bungkus dengan daun pisang kemudian kukus hinga matang. Dinginkan selama 1 malam. Keesokan harinya iris adonan menjadi bagian tipis-tipis lalu jemur hingga kering.

(46)

Gambar 8. Contoh produk olahan mangrove berupa kerupuk mangrove

(47)

pengembangan kawasan dan perilaku yang tidak berwawasan lingkungan dalam berinteraksi dalam lingkungan hidupnya.

Peran dan masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan dalam pemanfaatan mangrove terutama hasil hutan mangrove bukan kayu sangat sedikit. Dari wawancara dapat kita ketahui bahwa masyarakat Pulau Kampai memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebanyak 31 responden dari 116 sampel dan di Pulau Sembilan sebanyak 20 reponden dari 56 sampel yang diambil. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat belum memahami dan mengetahui bahwa selain kayu, ada yang bisa dimanfaatkan yaitu berupa buat dan propagulnya. Padahal bisa kita ketahui bahwa buah mangrove bisa dimanfaatkan untuk pembuatan makanan dan minuman yang bernilai tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan peran dan partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu belum terlihat. Hal ini didasarkan masyarakat Pulau Kampai dan Pulau Sembilan belum mandiri dan belum dimengertinya mengenai pemanfaatan dan pengolahan produk mangrove seperti yang terdapat di daerah lain. Di daerah lain yang sudah memanfaatkan hasil olahan mangrove mempunyai kelompok masyarakat dan penyuluh yang berfungsi untuk memberikan bimbingan dan peemantauan tiap perkembangan masyarakat di lokasi tersebut sehingga kelompok masyarakat tersebut semakin terpantau dan terbina dengan baik.

(48)

bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat, partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan, manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat serta dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat.

Partisipasi masyarakat dilihat dalam melakukan kegiatan pemanfaatan mangrove tersebut, baik atas inisiatif individu, kelompok maupun yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun LSM. Dalam pelaksanaan ini indikator yang digunakan adalah frekuensi dalam pelaksanaan kegiatan, inisiatif kegiatan dan kemauan untuk mencapai keberhasilan.

Selain itu, faktor yang menyebabkan masyarakat tidak memanfaatkan hasil mangrove bukan kayu seperti daerah lain adalah faktor ketertutupan masyarakat terhadap jaringan luar, seperti LSM, lembaga CSR dan terutama kepada pemerintahan setempat yang sebenarnya ingin membantu dan memberikan pendidikan tentang pengelolaan mangrove serta melakukan pendampingan dan pendekatan terhadap masyarakat bahwa selain kayu, buah atau propagul dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Berdasarkan penelitian Kusmana (2011) tentang pelestarian sistem mangrove secara terpadu, disebutkan bahwa diperlukan kerjasama antar semua pihak yang terkait dengan pelestarian mangrove, baik itu pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum.

(49)

berfungsi sebagai regulator, modernisator, katalisator atau fasilitator, dinamisator, stabilisator dan pelopor atau stimulator, yang menekankan pada upaya kemandirian dalam pemberdayaan masyarakat. Sebagai modernisator pemerintah berkewajiban membawa perubahan-perubahan ke arah pembaharuan masyarakat. Sebagai katalisator atau fasilitator, pemerintah berusaha menciptakan atau memfasilitasi suasana yang tertib, nyaman dan aman, termasuk menfasilitasi tersedianya sarana dan prasarana pembangunan. Sebagai pelopor atau stimulator, pemerintah harus mampu menunjukkan contoh-contoh nyata dan mendorong masyarakat untuk mengikuti contoh tersebut melalui tindakan nyata jika memang contoh tersebut bermanfaat.

Hasil dari proses perangkulan antara masyarakat, LSM, dan pemerintahan setempat yaitu adanya kerjasama yang jelas sehingga pemikiran masyarakat akan terbuka mengenai potensi yang terdapat dalam ekosistem mangrove, sehingga masyarakat dapat menikmati hasil mangrove dan sekaligus tetap menjaga kelestarian mangrove. Karena itu dengan adanya keterbukaan dan kerjasama antara keduabelah pihak, masyarakat Pulau Kampai dan Pulau Sembilan tidak akan tertinggal dengan daerah lain yang sudah lebih dulu mengerti cara pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu.

(50)
(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai memanfaatkan semua jenis mangrove yang ada di daerah tersebut dalam bentuk kayu, sedangkan hasil hutan mangrove non kayu nya sebagian besar belum dimanfaatkan, hanya jenis Nipah saja yang dimanfaatkan berupa daun nya.

2. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Sembilan memanfaatkan semua jenis mangrove yang ada di daerah tersebut dalam bentuk kayu, sedangkan hasil hutan mangrove non kayu nya sebagian besar belum dimanfaatkan, hanya jenis Nipah saja yang dimanfaatkan berupa daun nya.

Saran

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 1984. Pelestarian dan Peranan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar II EkosistemMangrove. Proyek Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.

Anonimous. 1995. Buku Petunjuk Praktis Penanaman Mangrove. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Jakarta

Arikunto, 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit Pustaka Sinar Harapan Jakarta. BPS, 2010. Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Food and Agriculture Organization (FAO). 1992. Management and Utilation of

Mangrove in Asia and The Pasific. FAO Environmental Paper III. FAO. Rome.

Fortuna J de. 2005. Ditemukan buah bakau sebagai makanan pokok. Tempo Interaktif. Jakarta

Hanggarawati. 2012. Produksi pertanian dan pangan berbasis kawasan dan lingkungan.meretas kedaulatan pangan dan penganekaragaman pangan berbasis komunitas.Penerbit Omar Niode Foundation. Jakarta.

Huntington, S. P, 1995. Gelombang Demokratisasi Ketiga. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Indra R, Y Nofita dan A Wahyu. 2007. Identifikasi Ekosistem Mangrove di Surabaya. Penelitian. Universitas Airlangga.

IUCN - The Word Conservation Union. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.

Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta.

Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, and S. Baba. 1997. Handbook of Mangroves in Indonesia: Bali and Lombok. Ministry of Indonesia and JICA, Jakarta

Kusmana, C. 2002. Ekologi Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

(53)

Kustanti A. 2011 Manajemen Hutan Mangrove. Bogor. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pengembangan Masyarakat : Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta. Jakarta.

Nugroho, S. G., A. Setiawan dan S. P. Harianto. 1991. “Coupled Ecosystem Silvofishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak yang Saling Mendukung dan Melindungi Dalam Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Program MAB Indonesia-LIPI. Jakarta

Percival, M. and J. S. Womersley 1975. Floristics and ecology of the mangrove vegetation of Papua New Guinea. Bot. Bull. No. 8:1-96.

Priyono, A., Ilminingtyas, D., Mohson, Yuliani, L.S. dan Hakim, T.L. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. KeSEMaT. Semarang.

Purseglove, J.W., 1972. Tropical Crops : Monocotyledons. ELBS/Longman, London.

Raindly, 2006. Sirup Aplle Mangrove. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Ramdan, H., Yusran, & Darusman, D. 2003. Pengelolaan sumberdaya alam dan otonomi daerah: perspektif kebijakan dan valuasi ekonomi (cetakan pertama). Bandung: Alqaprint Jatinangor Sumedang.

Ravikumar, S., Gnanadesigan, M., Suganthi, P. dan Ramalakshmi, A. 2010. Antimocrobial Potential of Chosen Mangrove Plants Against Isolated Urinary Tract Infectious Bacterial Phatogens. International Journal of Medical Sciences 2(3): 94-99.

Safei M. 2005. Kajian Partisifasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove.(Studi Kasus di Desa Moroboro Kecamatan Bone dan Desa Labulu-buluKecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Utara. [Tesis]. Bogor. Insitut Pertanian Bogor.

Sadana. D. 2007. Buah aibon di biak timur mengandung karbohidrat tinggi. Situs Resmi

(54)

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia.

Spalding, M., M. Kainuma, L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.

Sukardjo, S. 1996. Gambaran Umum Ekologi Mangrove di Indonesia Lokakarya Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Jakarta.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

(55)
(56)
(57)

Lampiran 1. Karakteristik Responden Pulau Sembilan (Lanjutan)

No. Nama Jenis

Kelamin

Umur Pendidikan Terakhir

(58)
(59)
(60)
(61)

Lampiran 2. Karakteristik Responden Pulau Kampai (Lanjutan)

88. Rusdiansyah Laki-laki 37 SMA Melayu Wiraswasta

89.

Usmardi Laki-laki 60 SD Melayu Bertani

90. Abdul Wahab Laki-laki 55 SD Melayu Nelayan

(62)
(63)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Agama :

4. Umur (Tahun) : 5. Pendidikan Terakhir :

6. Suku :

7. Alamat :

8. Pekerjaan Utama : 9. Pekerjaan Sampingan : 10. Lama Menetap : 11. Jumlah Anggota Keluarga :

PENGETAHUAN TENTANG HUTAN

1. Menurut Saudara apakah arti hutan mangrove?

2. Menurut Saudara apakah hutan mangrove bermanfaat? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

Jika Ya manfaat apa yang anda ketahui

(64)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)

NILAI MANFAAT KAWASAN EKOSISTEM MANGOVE

1. Apakah manfaat langsung yang dapat Saudara nikmati dari kawasan hutan mangrove?

2. Adakah hasil hutan yang Saudara manfaatkan dari hutan mangrove? a. Ada b. Tidak

3. Jika ada hasil hutan berupa apakah itu? a. Kayu b. Non kayu

4. Bagaimana penduduk desa ini menurut Saudara mengelola hasil hutan yang dimanfaatkan?

a. Dijual b. Dikonsumsi Langsung

5. Sudah berapa lama Saudara mengambil manfaat dari hutan mangrove ini?

6. Apakah Saudara mengetahui manfaat ekonomis dari tanaman mangrove? a. Ya b. Tidak

POTENSI PEMANFAATAN EKONOMI MANGROVE

1. Apa manfaat ekonomi dari hutan mangrove yang Saudara rasakan?

2. Apa yang Saudara manfaatkan dari hutan mangrove?

(65)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)

3. Untuk apakah pemanfaatan yang Saudara lakukan terhadap hutan mangrove?

a. Keperluan sehari-hari b. Besar-besaran

4. Apakah mangrove merupakan sumber mata pencaharian utama Saudara?

5. Bagaimana intensitas pemanfaatan yang Saudara lakukan terhadap mangrove?

6. Sudah berapa lama Saudara mengambil manfaat dari hutan mangrove ini?

7. Jenis pohon mangrove apa saja yang Saudara manfaatkan?

No Jenis Mangrove Dimanfaatkan Tidak

dimanfaatkan

8. Bentuk pemanfaatan apa saja yang Saudara gunakan?

(66)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)

9. Berapa besar pendapatan Saudara perbulan yang Saudara terima dari pemanfaatan hutan mangrove?

(67)
(68)

Lampiran 5. Dokumentasi Pemanfaatan dan Prasarana di Pulau Sembilan

(69)
(70)
(71)

Lampiran 7. Dokumentasi Sarana dan Prasarana di Pulau Kampai

(72)

Gambar

Tabel 1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011
Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan
Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan
Gambar 1. Kondisi Pulau kampai dan Pulau Sembilan dari Citra Satelite
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi permasalahan pada koperasi KPDK 12 Juli maka solusi yang diusulkan pada proyek akhir yaitu menyediakan aplikasi penjualan online produk koperasi KPDK 12

Survei awal penelitian menunjukkan bahwa para guru memiliki indikasi tingkat keterikatan kerja (lack of work engagement) yang rendah , kurang pemaknaan kerja sebagai

Peneliti berusaha menganlisa dari tiga kali perubahan aturan yang mendasar yaitu adanya Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan dari penghasilan

dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau.. untuk

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

[r]

Sebagai salah satu objek penciptaan dalam film fiksi “Toilet” ini, mahasiswa merupakan tokoh utama dalam cerita, di mana pengembangan cerita dan konflik yang

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk mem- bantu generasi