Karakteristik Tutupan Lahan
Hasil pengamatan tutupan lahan di lapangan diperoleh sebanyak 231 titik koordinat tutupan lahan dan diklasifikasikan kedalam 7 kelas penutupan lahan yang berbeda. Ketujuh kelas penggunaan lahan tersebut termasuk dalam kelompok penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian (Arsyad, 1989). Koordinat titik diambil dari 8 kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat namun tidak semua titik dapat dijangkau karena aksesibilitas yang sangat sulit untuk mencapai titik pengamatan. Klasifikasi tutupan lahan di lapangan dan pada citra secara terperinci yaitu :
1. Hutan
Kelas tutupan lahan hutan merupakan bentang lahan yang didominasi pohon dengan kerapatan yang tinggi, memiliki keadaan lingkungan yang berbeda di luar hutan dan dapat memberikan manfaat secara lestari apabila keberadaanya dijaga. Secara visual tutupan lahan hutan pada citra ditemukan dengan pola yang tidak teratur, dengan ukuran yang cukup luas dan berwarna hijau muda hingga hijau tua.
18
Gambar 4. Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan hutan pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan existing hutan di lapangan (b)
2. Sawah
Kelas tutupan lahan sawah merupakan hamparan lahan pertanian yang ditanami dengan tanaman padi dan memiliki pematang. Secara visual, tutupan lahan sawah pada citra ditandai dengan pola yang teratur, berwarna hijau kecoklatan, dan bertekstur halus.
Gambar 5.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan sawah pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan sawah existing di lapangan (b)
19
3. Pemukiman
Kelas tutupan lahan pemukiman merupakan kawasan yang sudah terbangun berupa pemukiman, sekolah, maupun perkantoran. Secara visual tutupan lahan pemukiman pada citra ditandai dengan warna merah muda keunguan dengan tekstur halus, dan dengan pola berkelompok.
Gambar 6.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan pemukiman pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan pemukiman existing di lapangan (b)
4. Kebun
Kelas tutupan lahan perkebunan yang ditemui di lapangan merupakan lahan yang ditanami dengan tanaman kelapa sawit. Secara visual tutupan lahan kebun pada citra ditandai dengan warna hijau muda dan tekstur sedikit kasar.
20
Gambar 7.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan kebun pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan kebun existing di lapangan (b)
5. Pertanian Lahan Kering Campur Semak
Kelas tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak merupakan hamparan lahan yang ditanami dengan berbagai tanaman pertanian seperti jeruk, kopi, jagung, padi lahan kering, maupun coklat dan ditemukan semak di bawahnya. Secara visual tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak pada citra ditandai dengan warna hijau kekuningan, dengan tekstur yang agak kasar.
Gambar 8.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak existing di lapangan (b)
21
6. Lahan Terbuka
Kelas tutupan lahan lahan terbuka merupakan kawasan yang belum ditanami dengan tanaman apapun ataupun hanya ditumbuhi oleh rumput. Secara visual tutupan lahan terbuka pada citra ditandai dengan warna ungu dan tekstur halus.
Gambar 9.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan terbuka existing di lapangan (b)
7. Hutan Tanaman Rakyat
Kelas penggunaan lahan hutan tanaman rakyat merupakan hamparan lahan yang ditanami dengan tanaman sejenis berupa pohon sengon maupun jati. Secara visual tutupan lahan hutan tanaman rakyat pada citra ditandai dengan warna hijau muda dengan tekstur yang agak kasar.
22
Gambar 10.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan terbuka existing di lapangan (b)
8. Awan dan bayangan awan
Selain tujuh kelas tutupan lahan yang dijumpai di lapangan, terdapat 2 jenis tutupan lahan tambahan yaitu awan dan bayangan awan. Awan dan bayangan awan pada citra memiliki tekstur halus dan sebarannya tidak merata tergantung cuaca. Awan pada citra berwarna putih atau biru, sedangkan bayangan awan terlihat dengan rona atau warna hitam.
Gambar 11.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4
23
Hasil Klasifikasi Terbimbing
Klasifikasi tutupan lahan dilakukan dengan mengelompokkan piksel-piksel yang dianggap serupa berdasarkan training area. Training area dibuat berdasarkan data pengamatan yang diambil langsung dari lapangan. Training area yang dibuat dikatakan baik apabila piksel-piksel yang dikelompokkan dapat dipisahkan dengan baik. Keterpisahan antar piksel dapat dillihat dari analisis separabilitas dengan metode transformed divergence.
Nilai separabilitas tertinggi pada tutupan lahan kebun, awan, dan bayangan awan, yaitu sebesar 2000 sehingga keterpisahannya termasuk dalam kriteria sangat baik Jaya (2010). Sedangkan nilai separabilitas terendah terdapat pada penutupan lahan pertanian lahan kering campur dan sawah yaitu sebesar 1804,88 yang berarti bahwa keterpisahan antara piksel-piksel penggunaan lahan pertanian lahan kering campur dan sawah termasuk dalam kriteria sedang (Tabel 4).
Tabel 3. Nilai separabilitas klasifikasi kelas penutupan lahan menggunakan citra Landsat 8 OLI HTR SWH HTN KBN PMK PLKC LT A BA HTR 0 1999,99 1999,93 2000 2000 1999,99 2000 2000 2000 SWH 1999,99 0 2000 2000 1991,95 1804,88 1950,85 2000 2000 HTN 1999,93 2000 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 KBN 2000 2000 2000 0 2000 2000 2000 2000 2000 PMK 2000 1991,95 2000 2000 0 2000 1989,8 2000 2000 PLKC 1999,99 1804,88 2000 1999,84 1986,49 0 1942,87 2000 2000 LT 2000 1950,85 2000 1999,93 1989,8 2000 0 2000 2000 A 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0 2000 BA 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0
Keterangan : HTR : Hutan Tanaman Rakyat; SWH: Sawah; HTN : Hutan; KBN : Kebun; PMK : Pemukiman; PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur Semak; LT : Lahan terbuka; A : Awan; BA : Bayangan awan.
Akurasi pengguna atau user’s akurasi yang paling kecil terdapat pada lahan terbuka yaitu sebesar 82,88%, sedangkan nilai terbesar terdapat pada penggunaan lahan kebun yaitu sebesar 100%. Akurasi pembuat atau producer’s accuracy yang paling kecil ditemukan pada penggunaan lahan hutan tanaman
24
rakyat yaitu sebesar 71,43% sedangkan nilai terbesar terdapat pada penggunaan lahan kebun, awan, dan bayangan awan yaitu sebesar 100%. Nilai overall accuracy yang didapat yaitu sebesar 98,19%, sedangkan kappa accuracy sebesar 96,27%. Berdasarkan nilai akurasi overall dan kappa accuracy, klasifikasi yang dilakukan sudah memenuhi syarat (Jaya 2010)
Hasil klasifikasi yang paling besar terdapat pada tutupan lahan hutan dengan luas 56.742,52 ha atau sebesar 44,19% dari luasan Kabupaten Pakpak Bharat. Sedangkan luasan yang paling rendah ditemukan pada tutupan lahan kebun yaitu sebesar 313,83 Ha atau hanya 0,24% dari total seluruhnya (Tabel 5). Tabel 4. Luas klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017
Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
Awan 2848,77
Bayangan awan 240,94
Hutan tanaman rakyat 2574,89 1,96
Hutan 56742,52 43,15
Kebun 313,83 0,24
Lahan terbuka 5461,70 4,15
Pemukiman 9582,75 7,29
Pertanian lahan kering campur semak 50210,45 38,19
Sawah 3516,17 2,67
25
Gambar 12. Peta klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017
Klasifikasi Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan
Kawasan hutan yang ada di Pakpak Bharat terdiri dari hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konservasi.
26
Tabel 5. Matriks Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017
Tipe Kawasan menurut SK 579
Luas Areal (Ha)
HTR Hutan Kebun LT PMK PLKC Sawah Total
HL 578,97 26.676,07 15,59 563,04 1.685,00 11.670,25 391,43 41.580,35
HP 0,00 111,64 0,00 205,35 643,73 9.218,16 37,31 10.216,19
HPT 818,89 21.208,77 164,18 3.254,26 5.277,88 13.630,04 1.388,84 45.742,87
HSA 165,26 4.289,12 0,00 55,95 114,00 960,10 32,38 5.616,81
Total 1.563,12 52.285,60 179,77 4.078,60 7.720,62 35.478,55 1.849,98 103.156,24
Keterangan : HTR : hutan tanaman rakyat, LT : Lahan terbuka, PMK : pemukiman, PLKC : pertanian lahan kering campur semak, , HL : hutan lindung, HP : hutan produksi, HPT : hutan produksi terbatas, HSA : hutan suaka alam. SK.579/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara
Hasil klasifikasi penggunaan kawasan hutan menunjukkan bahwa sebesar 49.307,51 ha kawasan hutan lindung telah berubah menjadi kawasan non-hutan dengan rincian sebesar 15,59 ha menjadi kebun, sebesar 563,04 ha menjadi lahan terbuka, sebesar 1685 ha menjadi pemukiman, sebesar 11670,25 ha menjadi pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 391,43 ha telah dikonversi menjadi sawah. Menurut hasil klasifikasi, kawasan lindung tidak hanya berubah menjadi kawasan non-hutan, tetapi diperoleh data konversi kawasan lindung menjadi hutan tanaman rakyat yaitu sebesar 578,97 ha. Dengan semakin berkurangnya luas areal bervegetasi pohon-pohonan menunjukkan bahwa sektor pertanian semakin bergerak ke pinggir (ke arah gunung/ hutan lindung) (Syam et al. 2012).
Hutan produksi tetap (HP) merupakan hutan yang dapat diusahakan dengan perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis. Pada kawasan hutan produksi tetap sebesar 111,64 ha telah dikonversi menjadi kebun, sebesar 205,35 ha telah dikonversi menjadi lahan terbuka, sebesar 643,73 ha telah
27
pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 37,31 telah dikonversi menjadi sawah.
Hutan produksi terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih karena dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Pada kawasan hutan produksi terbatas sebesar 10.104,56 ha telah dikonversi menjadi kawasan non-hutan. Sebesar 164,18 ha telah dikonversi menjadi kebun, sebesar 3.254,26 ha telah dikonversi menjadi lahan terbuka, sebesar 5.277,88 ha telah dikonversi menjadi pemukiman, sebesar 1.3630,04 ha telah dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 1.388,84 ha telah dikonversi menjadi sawah. Hasil analisis menunjukkan bahwa kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi tutupan lahan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akinyemi (2017) bahwa hutan diluar kawasan lindung merupakan kawasan yang paling rentan dikonversi. Selain dikonversi menjadi kawasan non-hutan, kawasan hutan produksi terbatas juga mengalami degradasi menjadi hutan tanaman rakyat sebesar 818,89 ha.
28
Gambar 13. Peta Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017
Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan). Sesuai SK.579/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara, di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat hutan suaka alam Siranggas yang meliputi 4 kecamatan, yaitu kecamatan Salak, kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, kecamatan Tinada, dan kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe (BPS Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2016). Dari total 5.616,81 ha luas Kawasan Suaka Alam Siranggas, menurut hasil klasifikasi sebesar 4.289,12 ha yang masih ditutupi oleh hutan, sedangkan sisanya sebesar 165,26 ha telah terdegradasi
29
kawasan non-hutan dengan rincian, sebesar 55,95 ha menjadi lahan terbuka, sebesar 114 ha menjadi pemukiman, sebesar 960,10 ha menjadi pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 32,38 ha menjadi sawah.
Analisis Ketinggian dan Kelerengan Terhadap Konversi Hutan
Penggunaan kawasan hutan pada kelerengan 8 %- 14 % dan berbagai ketinggian.
Ketinggian dan kelerengan tempat menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam konversi hutan menjadi tutupan lahan lain karena menurut (Freitas et al. (2010)) topografi secara langsung dapat mempengaruhi deforestasi. Kelerengan 8% - 14% merupakan kelerengan yang paling sedikit ditemukan adanya konversi kawasan hutan menjadi tutupan lahan lain dibandingkan pada kelerengan lainnya di Kabupaten Pakpak Bharat. Pada ketinggian 0 - 300 mdpl dan ketinggian 301 – 600 mdpl kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak. Masing-masing luas kawasan yang dikonversi yaitu sebesar 1.861,40 ha dan 561,32 ha.
Kawasan hutan lindung merupakan kawasan yang paling luas dikonversi dibandingkan kawasan hutan lainnya pada ketinggian 901 – 1200 mdpl. Pada ketinggian ini kawasan hutan lindung dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak yaitu sebesar 6,85 ha.
Kawasan hutan produksi tetap merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak dibandingkan yang lainnya pada ketinggian 1201 – 1839 mdpl, Luas kawasan hutan produksi tetap yang dikonversi pada ketinggian ini yaitu sebesar 1.472,09 ha.
30
Analisis perubahan kawasan hutan pada kelerengan 15%-25% dan berbagai ketinggian.
Hasil analisis ketinggian dan kelerengan tempat menunjukkan bahwa pada kelerengan 15%-25% dan 0 - 300 mdpl, kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak yaitu sebesar 1.164,51 ha.
Sama juga halnya pada ketinggian 301 – 600 mdpl dan 601 – 900 mdpl kawasan yang paling banyak dikonversi ialah kawasan hutan produksi terbatas menjadi pertanian lahan kering campur semak. Namun pada ketinggian 301 – 600 mdpl luas lahan hutan yang dikonversi lebih besar dari ketinggian sebelumnya, yaitu sebesar 3.037,57 ha. Sedangkan pada ketinggian 601 – 900 luas kawasan yang dikonversi mengalami penurunan yaitu sebesar 500,85 ha.
Namun berbeda halnya pada ketinggian 901 – 1200 mdpl 1201 – 1839 mdpl, kawasan yang dikonversi bukan lagi kawasan hutan produksi terbatas, tetapi kawasan hutan produksi tetap yang dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak. Pada 901 – 1200 mdpl, luas lahan yang dikonversi yaitu sebesar 1.941,06 Ha, dan pada ketinggian 1201 – 1839 mdpl, luas lahan yang dikonversi yaitu sebesar 5.805,01 ha.
Analisis perubahan kawasan hutan pada kelerengan 25 %- 40 % dan berbagai ketinggian.
Areal yang paling luas dikonversi pada kelerengan 25% - 40% adalah kawasan hutan produksi terbatas. Konversi hutan produksi terbatas menjadi pertanian lahan kering campur semak adalah yang paling dominan terjadi pada ketinggian 0 – 300 mdpl, pada ketinggian 301 – 600 mdpl, dan pada 1201 – 1839 mdpl. Luas lahan yang dikonversi pada masing-masing ketinggian tersebut adalah
31
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Kawasan hutan lindung juga merupakan kawasan yang tidak diperbolehkan untuk ditebang ataupun dipungut hasil hutannya. Namun berbeda halnya dengan yang terjadi di lapangan. Pada ketinggian 601 – 900 mdpl, menurut hasil klasifikasi terjadi konversi pada kawasan hutan lindung menjadi pertanian lahan kering campur semak dalam area yang cukup luas yaitu sebesar 3.168,09 ha. Sedangkan pada ketinggian 901 – 1200 mdpl, kawasan hutan suaka alam dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak seluas 396,52 ha.
32