• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan Pemetaan Sagu Sebaran Sagu

Tanaman sagu di Kabupaten Jayapura berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Papua (2006) seluas 25.488 ha atau 4,97 persen dari luas tanaman sagu di Provinsi Papua. Penyebaran tanaman sagu sebagian besar adalah tegakan alami berupa hamparan/kawasan yang kompak dan luas. Berdasarkan penafsiran peta tutupan lahan Kabupaten Jayapura, sagu yang ada di Kabupaten Jayapura berada di pinggiran danau Sentani, Maribu, Nimbokrang (di sekitar sungai Grime dan Sermo) dan Kaureh (di sekitar sungai Nawa). Untuk penelitian ini lokasi difokuskan hanya pada lahan sagu yang ada di sekitar danau Sentani yakni di pinggiran danau Sentani meliputi 5 distrik yakni Distrik Sentani, Sentani Timur, Sentani Barat, Waibu dan Ebungfauw. Lahan sagu di daerah Nimbokrang dan Kaureh tidak dilakukan pengamatan karena letaknya yang jauh dan jenis serta produktifitas produski tidak sebaik kawasan sekitar Danau Sentani dan Maribu.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman jenis dan produktifitas sagu di sekitar Danau Sentani lebih baik dibandingkan daerah lain. Hasil penelitian Matanubun et al. (2005), di Distrik Kaureh menemukan hanya terdapat 16 jenis sagu saja dan ini lebih rendah dibandingkan di Kawasan Kehiran (Distrik Sentani) ditemukan paling tidak 18 jenis sagu berdasarkan penelitian Miftahorochman dan Novirianto (2003). Hasil Penelitian Unipa (2005) dalam PT. Freeport Indonesia (2010) menemukan 31 jenis sagu di daerah Sentani. Produktifitas sagu di Sentani juga tergolong tinggi seperti dilaporkan Saitoh et al. (2003) dalam Bintoro, (2008) menemukan beberapa jenis unggul yang menghasilkan pati kering sagu hingga mendekati 1 ton per batang.

Lahan bervegetasi sagu diinterpretasi secara bertahap yakni: (1) deteksi (global) ada tidaknya tanam yang bertajuk bintang; (2) identifikasi (setengah rinci) untuk memisahkan dari berbagai jenis tanaman yang bertajuk bintang; (3) Analisis (rinci) untuk membedakan lagi lebih rinci lahan sagu berdasarkan tipenya. Tahap ketiga berupa analisis dibahas pada sub sub bab tipe ekosistem sagu.

Deteksi dilakukan dengan mencari lahan yang bervegetasi dan bertajuk bintang. Deteksi terhadap tanaman bertajuk bintang sangat mudah dilakukan

dengan bantuan citra GeoEye dari Google Earth karena sebagian besar tanaman bertajuk bintang di lokasi penelitian berupa hamparan/kawasan (Gambar 13).

Setelah diperoleh adanya tanaman bertajuk bintang lalu dibedakan lagi (identifikasi) berbagai tanaman yang bertajuk bintang yang ditemukan pada tahap deteksi di lokasi penelitian. Jenis-jenis tanaman bertajuk bintang yang ada di lokasi penelitian berdasarkani literatur dan pengamatan lapang. Berdasarkan studi literatur dan pengamatan lapang, tanaman yang bertajuk bintang sebagai landasan untuk interpretasi sagu di lokasi penelitian hanya ada tanaman sagu, kelapa (Cocos nucifera) dan pinang (Areca catechu L.).

Perbedaan tanaman sagu dengan tanaman lainnya (kelapa dan pinang) di lokasi penelitian yakni tanaman sagu belum sepenuhnya menjadi tanaman budidaya sedangkan kelapa dan pinang merupakan tanaman budidaya sehingga terlihat berbeda dari pola tumbuhnya. Sagu umumnya mempunyai pola tumbuh tidak teratur, gerombol dan agak jauh dari pemukiman karena belum dibudidaya (sagu alam) sedangkan kelapa dan pinang berpola tumbuh teratur dalam luasan sempit, tidak gerombol dan berada dekat dengan pemukiman. Umumnya kelapa dan pinang pada masyarakat asli Papua merupakan dijadikan tanaman pekarangan yang ditanam beberapa pohon saja di sekitar rumah atau kebun dengan jarak tanam tidak teratur (tidak ada jarak tanam). Jumlah yang sedikit dan hanya merupakan tanaman pekarangan yang tidak ditanam bersama sagu, tanaman kelapa dan pinang dapat diabaikan. Penampakan kelapa dan pinang dibandingkan dengan sagu dibedakan juga dari penampakan fisik. Pohon kelapa lebih kecil dibandingkan sagu dan pinang lebih kecil dibandingkan kelapa. Warna daun kelapa lebih terang dibandingkan sagu. Saat identifikasi sagu, kelapa dan pinang, resolusi spasial diperbesar mencapai beberapa kali lipat resolusi spasial pada tingkat deteksi sehingga tampak jelas perbedaan fisik sagu dan kelapa (Gambar 14).

Setelah teridentifikasi sagu lalu dilakukan pemetaaan melalui citra untuk mengetahui sebarannya. Areal yang didelineasi dari citra merupakan areal yang memiliki tanaman sagu minimal 30 persen dari penampakan vegetasi yang ada. Areal yang dinominasi tanaman selain sagu atau hanya dijumpai beberapa rumpun tanaman sagu dalam jumlah yang sedikit tidak dimasukkan dalam areal sagu yang didelineasi. Selain itu, areal sempit (< 0,25 ha) dan menyebar berjauhan (sporadis) tidak didelineasi.

Gambar 13. Penampakan sagu dan bukan sagu

Gambar 14. Penampakan sagu dan kelapa

Berdasarkan identifikasi citra GeoEye dari Google Earth ditemukan empat daerah berupa hamparan bervegetasi sagu berupa hutan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dan Distrik Maribu seluas 2909,8 ha terdiri dari daerah Harapan, Kehiran, Sosiri dan Maribu. Pemberian nama tersebut disesuaikan dengan salah satu kampung yang terdapat di daerah tersebut. Sebagian besar tanaman sagu masih merupakan tanaman liar (hutan sagu) yang tumbuh dengan sendirinya. Sedikit yang sudah melakukan penanaman dengan budidaya yang sangat sederhana (tipe dusun sagu) tanpa jarak tanam dan pemeliharaan intensif hanya pemangkasan daun-daun tua.

Kelapa

Sagu Sagu

Penyebaran sagu di lokasi penelitian setelah ditumpangtindihkan dengan peta administrasi diketahui daerah administrasi yang masuk dalam daerah sagu seperti tersaji pada Gambar 15 dan Tabel 15. Dari gambar dan tabel diketahui bahwa penyebaran sagu paling luas pada daerah Kehiran meliputi 13 kampung sedangkan daerah Sosiri merupakan yang paling sempit luasnya dan hanya meliputi 1 kampung.

Tabel 15. Luas lahan sagu

Hamparan Distrik Kampung Luas

Hektar Persen Harapan Sentani Timur Asei Besar 170,8 8,6 Asei Kecil 22,8 Nendali 57,9 Luas 251,6 Kehiran Ebungfauw Babrongko 151,3 81,4 Imporo 73,0 Sentani Dobonsolo 125,5 Hinekombe 2,6 Ifale 290,3 Ifar Besar 132,4 Sentani Kota 31,3 Yoboy 763,3

Sentani Timur Nendali 8,7

Waibu Donday 69,7 Doyo Baru 58,9 Doyo Lama 232,0 Kwadeware 428,4 Luas 2367,4 Maribu Sentani Barat Maribu 35,6 6,8 Panjang Rejo 163,6 Luas 199,2

Sosiri Waibu Sosiri 91,7

3,2

Luas 91,7

49 Gambar 15. Sebaran lahan sagu

Di daerah Harapan terdapat Kampung Asei Kecil, Asei Besar dan Nendali (Harapan) Distrik Sentani Timur, berjarak ± 1 km dari kantor distrik dan jarak dari pusat pemerintahan kabupaten adalah 10 km yang dapat di tempuh dengan kendaraan beroda dua atau beroda empat selama ± 10 menit. Secara geografis, sebelah Utara berbatasan dengan Cagar Alam Pegunungan Syclop, sebelah Selatan dengan Kampung Takiwa, sebelah Timur dengan Kelurahan Waena dan sebelah Barat dengan Kampung Ifar Besar. Daerah ini terletak pada ketinggian 70-100 m di atas permukaan laut. Sagu yang ditemukan pada daerah ini 251,6 hektar.

Pada daerah Kehiran terdapat 4 (empat) distrik dan 12 kampung. Daerah ini berjarak ± 1 km dari kantor distrik dan jarak dari pusat pemerintahan kabupaten adalah 3 km, yang ditempuh dengan kendaraan beroda dua atau beroda empat selama ± 5 menit. Secara geografis, sebelah Utara daerah Kehiran berbatasan dengan Kampung Hinekombe dan Sereh sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Kemtu, sebelah Timur dengan Distrik Sentani Timur dan sebelah Barat dengan Kampung Sosiri. Daerah sagu Kehiran terletak pada ketinggian 70-100 m di atas permukaan laut. Sagu yang ditemukan pada daerah ini 2367,4 hektar.

Pada daerah Sosiri hanya terdapat Kampung Sosiri dari sepuluh kampung yang ada Distrik Sentani Barat, berjarak ± 8 km dari kantor distrik sedangkan jarak dari pusat pemeritahan kabupaten adalah 10 km, yang ditempuh dengan kendaraan beroda dua atau beroda empat selama ± 20 menit. Secara geografis, sebelah Utara daerah Sosiri berbatasan dengan Distrik Sentani Barat sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Donday, sebelah Timur dengan Kampung Doyo Lama dan sebelah Barat dengan Kampung Yakonde. Kampung Sosiri terletak pada ketinggian 70-100 m di atas permukaan laut. Sagu yang ditemukan pada daerah ini 91,7 hektar.

Pada daerah Maribu terdapat Kampung Panjang Rejo dan Maribu Tua merupakan dua kampung dari sepuluh kampung yang ada Distrik Sentani Barat, yang berjarak ± 4 km dari kantor distrik. Jarak dari pusat pemeritahan kabupaten adalah 15 km, yang ditempuh dengan kendaraan beroda dua atau beroda empat selama ± 30 menit. Secara geografis, sebelah Utara berbatasan dengan daerah Sosiri sebelah Selatan berbatasan dengan Cagar Alam Pegunungan Syclop, sebelah Timur dengan Kampung Doyo Lama dan sebelah Barat dengan Distrik

Depapre. Hamparan sagu ini terletak pada ketinggian 90 – 120 m di atas permukaan laut. Sagu yang ditemukan seluas 199,2 hektar.

Data luasan lahan bervegetasi sagu dari interpretasi citra lebih rendah dibandingkan data lahan sagu dari Dinas Kehutanan. Data dari Dinas Kehutanan menyebutkan lahan bervegetasi sagu di lokasi penelitian seluas 4.160 ha. Keadaan ini terjadi karena data penelitian hanya dihitung dari luas sagu berupa hamparan sedangkan areal sagu berupa spot-spot dan luasan kurang dari 0,25 ha tidak didelineasi. Selain itu, interpretasi yang dilakukan hanya pada lahan bervegetasi yang mempunyai sagu lebih dari 30 persen. Lahan-lahan berupa kebun yang ditanami (penyulaman) sagu oleh Dinas Kehutanan tidak dapat dideteksi dari citra karena tutupan lahannya dominan (> 30 persen) bukan sagu dan tidak adanya data (peta) mengenai sebaran sagu tanam. Untuk data lahan sagu dari Dinas Kehutanan sangat besar karena hasil interpretasi citra yang digunakan untuk menghitung luasan sagu adalah hasil interpretasi tutupan/penggunaan lahan (citra Landsat). Tutupan lahan berupa rawa dianggap sebagai habitat sagu walaupun kenyataannya rawa belum tentu ada sagu sehingga hasil hitungan terlalu besar. Selain itu, data luas penanaman sagu di setiap kegiatan sagu dari dinas merupakan penjumlahan luas penanaman sagu seluruh kegiatan tanpa melihat tumpangtindih pada lokasi yang sama termasuk dengan lahan dusun sagu masyarakat.

Tipe Sagu

Setelah pemetaan sebaran sagu, dilakukan lagi interpretasi lebih rinci berupa tahap analisis untuk mengetahui sebaran tipe sagu yang ada di setiap hamparan sagu. Resolusi spasial pada tingkat analisis ini tidak lebih tinggi lagi dari pada tahap identifikasi sagu. Mengacu klasifikasi tipe sagu menurut Matanubun et al. (2008), ditemukan 4 (empat) tipe sagu yaitu areal hutan sagu budidaya (masyarakat setempat biasa menyebutnya dusun sagu), hutan sagu alam, rawa sagu, dan sagu campuran. Pembagian tipe sagu tersebut berdasarkan tempat tumbuh dan pengaruh dari aktivitas manusia. Sagu di lokasi penelitian ditemukan tumbuh di daerah tergenang permanen, tergenang sesaat hingga daerah tidak tergenang (kering). Ada yang murni hanya sagu saja maupun bercampur tumbuh dengan tanaman lain. Ada yang telah dibudidayakan dan belum dibudidayakan.

Hutan sagu budidaya (dusun sagu) merupakan hutan sagu yang telah dimanfaatkan atau dikelola oleh masyarakat. Rawa sagu adalah rawa permanen yang ditumbuhi sagu. Hutan sagu adalah hamparan hutan yang ditumbuhi sagu (sagu 80 – 100 persen) dan diselingi pohon hutan lainnya. Hutan sagu campuran merupakan hutan sagu (sagu 30 – 80 persen) yang diantaranya terdapat beberapa jenis-jenis pohon lainnya menyebar dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (Matanubun et al., 2008).

Sebaran tipe sagu diperoleh dari interpretasi citra disesuaikan dengan hasil pengamatan kondisi sagu (pengamatan lapang) dan wawancara masyarakat. Saat interpretasi sebaran tipe sagu lebih mudah karena telah diketahui sebaran lahan bervegetasi sagu. Cakupan lokasi penelitian menggunakan beberapa lembar citra dengan resolusi spasial citra tinggi (Citra GeoEye) namun kondisi kecerahan citra yang berbeda-beda menimbulkan kesulitan dalam interpretasi. Tingkat kecerahan citra tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan gambar, waktu pengambilan (pagi, siang atau sore) dan sebagainya. Kesulitan saat interpretasi citra secara visual karena kemampuan mata membedakan warna yang terbatas. Penggunaan layanan gratis dari Google Earth menyebabkan kecerahan citra tidak dapat diperbaiki walapun resolusi spasialnya baik dan hanya bisa interpretasi secara visual. Kesulitan ini diatasi dengan menambah titik pengamatan (titik GPS).

Kesulitan awalnya ditemukan untuk membedakan sagu hutan dan sagu rawa pada daerah peralihan yang lebar antara tipe tersebut. Keterbatasan mata pada interpretasi visual menyebabkan perbedaan batas di daerah peralihan sagu rawa dan sagu hutan hanya diperkirakan di tengah-tengah daerah peralihan tersebut. Demikian pula untuk membedakan hutan sagu dan dusun sagu. Pada kondisi sagu dusun yang terawat mudah dibedakan dengan hutan sagu karena perbedaan permukaan tekstur tajuk tanaman yang mencolok. Tekstur tajuk dusun sagu yang terawat lebih kasar dibandingkan dengan hutan sagu karena. Kesulitan ditemukan saat membedakan hutan sagu dan dusun sagu yang tidak terawat. Penampakan tekstur kanopinya hampir sama. Kesulitan ini diatasi dengan bantuan hasil wawancara dengan penduduk untuk membantu membedakan dusun sagu dan hutan sagu.

Interpretasi citra untuk membedakan tipe-tipe areal sagu menggunakan beberapa unsur interpretasi yakni warna, tekstur, pola dan ukuran. Di lapangan tipe sagu dikenali dari tempat tumbuh, tegakan dan posisinya. Perbedaan

penampakan masing-masing tipe sagu dari citra dan di lapang disajikan pada Tabel 16.

Penampakan warna sagu pada citra GeoEye nampak jelas pada berbeda pada hutan sagu dengan rawa sagu sedangkan hutan sagu dan dusun sagu tidak semuanya dapat dibedakan. Dusun sagu nampak berwarna hijau ketuaan sedangkan rawa sagu berwarna hijau muda dan rawa sagu berwarna hijau muda kekuningan. Perbedaan warna ini karena tempat tumbuh yang berbeda. Warna daun sagu pada dusun sagu lebih hijau ketuaan karena tempat tumbuhnya lebih kering sehingga pertumbuhannya lebih baik dibandingkanpada hutan sagu. Sagu pada hutan sagu yang lebih hijau muda karena air tanah lebih dangkal sehingga agak terganggu pertumbuhannya walaupun tidak tergenang seperti rawa sagu. Rawa sagu yang berada di tempat tumbuh yang tergenang menyebabkan pertumbuhannya terhambat sehingga warna daun lebih berwarna hijau kekuningan.

Tekstur tajuk nampak pada dusun sagu lebih kasar dibandingkan hutan sagu. Pada rawa sagu tekstur tajuk lebih halus. Selain itu, ketinggian tajuk pada dusun sagu lebih tinggi dibandingkan hutan sagu . Rawa sagu memiliki tinggi tajuk paling rendah karena tidak memiliki tegakan pohon. Di lapang, hal ini dapat dilihat bahwa tajuk tegakan pohon lebih besar. Jumlah tegakan pohon lebih bnayak, diameter dan tinggi batang pohon pada dusun sagu lebih besar dibandingkan hutan sagu. Hal ini karena jenis sagu yang ditanam pada dusun sagu berbeda dan tempat tumbuhnya lebih kering sehingga pertumbuhan sagu lebih baik dibandingkan pada hutan sagu yang tempat tumbuhnya lebih basah dan hanya ada jenis sagu hutan dan belum dibudidaya. Hutan mempunyai jumlah tegakan pohon sangat sedikit dan diameter, tinggi dan lebar tajuk lebih kecil. Pada rawa sagu, tegakan pohon tidak ditemukan hanya berupa tegakan semai.

Dusun sagu dengan dusun sagu campuran dapat diketahui dari penampakan tajuk. Pada dusun sagu umumnya tajuk berbintang yang terlihat dominan (>80 persen) sagu sedangkan dusun sagu campuran, tajuk bintang bercampur dengan tajuk (vegetasi) lainnya. Hasil analisis sebaran tipe sagu yang ada di setiap daerah sagu disajikan Tabel 17 dan Gambar 16.

Tabel 16. Perbedaan penampakan tiap tipe sagu

Tipe Penampakan

Citra GeoEye Di lapangan

Dusun sagu (a) Warna hijau tua, permukaan kanopi nampak lebih kasar, diameter tajuk lebih besar, tinggi tajuk lebih tinggi dan berada dekat dengan pemukiman

Tanah lebih kering dan tidak rapat, jumlah tegakan pohon lebih banyak, tinggi dan diameter batang tegakan pohon lebih besar, warna daun lebih hijau tua.

Hutan Sagu alam (b)

Warna lebih hijau muda, rapat dan permukaan kanopi agak kasar, berada agak jauh dari pemukiman (setelah dusun sagu)

Tanahlebih basah, rumpun rapat, hanya ditemukan beberapa tegakan pohon dengan tinggi dan diameter batang tegakan pohon lebih kecil, warna daun lebih terang

c

a

a b a b

Rawa sagu (c) Warna lebih hijau kekuningan, permukaan kanopi Lebih halus dan lebih rendah dari sagu alam

Tempat tumbuh rawa (tergenang), tidak ditemukan tegakan pohon hanya anakan.

Sagu campuran (d)

berselang-seling dengan pohon hutan lainnya, permukaan kanopi bercampur bukan saja bintang (sagu). Berada paling dekat dengan pemukiman dan jalan

Tanah lebih kering dari dusun sagu dan rumpun sagu

berselangseling dengan tanaman lain, banyak tanaman lain di lantai hutan.

c

a

c d d

a

d

Dusun sagu ditemukan pada semua hamparan sagu di lokasi penelitian. Ini berarti penduduk di sekitar daerah sagu semua memanfaatkan hutan sagu sebagai bagian dari kebutuhan hidup. Dusun sagu terluas terdapat di daerah Kehiran. Dusun sagu yang ditemukan ada yang murni dusun sagu dan ada juga dusun sagu campuran dengan tanaman lain atau pohon hutan lainnya (dusun sagu campuran). Hal ini dikarenakan dusun sagu murni yang sudah tidak terawat ditanami dengan tanaman lainnya seperti kakao (Theobroma cacao L), pinang, pisang (Musa sp) atau ditumbuhi pohon hutan. Banyak ditemukan di sekitar perkampungan di daerah Kehiran. Dusun sagu campuran ini menjadi awal permulaan konversi lahan sagu ke penggunaan lain.

Tabel 17. Luas lahan tipe hutan sagu yang ada setiap hamparan

Tipe Daerah Luas

Harapan Kehiran Maribu Sosiri Hektar Persen

Dusun Sagu Campuran 604,4 0,0 604,4 20,8 Dusun Sagu 247,3 777,5 48,1 91,698 1164,6 40,0 Hutan Sagu Campuran 14,9 14,9 0,5 Hutan Sagu 942,7 136,1 1078,8 37,1 Rawa Sagu 4,3 42,8 47,1 1,6 Luas 251,6 2367,4 199,2 91,7 2909,8 100,0

Hutan sagu alam hanya tersisa di daerah Kehiran dan Maribu sedangkan daerah Harapan dan Sosiri tidak ditemukan lagi. Walaupun sebelumnya daerah Harapan dan Sosiri juga mempunyai hutan sagu alam dikarenakan meningkatnya jumlah penduduk yang memanfaatkan sagu dan terbatas luasan hutan sagu maka hutan sagu alam telah digantikan dengan hutan sagu budidaya (dusun sagu). Hutan sagu terluas terdapat di daerah Kehiran. Pada daerah Maribu ditemukan hutan sagu campuran dengan pohon hutan lainnya selain hutan sagu murni. Hutan sagu campuran ditemukan secara berangsur-angsur ke arah daerah yang semakin kering. Daerah yang kering populasi sagu semakin berkurang dikarena kecepatan tumbuhnya kalah dengan pohon hutan.

Areal rawa sagu ditemukan sporadis pada pinggiran danau dan rawa permanen yang tidak kering sepanjang tahun dalam luasan yang sempit. Pada daerah Maribu tidak ditemukan rawa sagu. Secara keseluruhan areal tipe sagu yang paling luas ditemukan yakni dusun sagu dan yang paling sedikit luasnya yakni rawa sagu.

57 Gambar 16. Sebaran tipe sagu

Secara aktual, dusun sagu merupakan tipe areal sagu yang telah dibudidayakan dan menghasilkan pangan sagu walaupun teknik budidaya dari pembukaan lahan, pemeliharaan dan pemanenan masih sederhana. Teknik pembukaan areal dusun sagu baru umumnya dipilih dari areal hutan sagu yang dekat dengan dusun sagu yang telah ada dengan luas yang sempit (kurang dari 0,25 ha). Areal hutan sagu dibersihkan dengan cara membakar sagu saat musim kemarau hingga tidak ada lagi tanaman di atasnya. Setelah bersih, ditanami dengan anakan sagu yang berasal dari dusun sagu yang telah ada. jenis-jenis sagu yang ditanam beberapa jenis dan bercampur tanpa jarak tanam teratur. Pemeliharaan hanya berupa pembersihan daun-daun tua dan menanam kembali bekas tegakan yang telah dipanen dengan anakan baru (menyulam).

Kondisi lingkungan sagu

Wilayah sebaran sagu di lokasi penelitian dapat dikelompokkan ke dalam ekosistem rawa (swamp) dan hutan hujan lahan rendah (lowland rainforest), Bentuk lahan wilayah ini terdiri atas (1) rawa lahan rendah dan (2) dataran lahan rendah.

Daerah Harapan meliputi ekosistem rawa belakang dan dataran banjir, terletak secara sporadis di pinggiran danau Sentani. Rawa belakang (back-swamp) dan dataran banjir dengan lereng kurang dari 2 persen. Bahan induk tanah berasal dari aluvium dan vegetasi yang telah mati, dengan lapisan bahan organik yang mempunyai kematangan fibrik–hemik. Bentuk wilayahnya datar sampai agak datar, dengan drainase sangat terhambat. Tanah pada daerah ini terdiri atas tanah mineral, mineral bergambut dan gambut. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai Inceptisols dan Histosols. Inceptisols pada daerah ini mempunyai lapisan atas yang kaya akan bahan organik, berwarna hitam kecoklatan sampai coklat. Kedua ordo tanah ini berasosiasi dengan batas yang lebih jelas ke arah danau Sentani. Tanah Histosols dengan luasan meningkat cenderung terletak lebih dekat ke arah danau Sentani. Sagu tumbuh lebih baik pada tanah Inceptisols yang mempunyai drainase sangat terhambat dari pada tanah Histosols yang mengalami genangan dalam periode yang lama maupun permanen.

Daerah Kehiran meliputi dataran aluvium berdrainase sangat terhambat, air tanah sangat dangkal. Tanah mineral dan mineral bergambut berwarna coklat terang ditemui pada areal ke arah danau Sentani. Tekstur liat berlempung

sampai pasir liat berdebu. Bentuk wilayahnya datar sampai agak datar. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai Aquepts dan Humaquept. Aquepts adalah Subordo dari Ordo Inceptisols yang mempunyai air tanah berada di dalam kedalaman 100 cm dari permukaan tanah. Humaquepts adalah Subordo dari ordo Inceptisols yang mempunyai horison histic. Tanah-tanah seperti ini relatif tidak subur.

Daerah Sosiri meliputi ekosistem tanah mineral bergambut kearah danau Sentani, sedangkan ke arah perbukitan hanya terdiri atas tanah mineral berdrainase sangat terhambat sampai agak terhambat. Tekstur tanah sangat beragam mulai dari liat berlempung, lempung liat berpasir sampai lempung. Bahan induk tanah berasal dari aluvium dan vegetasi yang telah mati, dengan lapisan bahan organik yang mempunyai kematangan fibrik–hemik. Bentuk wilayahnya datar sampai agak datar. Asosiasi antara Aquept dan Hemist berangsur-angsur ditemui pada areal pengamatan ke arah danau. Inceptisols pada kawasan ini mempunyai lapisan atas yang kaya akan bahan organik, berwarna coklat tua. Sagu tumbuh lebih baik pada tanah Aquepts yang mempunyai drainase sangat terhambat atau tidak mengalami genangan permanen.

Daerah Maribu meliputi ekosistem rawa semi permanen ditemui pada cekungan-cekungan dengan luasan sempit di antara tanah mineral. Tekstur lempung, liat berlempung, lempung liat berpasir, lempung berpasir sampai pasir. Bahan induk tanah berasal dari aluvium dan vegetasi hutan sagu, pandanus dan

Dokumen terkait