• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Lampiran 1. Karakteristik Responden Pulau Sembilan (Lanjutan)

No. Nama Jenis

Kelamin

Umur Pendidikan Terakhir

Suku Pekerjaan Utama

52. Juhari Laki-laki 42 SD Melayu Nelayan

53. Syahrizal Laki-laki 33 SMA Jawa Wiraswasta

54. Rita Effendi Laki-laki 37 SD Melayu Nelayan

55. Muklis Laki-laki 35 SD Melayu Nelayan

(4)
(5)

Lampiran 2. Karakteristik Responden Pulau Kampai (Lanjutan)

28. Nurdiansyah Laki-laki 35 SMA Melayu Wiraswasta

(6)
(7)

Lampiran 2. Karakteristik Responden Pulau Kampai (Lanjutan)

88. Rusdiansyah Laki-laki 37 SMA Melayu Wiraswasta

89.

Usmardi Laki-laki 60 SD Melayu Bertani

90. Abdul Wahab Laki-laki 55 SD Melayu Nelayan

91. Fitria Perempuan 35 SMP Aceh Rumah Tangga

92. Asrial Siregar Laki-laki 46 S1 Mandailing Wiraswasta

(8)
(9)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner

IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Agama :

4. Umur (Tahun) : 5. Pendidikan Terakhir :

6. Suku :

7. Alamat :

8. Pekerjaan Utama : 9. Pekerjaan Sampingan : 10. Lama Menetap : 11. Jumlah Anggota Keluarga :

PENGETAHUAN TENTANG HUTAN

1. Menurut Saudara apakah arti hutan mangrove?

2. Menurut Saudara apakah hutan mangrove bermanfaat? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu

Jika Ya manfaat apa yang anda ketahui

(10)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)

NILAI MANFAAT KAWASAN EKOSISTEM MANGOVE

1. Apakah manfaat langsung yang dapat Saudara nikmati dari kawasan hutan mangrove?

2. Adakah hasil hutan yang Saudara manfaatkan dari hutan mangrove?

a. Ada b. Tidak

3. Jika ada hasil hutan berupa apakah itu?

a. Kayu b. Non kayu

4. Bagaimana penduduk desa ini menurut Saudara mengelola hasil hutan yang dimanfaatkan?

a. Dijual b. Dikonsumsi Langsung

5. Sudah berapa lama Saudara mengambil manfaat dari hutan mangrove ini?

6. Apakah Saudara mengetahui manfaat ekonomis dari tanaman mangrove? a. Ya b. Tidak

POTENSI PEMANFAATAN EKONOMI MANGROVE

1. Apa manfaat ekonomi dari hutan mangrove yang Saudara rasakan?

2. Apa yang Saudara manfaatkan dari hutan mangrove?

(11)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)

3. Untuk apakah pemanfaatan yang Saudara lakukan terhadap hutan mangrove?

a. Keperluan sehari-hari b. Besar-besaran

4. Apakah mangrove merupakan sumber mata pencaharian utama Saudara?

5. Bagaimana intensitas pemanfaatan yang Saudara lakukan terhadap mangrove?

6. Sudah berapa lama Saudara mengambil manfaat dari hutan mangrove ini?

7. Jenis pohon mangrove apa saja yang Saudara manfaatkan?

No Jenis Mangrove Dimanfaatkan Tidak

dimanfaatkan

8. Bentuk pemanfaatan apa saja yang Saudara gunakan?

No Jenis Pemanfaatan Dimanfaatkan Tidak

(12)

Lampiran 3. Daftar Kuisioner (Lanjutan)

9. Berapa besar pendapatan Saudara perbulan yang Saudara terima dari pemanfaatan hutan mangrove?

(13)
(14)

Lampiran 5. Dokumentasi Pemanfaatan dan Prasarana di Pulau Sembilan

(15)
(16)
(17)

Lampiran 7. Dokumentasi Sarana dan Prasarana di Pulau Kampai

(18)
(19)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 1984. Pelestarian dan Peranan Hutan Mangrove di Indonesia dalam Prosiding Seminar II EkosistemMangrove. Proyek Lingkungan Hidup-LIPI. Jakarta.

Anonimous. 1995. Buku Petunjuk Praktis Penanaman Mangrove. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius. Jakarta

Arikunto, 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit Pustaka Sinar Harapan Jakarta.

BPS, 2010. Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Food and Agriculture Organization (FAO). 1992. Management and Utilation of Mangrove in Asia and The Pasific. FAO Environmental Paper III. FAO. Rome.

Fortuna J de. 2005. Ditemukan buah bakau sebagai makanan pokok. Tempo Interaktif. Jakarta

Hanggarawati. 2012. Produksi pertanian dan pangan berbasis kawasan dan lingkungan.meretas kedaulatan pangan dan penganekaragaman pangan berbasis komunitas.Penerbit Omar Niode Foundation. Jakarta.

Huntington, S. P, 1995. Gelombang Demokratisasi Ketiga. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Indra R, Y Nofita dan A Wahyu. 2007. Identifikasi Ekosistem Mangrove di Surabaya. Penelitian. Universitas Airlangga.

IUCN - The Word Conservation Union. 1993. Oil and Gas Exploration and Production in Mangrove Areas. IUCN. Gland, Switzerland.

Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. CIDES. Jakarta.

Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, and S. Baba. 1997. Handbook of Mangroves in Indonesia: Bali and Lombok. Ministry of Indonesia and JICA, Jakarta

Kusmana, C. 2002. Ekologi Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

(20)

Kustanti A. 2011 Manajemen Hutan Mangrove. Bogor. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu. 1990. Pengembangan Masyarakat : Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Rineka Cipta. Jakarta.

Nugroho, S. G., A. Setiawan dan S. P. Harianto. 1991. “Coupled Ecosystem Silvofishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove-Tambak yang Saling Mendukung dan Melindungi Dalam Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Program MAB Indonesia-LIPI. Jakarta

Percival, M. and J. S. Womersley 1975. Floristics and ecology of the mangrove vegetation of Papua New Guinea. Bot. Bull. No. 8:1-96.

Priyono, A., Ilminingtyas, D., Mohson, Yuliani, L.S. dan Hakim, T.L. 2010. Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove. KeSEMaT. Semarang.

Purseglove, J.W., 1972. Tropical Crops : Monocotyledons. ELBS/Longman, London.

Raindly, 2006. Sirup Aplle Mangrove. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Ramdan, H., Yusran, & Darusman, D. 2003. Pengelolaan sumberdaya alam dan otonomi daerah: perspektif kebijakan dan valuasi ekonomi (cetakan pertama). Bandung: Alqaprint Jatinangor Sumedang.

Ravikumar, S., Gnanadesigan, M., Suganthi, P. dan Ramalakshmi, A. 2010. Antimocrobial Potential of Chosen Mangrove Plants Against Isolated Urinary Tract Infectious Bacterial Phatogens. International Journal of Medical Sciences 2(3): 94-99.

Safei M. 2005. Kajian Partisifasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove.(Studi Kasus di Desa Moroboro Kecamatan Bone dan Desa Labulu-buluKecamatan Parigi Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Utara. [Tesis]. Bogor. Insitut Pertanian Bogor.

Sadana. D. 2007. Buah aibon di biak timur mengandung karbohidrat tinggi. Situs Resmi

(21)

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta, Indonesia.

Spalding, M., M. Kainuma, L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.

Sukardjo, S. 1996. Gambaran Umum Ekologi Mangrove di Indonesia Lokakarya Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Jakarta.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

(22)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilakukan di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan,

Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Desember 2014 sampai April 2015.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa data primer, data

sekunder dan kuesioner untuk wawancara penduduk setempat.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis dan kamera

digital.

Prosedur

(23)

Pengumpulan Data

Metode penarikan jumlah sampel ini menggunakan metode penarikan

sampel secara deskriptif. Data yang akan diambil dari penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer yang akan diambil adalah

a. Biodata keluarga atau masyarakat : nama, umur, identitas, jumlah anggota

keluarga atau masyarakat, pendidikan, mata pencaharian.

b. Pendapatan rumah tangga: pendapatan seluruh anggota keluarga atau

masyarakat dari kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove ditambah

pendapatan lainnya.

c. Bentuk pemanfaatan ekosistem mangrove secara aktual yang dilakukan

masyarakat sekitar: jenis pemanfaatan baik di hutan mangrove maupun

disekitarnya, pengambilan manfaat ekonomi dari ekosistem mangrove.

d. Jenis-jenis mangrove yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat, baik dari

sisi kayu maupun non kayu.

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Wawancara Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar

pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan

kepada semua responden, dalam kalimat yang seragam (Sulistyo-Basuki, 2006).

Wawancara terstruktur inidilakukan sebagai upaya untuk mengkaji ulang dan

melengkapi informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Keterbukaan dan

(24)

wawancara dilakukan seperti pembicaraan secara informal dan bersifat dialogis,

terutama dengan membangun kepercayaan antara responden dan peneliti.

2. Kuisioner

Kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden

atau diisi oleh pewawancara yang membacakan pertanyaan dan kemudian

mencatat jawaban yang berikan (Sulistyo-Basuki, 2006). Data yang diambil dari

kuisioner kepada seluruh sampel penelitian untuk melengkapi hasil dari

wawancara yang dilaksanakan sehingga didapatkan data yang akurat.

3. Observasi

Kegiatan yang dilakukan pada observasi yakni : melihat kehidupan

sehari-hari masyarakat setempat, melihat kegiatan masyarakat dalam pemanfaatan

ekosistem mangrove dan melihat interaksi masyarakat.

4. Studi Pustaka

Kegiatan yang dilakukan yakni mengumpulkan data sekunder,

dokumentasi dan literatur yang tersedia tentang lokasi penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi

pemerintah desa, kecamatan, BPS yang meliputi : letak dan luas desa, jumlah

(25)

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Sulistyo-Basuki (2006) mengemukakan populasi adalah keseluruhan objek

yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk

Pulau Kampai sebanyak 1149 KK dan Pulau Sembilan sebanyak 556 KK.

Untuk memperoleh jumlah sampel yang akan diwawancarai adalah

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili dari

populasi tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002)

apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

penelitian populasi. Jika subjeknya lebih besar dapat diambil 10 % saja karena

sudah dianggap mewakili dan memperkecil biaya.

Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel menurut Yount Besar

4. Pengolahan Data 1. Analisis Deskriptif

Menurut Nazir (1988), metode deskriptif digunakan untuk mengetahui dan

menganalisis data yang terkumpul dari hasil kuisioner, wawancara mendalam,

(26)

dalam bentuk tabel (tabulasi) yang berupa data karakteristik responden yang

meliputi umur, pendidikan, mata pencaharian, jumlah anggota keluarga.

2. Penelusuran Literatur

Penelusuran Literatur dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih

akurat dengan cara mengumpulkan referensi sebanyak mungkin tentang

penelitian. Kemudian referensi tersebut dipadukan dengan data-data penelitian

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Mangrove yang Terdapat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan

Sampel yang diambil di Pulau Sembilan sebanyak 56 kepala keluarga dan

116 kepala keluarga di Pulau Kampai. Pengambilan sampel dilakukan secara

acak. Berikut adalah tabel jenis mangrove yang tersebar di Pulau Sembilan dan

Kampai

Tabel 4. Jenis Mangrove yang Tersebar di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan No

Jenis Mangrove Tipe

Tumbuhan

Burus (Bruguiera cylindrical) Pohon + +

3

Bangka hitam (Rhizophora mucronata)

Pohon - +

4

Pedada merah (Sonneratia caseolaris)

Api api balah (Lumnitzera racemosa)

Perdu - +

8

Bakau minyak (Rhizophora apiculata)

Sumber : Laporan Pengenalan Ekosistem Hutan, Universitas Sumatera Utara Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa ada beberapa jenis tumbuhan

mangrove yang ada di Pulau Sembilan tetapi tidak ada di Pulau Kampai, seperti

bangka hitam, pedada dan api-api. Menurut Supriharyono (Supriharyono. 2000.)

menyatakan bahwa frekuensi arus pasang berpengaruh pada kepadatan vegetasi,

(28)

waktu genangan air akan sangat mempengaruhi kondisi salinitas tanah,

selanjutnya salinitas tanah akan sangat menentukan kelangsungan hidup

mangrove dan berpengaruh terhadap pola sebaran (zonasi) mangrove. Hal ini

berarti bahwa zonasi di hutan mangrove tergantung pada keadaan tempat tumbuh

spesifik yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya. Daya adaptasi

dari tiap spesies tumbuhan mangrove terhadap keadaan tempat tumbuh akan

menenentukan komposisi spesies yang menyusun suatu vegetasi mangrove.

Salam dan Rachman (1994) juga berpendapat bahwa zonasi di hutan

mangrove tergantung dari keadaan tempat tumbuh spesifik dari satu tempat ke

tempat yang lain. Tempat tumbuh mangrove memang selalu berubah akibat

sedimentasi dan pengikisan. Daya adaptasi dari tiap spesies tumbuhan mangrove

terhadap keadaan tempat tumbuh akan menentukan komposisi spesies yang

menyusun suatu hutan mangrove.

Potensi mangrove di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai sangat tinggi,

dapat dilihat di tabel diatas bahwa jenis mangrove di kedua pulau tersebut sangat

bermacam jenisnya. Akan tetapi, masyarakat banyak menyalahgunakan manfaat

seperti eksploitasi hasil mangrove berupa kayunya, bukan buahnya. Dengan

makin maraknya laju eksploitasi, maka jenis mangrove yang terdapat di Pulau

Kampai menjadi sangat rentan terhadap kerusakan karena banyak dijadikan

sebagai bahan konsumsi oleh masyarakat. Hal ini yang menjadi faktor tersedianya

jenis tertentu yang ada di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan. Faktor lain yang

mempengaruhi adalah faktor regenerasi yang seringkali terbatas. Selain itu juga

karena jenis ini adalah termasuk jenis yang paling banyak dimanfaatkan oleh

(29)

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa masyarakat di Pulau Kampai

banyak memanfaatkan jenis mangrove berupa Nipah untuk diambil daunnya,

begitu juga di Pulau Sembilan, masyarakat banyak mengambil daun Nipah. Hasil

mangrove dari jenis lain berupa buah belum dimanfaatkan masyarakat.

Dari responden yang diwawancarai mengaku bahwa mereka sedikit

mengetahui jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan secara ekonomi dan tingkat

pengetahuan masyarakat mengenai potensi ekonomi mangrove di Pulau Sembilan

sangat rendah terhadap hutan-hutan disekitarnya. Sehingga mangrove yang

dimanfaatkan hanya itu saja. Masyarakat juga mengakui bahwa penghasilan

mereka yang memanfaatkan hasil hutan mangrove sangat sedikit dan kurang

berpengaruh.

Gambar 3. Sampel Tingkat Pendidikan di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa sebagian besar masyarakat

Pulau Sembilan dan Pulau Kampai hanya lulus Sekolah Dasar. Hal ini

mempengaruhi pola pikir dan kreativitas masyarakat dalam memanfaatkan

mangrove sehingga hanya sedikit jenis mangrove saja yang masyarakat ketahui

untuk dimanfaatkan. Masyarakat hanya mengetahui pengolahan daun Nipah untuk

bahan pembuat atap, sedangkan buah dan propagul dari jenis mangrove lain yang

dapat diolah belum diketahui masyarakat karena pengetahuan dan pola pikir

(30)

yang mengawal terjadinya pola pikir seseorang dipengaruhi oleh faktor internal

(pribadi) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal seseorang meliputi

pengalaman, pengetahuan, proses belajar, wawasan pemikiran keinginan, motivasi

dan tujuan. Sedangkan faktor eksternal yaitu meliputi lingkungan keluarga, fisik

dan sosial budaya setempat.

Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat

No.

Pulau Kampai Pulau Sembilan

Kayu Daun Buah K

Bangunan Kerupuk Makanan

(31)

Keterangan : (+) Sudah Dimanfaatkan ; (-) Belum Dimanfaatkan

Sumber : Buku Pengenalan Mangrove dan Manfaat Alaminya, BPHM Wil. II, Medan Beragam Produk Olahan Berbahan Dasar Mangrove, KeSeMaT, Semarang Pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat Pulau Sembilan dan

Pulau Kampai belum memanfaatkan hasil mangrove secara optimal. Hanya dari

jenis Nipah saja yang dimanfaatkan masyarakat berupa daun untuk membuat atap

dan ini hanya diperoleh dari orangtua mereka cara membuat atap. Pengetahuan ini

menurut pengakuan masyarakat diajarkan sejak turun-temurun sehingga untuk

hasil mangrove jenis lain belum mereka manfaatkan. Pola pikir dan tingkat

pendidikan juga mempengaruhi masyarakat untuk memanfaatkan mangrove.

Bisa kita ketahui bahwa potensi mangrove non kayu dapat meningkatkan

perekonomian masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dapat naik.

Tetapi masyarakat kedua pulau tersebut yang berpendidikan rendah tidak

mengetahui potensi yang ada dalam mangrove sehingga sulit untuk dimanfaatkan.

Mengenai hubungan tingkat pendidikan dengan peningkatan ekonomi ini,

Huntington (1995) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan ekonomi yang

lebih baik berpengaruh positif pada peningkatan jumlah publik yang memiliki

pendidikan yang lebih tinggi.

Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat (Lanjutan)

No.

Pulau Kampai Pulau Sembilan

(32)

Sumber daya alam terutama mangrove di Pulau Kampai dan Pulau

Sembilan sangat bermacam-macam dan berpotensi tinggi untuk dimanfaatkan.

Masyarakat setempat dapat memanfaatkan buahnya untuk keperluan pangan.

Buah mangrove dapat dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal baru terutama di

daerah-daerah yang memiliki potensi hutan mangrove yang luas seperti di Pulau

Sembilan dan Pulau Kampai. Ada beberapa jenis buah mangrove yang dapat

diolah menjadi produk makanan antara lain jenis Pedada (Somnneratia spp) dapat

diolah menjadi sabun, sirup, selai, dodol, dan jenis api-api (Avicennia alba).

Beberapa warga masyarakat Bali yang tinggal di daerah hutan mangrove seperti di

daerah Serangan, mengkonsumsi buah jenis pidada ini sebagai bahan untuk rujak

karena rasanya yang asam. Buah lindur dan api-api memiliki kandungan

karbohidrat dan pati yang lebih tinggi dari jenis buah mangrove lainnya. Buah

lindur dapat diolah menjadi kue bolu, kue kering dan kerupuk mangrove.

Beberapa dari jenis tumbuhan mangrove tersedia di kedua pulau tersebut sehinga

potensi untuk dimanfaatkan sangat tinggi.

Buah Bruguiera ini, sudah banyak dieksplorasi sebagaai sumber pangan

lokal baru menjadi kue, cake, dicampur dengan nasi atau dimakan langsung

dengan kelapa parut (Fortuna, 2005). Buah mangrove jenis Bruquiera

gymnorrhiza yang secara tradisional diolah menjadi kue, cake, dicampur dengan

nasi atau dimakan langsung dengan bumbu kelapa. Menurut Sadana (2007)

menyatakan bahwa buah Bruguiera mengandung energi dan karbohidrat yang

cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan sumber karbohidrat yang

biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung singkong atau sagu. Priyono

(33)

menghasilkan 400gr tepung. Setelah menjadi tepung baru dapat diolah menjadi

bahan baku dalam pembuatan makanan.Tepung buah lindur mempunyai derajat

putih yang rendah tetapi justru dalam aplikasi untuk pengolahan pangan tidak

dibutuhkan pewarna makanan. Secara alami buah lindur ini memberikan warna

coklat. Bisa dibentuk menjadi adonan yang kalis dan mempunyai kandungan

amilosa hampir sama dengan beras yaitu sekitar 17%.

Buah Sonneratia memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi

sumber pangan lokal, dimana buah Sonneratia memiliki keunikan dari buah

mangrove lainnya yakni buah Sonneratia ketika sudah matang (masak) sudah bisa

langsung di manfaatkan menjadi jus dan dodol. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Indra (2007) yang menyatakan bahwa buah Sonneratia telah banyak diolah untuk

dijadikan beberapa produk pangan seperti jenang, dodol, selai dan sirup. Produk

sirup lebih banyak disukai mengingat iklim tropis kita yang memungkinkan orang

lebih memilih minuman segar daripada makanan manis. Buah Sonneratia

memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman mangrove

lainnya yaitu sifat buahnya tidak beracun, dapat dimakan langsung. Rasa asam

dan aroma yang khas serta tekstur buah yang lembut membuat buah Sonneratia

cocok diolah menjadi sirup.

Produk makanan dan minuman dari bahan baku buah mangrove dapat

dikatakan produk yang cukup unik dan banyak masyarakat yang belum

mengetahui potensi dan manfaat buah mangrove sebagai pengganti makanan

pokok. Melalui informasi seperti inilah diharapkan masyarakat Pulau Kampai dan

Pulau Sembilan dapat menrunkan ketergantungan terhadap beras sebagai makanan

(34)

diversifikasi pangan untuk menaikkan Skor Pola Pangan Harapan (tahun 2010 =

80,6; tahun 2014 = 93,3), menurunnya konsumsi beras per kapita (1,5% tahun),

diimbangi dengan peningkatan konsumsi/kapita hasil-hasil ternak, ikan, umbi,

buahan, dan sayuran. Sumberdaya lokal dalam hal ini diversivikasi pangan

berbasis buah mangrove akan membutuhkan buah yang melimpah dan itu bisa

diperoleh dengan terus melakukan pelestarian mangrove. Jika upaya rehabilitasi

berhasil dan pelestarian terjaga maka bahan baku industri pengolahan mangrove

akan cukup tersedia memungkinkan untuk terbentuknya industri pengolahan

mangrove dan produksi pangan berbasis buah mangrove lebih kontinyu.

Proses Pengolahan Hasil Mangrove Menjadi Bahan Pangan Dodol Mangrove

Dodol adalah makanan semi basah bertekstur kenyal dengan kadar gula,

pati dan minyak yang tinggi sehingga dapat disimpan dalam waktu yang agak

lama (sekitar 1-3 bulan). Pembuatan Dodol mangrove ini dapat menggunakan

buah Sonneratia. Pembuatan dodol mangrove tidak terlalu sulit dan membutuhkan

alat dan bahan yang sangat sederhana.

1. Pembuatan Adonan. Buah Sonneratia dikupas, kemudian digiling sampai

halus. Setelah itu ditambahkan bahan-bahan berupagula pasir, gula merah, tepung

ketan, santan kental dan natrium benzoat. Bahan-bahan tadi diaduk sampai semua

merata. hasilkan campuran ini yang disebut dengan adonan dodol.

2. Pemasakan Adonan. Adonan dodol yang telah tercampur merata

kemudian dimasak di dalam wajan sambil diaduk. Pengadukan dilakukan sampai

adonan menjadi liat, berminyak dan tidak lengket. Hasil masakan nantinya

(35)

3. Pencetakan. Adonan dodol yang telah masak kemudian diangkat dari

wajan, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk baki dengan ketinggian

1-2 cm. Adonan ditekan-tekan agar padat dan rata. Sebelum adonan dimasukkan,

permukaan dalam baki dialasi dengan plastik atau daun pisang

4. Penjemuran. Adonan dodol di dalam cetakan kemudian dikeringkan

dengan cara dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering hingga adonan agak

kering.

5. Pemotongan. Dodol yang telah mengeras dipotong-potong, kemudian

dicelupkan ke dalam minyak kelapa., dan kemudian segera diangkat. Dodol ini

dibiarkan beberapa saat sampai lemak pada permukaannya mengeras. Ini

bertujuan agar dodol tidak lengket pada kemasan nantinya.

6. Pengemasan. Potongan-potongan dodol tadi kemudian dibungkus

dengan menggunakan kertas minyak, kertas kue atau plastik. Setelah itu, dodol

dikemas di dalam kantong plastik.

Gambar 4. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa dodol mangrove

Gula Mangrove

Nipah (Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb.) termasuk tanaman dari suku

Palmae, tumbuh di sepanjang sungai yang terpengaruh pasang surut air laut.

(36)

tumbuh rapat bersama, seringkali membentuk komunitas murni yang luas di

sepanjang sungai dekat muara hingga sungai dengan air payau (Kitamura et

al.,1997).

Menurut (Purseglove, 1972). nipah dapat disadap tiap hari salama 2-3

bulan menghasilkan berkadar gula yang memiliki kadar gula yang tinggi yaitu

17%. Tiap 454 liter nira menghasilkan 52 kg dan hanya dengan proses evaporasi

(pemekatan) dìproduksi gula merah (Brown Sugar).

Dengan kadar gula yang tinggi tersebut dapat disimpulkan bahwa nira

nipah dapat dijadikan sumber gula alternatif pengganti gula pasir dari tebu.

Pembuatan gula dari nira nipah ini sama seperti pembuatan gula merah

dari nira pohon aren. Berikut cara pembuatan gula dari nira nipah.

1. Penyaringan. Nira nipah hasil sadapan disaring dengan kain, saringan

santan atau saringan dari anyaman kawat anti karat yang dapat dibeli di toko-toko

alat masak. Dan hasil saringan adalah nira bersih.

2. Pemberian Kapur Sirih Agar niranya tidak asam serta kotorannya

mengendap dan gulanya nanti berwarna kuning muda, maka perlu ditambahkan 1

sendok makan kapur sirih atau larutan Na-bisulfit secukupnya (1 sendok

Nabisulfit dalam 2 liter air).

3. Pemanasan atau Perebusan. Kemudian nira nipah ini panaskan dengan cara

direbus sampai mendidih dan mengental. Proses perebusan air nira dilakukan

sambil diaduk secara terus menerus agar tidak gosong serta buih dan kotoran yang

mengambang juga di buang. Hasilnya adalah sirup nira nipah yang volumenya

jauh menyusut. Proses perebusan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang

(37)

4. Pengendapan. Nira yang telah di panaskan tadi kemudian disaring dan

diendapkan selama semalam.

5. Pemanasan ke 2. Setelah itu endapan yang terbentuk dibuang dan air

bening dipanaskan kembali sambil diaduk secara terus menerus sampai berwarna

coklat tua dan sangat kental.

6. Penirisan. Setelah nira mengental dan warnanya coklat tua, matikan api

dan diamkan selama 5-10 menit agar suhu menurun. Jangan terlalu lama agar nira

tadi tidak membeku.

7. Penyetakan Gula Nipah. Sirup nira tersebut kemudian di taruh dalam

cetakan dan diamkan semalaman sampai dingin. Cetakan dapat terbuat dari

plastik, anyaman daun nipah sendiri atau apa saja sesuai keinginan.

8. Penyajian. Gula siap dipakai sesuai kebutuhan. mau dimakan biasa bisa,

dibuat rujak bisa, mau dibuat campuran makanan lain juga bisa.

Gambar 5. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa gula nipah

Sirup Mangrove

Pengolahan buah mangrove menjadi sirup mangrove menggunakan alat

sederhana, bahan bakunya berupa buah Sonneratia. Sirup Sonneratia mempunyai

(38)

Mangrove berdasarkan penelitian (Raindly, 2006) antara lain adalah kandungan

vitamin C cukup tinggi berupa (50,1 mg/100 gr sirup), dan mengandung iodium

dengan kadar 0,68 mg/kg sirup. ekonomiManis dan tepat mengandung vitamin C

yang dapat menyegarkan tubuh dan juga dapat digunakna untuk pengobatan

sariawan dan masuk angin.Dalam tubuh vitamin C berfungsi sebagai antioksidant,

sedangkan Iodium untuk sistesis hormon tiroksin, yaitu suatu homon yang

dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan,

perkembangan, dan kecerdasan. Sirup buah Sonneratia yang memiliki rasa dan

aroma yang khas, serta beriodium dan bervitamin C yang bermanfaat bagi

kesehatan dapat dijadikan prospek untuk membentuk wirausaha baru. Berikut

adalah tahapan pembuatan sirup mangrove berbahan buah Sonneratia :

1. Buah Sonneratia sebanyak 5 kg dikupas kemudian dipotong-potong.

2. Buah dimasak dengan 1 (satu) liter air sampai mendidih.

3. Buah disaring sambil ditekan-tekan agar sarinya keluar. Kemudian

disisihkan dan dibuang ampasnya.

4. Gula 5 kg ditambah dengan air 1,5 liter direbus dengan api sedang sambil

sekali-kali diaduk agar gula tidak hangus dan cepat larut.

5. Jika gula sudah larut, dibiarkan sampai buih berkurang dan dijaga agar

suhu tetap 900 C selama 5-7 menit.

6. Sari buah hasil penyaringan dituang pada larutan gula, ditambah dengan

asam sitrun 4 sdt (sendok teh) kemudian dimasak dengan api kecil selama 15

(39)

7. Sirup dalam keadaan panas dituang dalam botol kaca (dalam keadaan

panas) yang telah disterilkan dengan dikukus selama 30 menit. Dipasang label dan

siap dipasarkan.

Gambar 6. Contoh hasil produk olahan mangrove berupa sirup mangrove

Tepung Mangrove

Buah mangrove jenis lindur (Bruquiera gymnorrhiza) mengandung energi

dan karbohidrat yang cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai jenis pangan

sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti beras, jagung,

singkong atau sagu.Pengolahan buah Bruguiera menjadi tepung melewati proses

pengupasan, perebusan, dan perendaman dengan air selama 3 hari dan setiap hari

air rendaman diganti dan buah yang direndam dicuci terlebih dahulu, dijemur

dibawah terik matahari, setelah kering kemudian digiling. Proses perendaman

bertujuan untuk menghilangkan tanin atau zat racun yang terdapat pada buah

mangrove tersebut. Tanin sendiri harus dihilangkan karena tanin menimbulkan

rasa pahit yang nantinya akan mengurangi kelezatan makanan olahan dari buah

mangrove. Berikut adalah proses- proses pembuatan tepung mangrove :

1. Buah Bruguiera dicuci bersih kemudian direbus sampai mendidih kurang

(40)

air hasil rebusan dibuang dan diganti dengan air yang baru kemudian direbus lagi.

Hal ini dilakukan kembali sampai tiga kali agar zat taninnya hilang.

2. Setelah direbus, buah Bruguiera dikupas dan dipotong sesuai ukuran yang

diinginkan.

3. Hasil blenderan ini kemudian dikeringkan dengan menggunakan plastik

sebagai alasnya sehingga kering. Karung beras plastik yang telah digunting

melebar kemudian dituang bubur mangrove tersebut diatasnya hingga rata dan

diusahakan bisa setipis mungkin menggunakan alat bantu spatula.

4. Dijemur dibawah terik matahari hingga berwarna kecoklatan, dari serbuk-

serbuk yang terkelupas tersebut dikumpulkan kemudian diremas, diblender dan

diayak kembali sehingga hasil inilah yang dinamakan dengan tepung mangrove

(Bruguiera sp.)

Tepung dari bahan Bruguiera dapat digunakan sebagai tepung untuk

pembuatan kue. Pembuatan kue kering dengan tepung buah lindur sebagi salah

satu usaha pemanfaatan sumber pangan baru yang nantinya dapat dikembangkan

lagi menjadi jenis makanan lainnya.

(41)

Kerupuk Mangrove

Bahan baku kerupuk mangrove adalah buah Rhizophora. Buah yang

dipergunakan sebagai bahan baku adalah buah yang telah masak. Berikut adalah

proses pembuatan kerupuk mangrove.

1. Buah Rhizophora dikupas kulit bagian luar sampai bersih.

2. Setelah kulit bagian dalam dikupas, dimasak dan direndam selama 2-3

hari.

3. Selanjutnya buah yang sudah diproses ditumbuk seperti proses pembuatan

emping.

Sedangkan bahan baku dari daun jeruju (Acantus ilicifolius) proses

pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Haluskan bumbu

2. Campurkan bumbu dengan ekstrak Acantus ilicifolius, ditambakan

kaji lalu diaduk hingga merata.

3. Kemudian masak bahan tersebut sampai matang sambil terus diaduk.

Setelah matang, angkat bahan yang telah menjadi adonan lalu tambahkan

kanji sedikit demi sedikit hinga adonan menjadi kalis.

4. Bentuk adonan menjadi bulat memanjang lalu bungkus dengan daun

pisang kemudian kukus hinga matang. Dinginkan selama 1 malam.

Keesokan harinya iris adonan menjadi bagian tipis-tipis lalu jemur hingga

kering.

(42)

Gambar 8. Contoh produk olahan mangrove berupa kerupuk mangrove

Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai bisa dikatakan belum

mempunyai peran untuk mengelola hasil hutan mangrove bukan kayu. Sehingga

pemanfaatan hasil mangrove bukan kayu belum terlihat secara maksimal.

Masyarakat hanya memanfaatkan kayu dan daunnya saja untuk pembuatan atap,

padahal kita ketahui buah atau propagul dari mangrove dapat dimanfaatkan

sebagai bahan makanan dan minuman yang cukup bernilai ekonomi yang tinggi.

Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap

pemanfaatan serta tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah. Mayoritas

tingkat pendidikan responden cenderung rendah yaitu 34 responden di Pulau

Sembilan dan 68 responden di Pulau Kampai. Rendahnya pendidikan

menyebabkan masyarakat kurang memiliki kesadaran yang cukup dalam upaya

pelestarian hutan mangrove dan cendrung tidak memikirkan dampak yang

ditimbulkan apabila luasan hutan mangrove berkurang. Hal ini sejalan dengan

penelitian Safei (2005) tentang Kajian Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian

Hutan Mangrove, yang menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah pada

masyarakat di sekitar hutan mangrove akan menjadi kendala dalam upaya

pengelolaan mangrove yang lestari dan berimplikasi pada rendahnya tingkat

(43)

pengembangan kawasan dan perilaku yang tidak berwawasan lingkungan dalam

berinteraksi dalam lingkungan hidupnya.

Peran dan masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan dalam

pemanfaatan mangrove terutama hasil hutan mangrove bukan kayu sangat sedikit.

Dari wawancara dapat kita ketahui bahwa masyarakat Pulau Kampai

memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebanyak 31 responden dari 116 sampel

dan di Pulau Sembilan sebanyak 20 reponden dari 56 sampel yang diambil. Hal

ini membuktikan bahwa masyarakat belum memahami dan mengetahui bahwa

selain kayu, ada yang bisa dimanfaatkan yaitu berupa buat dan propagulnya.

Padahal bisa kita ketahui bahwa buah mangrove bisa dimanfaatkan untuk

pembuatan makanan dan minuman yang bernilai tinggi.

Berdasarkan hasil pengamatan peran dan partisipasi masyarakat dan

pemerintah dalam pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu belum terlihat.

Hal ini didasarkan masyarakat Pulau Kampai dan Pulau Sembilan belum mandiri

dan belum dimengertinya mengenai pemanfaatan dan pengolahan produk

mangrove seperti yang terdapat di daerah lain. Di daerah lain yang sudah

memanfaatkan hasil olahan mangrove mempunyai kelompok masyarakat dan

penyuluh yang berfungsi untuk memberikan bimbingan dan peemantauan tiap

perkembangan masyarakat di lokasi tersebut sehingga kelompok masyarakat

tersebut semakin terpantau dan terbina dengan baik.

Penyebab tidak aktifnya peran dan partisipasi masyarakat dalam pelatihan

pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu ini adalah karena tidak adanya

pembinaserta penyuluh dari dinas terkait untuk memverikan pendidikan mengenai

(44)

bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilakukan

melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah

masyarakat, partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat

yang bersangkutan, manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat

memenuhi kepentingan masyarakat setempat serta dalam proses partisipasi itu

terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat.

Partisipasi masyarakat dilihat dalam melakukan kegiatan pemanfaatan

mangrove tersebut, baik atas inisiatif individu, kelompok maupun yang

diselenggarakan oleh pemerintah maupun LSM. Dalam pelaksanaan ini indikator

yang digunakan adalah frekuensi dalam pelaksanaan kegiatan, inisiatif kegiatan

dan kemauan untuk mencapai keberhasilan.

Selain itu, faktor yang menyebabkan masyarakat tidak memanfaatkan hasil

mangrove bukan kayu seperti daerah lain adalah faktor ketertutupan masyarakat

terhadap jaringan luar, seperti LSM, lembaga CSR dan terutama kepada

pemerintahan setempat yang sebenarnya ingin membantu dan memberikan

pendidikan tentang pengelolaan mangrove serta melakukan pendampingan dan

pendekatan terhadap masyarakat bahwa selain kayu, buah atau propagul dari

tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomi yang

tinggi. Berdasarkan penelitian Kusmana (2011) tentang pelestarian sistem

mangrove secara terpadu, disebutkan bahwa diperlukan kerjasama antar semua

pihak yang terkait dengan pelestarian mangrove, baik itu pemerintah, swasta,

maupun masyarakat umum.

Menurut Kartasasmita (1996), peran pemerintah di masa kini dan masa

(45)

berfungsi sebagai regulator, modernisator, katalisator atau fasilitator, dinamisator,

stabilisator dan pelopor atau stimulator, yang menekankan pada upaya

kemandirian dalam pemberdayaan masyarakat. Sebagai modernisator pemerintah

berkewajiban membawa perubahan-perubahan ke arah pembaharuan masyarakat.

Sebagai katalisator atau fasilitator, pemerintah berusaha menciptakan atau

memfasilitasi suasana yang tertib, nyaman dan aman, termasuk menfasilitasi

tersedianya sarana dan prasarana pembangunan. Sebagai pelopor atau stimulator,

pemerintah harus mampu menunjukkan contoh-contoh nyata dan mendorong

masyarakat untuk mengikuti contoh tersebut melalui tindakan nyata jika memang

contoh tersebut bermanfaat.

Hasil dari proses perangkulan antara masyarakat, LSM, dan pemerintahan

setempat yaitu adanya kerjasama yang jelas sehingga pemikiran masyarakat akan

terbuka mengenai potensi yang terdapat dalam ekosistem mangrove, sehingga

masyarakat dapat menikmati hasil mangrove dan sekaligus tetap menjaga

kelestarian mangrove. Karena itu dengan adanya keterbukaan dan kerjasama

antara keduabelah pihak, masyarakat Pulau Kampai dan Pulau Sembilan tidak

akan tertinggal dengan daerah lain yang sudah lebih dulu mengerti cara

pemanfaatan hasil hutan mangrove bukan kayu.

Menurut Ndraha (1990) bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi

jika partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah ada di tengah

masyarakat, partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat

yang bersangkutan, manfaat langsung yang diperoleh dari partisipasi itu dapat

memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Sehingga bisa ditarik kesimpulan

(46)

produk olahan mangrove seperti di daerah lain disebabkan oleh kurangnya

organisasi yang memberikan arahan dan pendidikan mengenai cara pengolahan

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai

memanfaatkan semua jenis mangrove yang ada di daerah tersebut dalam

bentuk kayu, sedangkan hasil hutan mangrove non kayu nya sebagian

besar belum dimanfaatkan, hanya jenis Nipah saja yang dimanfaatkan

berupa daun nya.

2. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Sembilan

memanfaatkan semua jenis mangrove yang ada di daerah tersebut dalam

bentuk kayu, sedangkan hasil hutan mangrove non kayu nya sebagian

besar belum dimanfaatkan, hanya jenis Nipah saja yang dimanfaatkan

berupa daun nya.

Saran

Perlu dilakukan penyuluhan terhadap masyarakat tentang potensi

mangrove karena sebagian besar masyarakat belum mengetahui potensi dan

manfaat tumbuhan mangrove secara luas serta masyarakat membutuhkan

(48)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya

kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,

terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau (Santoso, 2000).

Ekosistem mangrove merupakan ekoton (daerah peralihan) yang unik, yang

menghubungkan kehidupan biota daratan dan laut. Fungsi ekologis ekosistem

mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya.

Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai yang

didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara biologis,

hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk

kehidupan biotanya (Nugroho, dkk. 1991).

Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dalam

ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu

ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis, disamping itu, ekosistem

mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (Kusmana, 2002).

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem

yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.

(49)

intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground),

tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning

ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan

fungsi ekonominya antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil

keperluan industri, dan penghasil bibit.

Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua

jenis spesies mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti kekeringan, energy gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi,

efek neotektonik. Sedangkan IUCN (1993), menyebutkan bahwa komposisi spesies

dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan

pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.

Potensi dan Manfaat Mangrove

Ekosistem hutan mangrove mengambarkan adanya hubungan yang erat antara

sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat

(Sukardjo, 1996). Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya proses

pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora

stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan bertambahnya

luas areal hutan mangrove. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi apabila kawasan

pantai tersebut tidak terlindung, hal ini disebabkan oleh adanya proses erosi pantai

sebagai akibat gelombang laut. Terkait dengan fenomena tersebut, Percival dan

Womersley (1975) mengungkapkan bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan

(50)

kawasan pesisir dan kombinasi interaksi biologis, antara lain seperti flora, fauna dan

elemen fisiknya termasuk intervensi aktivitas manusia.

Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang mempunyai

berbagai keragaman potensi yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik

yang secara langsung maupun tidak langsung dan bisa dirasakan, baik oleh

masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan mangrove maupun masyarakat yang

tinggal jauh dari kawasan hutan mangrove (Kustanti 2011). Hutan mangrove

merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, terdapat di daerah

pasang surut di wilayah pesisir pantai dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan

sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis

dan ekologis yang tinggi akan tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang

bijaksananya dalam mempertahankan, melestarikan dan mengelolahnya.

Secara teoritis menurut Arief (2003), hutan mangrove memiliki fungsi dan

manfaat. Secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan

(Spawning grounds) dan daerah pembesaran (Nursery grounds) berbagai jenis ikan,

udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove (berupa

daun, ranting dan biomassa lainnya) yang jatuh di perairan menjadi sumber pakan

biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan

perairan laut di depannya. Dengan system perakaran dan kanopi yang rapat serta

kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gelombang

tsunami, angina topan, perembesan air laut, menahan lumpur, melindungi pantai dari

(51)

Potensi sumberdaya hutan mangrove diera otonomi saat ini merupakan aset

daerah yang tidak kecil, artinya dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan

daerah khususnya pembangunan daerah pesisir. Karena itu, pelestarian hutan

mangrove merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan, dengan tetap

mempertahankan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya setempat.

Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari

sumber daya alam (Ramdan,dkk. 2003). Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan

konsumsi atau produksi. Pada hutan mangrove yang dimasukkan sebagai penggunaan

langsung adalah penyedia kayu mangrove, daun mangrove sebagai bahan baku obat

atau makanan ternak, buah sebagai sumber benih dan lain-lain yang dimanfaatkan

langsung oleh masyarakat dari hutan mangrove yang akan berbeda pada setiap

daerah.

Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan

Jenis Mangrove Bagian yang

Dimanfaatkan Hasil setelah diolah

Sonneratia (Perepat,

Pedada) Buah

Sirup, Jus, Dodol, Permen, Sabun

Avicennia (Api-api) Buah Sayuran, Kue, Bubur sumsum, Cendol,

Puding, Kerupuk, Agar-agar

Nypa (Nipah) Buah Gula, Manisan, Kolak, Pelengkap es

buah

Bruguiera (Burus) Buah Tepung, Kue

Kulit Pewarna tekstil

Rhizophora (Bakau) Buah Kerupuk

(52)

Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan (Lanjutan)

Jenis Mangrove Bagian yang Dimanfaatkan

Hasil Setelah Diolah

Xylocarpus (Nirih) Buah Bahan baku kosmetik, Sabun

Ceriops (tengar) Kulit Pewarna tekstil

Dewasa ini pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan pangan mulai banyak

dilirik dan dianjurkan. Sudah tentu buah atau bagian lain tanaman mangrove yang

dapat dikonsumsi tidaklah ditujukan sebagai makanan utama, melainkan lebih untuk

tujuan penganekaragaman pangan. Selain untuk mengurangi konsumsi makanan

pokok (nasi, beras, jagung dan sagu), hasil olahan dari buah mangrove yang berupa

tepung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan terigu sebagai

sumber karbohidrat. Dari berbagai jenis mangrove yang ada buah pedada atau

Bruguiera gymmorrhiza, dengan kandungan karbohidrat 19,66 % sangat potensial

untuk diolah menjadi tepung (Priyono, dkk.2010).

Dari segi ketersediaan, buah mangrove sangat melimpah dan bagi

masyarakat pesisir mudah mendapatkan mangrove tanpa mengeluarkan biaya yang

banyak. Faktor ketidaktahuan manfaat dan ketrampilan pengolahan harus lebih

diintrodusir untuk menggalakkan pemanfaatan mangrove.

Meskipun pemanfaatan buah mangrove sebagai sumber pangan sudah

digalakkan upaya ini masih terbatas pada program pemberdayaan penduduk yang

hidup di area hutan mangrove. Buah mangrove dapat diolah menjadi tepung dan

(53)

ringan lainnya (Priyono, dkk. 2010). Produk olahan dari buah mangrove memiliki

prospek yang bagus jika dapat diolah dengan standar mutu yang baik serta didukung

oleh promosi yang baik. Dengan usaha menghasilkan produk pangan yang komersil

diharapkan masyarakat dapat menambah kemampuan finansial untuk akses terhadap

sumber pangan lainnya.

Ditinjau dari segi kesehatan ternyata mangrove memiliki potensi

menguntungkan. Secara tradisional sudah banyak kelompok masyarakat pesisir

memanfaatkan daun mangrove menjadi teh seduhan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa mangrove ternyata mengandung senyawa biokimia alami yang aktif antara lain

flavonoids, antrokuinon, kelompok fenolik, alkaloid dan triterpenoid

(Ravikumar dkk., 2010). Kelompok senyawaan aktif yang sangat tinggi ini membuat

jenis buah mangrove memiliki aktifitas sebagai anti mikroba maupun antioksidan.

Dikutip dari sebuah hasil peneletian di Thailand, ternyata ekstrak buah-buah

mangrove memiliki aktifitas sebagai antioksidan yang tinggi.

Ekosistem mangrove memiliki peran yang strategis dalam pengembangan

wilayah di kawasan pesisir, tertutama dalam aspek pengembangan perekonomian

wilayah. Sebagaimana dijelaskan dalam Dephut (1997), ekosistem mangrove

merupakan ekosistem yang memiliki peranan sangat penting bagi ketersediaan biota

laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Dengan

demikian, ekosistem utama memiliki peranan yang sangat strategis bagi

perekonomian masyarakat pesisir. Anonimous (1995) juga menjelaskan bahwa

(54)

1. Keperluan rumah tangga: kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan.

2. Keperluan industri: bahan baku kertas, bahan baku tekstil, bahan baku kosmetik, penyamak kulit dan pewarna alami.

3. Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang-kerangan, madu dan telur burung.

4. Sebagai tempat pariwisata dan tempat penelitian serta pendidikan.

Selain fungsi ekologi, ekosistem mangrove memiliki mafaat sosial ekonomi

bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Manfaat sosial ekonomi

tersebut antara lain, hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian dan produksi

berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya, tempat rekreasi atau wisata alam

dan sebagai objek pendidikan, latihan serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan mangrove menjadikannya

sangat rentan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan yang

cukup parah, sehingga mengakibatkan berkurangnya luasan hutan mangrove untuk

setiap tahunnya. Pengembangan hutan mangrove sangat diperlukan untuk

meningkatkan baik pendapatan ekonomi maupun kondisi sosial masyarakat. Namun

semua hal ini tidak terlepas dari penilaian, pertimbangan dan analisis lingkungan

yang baik bagi masyarakat tanpa harus memberikan dampak buruk bagi hutan

(55)

Kondisi Umum Lokasi Penelitan

Pulau Sembilan memiliki luas ± 15,65 km2 atau ± 9,67% dari total luas

wilayah kecamatan Pangkalan Susu (151,35 km2) Kabupaten Langkat Kecamatan

Pangkalan Susu secara geografis berada pada 409’15,42” LU dan 98014’54” BT.

Adapun batas-batas lokasinya, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Pulau Kampai,

sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan

Pangkalan Susu, dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Aru. Jumlah total

penduduk di Pulau Sembilan ini ± 2.047 dengan bermata pencarian antara lain

sebagai pertani sebanyak 413 KK, pengrajin 9 KK, pegawai negeri 19 KK,

pedagang 29 KK, supir angkutan 11 KK dan buruh 161 KK. Luas berdasarkan

penggunaan lahan antara lain sawah seluas 1,90 km2, tanah kering seluas 9,29 km2

dan lainnya seluas 4,46 km2 . Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang

termasuk dalam hutan sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk

dalam kawasan hutan negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun, sebagian

masyarakat memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada areal

(56)

Gambar 1. Kondisi Pulau kampai dan Pulau Sembilan dari Citra Satelite

Pulau Kampai merupakan suatu desa yang berada di gugusan pulau-pulau

Kabupaten Langkat. Pulau Kampai memiliki luas ±10.000 ha. Desa Pulau Kampai

berdekatan dengan Selat Malaka. Pulau Kampai secara administrasi terletak di

Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pulau Kampai

secara geografis berada pada 4013’45” LU dan 98013’19” BT. Adapun batas-batas

lokasinya yaitu sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Pematang Jaya, sebelah

selatan berbatasan dengan Pulau Sembilan, sebelah barat berbatasan dengan

(57)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21%

dari luas total dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua, dengan

luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat, kondisi

hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut (Spalding dkk, 2010).

Dipandang dari segi luas areal, hutan mengrove di Indonesia adalah yang

terluas di dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar

mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua, dengan luas

sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat, kondisi hidrologi,

dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut FAO (1992).

Ekosistem mangrove adalah tipe ekosistem yang khas terdapat disepanjang

pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove

tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya

disepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau dibelakang terumbu karang di

lepas pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove yang merupakan ekosistem

peralihan antara darat dan laut, sudah sejak lama diketahui mempunyai peranan

penting dalam kehidupan dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam

memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Abdullah, 1984).

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme

(58)

habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena

merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan

mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan

masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik

sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (Supriharyono, 2000).

Menurut buku Review Potensi Mangrove Sumatera Utara Tahun 2011 oleh

Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II, Medan bahwa luas dan penyebaran

hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 185.354.75 hektar yang terdiri atas

kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 59,584.90 hektar, kawasan hutan

dengan kondisi rusak sebesar 96,797.79 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi

tidak rusak sebesar 28,972.07 hektar.

Tabel 1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011

No. Wilayah Rusak Berat Rusak Tidak Rusak Luas Mangrove (ha)

(59)

Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena

merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.

Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, penyangga

perlindungan wilayah pesisir dan pantai dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi,

pencegahan intrusi air laut juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup

di laut bebas (FAO, 1992).

Mengingat banyaknya peluang ekonomi yang dapat diperoleh dari ekosistem

mangrove dalam hal ini di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat,

sudah selayaknya dilakukan kajian atau identifikasi untuk melihat potensi ekonomi

yang dapat dikembangkan untuk dapat membantu dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sekitar mangrove.

Penelitian ini dilakukan di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten

Langkat. Lokasi tersebut merupakan daerah mangrove yang dimanfaatkan

masyarakat secara ekonomi, sehingga tepat untuk dilakukan penelitian kajian potensi

ekonomi ekosistem mangrove. Pengembangan potensi ekonomi yang tepat akan

membantu masyarakat sekitar hutan mangrove Kabupaten Langkat untuk dapat

(60)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau

Kampai

2. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau

Sembilan.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan

masyarakat Pulau Kampai.

2. Memberikan informasi mengenai jenis mangrove yang dapat dirmanfaatkan

(61)

ABSTRAK

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI: Identifikasi Jenis Mangrove yang Bermanfaat bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Laju kerusakan mangrove di Indonesia semakin lama semakin bertambah dan tingkat perekonomian masyarakat terutama di pesisir pantai semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi jenis mangrove apa saja yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, mengetahui cara pemanfaatan mangrove yang bernilai ekonomi serta peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan mangrove. Metode yang digunakan adalah wawancara deskriptif dan observasi langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan masih sangat minim pengetahuan mengenai mangrove sehingga masyarakat kesulitan untuk melestarikan dan memanfaatkan mangrove secara maksimal. Masyarakat Pulau Kampai dan Sembilan mayoritas memanfaatkan mangrove dari segi ekonominya berupa kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar dan kayu arang. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan pribadi saja. Jenis mangrove yang dimanfaatkan di Pulau Sembilan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Api-api (Avicenia officialis) untuk kayu bahan bangunan dan kayu bakar, sedangkan di Pulau Kampai, jenis mangrove yang dimanfaatkan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Tengar (Ceriops tagal) untuk kayu bahan bangunan dan kayu arang.

(62)

ABSTRACT

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI : Identification of the Type Mangroves Useful to People in Sembilan Island and Kampai Island, Langkat Regency. Supervised by BUDI UTOMO and YUNASFI.

The destruction rate of mangrove in Indonesia progressively increased and the economy level , especially coastal people became higher. Therefore, it’s necessary to identify what type of mangrove that can economically profitable for society. The purpose of this research was to identify type’s of mangrove that beneficial economically to society in Kampai and Sembilan Island, knowing the utilization of mangrove that valuable in economy as well as the role and participation of people in the management and utilization of mangrove. The method that used is descriptive interviews and direct observation. The result showed the people in Kampai and Sembilan Island still have little knowledge about the mangrove, so that the people is difficult to conserve and utilize the mangrove maximally. The people of Kampai and Sembilan Island majority using mangrove from the economic side like wood for building , firewood and charcoal wood. The people use it for personal utilities. Type’s of mangrove that used in Sembilan island is Bakau (Rhizophora stylosa) and Api-api (Avicenia officialis) for building wood and firewood, while in Kampai Island type’s of mangrove that using is Bakau (Rhizophora stylosa) and Tengar (Ceriops tagal) for building wood and charcoal wood.

(63)

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS MANGROVE YANG

BERMANFAAT SECARA EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI

PULAU SEMBILAN DAN PULAU KAMPAI, KABUPATEN

LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI 101201105

BUDIDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(64)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Jenis-jenis Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat

Nama Mahasiswa : Eka Sapta Prasetya Silalahi

NIM : 101201105

Program Studi : Kehutanan

Jurusan : Budidaya Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Budi Utomo, SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M. Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

(65)

ABSTRAK

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI: Identifikasi Jenis Mangrove yang Bermanfaat bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI.

Laju kerusakan mangrove di Indonesia semakin lama semakin bertambah dan tingkat perekonomian masyarakat terutama di pesisir pantai semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu mengidentifikasi jenis mangrove apa saja yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis mangrove yang bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, mengetahui cara pemanfaatan mangrove yang bernilai ekonomi serta peran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan mangrove. Metode yang digunakan adalah wawancara deskriptif dan observasi langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan masih sangat minim pengetahuan mengenai mangrove sehingga masyarakat kesulitan untuk melestarikan dan memanfaatkan mangrove secara maksimal. Masyarakat Pulau Kampai dan Sembilan mayoritas memanfaatkan mangrove dari segi ekonominya berupa kayu untuk bahan bangunan, kayu bakar dan kayu arang. Masyarakat menggunakannya untuk keperluan pribadi saja. Jenis mangrove yang dimanfaatkan di Pulau Sembilan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Api-api (Avicenia officialis) untuk kayu bahan bangunan dan kayu bakar, sedangkan di Pulau Kampai, jenis mangrove yang dimanfaatkan adalah jenis Bakau (Rhizophora stylosa) dan Tengar (Ceriops tagal) untuk kayu bahan bangunan dan kayu arang.

(66)

ABSTRACT

EKA SAPTA PRASETYA SILALAHI : Identification of the Type Mangroves Useful to People in Sembilan Island and Kampai Island, Langkat Regency. Supervised by BUDI UTOMO and YUNASFI.

The destruction rate of mangrove in Indonesia progressively increased and the economy level , especially coastal people became higher. Therefore, it’s necessary to identify what type of mangrove that can economically profitable for society. The purpose of this research was to identify type’s of mangrove that beneficial economically to society in Kampai and Sembilan Island, knowing the utilization of mangrove that valuable in economy as well as the role and participation of people in the management and utilization of mangrove. The method that used is descriptive interviews and direct observation. The result showed the people in Kampai and Sembilan Island still have little knowledge about the mangrove, so that the people is difficult to conserve and utilize the mangrove maximally. The people of Kampai and Sembilan Island majority using mangrove from the economic side like wood for building , firewood and charcoal wood. The people use it for personal utilities. Type’s of mangrove that used in Sembilan island is Bakau (Rhizophora stylosa) and Api-api (Avicenia officialis) for building wood and firewood, while in Kampai Island type’s of mangrove that using is Bakau (Rhizophora stylosa) and Tengar (Ceriops tagal) for building wood and charcoal wood.

(67)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1992 dari pasangan Bapak

Ridwan Silalahi dan Ibu Edwina Siahaan. Penulis merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan formal di SD Katolik Santo Markus 1 Jakarta

dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Katolik Santo

Markus 1 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan

pendidikan menengah atas di SMA Negeri 51 Jakarta. Pada tahun 2010 penulis

diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB-SPMB.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan

organisasi di kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Sylva USU (HIMAS USU).

Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan

Raya Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Berastagi, Kabupaten

Karo pada tahun 2012. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat, dari tanggal 28 Januari

(68)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Identifikasi Jenis

Mangrove yang Bermanfaat Secara Ekonomi Bagi Masyarakat di Pulau Sembilan dan

Pulau Kampai, Kabupaten Langkat”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dan

bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih sebsar-besarnya

kepada :

1. Kedua orangtuaku yang sangat kukasihi, Ridwan Silalahi dan Edwina Siahaan

yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa kepada

penulis.

2. Kedua adikku yang sangat kusayangi Obie Clinton Silalahi dan Angel

Theresia Silalahi yang telah memberikan semangat kepada penulis.

3. Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M. Si selaku

komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Selaku dosen penguji pada ujian komperhensif penulis.

5. Seluruh dosen kehutanan yang telah memberikan ilmu dan motivasi selama

perkuliahan.

6. Seluruh karyawan dan staff tata usaha kehutanan yang telah banyak

(69)

7. Kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa angkatan 2010 atas bantuan,

doa dan dukungannya terutama kepada Juki Pimroi Hutabalian, S. Hut atas

bantuannya selama pengambilan data di lapangan .

8. Kepada teman-teman kost penulis Ryanto Sinurat, SH, Rodo Silalahi, ST,

Heru Simanjuntak, S. Hut, Fernando Gurning, ST, Caroline Hadiwijaya, S. Si,

Prahmadyana Siregar, S. Si, Mey Sihotang, Ricky Dharmawan, Rommel

Rajagukguk, Yogi Sihombing, Budi Tobing dan seluruh teman-teman

‘dammers’ yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis.

9. Kawan-kawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat pada pembaca

dan masyarakat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2015

(70)

DAFTAR ISI

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ……… 11

METODE PENELITIAN Jenis Mangrove yang Terdapat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan………..………. 19

Cara Pengolahan Hasil Mangrove Menjadi Bahan Pangan …… 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……… 40

Saran……….. 40

DAFTAR PUSTAKA……….... 41

(71)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011 …... 2

2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan ………... 8

3. Penentuan Jumlah Sampel menurut Yount………... 17

4. Jenis Mangrove yang Tersebar di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan ... 29

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 4. Jenis Mangrove yang Tersebar di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan Jenis Mangrove Tipe Pulau Pulau
Gambar 3. Sampel Tingkat Pendidikan di Pulau Sembilan dan Pulau Kampai
Tabel 5. Jenis Mangrove yang Dimanfaatkan Secara Langsung oleh Masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kolom email dengan tipe data varchar dan length 400 karakter yang digunakan sebagai tempat untuk penyimpanan data dari email yang bisa dihubungi.. Kemudian di bawah

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu

Ideally, performance measurement model for Islamic bank measures should integrate performance both financial and non-financial performance reflecting all those goals

Peneliti berusaha menganlisa dari tiga kali perubahan aturan yang mendasar yaitu adanya Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996 tentang Pajak Penghasilan dari penghasilan

dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau.. untuk

The federated query service provides users a single access point to search for SAR granules, InSAR pairs, and corresponding DEM and tropospheric data products from

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

[r]