Lampiran 1. Karakteristik Responden Pulau Sembilan (Lanjutan)
No. Nama Jenis
Kelamin
Umur Pendidikan Terakhir
Suku Pekerjaan Utama
52. Juhari Laki-laki 42 SD Melayu Nelayan
53. Syahrizal Laki-laki 33 SMA Jawa Wiraswasta
54. Rita Effendi Laki-laki 37 SD Melayu Nelayan
55. Muklis Laki-laki 35 SD Melayu Nelayan
Lampiran 2. Karakteristik Responden Pulau Kampai (Lanjutan)
28. Nurdiansyah Laki-laki 35 SMA Melayu Wiraswasta
Lampiran 2. Karakteristik Responden Pulau Kampai (Lanjutan)
88. Rusdiansyah Laki-laki 37 SMA Melayu Wiraswasta
89.
Usmardi Laki-laki 60 SD Melayu Bertani
90. Abdul Wahab Laki-laki 55 SD Melayu Nelayan
91. Fitria Perempuan 35 SMP Aceh Rumah Tangga
92. Asrial Siregar Laki-laki 46 S1 Mandailing Wiraswasta
Lampiran 3. Daftar Kuisioner
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Agama :
4. Umur (Tahun) : 5. Pendidikan Terakhir :
6. Suku :
7. Alamat :
8. Pekerjaan Utama : 9. Pekerjaan Sampingan : 10. Lama Menetap : 11. Jumlah Anggota Keluarga :
PENGETAHUAN TENTANG HUTAN
1. Menurut Saudara apakah arti hutan mangrove?
2. Menurut Saudara apakah hutan mangrove bermanfaat? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
Jika Ya manfaat apa yang anda ketahui
Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)
NILAI MANFAAT KAWASAN EKOSISTEM MANGOVE
1. Apakah manfaat langsung yang dapat Saudara nikmati dari kawasan hutan mangrove?
2. Adakah hasil hutan yang Saudara manfaatkan dari hutan mangrove?
a. Ada b. Tidak
3. Jika ada hasil hutan berupa apakah itu?
a. Kayu b. Non kayu
4. Bagaimana penduduk desa ini menurut Saudara mengelola hasil hutan yang dimanfaatkan?
a. Dijual b. Dikonsumsi Langsung
5. Sudah berapa lama Saudara mengambil manfaat dari hutan mangrove ini?
6. Apakah Saudara mengetahui manfaat ekonomis dari tanaman mangrove? a. Ya b. Tidak
POTENSI PEMANFAATAN EKONOMI MANGROVE
1. Apa manfaat ekonomi dari hutan mangrove yang Saudara rasakan?
2. Apa yang Saudara manfaatkan dari hutan mangrove?
Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)
3. Untuk apakah pemanfaatan yang Saudara lakukan terhadap hutan mangrove?
a. Keperluan sehari-hari b. Besar-besaran
4. Apakah mangrove merupakan sumber mata pencaharian utama Saudara?
5. Bagaimana intensitas pemanfaatan yang Saudara lakukan terhadap mangrove?
6. Sudah berapa lama Saudara mengambil manfaat dari hutan mangrove ini?
7. Jenis pohon mangrove apa saja yang Saudara manfaatkan?
No Jenis Mangrove Dimanfaatkan Tidak
dimanfaatkan
8. Bentuk pemanfaatan apa saja yang Saudara gunakan?
No Jenis Pemanfaatan Dimanfaatkan Tidak
Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)
9. Berapa besar pendapatan Saudara perbulan yang Saudara terima dari pemanfaatan hutan mangrove?
Lampiran 5. Dokumentasi Pemanfaatan dan Prasarana di Pulau Sembilan
Lampiran 7. Dokumentasi Sarana dan Prasarana di Pulau Kampai
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 1984. Pelestarian dan Peranan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar II EkosistemMangrove. Proyek Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.
Anonimous. 1995. Buku Petunjuk Praktis Penanaman Mangrove. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Jakarta
Arikunto, 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit Pustaka Sinar Harapan Jakarta.
BPS, 2010. Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Food and Agriculture Organization (FAO). 1992. Management and Utilation of Mangrove in Asia and The Pasific. FAO Environmental Paper III. FAO. Rome.
Fortuna J de. 2005. Ditemukan buah bakau sebagai makanan pokok. Tempo Interaktif. Jakarta
Hanggarawati. 2012. Produksi pertanian dan pangan berbasis kawasan dan lingkungan.meretas kedaulatan pangan dan penganekaragaman pangan berbasis komunitas.Penerbit Omar Niode Foundation. Jakarta.
Huntington, S. P, 1995. Gelombang Demokratisasi Ketiga. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Indra R, Y Nofita dan A Wahyu. 2007. Identifikasi Ekosistem Mangrove di Surabaya. Penelitian. Universitas Airlangga.
IUCN - The Word Conservation Union. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.
Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta.
Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, and S. Baba. 1997. Handbook of Mangroves in Indonesia: Bali and Lombok. Ministry of Indonesia and JICA, Jakarta
Kusmana, C. 2002. Ekologi Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Kustanti A. 2011 Manajemen Hutan Mangrove. Bogor. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pengembangan Masyarakat : Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta. Jakarta.
Nugroho, S. G., A. Setiawan dan S. P. Harianto. 1991. “Coupled Ecosystem Silvofishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak yang Saling Mendukung dan Melindungi Dalam Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Program MAB Indonesia-LIPI. Jakarta
Percival, M. and J. S. Womersley 1975. Floristics and ecology of the mangrove vegetation of Papua New Guinea. Bot. Bull. No. 8:1-96.
Priyono, A., Ilminingtyas, D., Mohson, Yuliani, L.S. dan Hakim, T.L. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. KeSEMaT. Semarang.
Purseglove, J.W., 1972. Tropical Crops : Monocotyledons. ELBS/Longman, London.
Raindly, 2006. Sirup Aplle Mangrove. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Ramdan, H., Yusran, & Darusman, D. 2003. Pengelolaan sumberdaya alam dan otonomi daerah: perspektif kebijakan dan valuasi ekonomi (cetakan pertama). Bandung: Alqaprint Jatinangor Sumedang.
Ravikumar, S., Gnanadesigan, M., Suganthi, P. dan Ramalakshmi, A. 2010. Antimocrobial Potential of Chosen Mangrove Plants Against Isolated Urinary Tract Infectious Bacterial Phatogens. International Journal of Medical Sciences 2(3): 94-99.
Safei M. 2005. Kajian Partisifasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove.(Studi Kasus di Desa Moroboro Kecamatan Bone dan Desa Labulu-buluKecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Utara. [Tesis]. Bogor. Insitut Pertanian Bogor.
Sadana. D. 2007. Buah aibon di biak timur mengandung karbohidrat tinggi. Situs Resmi
Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia.
Spalding, M., M. Kainuma, L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.
Sukardjo, S. 1996. Gambaran Umum Ekologi Mangrove di Indonesia Lokakarya Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan, Departemen Kehutanan, Jakarta.
Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Jakarta.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan,
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Desember 2014 sampai April 2015.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa data primer, data
sekunder dan kuesioner untuk wawancara penduduk setempat.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis dan kamera
digital.
Prosedur
Pengumpulan Data
Metode penarikan jumlah sampel ini menggunakan metode penarikan
sampel secara deskriptif. Data yang akan diambil dari penelitian ini adalah :
1. Data Primer
Data primer yang akan diambil adalah
a. Biodata keluarga atau masyarakat : nama, umur, identitas, jumlah anggota
keluarga atau masyarakat, pendidikan, mata pencaharian.
b. Pendapatan rumah tangga: pendapatan seluruh anggota keluarga atau
masyarakat dari kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove ditambah
pendapatan lainnya.
c. Bentuk pemanfaatan ekosistem mangrove secara aktual yang dilakukan
masyarakat sekitar: jenis pemanfaatan baik di hutan mangrove maupun
disekitarnya, pengambilan manfaat ekonomi dari ekosistem mangrove.
d. Jenis-jenis mangrove yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat, baik dari
sisi kayu maupun non kayu.
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan
kepada semua responden, dalam kalimat yang seragam (Sulistyo-Basuki, 2006).
Wawancara terstruktur inidilakukan sebagai upaya untuk mengkaji ulang dan
melengkapi informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Keterbukaan dan
wawancara dilakukan seperti pembicaraan secara informal dan bersifat dialogis,
terutama dengan membangun kepercayaan antara responden dan peneliti.
2. Kuisioner
Kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden
atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian
mencatat jawaban yang berikan (Sulistyo-Basuki, 2006). Data yang diambil dari
kuisioner kepada seluruh sampel penelitian untuk melengkapi hasil dari
wawancara yang dilaksanakan sehingga didapatkan data yang akurat.
3. Observasi
Kegiatan yang dilakukan pada observasi yakni : melihat kehidupan
sehari-hari masyarakat setempat, melihat kegiatan masyarakat dalam pemanfaatan
ekosistem mangrove dan melihat interaksi masyarakat.
4. Studi Pustaka
Kegiatan yang dilakukan yakni mengumpulkan data sekunder,
dokumentasi dan literatur yang tersedia tentang lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi
pemerintah desa, kecamatan, BPS yang meliputi : letak dan luas desa, jumlah
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Sulistyo-Basuki (2006) mengemukakan populasi adalah keseluruhan objek
yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk
Pulau Kampai sebanyak 1149 KK dan Pulau Sembilan sebanyak 556 KK.
Untuk memperoleh jumlah sampel yang akan diwawancarai adalah
Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari
populasi tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002)
apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil 10 % saja karena
sudah dianggap mewakili dan memperkecil biaya.
Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel menurut Yount Besar
4. Pengolahan Data 1. Analisis Deskriptif
Menurut Nazir (1988), metode deskriptif digunakan untuk mengetahui dan
menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara mendalam,
dalam bentuk tabel (tabulasi) yang berupa data karakteristik responden yang
meliputi umur, pendidikan, mata pencaharian, jumlah anggota keluarga.
2. Penelusuran Literatur
Penelusuran Literatur dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih
akurat dengan cara mengumpulkan referensi sebanyak mungkin tentang
penelitian. Kemudian referensi tersebut dipadukan dengan data-data penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis Mangrove yang Terdapat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan
Sampel yang diambil di Pulau Sembilan sebanyak 56 kepala keluarga dan
116 kepala keluarga di Pulau Kampai. Pengambilan sampel dilakukan secara
acak. Berikut adalah tabel jenis mangrove yang tersebar di Pulau Sembilan dan
Kampai
Tabel 4. Jenis Mangrove yang Tersebar di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan No
Jenis Mangrove Tipe
Tumbuhan
Burus (Bruguiera cylindrical) Pohon + +
3
Bangka hitam (Rhizophora mucronata)
Pohon - +
4
Pedada merah (Sonneratia caseolaris)
Api api balah (Lumnitzera racemosa)
Perdu - +
8
Bakau minyak (Rhizophora apiculata)
Sumber : Laporan Pengenalan Ekosistem Hutan, Universitas Sumatera Utara Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa ada beberapa jenis tumbuhan
mangrove yang ada di Pulau Sembilan tetapi tidak ada di Pulau Kampai, seperti
bangka hitam, pedada dan api-api. Menurut Supriharyono (Supriharyono. 2000.)
menyatakan bahwa frekuensi arus pasang berpengaruh pada kepadatan vegetasi,
waktu genangan air akan sangat mempengaruhi kondisi salinitas tanah,
selanjutnya salinitas tanah akan sangat menentukan kelangsungan hidup
mangrove dan berpengaruh terhadap pola sebaran (zonasi) mangrove. Hal ini
berarti bahwa zonasi di hutan mangrove tergantung pada keadaan tempat tumbuh
spesifik yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya. Daya adaptasi
dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan
menenentukan komposisi spesies yang menyusun suatu vegetasi mangrove.
Salam dan Rachman (1994) juga berpendapat bahwa zonasi di hutan
mangrove tergantung dari keadaan tempat tumbuh spesifik dari satu tempat ke
tempat yang lain. Tempat tumbuh mangrove memang selalu berubah akibat
sedimentasi dan pengikisan. Daya adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove
terhadap keadaan tempat tumbuh akan menentukan komposisi spesies yang
menyusun suatu hutan mangrove.
Potensi mangrove di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai sangat tinggi,
dapat dilihat di tabel diatas bahwa jenis mangrove di kedua pulau tersebut sangat
bermacam jenisnya. Akan tetapi, masyarakat banyak menyalahgunakan manfaat
seperti eksploitasi hasil mangrove berupa kayunya, bukan buahnya. Dengan
makin maraknya laju eksploitasi, maka jenis mangrove yang terdapat di Pulau
Kampai menjadi sangat rentan terhadap kerusakan karena banyak dijadikan
sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat. Hal ini yang menjadi faktor tersedianya
jenis tertentu yang ada di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah faktor regenerasi yang seringkali terbatas. Selain itu juga
karena jenis ini adalah termasuk jenis yang paling banyak dimanfaatkan oleh
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa masyarakat di Pulau Kampai
banyak memanfaatkan jenis mangrove berupa Nipah untuk diambil daunnya,
begitu juga di Pulau Sembilan, masyarakat banyak mengambil daun Nipah. Hasil
mangrove dari jenis lain berupa buah belum dimanfaatkan masyarakat.
Dari responden yang diwawancarai mengaku bahwa mereka sedikit
mengetahui jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi dan tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai potensi ekonomi mangrove di Pulau Sembilan
sangat rendah terhadap hutan-hutan disekitarnya. Sehingga mangrove yang
dimanfaatkan hanya itu saja. Masyarakat juga mengakui bahwa penghasilan
mereka yang memanfaatkan hasil hutan mangrove sangat sedikit dan kurang
berpengaruh.
Gambar 3. Sampel Tingkat Pendidikan di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat
Pulau Sembilan dan Pulau Kampai hanya lulus Sekolah Dasar. Hal ini
mempengaruhi pola pikir dan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan
mangrove sehingga hanya sedikit jenis mangrove saja yang masyarakat ketahui
untuk dimanfaatkan. Masyarakat hanya mengetahui pengolahan daun Nipah untuk
bahan pembuat atap, sedangkan buah dan propagul dari jenis mangrove lain yang
dapat diolah belum diketahui masyarakat karena pengetahuan dan pola pikir
yang mengawal terjadinya pola pikir seseorang dipengaruhi oleh faktor internal
(pribadi) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal seseorang meliputi
pengalaman, pengetahuan, proses belajar, wawasan pemikiran keinginan, motivasi
dan tujuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu meliputi lingkungan keluarga, fisik
dan sosial budaya setempat.
Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat
No.
Pulau Kampai Pulau Sembilan
Kayu Daun Buah K
Bangunan Kerupuk Makanan
Keterangan : (+) Sudah Dimanfaatkan ; (-) Belum Dimanfaatkan
Sumber : Buku Pengenalan Mangrove dan Manfaat Alaminya, BPHM Wil. II, Medan Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove, KeSeMaT, Semarang Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat Pulau Sembilan dan
Pulau Kampai belum memanfaatkan hasil mangrove secara optimal. Hanya dari
jenis Nipah saja yang dimanfaatkan masyarakat berupa daun untuk membuat atap
dan ini hanya diperoleh dari orangtua mereka cara membuat atap. Pengetahuan ini
menurut pengakuan masyarakat diajarkan sejak turun-temurun sehingga untuk
hasil mangrove jenis lain belum mereka manfaatkan. Pola pikir dan tingkat
pendidikan juga mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan mangrove.
Bisa kita ketahui bahwa potensi mangrove non kayu dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dapat naik.
Tetapi masyarakat kedua pulau tersebut yang berpendidikan rendah tidak
mengetahui potensi yang ada dalam mangrove sehingga sulit untuk dimanfaatkan.
Mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan peningkatan ekonomi ini,
Huntington (1995) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan ekonomi yang
lebih baik berpengaruh positif pada peningkatan jumlah publik yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat (Lanjutan)
No.
Pulau Kampai Pulau Sembilan
Sumber daya alam terutama mangrove di Pulau Kampai dan Pulau
Sembilan sangat bermacam-macam dan berpotensi tinggi untuk dimanfaatkan.
Masyarakat setempat dapat memanfaatkan buahnya untuk keperluan pangan.
Buah mangrove dapat dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal baru terutama di
daerah-daerah yang memiliki potensi hutan mangrove yang luas seperti di Pulau
Sembilan dan Pulau Kampai. Ada beberapa jenis buah mangrove yang dapat
diolah menjadi produk makanan antara lain jenis Pedada (Somnneratia spp) dapat
diolah menjadi sabun, sirup, selai, dodol, dan jenis api-api (Avicennia alba).
Beberapa warga masyarakat Bali yang tinggal di daerah hutan mangrove seperti di
daerah Serangan, mengkonsumsi buah jenis pidada ini sebagai bahan untuk rujak
karena rasanya yang asam. Buah lindur dan api-api memiliki kandungan
karbohidrat dan pati yang lebih tinggi dari jenis buah mangrove lainnya. Buah
lindur dapat diolah menjadi kue bolu, kue kering dan kerupuk mangrove.
Beberapa dari jenis tumbuhan mangrove tersedia di kedua pulau tersebut sehinga
potensi untuk dimanfaatkan sangat tinggi.
Buah Bruguiera ini, sudah banyak dieksplorasi sebagaai sumber pangan
lokal baru menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung
dengan kelapa parut (Fortuna, 2005). Buah mangrove jenis Bruquiera
gymnorrhiza yang secara tradisional diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan
nasi atau dimakan langsung dengan bumbu kelapa. Menurut Sadana (2007)
menyatakan bahwa buah Bruguiera mengandung energi dan karbohidrat yang
cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang
biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung singkong atau sagu. Priyono
menghasilkan 400gr tepung. Setelah menjadi tepung baru dapat diolah menjadi
bahan baku dalam pembuatan makanan.Tepung buah lindur mempunyai derajat
putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi untuk pengolahan pangan tidak
dibutuhkan pewarna makanan. Secara alami buah lindur ini memberikan warna
coklat. Bisa dibentuk menjadi adonan yang kalis dan mempunyai kandungan
amilosa hampir sama dengan beras yaitu sekitar 17%.
Buah Sonneratia memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi
sumber pangan lokal, dimana buah Sonneratia memiliki keunikan dari buah
mangrove lainnya yakni buah Sonneratia ketika sudah matang (masak) sudah bisa
langsung di manfaatkan menjadi jus dan dodol. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Indra (2007) yang menyatakan bahwa buah Sonneratia telah banyak diolah untuk
dijadikan beberapa produk pangan seperti jenang, dodol, selai dan sirup. Produk
sirup lebih banyak disukai mengingat iklim tropis kita yang memungkinkan orang
lebih memilih minuman segar daripada makanan manis. Buah Sonneratia
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman mangrove
lainnya yaitu sifat buahnya tidak beracun, dapat dimakan langsung. Rasa asam
dan aroma yang khas serta tekstur buah yang lembut membuat buah Sonneratia
cocok diolah menjadi sirup.
Produk makanan dan minuman dari bahan baku buah mangrove dapat
dikatakan produk yang cukup unik dan banyak masyarakat yang belum
mengetahui potensi dan manfaat buah mangrove sebagai pengganti makanan
pokok. Melalui informasi seperti inilah diharapkan masyarakat Pulau Kampai dan
Pulau Sembilan dapat menrunkan ketergantungan terhadap beras sebagai makanan
diversifikasi pangan untuk menaikkan Skor Pola Pangan Harapan (tahun 2010 =
80,6; tahun 2014 = 93,3), menurunnya konsumsi beras per kapita (1,5% tahun),
diimbangi dengan peningkatan konsumsi/kapita hasil-hasil ternak, ikan, umbi,
buahan, dan sayuran. Sumberdaya lokal dalam hal ini diversivikasi pangan
berbasis buah mangrove akan membutuhkan buah yang melimpah dan itu bisa
diperoleh dengan terus melakukan pelestarian mangrove. Jika upaya rehabilitasi
berhasil dan pelestarian terjaga maka bahan baku industri pengolahan mangrove
akan cukup tersedia memungkinkan untuk terbentuknya industri pengolahan
mangrove dan produksi pangan berbasis buah mangrove lebih kontinyu.
Proses Pengolahan Hasil Mangrove Menjadi Bahan Pangan Dodol Mangrove
Dodol adalah makanan semi basah bertekstur kenyal dengan kadar gula,
pati dan minyak yang tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang agak
lama (sekitar 1-3 bulan). Pembuatan Dodol mangrove ini dapat menggunakan
buah Sonneratia. Pembuatan dodol mangrove tidak terlalu sulit dan membutuhkan
alat dan bahan yang sangat sederhana.
1. Pembuatan Adonan. Buah Sonneratia dikupas, kemudian digiling sampai
halus. Setelah itu ditambahkan bahan-bahan berupagula pasir, gula merah, tepung
ketan, santan kental dan natrium benzoat. Bahan-bahan tadi diaduk sampai semua
merata. hasilkan campuran ini yang disebut dengan adonan dodol.
2. Pemasakan Adonan. Adonan dodol yang telah tercampur merata
kemudian dimasak di dalam wajan sambil diaduk. Pengadukan dilakukan sampai
adonan menjadi liat, berminyak dan tidak lengket. Hasil masakan nantinya
3. Pencetakan. Adonan dodol yang telah masak kemudian diangkat dari
wajan, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk baki dengan ketinggian
1-2 cm. Adonan ditekan-tekan agar padat dan rata. Sebelum adonan dimasukkan,
permukaan dalam baki dialasi dengan plastik atau daun pisang
4. Penjemuran. Adonan dodol di dalam cetakan kemudian dikeringkan
dengan cara dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering hingga adonan agak
kering.
5. Pemotongan. Dodol yang telah mengeras dipotong-potong, kemudian
dicelupkan ke dalam minyak kelapa., dan kemudian segera diangkat. Dodol ini
dibiarkan beberapa saat sampai lemak pada permukaannya mengeras. Ini
bertujuan agar dodol tidak lengket pada kemasan nantinya.
6. Pengemasan. Potongan-potongan dodol tadi kemudian dibungkus
dengan menggunakan kertas minyak, kertas kue atau plastik. Setelah itu, dodol
dikemas di dalam kantong plastik.
Gambar 4. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa dodol mangrove
Gula Mangrove
Nipah (Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb.) termasuk tanaman dari suku
Palmae, tumbuh di sepanjang sungai yang terpengaruh pasang surut air laut.
tumbuh rapat bersama, seringkali membentuk komunitas murni yang luas di
sepanjang sungai dekat muara hingga sungai dengan air payau (Kitamura et
al.,1997).
Menurut (Purseglove, 1972). nipah dapat disadap tiap hari salama 2-3
bulan menghasilkan berkadar gula yang memiliki kadar gula yang tinggi yaitu
17%. Tiap 454 liter nira menghasilkan 52 kg dan hanya dengan proses evaporasi
(pemekatan) dìproduksi gula merah (Brown Sugar).
Dengan kadar gula yang tinggi tersebut dapat disimpulkan bahwa nira
nipah dapat dijadikan sumber gula alternatif pengganti gula pasir dari tebu.
Pembuatan gula dari nira nipah ini sama seperti pembuatan gula merah
dari nira pohon aren. Berikut cara pembuatan gula dari nira nipah.
1. Penyaringan. Nira nipah hasil sadapan disaring dengan kain, saringan
santan atau saringan dari anyaman kawat anti karat yang dapat dibeli di toko-toko
alat masak. Dan hasil saringan adalah nira bersih.
2. Pemberian Kapur Sirih Agar niranya tidak asam serta kotorannya
mengendap dan gulanya nanti berwarna kuning muda, maka perlu ditambahkan 1
sendok makan kapur sirih atau larutan Na-bisulfit secukupnya (1 sendok
Nabisulfit dalam 2 liter air).
3. Pemanasan atau Perebusan. Kemudian nira nipah ini panaskan dengan cara
direbus sampai mendidih dan mengental. Proses perebusan air nira dilakukan
sambil diaduk secara terus menerus agar tidak gosong serta buih dan kotoran yang
mengambang juga di buang. Hasilnya adalah sirup nira nipah yang volumenya
jauh menyusut. Proses perebusan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang
4. Pengendapan. Nira yang telah di panaskan tadi kemudian disaring dan
diendapkan selama semalam.
5. Pemanasan ke 2. Setelah itu endapan yang terbentuk dibuang dan air
bening dipanaskan kembali sambil diaduk secara terus menerus sampai berwarna
coklat tua dan sangat kental.
6. Penirisan. Setelah nira mengental dan warnanya coklat tua, matikan api
dan diamkan selama 5-10 menit agar suhu menurun. Jangan terlalu lama agar nira
tadi tidak membeku.
7. Penyetakan Gula Nipah. Sirup nira tersebut kemudian di taruh dalam
cetakan dan diamkan semalaman sampai dingin. Cetakan dapat terbuat dari
plastik, anyaman daun nipah sendiri atau apa saja sesuai keinginan.
8. Penyajian. Gula siap dipakai sesuai kebutuhan. mau dimakan biasa bisa,
dibuat rujak bisa, mau dibuat campuran makanan lain juga bisa.
Gambar 5. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa gula nipah
Sirup Mangrove
Pengolahan buah mangrove menjadi sirup mangrove menggunakan alat
sederhana, bahan bakunya berupa buah Sonneratia. Sirup Sonneratia mempunyai
Mangrove berdasarkan penelitian (Raindly, 2006) antara lain adalah kandungan
vitamin C cukup tinggi berupa (50,1 mg/100 gr sirup), dan mengandung iodium
dengan kadar 0,68 mg/kg sirup. ekonomiManis dan tepat mengandung vitamin C
yang dapat menyegarkan tubuh dan juga dapat digunakna untuk pengobatan
sariawan dan masuk angin.Dalam tubuh vitamin C berfungsi sebagai antioksidant,
sedangkan Iodium untuk sistesis hormon tiroksin, yaitu suatu homon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan,
perkembangan, dan kecerdasan. Sirup buah Sonneratia yang memiliki rasa dan
aroma yang khas, serta beriodium dan bervitamin C yang bermanfaat bagi
kesehatan dapat dijadikan prospek untuk membentuk wirausaha baru. Berikut
adalah tahapan pembuatan sirup mangrove berbahan buah Sonneratia :
1. Buah Sonneratia sebanyak 5 kg dikupas kemudian dipotong-potong.
2. Buah dimasak dengan 1 (satu) liter air sampai mendidih.
3. Buah disaring sambil ditekan-tekan agar sarinya keluar. Kemudian
disisihkan dan dibuang ampasnya.
4. Gula 5 kg ditambah dengan air 1,5 liter direbus dengan api sedang sambil
sekali-kali diaduk agar gula tidak hangus dan cepat larut.
5. Jika gula sudah larut, dibiarkan sampai buih berkurang dan dijaga agar
suhu tetap 900 C selama 5-7 menit.
6. Sari buah hasil penyaringan dituang pada larutan gula, ditambah dengan
asam sitrun 4 sdt (sendok teh) kemudian dimasak dengan api kecil selama 15
7. Sirup dalam keadaan panas dituang dalam botol kaca (dalam keadaan
panas) yang telah disterilkan dengan dikukus selama 30 menit. Dipasang label dan
siap dipasarkan.
Gambar 6. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa sirup mangrove
Tepung Mangrove
Buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza) mengandung energi
dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan
sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung,
singkong atau sagu.Pengolahan buah Bruguiera menjadi tepung melewati proses
pengupasan, perebusan, dan perendaman dengan air selama 3 hari dan setiap hari
air rendaman diganti dan buah yang direndam dicuci terlebih dahulu, dijemur
dibawah terik matahari, setelah kering kemudian digiling. Proses perendaman
bertujuan untuk menghilangkan tanin atau zat racun yang terdapat pada buah
mangrove tersebut. Tanin sendiri harus dihilangkan karena tanin menimbulkan
rasa pahit yang nantinya akan mengurangi kelezatan makanan olahan dari buah
mangrove. Berikut adalah proses- proses pembuatan tepung mangrove :
1. Buah Bruguiera dicuci bersih kemudian direbus sampai mendidih kurang
air hasil rebusan dibuang dan diganti dengan air yang baru kemudian direbus lagi.
Hal ini dilakukan kembali sampai tiga kali agar zat taninnya hilang.
2. Setelah direbus, buah Bruguiera dikupas dan dipotong sesuai ukuran yang
diinginkan.
3. Hasil blenderan ini kemudian dikeringkan dengan menggunakan plastik
sebagai alasnya sehingga kering. Karung beras plastik yang telah digunting
melebar kemudian dituang bubur mangrove tersebut diatasnya hingga rata dan
diusahakan bisa setipis mungkin menggunakan alat bantu spatula.
4. Dijemur dibawah terik matahari hingga berwarna kecoklatan, dari serbuk-
serbuk yang terkelupas tersebut dikumpulkan kemudian diremas, diblender dan
diayak kembali sehingga hasil inilah yang dinamakan dengan tepung mangrove
(Bruguiera sp.)
Tepung dari bahan Bruguiera dapat digunakan sebagai tepung untuk
pembuatan kue. Pembuatan kue kering dengan tepung buah lindur sebagi salah
satu usaha pemanfaatan sumber pangan baru yang nantinya dapat dikembangkan
lagi menjadi jenis makanan lainnya.
Kerupuk Mangrove
Bahan baku kerupuk mangrove adalah buah Rhizophora. Buah yang
dipergunakan sebagai bahan baku adalah buah yang telah masak. Berikut adalah
proses pembuatan kerupuk mangrove.
1. Buah Rhizophora dikupas kulit bagian luar sampai bersih.
2. Setelah kulit bagian dalam dikupas, dimasak dan direndam selama 2-3
hari.
3. Selanjutnya buah yang sudah diproses ditumbuk seperti proses pembuatan
emping.
Sedangkan bahan baku dari daun jeruju (Acantus ilicifolius) proses
pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Haluskan bumbu
2. Campurkan bumbu dengan ekstrak Acantus ilicifolius, ditambakan
kaji lalu diaduk hingga merata.
3. Kemudian masak bahan tersebut sampai matang sambil terus diaduk.
Setelah matang, angkat bahan yang telah menjadi adonan lalu tambahkan
kanji sedikit demi sedikit hinga adonan menjadi kalis.
4. Bentuk adonan menjadi bulat memanjang lalu bungkus dengan daun
pisang kemudian kukus hinga matang. Dinginkan selama 1 malam.
Keesokan harinya iris adonan menjadi bagian tipis-tipis lalu jemur hingga
kering.
Gambar 8. Contoh produk olahan mangrove berupa kerupuk mangrove
Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai bisa dikatakan belum
mempunyai peran untuk mengelola hasil hutan mangrove bukan kayu. Sehingga
pemanfaatan hasil mangrove bukan kayu belum terlihat secara maksimal.
Masyarakat hanya memanfaatkan kayu dan daunnya saja untuk pembuatan atap,
padahal kita ketahui buah atau propagul dari mangrove dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan dan minuman yang cukup bernilai ekonomi yang tinggi.
Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap
pemanfaatan serta tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah. Mayoritas
tingkat pendidikan responden cenderung rendah yaitu 34 responden di Pulau
Sembilan dan 68 responden di Pulau Kampai. Rendahnya pendidikan
menyebabkan masyarakat kurang memiliki kesadaran yang cukup dalam upaya
pelestarian hutan mangrove dan cendrung tidak memikirkan dampak yang
ditimbulkan apabila luasan hutan mangrove berkurang. Hal ini sejalan dengan
penelitian Safei (2005) tentang Kajian Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian
Hutan Mangrove, yang menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah pada
masyarakat di sekitar hutan mangrove akan menjadi kendala dalam upaya
pengelolaan mangrove yang lestari dan berimplikasi pada rendahnya tingkat
pengembangan kawasan dan perilaku yang tidak berwawasan lingkungan dalam
berinteraksi dalam lingkungan hidupnya.
Peran dan masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan dalam
pemanfaatan mangrove terutama hasil hutan mangrove bukan kayu sangat sedikit.
Dari wawancara dapat kita ketahui bahwa masyarakat Pulau Kampai
memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebanyak 31 responden dari 116 sampel
dan di Pulau Sembilan sebanyak 20 reponden dari 56 sampel yang diambil. Hal
ini membuktikan bahwa masyarakat belum memahami dan mengetahui bahwa
selain kayu, ada yang bisa dimanfaatkan yaitu berupa buat dan propagulnya.
Padahal bisa kita ketahui bahwa buah mangrove bisa dimanfaatkan untuk
pembuatan makanan dan minuman yang bernilai tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan peran dan partisipasi masyarakat dan
pemerintah dalam pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu belum terlihat.
Hal ini didasarkan masyarakat Pulau Kampai dan Pulau Sembilan belum mandiri
dan belum dimengertinya mengenai pemanfaatan dan pengolahan produk
mangrove seperti yang terdapat di daerah lain. Di daerah lain yang sudah
memanfaatkan hasil olahan mangrove mempunyai kelompok masyarakat dan
penyuluh yang berfungsi untuk memberikan bimbingan dan peemantauan tiap
perkembangan masyarakat di lokasi tersebut sehingga kelompok masyarakat
tersebut semakin terpantau dan terbina dengan baik.
Penyebab tidak aktifnya peran dan partisipasi masyarakat dalam pelatihan
pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu ini adalah karena tidak adanya
pembinaserta penyuluh dari dinas terkait untuk memverikan pendidikan mengenai
bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilakukan
melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah
masyarakat, partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat
yang bersangkutan, manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat
memenuhi kepentingan masyarakat setempat serta dalam proses partisipasi itu
terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat.
Partisipasi masyarakat dilihat dalam melakukan kegiatan pemanfaatan
mangrove tersebut, baik atas inisiatif individu, kelompok maupun yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun LSM. Dalam pelaksanaan ini indikator
yang digunakan adalah frekuensi dalam pelaksanaan kegiatan, inisiatif kegiatan
dan kemauan untuk mencapai keberhasilan.
Selain itu, faktor yang menyebabkan masyarakat tidak memanfaatkan hasil
mangrove bukan kayu seperti daerah lain adalah faktor ketertutupan masyarakat
terhadap jaringan luar, seperti LSM, lembaga CSR dan terutama kepada
pemerintahan setempat yang sebenarnya ingin membantu dan memberikan
pendidikan tentang pengelolaan mangrove serta melakukan pendampingan dan
pendekatan terhadap masyarakat bahwa selain kayu, buah atau propagul dari
tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi. Berdasarkan penelitian Kusmana (2011) tentang pelestarian sistem
mangrove secara terpadu, disebutkan bahwa diperlukan kerjasama antar semua
pihak yang terkait dengan pelestarian mangrove, baik itu pemerintah, swasta,
maupun masyarakat umum.
Menurut Kartasasmita (1996), peran pemerintah di masa kini dan masa
berfungsi sebagai regulator, modernisator, katalisator atau fasilitator, dinamisator,
stabilisator dan pelopor atau stimulator, yang menekankan pada upaya
kemandirian dalam pemberdayaan masyarakat. Sebagai modernisator pemerintah
berkewajiban membawa perubahan-perubahan ke arah pembaharuan masyarakat.
Sebagai katalisator atau fasilitator, pemerintah berusaha menciptakan atau
memfasilitasi suasana yang tertib, nyaman dan aman, termasuk menfasilitasi
tersedianya sarana dan prasarana pembangunan. Sebagai pelopor atau stimulator,
pemerintah harus mampu menunjukkan contoh-contoh nyata dan mendorong
masyarakat untuk mengikuti contoh tersebut melalui tindakan nyata jika memang
contoh tersebut bermanfaat.
Hasil dari proses perangkulan antara masyarakat, LSM, dan pemerintahan
setempat yaitu adanya kerjasama yang jelas sehingga pemikiran masyarakat akan
terbuka mengenai potensi yang terdapat dalam ekosistem mangrove, sehingga
masyarakat dapat menikmati hasil mangrove dan sekaligus tetap menjaga
kelestarian mangrove. Karena itu dengan adanya keterbukaan dan kerjasama
antara keduabelah pihak, masyarakat Pulau Kampai dan Pulau Sembilan tidak
akan tertinggal dengan daerah lain yang sudah lebih dulu mengerti cara
pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu.
Menurut Ndraha (1990) bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi
jika partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah ada di tengah
masyarakat, partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat
yang bersangkutan, manfaat langsung yang diperoleh dari partisipasi itu dapat
memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Sehingga bisa ditarik kesimpulan
produk olahan mangrove seperti di daerah lain disebabkan oleh kurangnya
organisasi yang memberikan arahan dan pendidikan mengenai cara pengolahan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai
memanfaatkan semua jenis mangrove yang ada di daerah tersebut dalam
bentuk kayu, sedangkan hasil hutan mangrove non kayu nya sebagian
besar belum dimanfaatkan, hanya jenis Nipah saja yang dimanfaatkan
berupa daun nya.
2. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Sembilan
memanfaatkan semua jenis mangrove yang ada di daerah tersebut dalam
bentuk kayu, sedangkan hasil hutan mangrove non kayu nya sebagian
besar belum dimanfaatkan, hanya jenis Nipah saja yang dimanfaatkan
berupa daun nya.
Saran
Perlu dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat tentang potensi
mangrove karena sebagian besar masyarakat belum mengetahui potensi dan
manfaat tumbuhan mangrove secara luas serta masyarakat membutuhkan
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Hutan Mangrove
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak
yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau (Santoso, 2000).
Ekosistem mangrove merupakan ekoton (daerah peralihan) yang unik, yang
menghubungkan kehidupan biota daratan dan laut. Fungsi ekologis ekosistem
mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya.
Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai yang
didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara biologis,
hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk
kehidupan biotanya (Nugroho, dkk. 1991).
Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dalam
ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu
ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis, disamping itu, ekosistem
mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (Kusmana, 2002).
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem
yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.
intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground),
tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning
ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan
fungsi ekonominya antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit.
Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua
jenis spesies mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kekeringan, energy gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi,
efek neotektonik. Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies
dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Potensi dan Manfaat Mangrove
Ekosistem hutan mangrove mengambarkan adanya hubungan yang erat antara
sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat
(Sukardjo, 1996). Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya proses
pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora
stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan bertambahnya
luas areal hutan mangrove. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi apabila kawasan
pantai tersebut tidak terlindung, hal ini disebabkan oleh adanya proses erosi pantai
sebagai akibat gelombang laut. Terkait dengan fenomena tersebut, Percival dan
Womersley (1975) mengungkapkan bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan
kawasan pesisir dan kombinasi interaksi biologis, antara lain seperti flora, fauna dan
elemen fisiknya termasuk intervensi aktivitas manusia.
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang mempunyai
berbagai keragaman potensi yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik
yang secara langsung maupun tidak langsung dan bisa dirasakan, baik oleh
masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan mangrove maupun masyarakat yang
tinggal jauh dari kawasan hutan mangrove (Kustanti 2011). Hutan mangrove
merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, terdapat di daerah
pasang surut di wilayah pesisir pantai dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan
sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis
dan ekologis yang tinggi akan tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang
bijaksananya dalam mempertahankan, melestarikan dan mengelolahnya.
Secara teoritis menurut Arief (2003), hutan mangrove memiliki fungsi dan
manfaat. Secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan
(Spawning grounds) dan daerah pembesaran (Nursery grounds) berbagai jenis ikan,
udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove (berupa
daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi sumber pakan
biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan
perairan laut di depannya. Dengan system perakaran dan kanopi yang rapat serta
kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gelombang
tsunami, angina topan, perembesan air laut, menahan lumpur, melindungi pantai dari
Potensi sumberdaya hutan mangrove diera otonomi saat ini merupakan aset
daerah yang tidak kecil, artinya dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan
daerah khususnya pembangunan daerah pesisir. Karena itu, pelestarian hutan
mangrove merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan, dengan tetap
mempertahankan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya setempat.
Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari
sumber daya alam (Ramdan,dkk. 2003). Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan
konsumsi atau produksi. Pada hutan mangrove yang dimasukkan sebagai penggunaan
langsung adalah penyedia kayu mangrove, daun mangrove sebagai bahan baku obat
atau makanan ternak, buah sebagai sumber benih dan lain-lain yang dimanfaatkan
langsung oleh masyarakat dari hutan mangrove yang akan berbeda pada setiap
daerah.
Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan
Jenis Mangrove Bagian yang
Dimanfaatkan Hasil setelah diolah
Sonneratia (Perepat,
Pedada) Buah
Sirup, Jus, Dodol, Permen, Sabun
Avicennia (Api-api) Buah Sayuran, Kue, Bubur sumsum, Cendol,
Puding, Kerupuk, Agar-agar
Nypa (Nipah) Buah Gula, Manisan, Kolak, Pelengkap es
buah
Bruguiera (Burus) Buah Tepung, Kue
Kulit Pewarna tekstil
Rhizophora (Bakau) Buah Kerupuk
Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan (Lanjutan)
Jenis Mangrove Bagian yang Dimanfaatkan
Hasil Setelah Diolah
Xylocarpus (Nirih) Buah Bahan baku kosmetik, Sabun
Ceriops (tengar) Kulit Pewarna tekstil
Dewasa ini pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan pangan mulai banyak
dilirik dan dianjurkan. Sudah tentu buah atau bagian lain tanaman mangrove yang
dapat dikonsumsi tidaklah ditujukan sebagai makanan utama, melainkan lebih untuk
tujuan penganekaragaman pangan. Selain untuk mengurangi konsumsi makanan
pokok (nasi, beras, jagung dan sagu), hasil olahan dari buah mangrove yang berupa
tepung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan terigu sebagai
sumber karbohidrat. Dari berbagai jenis mangrove yang ada buah pedada atau
Bruguiera gymmorrhiza, dengan kandungan karbohidrat 19,66 % sangat potensial
untuk diolah menjadi tepung (Priyono, dkk.2010).
Dari segi ketersediaan, buah mangrove sangat melimpah dan bagi
masyarakat pesisir mudah mendapatkan mangrove tanpa mengeluarkan biaya yang
banyak. Faktor ketidaktahuan manfaat dan ketrampilan pengolahan harus lebih
diintrodusir untuk menggalakkan pemanfaatan mangrove.
Meskipun pemanfaatan buah mangrove sebagai sumber pangan sudah
digalakkan upaya ini masih terbatas pada program pemberdayaan penduduk yang
hidup di area hutan mangrove. Buah mangrove dapat diolah menjadi tepung dan
ringan lainnya (Priyono, dkk. 2010). Produk olahan dari buah mangrove memiliki
prospek yang bagus jika dapat diolah dengan standar mutu yang baik serta didukung
oleh promosi yang baik. Dengan usaha menghasilkan produk pangan yang komersil
diharapkan masyarakat dapat menambah kemampuan finansial untuk akses terhadap
sumber pangan lainnya.
Ditinjau dari segi kesehatan ternyata mangrove memiliki potensi
menguntungkan. Secara tradisional sudah banyak kelompok masyarakat pesisir
memanfaatkan daun mangrove menjadi teh seduhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mangrove ternyata mengandung senyawa biokimia alami yang aktif antara lain
flavonoids, antrokuinon, kelompok fenolik, alkaloid dan triterpenoid
(Ravikumar dkk., 2010). Kelompok senyawaan aktif yang sangat tinggi ini membuat
jenis buah mangrove memiliki aktifitas sebagai anti mikroba maupun antioksidan.
Dikutip dari sebuah hasil peneletian di Thailand, ternyata ekstrak buah-buah
mangrove memiliki aktifitas sebagai antioksidan yang tinggi.
Ekosistem mangrove memiliki peran yang strategis dalam pengembangan
wilayah di kawasan pesisir, tertutama dalam aspek pengembangan perekonomian
wilayah. Sebagaimana dijelaskan dalam Dephut (1997), ekosistem mangrove
merupakan ekosistem yang memiliki peranan sangat penting bagi ketersediaan biota
laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Dengan
demikian, ekosistem utama memiliki peranan yang sangat strategis bagi
perekonomian masyarakat pesisir. Anonimous (1995) juga menjelaskan bahwa
1. Keperluan rumah tangga: kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan.
2. Keperluan industri: bahan baku kertas, bahan baku tekstil, bahan baku kosmetik, penyamak kulit dan pewarna alami.
3. Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang-kerangan, madu dan telur burung.
4. Sebagai tempat pariwisata dan tempat penelitian serta pendidikan.
Selain fungsi ekologi, ekosistem mangrove memiliki mafaat sosial ekonomi
bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Manfaat sosial ekonomi
tersebut antara lain, hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian dan produksi
berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya, tempat rekreasi atau wisata alam
dan sebagai objek pendidikan, latihan serta pengembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan mangrove menjadikannya
sangat rentan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan yang
cukup parah, sehingga mengakibatkan berkurangnya luasan hutan mangrove untuk
setiap tahunnya. Pengembangan hutan mangrove sangat diperlukan untuk
meningkatkan baik pendapatan ekonomi maupun kondisi sosial masyarakat. Namun
semua hal ini tidak terlepas dari penilaian, pertimbangan dan analisis lingkungan
yang baik bagi masyarakat tanpa harus memberikan dampak buruk bagi hutan
Kondisi Umum Lokasi Penelitan
Pulau Sembilan memiliki luas ± 15,65 km2 atau ± 9,67% dari total luas
wilayah kecamatan Pangkalan Susu (151,35 km2) Kabupaten Langkat Kecamatan
Pangkalan Susu secara geografis berada pada 409’15,42” LU dan 98014’54” BT.
Adapun batas-batas lokasinya, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Pulau Kampai,
sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan
Pangkalan Susu, dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Aru. Jumlah total
penduduk di Pulau Sembilan ini ± 2.047 dengan bermata pencarian antara lain
sebagai pertani sebanyak 413 KK, pengrajin 9 KK, pegawai negeri 19 KK,
pedagang 29 KK, supir angkutan 11 KK dan buruh 161 KK. Luas berdasarkan
penggunaan lahan antara lain sawah seluas 1,90 km2, tanah kering seluas 9,29 km2
dan lainnya seluas 4,46 km2 . Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang
termasuk dalam hutan sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk
dalam kawasan hutan negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun, sebagian
masyarakat memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada areal
Gambar 1. Kondisi Pulau kampai dan Pulau Sembilan dari Citra Satelite
Pulau Kampai merupakan suatu desa yang berada di gugusan pulau-pulau
Kabupaten Langkat. Pulau Kampai memiliki luas ±10.000 ha. Desa Pulau Kampai
berdekatan dengan Selat Malaka. Pulau Kampai secara administrasi terletak di
Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pulau Kampai
secara geografis berada pada 4013’45” LU dan 98013’19” BT. Adapun batas-batas
lokasinya yaitu sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Pematang Jaya, sebelah
selatan berbatasan dengan Pulau Sembilan, sebelah barat berbatasan dengan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21%
dari luas total dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua, dengan
luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat, kondisi
hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut (Spalding dkk, 2010).
Dipandang dari segi luas areal, hutan mengrove di Indonesia adalah yang
terluas di dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar
mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua, dengan luas
sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat, kondisi hidrologi,
dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut FAO (1992).
Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang khas terdapat disepanjang
pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove
tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya
disepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau dibelakang terumbu karang di
lepas pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem
peralihan antara darat dan laut, sudah sejak lama diketahui mempunyai peranan
penting dalam kehidupan dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam
memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Abdullah, 1984).
Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme
habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena
merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan
mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan
masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik
sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (Supriharyono, 2000).
Menurut buku Review Potensi Mangrove Sumatera Utara Tahun 2011 oleh
Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II, Medan bahwa luas dan penyebaran
hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 185.354.75 hektar yang terdiri atas
kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 59,584.90 hektar, kawasan hutan
dengan kondisi rusak sebesar 96,797.79 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi
tidak rusak sebesar 28,972.07 hektar.
Tabel 1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011
No. Wilayah Rusak Berat Rusak Tidak Rusak Luas Mangrove (ha)
Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena
merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.
Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, penyangga
perlindungan wilayah pesisir dan pantai dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi,
pencegahan intrusi air laut juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup
di laut bebas (FAO, 1992).
Mengingat banyaknya peluang ekonomi yang dapat diperoleh dari ekosistem
mangrove dalam hal ini di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat,
sudah selayaknya dilakukan kajian atau identifikasi untuk melihat potensi ekonomi
yang dapat dikembangkan untuk dapat membantu dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar mangrove.
Penelitian ini dilakukan di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten
Langkat. Lokasi tersebut merupakan daerah mangrove yang dimanfaatkan
masyarakat secara ekonomi, sehingga tepat untuk dilakukan penelitian kajian potensi
ekonomi ekosistem mangrove. Pengembangan potensi ekonomi yang tepat akan
membantu masyarakat sekitar hutan mangrove Kabupaten Langkat untuk dapat
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau
Kampai
2. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau
Sembilan.
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan
masyarakat Pulau Kampai.
2. Memberikan informasi mengenai jenis mangrove yang dapat dirmanfaatkan
ABSTRAK
EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI: Identifikasi Jenis Mangrove yang Bermanfaat bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.
Laju kerusakan mangrove di Indonesia semakin lama semakin bertambah dan tingkat perekonomian masyarakat terutama di pesisir pantai semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi jenis mangrove apa saja yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, mengetahui cara pemanfaatan mangrove yang bernilai ekonomi serta peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan mangrove. Metode yang digunakan adalah wawancara deskriptif dan observasi langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan masih sangat minim pengetahuan mengenai mangrove sehingga masyarakat kesulitan untuk melestarikan dan memanfaatkan mangrove secara maksimal. Masyarakat Pulau Kampai dan Sembilan mayoritas memanfaatkan mangrove dari segi ekonominya berupa kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar dan kayu arang. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan pribadi saja. Jenis mangrove yang dimanfaatkan di Pulau Sembilan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Api-api (Avicenia officialis) untuk kayu bahan bangunan dan kayu bakar, sedangkan di Pulau Kampai, jenis mangrove yang dimanfaatkan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Tengar (Ceriops tagal) untuk kayu bahan bangunan dan kayu arang.
ABSTRACT
EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI : Identification of the Type Mangroves Useful to People in Sembilan Island and Kampai Island, Langkat Regency. Supervised by BUDI UTOMO and YUNASFI.
The destruction rate of mangrove in Indonesia progressively increased and the economy level , especially coastal people became higher. Therefore, it’s necessary to identify what type of mangrove that can economically profitable for society. The purpose of this research was to identify type’s of mangrove that beneficial economically to society in Kampai and Sembilan Island, knowing the utilization of mangrove that valuable in economy as well as the role and participation of people in the management and utilization of mangrove. The method that used is descriptive interviews and direct observation. The result showed the people in Kampai and Sembilan Island still have little knowledge about the mangrove, so that the people is difficult to conserve and utilize the mangrove maximally. The people of Kampai and Sembilan Island majority using mangrove from the economic side like wood for building , firewood and charcoal wood. The people use it for personal utilities. Type’s of mangrove that used in Sembilan island is Bakau (Rhizophora stylosa) and Api-api (Avicenia officialis) for building wood and firewood, while in Kampai Island type’s of mangrove that using is Bakau (Rhizophora stylosa) and Tengar (Ceriops tagal) for building wood and charcoal wood.
IDENTIFIKASI JENIS-JENIS MANGROVE YANG
BERMANFAAT SECARA EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI
PULAU SEMBILAN DAN PULAU KAMPAI, KABUPATEN
LANGKAT
SKRIPSI
Oleh :
EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI 101201105
BUDIDAYA HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat
Nama Mahasiswa : Eka Sapta Prasetya Silalahi
NIM : 101201105
Program Studi : Kehutanan
Jurusan : Budidaya Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr. Budi Utomo, SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M. Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRAK
EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI: Identifikasi Jenis Mangrove yang Bermanfaat bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.
Laju kerusakan mangrove di Indonesia semakin lama semakin bertambah dan tingkat perekonomian masyarakat terutama di pesisir pantai semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi jenis mangrove apa saja yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, mengetahui cara pemanfaatan mangrove yang bernilai ekonomi serta peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan mangrove. Metode yang digunakan adalah wawancara deskriptif dan observasi langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan masih sangat minim pengetahuan mengenai mangrove sehingga masyarakat kesulitan untuk melestarikan dan memanfaatkan mangrove secara maksimal. Masyarakat Pulau Kampai dan Sembilan mayoritas memanfaatkan mangrove dari segi ekonominya berupa kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar dan kayu arang. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan pribadi saja. Jenis mangrove yang dimanfaatkan di Pulau Sembilan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Api-api (Avicenia officialis) untuk kayu bahan bangunan dan kayu bakar, sedangkan di Pulau Kampai, jenis mangrove yang dimanfaatkan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Tengar (Ceriops tagal) untuk kayu bahan bangunan dan kayu arang.
ABSTRACT
EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI : Identification of the Type Mangroves Useful to People in Sembilan Island and Kampai Island, Langkat Regency. Supervised by BUDI UTOMO and YUNASFI.
The destruction rate of mangrove in Indonesia progressively increased and the economy level , especially coastal people became higher. Therefore, it’s necessary to identify what type of mangrove that can economically profitable for society. The purpose of this research was to identify type’s of mangrove that beneficial economically to society in Kampai and Sembilan Island, knowing the utilization of mangrove that valuable in economy as well as the role and participation of people in the management and utilization of mangrove. The method that used is descriptive interviews and direct observation. The result showed the people in Kampai and Sembilan Island still have little knowledge about the mangrove, so that the people is difficult to conserve and utilize the mangrove maximally. The people of Kampai and Sembilan Island majority using mangrove from the economic side like wood for building , firewood and charcoal wood. The people use it for personal utilities. Type’s of mangrove that used in Sembilan island is Bakau (Rhizophora stylosa) and Api-api (Avicenia officialis) for building wood and firewood, while in Kampai Island type’s of mangrove that using is Bakau (Rhizophora stylosa) and Tengar (Ceriops tagal) for building wood and charcoal wood.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1992 dari pasangan Bapak
Ridwan Silalahi dan Ibu Edwina Siahaan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan formal di SD Katolik Santo Markus 1 Jakarta
dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Katolik Santo
Markus 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 51 Jakarta. Pada tahun 2010 penulis
diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB-SPMB.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan
organisasi di kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Sylva USU (HIMAS USU).
Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan
Raya Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten
Karo pada tahun 2012. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat, dari tanggal 28 Januari
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Identifikasi Jenis
Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan
Pulau Kampai, Kabupaten Langkat”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih sebsar-besarnya
kepada :
1. Kedua orangtuaku yang sangat kukasihi, Ridwan Silalahi dan Edwina Siahaan
yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa kepada
penulis.
2. Kedua adikku yang sangat kusayangi Obie Clinton Silalahi dan Angel
Theresia Silalahi yang telah memberikan semangat kepada penulis.
3. Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si selaku
komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Selaku dosen penguji pada ujian komperhensif penulis.
5. Seluruh dosen kehutanan yang telah memberikan ilmu dan motivasi selama
perkuliahan.
6. Seluruh karyawan dan staff tata usaha kehutanan yang telah banyak
7. Kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa angkatan 2010 atas bantuan,
doa dan dukungannya terutama kepada Juki Pimroi Hutabalian, S. Hut atas
bantuannya selama pengambilan data di lapangan .
8. Kepada teman-teman kost penulis Ryanto Sinurat, SH, Rodo Silalahi, ST,
Heru Simanjuntak, S. Hut, Fernando Gurning, ST, Caroline Hadiwijaya, S. Si,
Prahmadyana Siregar, S. Si, Mey Sihotang, Ricky Dharmawan, Rommel
Rajagukguk, Yogi Sihombing, Budi Tobing dan seluruh teman-teman
‘dammers’ yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis.
9. Kawan-kawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat pada pembaca
dan masyarakat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2015
DAFTAR ISI
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ……… 11
METODE PENELITIAN Jenis Mangrove yang Terdapat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan………..………. 19
Cara Pengolahan Hasil Mangrove Menjadi Bahan Pangan …… 27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……… 40
Saran……….. 40
DAFTAR PUSTAKA……….... 41
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011 …... 2
2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan ………... 8
3. Penentuan Jumlah Sampel menurut Yount………... 17
4. Jenis Mangrove yang Tersebar di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan ... 29