• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

i

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI)

DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

RUTH B M SINAGA 131201124

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI)

DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

RUTH B M SINAGA 131201124

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(3)

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI)

DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

RUTH B M SINAGA 131201124

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Penggunaan Kawasan Hutan Menggunakan Citra Landsat 8 OLI di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara

Nama : Ruth B M Sinaga

NIM : 131201124

Departemen : Manajemen Hutan Fakultas : Kehutanan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Dr. Bejo Slamet, S. Hut, M.si Ketua

Mengetahui,

Dr. Bejo Slamet, S. Hut, M.si Ketua Departemen Manajemen Hutan

(5)

ABSTRAK

RUTH B M SINAGA: Identifikasi Penggunaan Kawasan Hutan Menggunakan Citra Landsat 8 (Oli) di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara. Dibawah bimbingan BEJO SLAMET.

Lebih dari 80% wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah kawasan hutan menurut SK Menteri Kehutanan Nomor 44/Menhut-II/2005. Namun demikian tidak sama halnya dengan fakta di lapangan yang menunjukkan penurunan luas hutan yang terjadi di Kabupaten Pakpak Bharat.. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi tipe tutupan lahan dan penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Pakpak Bharat menggunakan Citra Landsat 8 (OLI). Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu prapengolahan citra dan analisis citra dan uji akurasi. Hasil klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat menghasilkan 9 kelas tutupan lahan yang terdiri dari awan, bayangan awan, hutan, hutan tanaman rakyat, kebun, sawah, pertanian lahan kering campur, pemukiman, dan lahan terbuka. Dari hasil analisis diperoleh nilai Kappa accuracy sebesar 96,27%.

(6)

ABSTRACT

RUTH B M SINAGA: Identification Characteristic and Land Cover Mapping Using Landsat 8 (OLI) in Pakpak Bharat Regency, North Sumatera Province. Supervised by BEJO SLAMET

More than 80% of Pakpak Bharat regency is forest area according to SK Menteri Kehutanan Nomor 44/Menhut-II/2005. But its really different with the reality we can found that showed the forest area of Pakpak Bharat regency has decreased. The research aimed to identify and map the land cover of Pakpak Bharat regency from the image of Landsat 8 (OLI). The method used were divided into 3 stages; preprocessing of image, visual interpretation of satellite imagery, and accuracy assessment. The result of classification of land cover in Pakpak Bharat regency were obtained 9 classes of land cover i.e. cloud, shadows of cloud, forest, community plantation forest, palm oil plantation, paddy field, dry land agriculture with bushes, developed land, and open land. The accuracy analysis result shows Kappa accuracy value is 96,27%.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 19 Agustus 1995 dari Bapak M. Sinaga dan Ibu U br. Tampubolon. Penulis merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara.Penulis lulus pendidikan di SD Methodis 12 Medan pada tahun 2007, lulus pendidikan di SMP Harapan Mandiri Medan pada tahun 2010, dan lulus pendidkan di SMA Negeri 1 Medan pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) reguler.

Penulis mengikuti kegiatan P2EH (Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan) di KHDTK Aek Nauli pada tahun 2015. Pada tahun 2017 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di TNKPS Kepulauan Seribu.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Judul dari skripsi ini, yaitu “Identifikasi Penggunaan Kawasan Hutan Menggunakan Citra Landsat 8 (Oli) di Kabupaten Pakpak Bharat Provinsi Sumatera Utara’’.

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:melakukan identifikasi tipe tutupan lahan dan penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Pakpak Bharat menggunakan Citra Landsat 8 (OLI).Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi terbaru mengenai tutupan lahan yang ada dan penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Dr.Bejo Slamet,S.Hut.,M.Si selaku dosen pembimbing penulis yang membantu dalam pengerjaan penelitian ini.

Dalam penulisan skripsiini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak pembaca demi kesempurnaan penelitian ini untuk hari selanjutnya. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Oktober 2017

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA Tutupan Lahan ... 3

Sistem Informasi Geografis ... 4

Penginderaan Jarak Jauh ... 4

Citra Landsat/LDCM(Landsat-8) ... 5

Faktor Ketinggian dan Kemiringan Lahan Terhadap Konversi Hutan ... 5

METODE PENELITIAN Tempat danWaktuPenelitian ... 7

Alat dan BahanPenelitian ... 7

Metode Penelitian ... 7

Analisis Citra ... 8

Analisis Ketinggian dan Kelerengan Terhadap Konversi Hutan ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tutupan Lahan di Lapangan... 11

Klasifikasi TutupanLahan Secara Visual ... 11

Pemetaan Klasifikasi pada Kawasan Hutan ... 17

AnalisisKetinggiandanKelerenganTerhadapKonversiHutan ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Spesifikasi Kanal-kanal Spektral Sensor Pencitra LDCM (Landsat-8) ... 8 Tabel 2. Contoh perhitungan akurasi ... 13 Tabel 3. Nilai separabilitas 9 kelas penggunaan lahan ... 20 Tabel 4. Luas klasifikasi penggunaan lahan di Kabupaten

Pakpak Bharat tahun 2017 ... 24 Tabel 5. Klasifikasi tutupan lahan pada kawasan hutan di Kabupaten

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Pakpak Bharat ... 15 Gambar 2. Peta ketinggian di Kabupaten Pakpak Bharat ... 16 Gambar 3. Peta kelerengan di Kabupaten Pakpak Bharat... 16 Gambar 4.

(a) Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe

tutupan lahan hutan pada RGB 6-5-4 ... 18 (b) Kondisi tipe tutupan lahan existing hutan di lapangan... 18 Gambar 5.

(a) Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe

tutupan lahan sawah pada RGB 6-5-4 ... 18 (b) Kondisi tipe tutupan lahan sawah existing di lapangan ... 18 Gambar 6.

(a) Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe

tutupan lahan pemukiman pada RGB 6-5-4 ... 19 (b) Kondisi tipe tutupan lahan pemukiman existing di lapangan... 19 Gambar 7.

(a) Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe

tutupan lahan kebun pada RGB 6-5-4 ... 20 (b) Kondisi tipe tutupan lahan kebun existing di lapangan ... 20 Gambar 8.

(a) Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak

pada RGB 6-5-4 ... 20 (b) Kondisi tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campur

semak existing di lapangan... 20 Gambar 9.

(a) Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe

tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4 ... 21 (b) Kondisi tipe tutupan lahan terbuka existing di lapangan ... 21 Gambar 10.

(a) Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe

(12)

(b) Kondisi tipe tutupan lahan terbuka existing di lapangan ... 22 Gambar 11. Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe

tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4 ... 22 Gambar 12. Peta klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat

tahun 2017 ... 25 Gambar 13. Peta Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan di Kabupaten

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap manusia membutuhkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak bisa dipungkiri penggunaan lahan saat ini menjadi sangat meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang ada pada suatu wilayah. Besarnya lahan yang dibutuhkan manusia mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan, baik dari lahan pertanian yang berubah menjadi pemukiman maupun lahan hutan yang berubah menjadi daerah perkebunan dan pertanian. Di satu sisi perubahan fungsi lahan dapat menguntungkan manusia secara ekonomi. Namun di sisi lain perubahan fungsi lahan juga dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekosistem.

Lebih dari 80% wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah kawasan hutan menurut SK.579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara. Namun demikian tidak sama halnya dengan fakta di lapangan yang menunjukkan penurunan luas hutan yang terjadi di Kabupaten Pakpak Bharat. Penurunan luas hutan terjadi sebesar 17,4% sejak tahun 2011 sampai tahun 2015. Hal ini mungkin bisa terjadi akibat dari kenaikan jumlah penduduk dari tahun 2010 sampai 2015 sebesar 11,76 (Bps Kabupaten Pakpak Bharat 2016a). Terjadinya perkembangan penduduk yang berkorelasi dengan bertambahnya kebutuhan akan pemukiman sehingga memaksa masyarakat mengubah lahan hutan untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Agaton et al. (2015), penggunaan lahan terbangun tampaknya menjadi kekuatan pendorong utama dibalik perubahan tutupan dan penggunaan lahan di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, sementara kawasan hutan paling banyak terkena dampak

(14)

2

karena konversi cepat dari hutan menjadi lahan pertanian. Hal ini diindikasikan oleh adanya perubahan dari tanah kosong, lahan pertanian maupun perkebunan menjadi kawasan permukiman.

Luas kawasan hutan lindung di Pakpak Bharat sempat mengalami kenaikan jumlah luas pada tahun 2012 sebesar 1,37%. Sedangkan pada tahun 2013 luas kawasan hutan lindung tidak mengalami perubahan sama sekali. Pada tahun 2014 luas kawasan hutan lindung mengalami penurunan sebesar 3,6% dan dikhawatirkan akan terus berlanjut seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Maka dari itu dibutuhkan perhatian dari pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat agar terwujud hubungan yang baik antara alam dan manusia (Bps Kabupaten Pakpak Bharat 2016b)

Identifikasi penggunaan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat menjadi penting untuk dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan lahan yang dilakukan oleh aktivitas manusia sesuai dengan potensi atau daya dukungnya. Pengetahuan mengenai kondisi tutupan lahan yang ada dapat dijadikan informasi untuk penatagunaan kawasan hutan dan pengelolaan hutan yang lestari.

Penggunaan Sistem Informasi sangat dibutuhkan dalam melakukan analisis perubahan tutupan lahan dalam pencegahan terhadap kegiatan konversi lahan hutan maupun eksploitasi yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan. Data yang diperoleh dari Sistem Informasi Geografis dapat digunakan dalam memprediksi luas perubahan lahan yang akan terjadi pada masa mendatang sehingga dapat dilakukan antisipasi berkurangnya luas lahan hutan.

(15)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi tipe tutupan lahan dan penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Pakpak Bharat menggunakan Citra Landsat 8 (OLI).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi terbaru mengenai tutupan lahan yang ada dan penggunaan kawasan hutan di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara.

(16)

4

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas penampakan area tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau bentang buatan (UU No.4, 2011). Penutupan lahan dapat pula berarti tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati dan merupakan hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada areal tersebut (Sni 7645 2010).

Kawasan hutan merupakan wilayah yang ditunjuk dan atau ditetapkan untuk

dipertahankan keberadaannya oleh pemerintah sebagai hutan tetap (UU No. 41 tahun 1999). Pemetaan penutupan lahan sangat berhubungan dengan

studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Data penutupan lahan yang diperoleh dari citra satelit lebih ekonomis bagi planner untuk mengambil keputusan, yang berkaitan dengan sumberdaya lahan. (Lo 1996).

Setiap bentuk intervensi atau campur tangan manusia terhadap lahan dalam memenuhi kebutuhannya disebut penggunaan lahan (land use). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan penyediaan komoditi yang diusahakan atas lahan tersebut. Maka dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun karet, padang rumput, hutan lindung, hutan produksi dan lainnya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota

(17)

5

atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad 1989).

Sebagai contoh, pada kawasan hutan lindung register 22 Way Waya, Lampung Tengah, dilaporkan adanya deforestasi yang cukup besar selama periode tahun 2000 sampai 2004. Deforestasi ini ditandai dengan semakin berkurangnya luas areal bervegetasi pohon-pohonan. Sektor pertanian semakin bergerak ke pinggir ke arah gunung/ hutan lindung, dengan berubahnya tutupan lahan dari hutan sekunder menjadi lahan pertanian campuran dan pertanian lahan kering (Syam et al. 2012). Pertambahan populasi penduduk yang cepat juga menjadi salah satu faktor utama dalam mengontrol perubahan tutupan lahan khususnya pada daerah kota (Nguyen et al. 2016).

Di bagian barat laut Rwanda, Afrika, lahan pertanian mengalami penurunan besar yang diakibatkan kenaikan lahan terbangun. Lahan pertanian cenderung dikonversi untuk perumahan dan penggunaan komersil sehingga peningkatan permintaan terhadap kebutuhan lahan pertanian dipenuhi dengan mengorbankan hutan. Hutan diluar kawasan lindung merupakan kawasan yang paling rentan dikonversi (Akinyemi 2017).

B. Sistem Informasi Geografis

Model data spasial pada Sistem Informasi Geografis dibedakan menjadi dua yakni model data raster dan model data vektor. Model data raster menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunkan struktur matriks atau piksel yang membentuk grid. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Sumber entity spasial raster adalah citra satelit, citra radar dan model ketinggian digital, yang

(18)

6

memberikan informasi spasial dalam bentuk gambaran yang digeneralisir. Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, atau poligon beserta atribut-atributnya. Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial ini di dalam sistem model data vektor, didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi. File data vektor dalam ArcView dinamakan shapefiles (Tunas 2005).

C. Penginderaan Jarak Jauh

Teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik disebut juga penginderaan jauh. Tujuan utamanya adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Teknik ini biasanya menghasilkan beberapa bentuk citra yang akan diproses dan diinterpretasi untuk membuahkan data yang bermanfaat dalam berbagai bidang (Lo 1996).

Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai proses membaca pada berbagai hal. Kita dapat mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan suatu informasi tentang suatu objek ataupun fenomena yang sedang diteliti dengan menggunakan sensor. Sensor yang dimaksudkan ialah sensor elektromagnetik yang akhir-akhir ini membantu dalam inventarisasi, pemetaan, dan pemantauan sumber daya alam. Sensor ini memperoleh data tentang kenampakan di muka bumi melalui energi elektromagnetik (Lillesand dan Kiefer 1990).

Sistem penginderaan jauh sebagian besar hanya menggunakan energi elektromagnetik pada gelombang pendek yang langsung dipantulkan berasal dari

(19)

7

matahari yang telah diserap oleh permukaan bumi kemudian diemisikan pada panjang gelombang yang lebih panjang. Hal ini dikenal dengan penginderaan jauh sistem pasif (Howard 1996).

Data satelit penginderaan jauh merupakan salah satu data untuk memperoleh informasi fenomena alam di permukaan bumi yang diperoleh melalui suatu alat media (sensor) yang dipasang pada sebuah pesawat atau satelit. Sensor dapat mendeteksi obyek permukaan bumi melalui pengukuran reflektansi ataupun emisi oleh medium gelombang elektromagnetik. Berbagai jenis data satelit penginderaan jauh yang diterima sensor memiliki karakteristik berlainan, sehingga potensi pemanfaatannya pun berbeda-beda. Karakteristik yang dihasilkan oleh citra satelit bumi di antaranya adalah resolusi spasial, resolusi temporal dan resolusi spektral (Suwargana 2013).

(20)

8

D. Citra Landsat

Salah satu satelit yang digunakan untuk penginderaan jauh ini adalah Landsat, yang sekarang telah mencapai generasi Landsat-8. Pada Satelit Landsat-8 Terdapat sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Di antara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki spesifikasi mirip dengan Landsat-7. Berikut adalah spesifikasi kanal yang dimiliki oleh Landsat 8 (Andana 2015)

Tabel 1. Spesifikasi Kanal-kanal Spektral Sensor Pencitra LDCM (Landsat-8)

Band Panjang gelombang (mikrometer) Resolusi (meter) Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS)

Band 1 - Coastal aerosol 0.43 - 0.45 30

Band 2 – Blue 0.45 - 0.51 30

Band 3 – Green 0.53 - 0.59 30

Band 4 – Red 0.64 - 0.67 30

Band 5 - Near Infrared (NIR) 0.85 - 0.88 30

Band 6 - SWIR 1 1.57 - 1.65 30

Band 7 - SWIR 2 2.11 - 2.29 30

Band 8 – Panchromatic 0.50 - 0.68 15

Band 9 – Cirrus 1.36 - 1.38 30

Band 10 - Thermal Infrared (TIRS)

1 10.60 - 11.19 100

Band 11 - Thermal Infrared (TIRS)

2 11.50 - 12.51 100

E. Faktor Ketinggian dan Kemiringan Lahan Terhadap Konversi Hutan Faktor elevasi sering digunakan untuk penentuan kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan permukiman, dan lain sebagainya (Hidayati 2013). Faktor ini juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konversi hutan menjadi tutupan lain. Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi areal pertanian, perumahan dan industri merupakan kenyataan yang terjadi sejalan dengan

(21)

9

Topografi dan jalan juga dapat menentukan pola penggunaan lahan dan distribusi tutupan hutan, khususnya pada daerah tropis. Topografi secara langsung dapat mempengaruhi deforestasi, pertanian, dan perluasan jalan. Keberadaan hutan menjadi dalam bahaya apabila terdapat jalan disekitarnya (Freitas et al. 2010). Hal yang dihadapi selanjutnya apabila telah terjadi konversi lahan hutan pada daerah yang berlereng ialah erosi. Kemiringan lereng memberikan pengaruh besar terhadap erosi yang terjadi, karena sangat mempengaruhi kecepatan limpasan permukaan. Penggunaan lahan tanpa ada kegiatan konservasi pada daerah-daerah yang berlereng akan meningkatkan resiko erosi yang besar akan terjadi (Dewi et al. 2012).

(22)

10

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2017 di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara. Wilayah administrasi Kabupaten Pakpak Bharat dibagi ke dalam 8 kecamatan yaitu Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng Sengkut, dan Kecamatan Pagindar dengan luas keseluruhan kabupaten yaitu sebesar 1.218,30 km2. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan antara lain: GPS, kompas, kamera, dan talley sheet. Alat analisis data yang digunakan adalah Microsoft Excel, ERDAS Imagine, dan ArcGIS.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit landsat tahun rekaman 2017 serta beberapa data spasial lainnya yaitu peta administrasi dan peta batas kawasan hutan.

Prosedur Penelitian Pengumpulan data

Pengumpulan data pada penelitian ini terbagi menjadi pengumpulan data langsung dan tidak langsung. Pengumpulan data langsung yaitu pengambilan titik

(23)

11

koordinat di lapangan dan pengumpulan data tidak langsung yaitu pengumpulan data-data yang mendukung penelitian ini.

a) Pengunduhan Citra

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Landsat 8 yang diperoleh secara gratis dengan mengunduh melalui website USGS (United State Geological Survey). Area penelitian ditemukan pada citra Landsat 8 path

129 dan row 58. Citra yang digunakan pada penelitian ini yaitu citra perekaman 20 Juli 2017.

b) Pengambilan Data Tutupan Lahan di Lapangan

Data ground check diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan meliputi dokumentasi kondisi di lapangan, marking posisi titik di lapangan, serta pendataan ke dalam tally sheet, serta identifikasi penggunaan lahan di lapangan. Pengumpulan data dilakukan secara purposive sampling dengan memperhatikan ketersebaran wilayah dan tipe tutupan lahan.

c) Pengambilan Data Pendukung

Data pendukung merupakan data yang mendukung penelitian ini, baik dari penelitian sebelumnya yang berhubungan, dari instansi pemerintah yang menyediakan data- data pendukung.

Pre Processing Citra

a) Penggabungan Band Citra

Citra satelit Landsat yang diunduh dari USGS memiliki beberapa band dan terpisah setiap bandnya. Oleh karena itu, dilakukan penggabungan band citra satelit tersebut agar dapat dilakukan klasifikasi tutupan lahan. Proses penggabungan band citra dilakukan dengan software Erdas Imagine 8.5.

(24)

12

b) Cropping Citra

Proses cropping citra membutuhkan data vektor Kabupaten Pakpak Bharat yang diperoleh dari instansi terkait. Tujuan dilakukan cropping untuk mempermudah proses klasifikasi sesuai batas area penelitian yaitu Kabupaten Pakpak Bharat.

c) Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan gangguan yang terjadi pada citra akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik yang dilakukan berupa proses penajaman kontras atau radiometric enhancement. Proses penajaman kontras dilakukan dengan model linear yang terdapat pada software ERDAS Imagine 8.5.

Klasifikasi Citra

a) Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan hasil survey lapangan dengan membuat sampel polygon / training area pada kelas-kelas tutupan lahan. Metode yang digunakan adalah metode maximum likelihood yang terdapat pada software ERDAS Imagine 8.5.

Analisis Separabilitas

Analisis separabilitas merupakan evaluasi keterpisahan training area dari setiap kelas apakah suatu kelas layak digabung atau tidak. Pada penelitian ini metode yang digunakan ialah transformed divergence. Nilai minumum berarti tidak dapat dipisahkan, sedangkan nilai maksimum menunjukkan keterpisahan yang sangat baik.

(25)

13

Hasil analisis separabilitas menurut (Jaya 2010) dikelompokkan menjadi : 1. Tidak terpisahkan (inseparable) : <1600

2. Kurang (poor) : 1600 - <1800

3. Cukup (fair) : 1800 - <1900

4. Baik (good) : 1900 - <2000

5. Sangat baik (excellent) : 2000

Uji Akurasi Hasil Klasifikasi

Uji akurasi digunakan untuk mengevaluasi ketelitian dari klasifikasi tutupan lahan yang telah ditentukan berdasarkan training area. Akurasi ini dianalisis dengan menggunakan suatu matriks kontingensi atau matriks kesalahan (confusion matrix). Ada beberapa informasi yang dapat diperoleh dari matriks kontingensi diantaranya adalah user’s accuracy atau akurasi pengguna, producer’s accuracy atau akurasi pembuat, overall accuracy atau akurasi keseluruhan, dan kappa accuracy. Dari keempat akurasi tersebut, akurasi kappa merupakan akurasi yang dianjurkan karena menggunakan seluruh elemen yang ada dalam matriks kontingensi

Tabel 2. Contoh perhitungan akurasi

Data Referensi Diklasifikasi ke Kelas Jumlah Producer’s

Accuracy A B C D A X11 X12 X13 X14 X1+ X11 / X1+ B X21 X22 X23 X24 X2+ X22 / X2+ C X31 X32 X33 X34 X3+ X33 / X3+ D X41 X42 X43 X44 X4+ X44 / X4+ Jumlah X+1 X+2 X+3 X+4 N User’s Accuracy X11/ X+1 X22/ X+2 X33/ X+3 X44/ X+4

Berdasarkan Tabel 3 diatas, akurasi yang bisa dihitung terdiri dari akurasi pembuat (producer’s accuracy), akurasi pengguna (user accuracy), dan akurasi

(26)

14

keseluruhan (overall accuracy). Secara matematis rumus dari akurasi di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :

User’s accuracy =

Producer’s accuracy =

Overall accuracy = ∑ Dimana:

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh

Keterangan :

N = banyaknya piksel dalam contoh

Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan Kolom ke-i Xi+ = jumlah piksel dalam baris ke-i

X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i

Analisis Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Analisis penggunaan lahan pada kawasan hutan dilakukan dengan mengoverlay peta tutupan lahan dengan peta kawasan hutan Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara.

(27)

15

Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Pakpak Bharat

Hubungan Konversi Hutan dengan Ketinggian dan Kelerengan

Ketinggian dan kelerengan dianggap berpengaruh terhadap konversi hutan menjadi tutupan lahan lain. Hubungan konversi hutan dengan ketinggian dan kelerengan dianalisis secara tabular Pada penelitian ini, peta kawasan hutan yang sudah berubah fungsinya dioverlay dengan peta ketinggian dan kelerengan Kabupaten Pakpak Bharat sehingga diperoleh peta kelerengan dan ketinggian terhadap konversi hutan. Peta kelerengan disajikan pada gambar

(28)

16

Gambar 2. Peta ketinggian di Kabupaten Pakpak Bharat

(29)

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tutupan Lahan

Hasil pengamatan tutupan lahan di lapangan diperoleh sebanyak 231 titik koordinat tutupan lahan dan diklasifikasikan kedalam 7 kelas penutupan lahan yang berbeda. Ketujuh kelas penggunaan lahan tersebut termasuk dalam kelompok penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian (Arsyad, 1989). Koordinat titik diambil dari 8 kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat namun tidak semua titik dapat dijangkau karena aksesibilitas yang sangat sulit untuk mencapai titik pengamatan. Klasifikasi tutupan lahan di lapangan dan pada citra secara terperinci yaitu :

1. Hutan

Kelas tutupan lahan hutan merupakan bentang lahan yang didominasi pohon dengan kerapatan yang tinggi, memiliki keadaan lingkungan yang berbeda di luar hutan dan dapat memberikan manfaat secara lestari apabila keberadaanya dijaga. Secara visual tutupan lahan hutan pada citra ditemukan dengan pola yang tidak teratur, dengan ukuran yang cukup luas dan berwarna hijau muda hingga hijau tua.

(30)

18

Gambar 4. Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan hutan pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan existing hutan di lapangan (b)

2. Sawah

Kelas tutupan lahan sawah merupakan hamparan lahan pertanian yang ditanami dengan tanaman padi dan memiliki pematang. Secara visual, tutupan lahan sawah pada citra ditandai dengan pola yang teratur, berwarna hijau kecoklatan, dan bertekstur halus.

Gambar 5.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan sawah pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan sawah existing di lapangan (b)

(31)

19

3. Pemukiman

Kelas tutupan lahan pemukiman merupakan kawasan yang sudah terbangun berupa pemukiman, sekolah, maupun perkantoran. Secara visual tutupan lahan pemukiman pada citra ditandai dengan warna merah muda keunguan dengan tekstur halus, dan dengan pola berkelompok.

Gambar 6.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan pemukiman pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan pemukiman existing di lapangan (b)

4. Kebun

Kelas tutupan lahan perkebunan yang ditemui di lapangan merupakan lahan yang ditanami dengan tanaman kelapa sawit. Secara visual tutupan lahan kebun pada citra ditandai dengan warna hijau muda dan tekstur sedikit kasar.

(32)

20

Gambar 7.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan kebun pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan kebun existing di lapangan (b)

5. Pertanian Lahan Kering Campur Semak

Kelas tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak merupakan hamparan lahan yang ditanami dengan berbagai tanaman pertanian seperti jeruk, kopi, jagung, padi lahan kering, maupun coklat dan ditemukan semak di bawahnya. Secara visual tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak pada citra ditandai dengan warna hijau kekuningan, dengan tekstur yang agak kasar.

Gambar 8.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan pertanian lahan kering campur semak existing di lapangan (b)

(33)

21

6. Lahan Terbuka

Kelas tutupan lahan lahan terbuka merupakan kawasan yang belum ditanami dengan tanaman apapun ataupun hanya ditumbuhi oleh rumput. Secara visual tutupan lahan terbuka pada citra ditandai dengan warna ungu dan tekstur halus.

Gambar 9.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan terbuka existing di lapangan (b)

7. Hutan Tanaman Rakyat

Kelas penggunaan lahan hutan tanaman rakyat merupakan hamparan lahan yang ditanami dengan tanaman sejenis berupa pohon sengon maupun jati. Secara visual tutupan lahan hutan tanaman rakyat pada citra ditandai dengan warna hijau muda dengan tekstur yang agak kasar.

(34)

22

Gambar 10.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4 (a), Kondisi tipe tutupan lahan terbuka existing di lapangan (b)

8. Awan dan bayangan awan

Selain tujuh kelas tutupan lahan yang dijumpai di lapangan, terdapat 2 jenis tutupan lahan tambahan yaitu awan dan bayangan awan. Awan dan bayangan awan pada citra memiliki tekstur halus dan sebarannya tidak merata tergantung cuaca. Awan pada citra berwarna putih atau biru, sedangkan bayangan awan terlihat dengan rona atau warna hitam.

Gambar 11.Penampakan visual citra Landsat 8 OLI untuk tipe tutupan lahan lahan terbuka pada RGB 6-5-4

(35)

23

Hasil Klasifikasi Terbimbing

Klasifikasi tutupan lahan dilakukan dengan mengelompokkan piksel-piksel yang dianggap serupa berdasarkan training area. Training area dibuat berdasarkan data pengamatan yang diambil langsung dari lapangan. Training area yang dibuat dikatakan baik apabila piksel-piksel yang dikelompokkan dapat dipisahkan dengan baik. Keterpisahan antar piksel dapat dillihat dari analisis separabilitas dengan metode transformed divergence.

Nilai separabilitas tertinggi pada tutupan lahan kebun, awan, dan bayangan awan, yaitu sebesar 2000 sehingga keterpisahannya termasuk dalam kriteria sangat baik Jaya (2010). Sedangkan nilai separabilitas terendah terdapat pada penutupan lahan pertanian lahan kering campur dan sawah yaitu sebesar 1804,88 yang berarti bahwa keterpisahan antara piksel-piksel penggunaan lahan pertanian lahan kering campur dan sawah termasuk dalam kriteria sedang (Tabel 4).

Tabel 3. Nilai separabilitas klasifikasi kelas penutupan lahan menggunakan citra Landsat 8 OLI HTR SWH HTN KBN PMK PLKC LT A BA HTR 0 1999,99 1999,93 2000 2000 1999,99 2000 2000 2000 SWH 1999,99 0 2000 2000 1991,95 1804,88 1950,85 2000 2000 HTN 1999,93 2000 0 2000 2000 2000 2000 2000 2000 KBN 2000 2000 2000 0 2000 2000 2000 2000 2000 PMK 2000 1991,95 2000 2000 0 2000 1989,8 2000 2000 PLKC 1999,99 1804,88 2000 1999,84 1986,49 0 1942,87 2000 2000 LT 2000 1950,85 2000 1999,93 1989,8 2000 0 2000 2000 A 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0 2000 BA 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 0

Keterangan : HTR : Hutan Tanaman Rakyat; SWH: Sawah; HTN : Hutan; KBN : Kebun; PMK : Pemukiman; PLKC : Pertanian Lahan Kering Campur Semak; LT : Lahan terbuka; A : Awan; BA : Bayangan awan.

Akurasi pengguna atau user’s akurasi yang paling kecil terdapat pada lahan terbuka yaitu sebesar 82,88%, sedangkan nilai terbesar terdapat pada penggunaan lahan kebun yaitu sebesar 100%. Akurasi pembuat atau producer’s accuracy yang paling kecil ditemukan pada penggunaan lahan hutan tanaman

(36)

24

rakyat yaitu sebesar 71,43% sedangkan nilai terbesar terdapat pada penggunaan lahan kebun, awan, dan bayangan awan yaitu sebesar 100%. Nilai overall accuracy yang didapat yaitu sebesar 98,19%, sedangkan kappa accuracy sebesar 96,27%. Berdasarkan nilai akurasi overall dan kappa accuracy, klasifikasi yang dilakukan sudah memenuhi syarat (Jaya 2010)

Hasil klasifikasi yang paling besar terdapat pada tutupan lahan hutan dengan luas 56.742,52 ha atau sebesar 44,19% dari luasan Kabupaten Pakpak Bharat. Sedangkan luasan yang paling rendah ditemukan pada tutupan lahan kebun yaitu sebesar 313,83 Ha atau hanya 0,24% dari total seluruhnya (Tabel 5). Tabel 4. Luas klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017

Tutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Awan 2848,77

Bayangan awan 240,94

Hutan tanaman rakyat 2574,89 1,96

Hutan 56742,52 43,15

Kebun 313,83 0,24

Lahan terbuka 5461,70 4,15

Pemukiman 9582,75 7,29

Pertanian lahan kering campur semak 50210,45 38,19

Sawah 3516,17 2,67

(37)

25

Gambar 12. Peta klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017

Klasifikasi Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan

Kawasan hutan yang ada di Pakpak Bharat terdiri dari hutan lindung, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, dan hutan konservasi.

(38)

26

Tabel 5. Matriks Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017

Tipe Kawasan menurut SK 579

Luas Areal (Ha)

HTR Hutan Kebun LT PMK PLKC Sawah Total

HL 578,97 26.676,07 15,59 563,04 1.685,00 11.670,25 391,43 41.580,35

HP 0,00 111,64 0,00 205,35 643,73 9.218,16 37,31 10.216,19

HPT 818,89 21.208,77 164,18 3.254,26 5.277,88 13.630,04 1.388,84 45.742,87

HSA 165,26 4.289,12 0,00 55,95 114,00 960,10 32,38 5.616,81

Total 1.563,12 52.285,60 179,77 4.078,60 7.720,62 35.478,55 1.849,98 103.156,24

Keterangan : HTR : hutan tanaman rakyat, LT : Lahan terbuka, PMK : pemukiman, PLKC : pertanian lahan kering campur semak, , HL : hutan lindung, HP : hutan produksi, HPT : hutan produksi terbatas, HSA : hutan suaka alam. SK.579/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara

Hasil klasifikasi penggunaan kawasan hutan menunjukkan bahwa sebesar 49.307,51 ha kawasan hutan lindung telah berubah menjadi kawasan non-hutan dengan rincian sebesar 15,59 ha menjadi kebun, sebesar 563,04 ha menjadi lahan terbuka, sebesar 1685 ha menjadi pemukiman, sebesar 11670,25 ha menjadi pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 391,43 ha telah dikonversi menjadi sawah. Menurut hasil klasifikasi, kawasan lindung tidak hanya berubah menjadi kawasan non-hutan, tetapi diperoleh data konversi kawasan lindung menjadi hutan tanaman rakyat yaitu sebesar 578,97 ha. Dengan semakin berkurangnya luas areal bervegetasi pohon-pohonan menunjukkan bahwa sektor pertanian semakin bergerak ke pinggir (ke arah gunung/ hutan lindung) (Syam et al. 2012).

Hutan produksi tetap (HP) merupakan hutan yang dapat diusahakan dengan perlakuan cara tebang pilih maupun dengan cara tebang habis. Pada kawasan hutan produksi tetap sebesar 111,64 ha telah dikonversi menjadi kebun, sebesar 205,35 ha telah dikonversi menjadi lahan terbuka, sebesar 643,73 ha telah

(39)

27

pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 37,31 telah dikonversi menjadi sawah.

Hutan produksi terbatas (HPT) merupakan hutan yang hanya dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih karena dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Pada kawasan hutan produksi terbatas sebesar 10.104,56 ha telah dikonversi menjadi kawasan non-hutan. Sebesar 164,18 ha telah dikonversi menjadi kebun, sebesar 3.254,26 ha telah dikonversi menjadi lahan terbuka, sebesar 5.277,88 ha telah dikonversi menjadi pemukiman, sebesar 1.3630,04 ha telah dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 1.388,84 ha telah dikonversi menjadi sawah. Hasil analisis menunjukkan bahwa kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi tutupan lahan lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akinyemi (2017) bahwa hutan diluar kawasan lindung merupakan kawasan yang paling rentan dikonversi. Selain dikonversi menjadi kawasan non-hutan, kawasan hutan produksi terbatas juga mengalami degradasi menjadi hutan tanaman rakyat sebesar 818,89 ha.

(40)

28

Gambar 13. Peta Penggunaan Lahan pada Kawasan Hutan di Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2017

Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan (UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan). Sesuai SK.579/Menhut-II/2014 Tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara, di Kabupaten Pakpak Bharat terdapat hutan suaka alam Siranggas yang meliputi 4 kecamatan, yaitu kecamatan Salak, kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut, kecamatan Tinada, dan kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe (BPS Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2016). Dari total 5.616,81 ha luas Kawasan Suaka Alam Siranggas, menurut hasil klasifikasi sebesar 4.289,12 ha yang masih ditutupi oleh hutan, sedangkan sisanya sebesar 165,26 ha telah terdegradasi

(41)

29

kawasan non-hutan dengan rincian, sebesar 55,95 ha menjadi lahan terbuka, sebesar 114 ha menjadi pemukiman, sebesar 960,10 ha menjadi pertanian lahan kering campur semak, dan sebesar 32,38 ha menjadi sawah.

Analisis Ketinggian dan Kelerengan Terhadap Konversi Hutan

Penggunaan kawasan hutan pada kelerengan 8 %- 14 % dan berbagai ketinggian.

Ketinggian dan kelerengan tempat menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam konversi hutan menjadi tutupan lahan lain karena menurut (Freitas et al. (2010)) topografi secara langsung dapat mempengaruhi deforestasi. Kelerengan 8% - 14% merupakan kelerengan yang paling sedikit ditemukan adanya konversi kawasan hutan menjadi tutupan lahan lain dibandingkan pada kelerengan lainnya di Kabupaten Pakpak Bharat. Pada ketinggian 0 - 300 mdpl dan ketinggian 301 – 600 mdpl kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak. Masing-masing luas kawasan yang dikonversi yaitu sebesar 1.861,40 ha dan 561,32 ha.

Kawasan hutan lindung merupakan kawasan yang paling luas dikonversi dibandingkan kawasan hutan lainnya pada ketinggian 901 – 1200 mdpl. Pada ketinggian ini kawasan hutan lindung dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak yaitu sebesar 6,85 ha.

Kawasan hutan produksi tetap merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak dibandingkan yang lainnya pada ketinggian 1201 – 1839 mdpl, Luas kawasan hutan produksi tetap yang dikonversi pada ketinggian ini yaitu sebesar 1.472,09 ha.

(42)

30

Analisis perubahan kawasan hutan pada kelerengan 15%-25% dan berbagai ketinggian.

Hasil analisis ketinggian dan kelerengan tempat menunjukkan bahwa pada kelerengan 15%-25% dan 0 - 300 mdpl, kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan yang paling banyak dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak yaitu sebesar 1.164,51 ha.

Sama juga halnya pada ketinggian 301 – 600 mdpl dan 601 – 900 mdpl kawasan yang paling banyak dikonversi ialah kawasan hutan produksi terbatas menjadi pertanian lahan kering campur semak. Namun pada ketinggian 301 – 600 mdpl luas lahan hutan yang dikonversi lebih besar dari ketinggian sebelumnya, yaitu sebesar 3.037,57 ha. Sedangkan pada ketinggian 601 – 900 luas kawasan yang dikonversi mengalami penurunan yaitu sebesar 500,85 ha.

Namun berbeda halnya pada ketinggian 901 – 1200 mdpl 1201 – 1839 mdpl, kawasan yang dikonversi bukan lagi kawasan hutan produksi terbatas, tetapi kawasan hutan produksi tetap yang dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak. Pada 901 – 1200 mdpl, luas lahan yang dikonversi yaitu sebesar 1.941,06 Ha, dan pada ketinggian 1201 – 1839 mdpl, luas lahan yang dikonversi yaitu sebesar 5.805,01 ha.

Analisis perubahan kawasan hutan pada kelerengan 25 %- 40 % dan berbagai ketinggian.

Areal yang paling luas dikonversi pada kelerengan 25% - 40% adalah kawasan hutan produksi terbatas. Konversi hutan produksi terbatas menjadi pertanian lahan kering campur semak adalah yang paling dominan terjadi pada ketinggian 0 – 300 mdpl, pada ketinggian 301 – 600 mdpl, dan pada 1201 – 1839 mdpl. Luas lahan yang dikonversi pada masing-masing ketinggian tersebut adalah

(43)

31

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Kawasan hutan lindung juga merupakan kawasan yang tidak diperbolehkan untuk ditebang ataupun dipungut hasil hutannya. Namun berbeda halnya dengan yang terjadi di lapangan. Pada ketinggian 601 – 900 mdpl, menurut hasil klasifikasi terjadi konversi pada kawasan hutan lindung menjadi pertanian lahan kering campur semak dalam area yang cukup luas yaitu sebesar 3.168,09 ha. Sedangkan pada ketinggian 901 – 1200 mdpl, kawasan hutan suaka alam dikonversi menjadi pertanian lahan kering campur semak seluas 396,52 ha.

(44)

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 di Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 9 kelas tutupan lahan yaitu awan, bayangan awan, hutan, hutan tanaman rakyat, kebun, pertanian lahan kering campur, sawah, , pemukiman, dan lahan terbuka. Berdasarkan hasil klasifikasi luasan tutupan lahan paling besar ditemukan pada tutupan lahan hutan yaitu sebesar 44,19% atau 56742,52 ha. Ditemukan beberapa aktivitas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya di kawasan hutan di Kabupaten Pakpak Bharat. Kawasan hutan produksi terbatas merupakan kawasan yang paling besar mengalami konversi menjadi pertanian lahan kering campur semak yaitu sebesar 13630,04 ha.

Saran

Perlu dilakukan penelitian pemetaan klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat dengan menggunakan metode lain untuk mengidentifikasi kelas tutupan lahan yang lebih detil. Tutupan lahan dikawasan hutan yang tidak sesuai dengan fungsinya perlu dipulihkan kembali khususnya di kawasan lindung.

(45)

33

DAFTAR PUSTAKA

Agaton M, Setiawan Y, Effendi H. 2015. Land Use/Land Cover Change Detection in An Urban Watershed: A Case Study of Upper Citarum Watershed, West Java Province, Indonesia. Procedia Environmental Sciences. 33: 654 - 660.

Agus F, Gintings AN, Noordwijk Mv. 2002. Pilihan Teknologi Agroforestri/Konservasi Tanah untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Bogor World Agroforestry Centre.

Akinyemi FO. 2017. Land Change in the Central Albertine Rift: Insights from Analysis and Mapping of Land Use-Land Cover Change in North-Western Rwanda. Applied Geography. 87: 127-138.

Andana EK, 2015, Pengembangan Data Citra Satelit Landsat-8 untuk Pemetaan Area Tanaman Hortikultura dengan Berbagai Metode Algoritma Indeks Vegetasi (Studi Kasus: Kabupaten Malang Dan Sekitarnya), pp. in Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXII. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor IPB Press.

BPS Kabupaten Pakpak Bharat. 2016a. Kabupaten Pakpak Bharat Dalam Angka 2016. Salak BPS Kabupaten Pakpak Bharat.

BPS Kabupaten Pakpak Bharat. 2016b. Pakpak Bharat dalam Angka 2016. Salak BPS Kabupaten Pakpak Bharat.

Dewi IGASU, Trigunasih NM, Kusmawati T. 2012. Prediksi erosi dan perencanaan konservasi tanah dan air pada Daerah Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology). 1(1): 12-23.

Freitas SR, Hawbaker TJ, Metzger JP. 2010. Effects of Roads, Topography, and Land Use on Forest Cover Dynamics in The Brazilian Atlantic Forest. Forest Ecology and Management. 259: 410-417.

Hidayati IN. 2013. Pengaruh Ketinggian dalam Analisis Kemasuk-Akalan (Plausibility Function) untuk Optimalisasi Klasifikasi Penggunaan Lahan. Globe. 15(1): 1-11.

Howard JA. 1996. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor Fakultas Kehutanan IPB.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.

(46)

34

Lo CP. 1996. Pengindran Jauh Terapan. Jakarta UI Press.

Nguyen DT, Iskandar I, Hod S. 2016. Land Cover Change and the Co2 Stock in the Palembang City, Indonesia: A Study Using Remote Sensing, GIS Technique and Lumens. The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science. 19: 313-321.

SNI 7645. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta Badan Standardisasi Nasional.

Suwargana N. 2013. Resolusi Spasial, Temporal dan Spektral Pada Citra Satelit Landsat, Spot dan Ikonos. Jurnal Ilmiah Widya. 1(2): 167 - 174.

Syam T, Darmawan A, Banuwa IS, Ningsih K. 2012. Pemanfaatan Citra Satelit Dalam Mengidentifikasi Perubahan Penutupan Lahan : Studi Kasus Hutan Lindung Register 22 Way Waya Lampung Tengah. Globe 14(2): 146-156. Tunas IG. 2005. Prediksi Erosi Lahan Das Bengkulu Dengan Sistem Informasi

(47)

Gambar

Tabel 1. Spesifikasi Kanal-kanal Spektral Sensor Pencitra LDCM (Landsat-8)
Gambar 1. Peta Kawasan Hutan Kabupaten Pakpak Bharat
Gambar 2. Peta ketinggian di Kabupaten Pakpak Bharat
Gambar  4.  Penampakan  visual  citra  Landsat  8  OLI  untuk  tipe  tutupan  lahan  hutan  pada  RGB  6-5-4  (a),  Kondisi  tipe  tutupan  lahan  existing  hutan di lapangan (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh dosis iradiasi tehadap tegangan putus arah potong sejajar dan tegak lurus setelah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8. Pada

Tahun 2000-2003, jumlah akomodasi, kamar, dan tempat tidur yang tersedia mencakup pada hotel berbintang dan hotel non bintang Data Untuk Provinsi Kalimantan Utara sampai dengan

Hasil prediksi El Nino menunjukkan kondisi El Nino netral, sedangkan prediksi OLR ( Outgoing Longwave Radiation ) dan estimasi curah hujan berdasarkan input anomali suhu

Tiga cara yang boleh dilakukan untuk membantu menangani masalah tersebut :. - Melaporkan kejadian tersebut kepada pihak pentadbiran sekolah supaya

8 Saya mendiskusikan materi pelajaran dengan teman sekelas 9 Saya paham dengan jawaban yang diberikan oleh guru 10 Saya senang dengan cara guru memberikan motivasi

Modal usaha dari pinjaman kredit tersebut dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima disekitar Jalan Jawa Jember menjadi 3 kepentingan yakni untuk kepentingan produksi,

Setelah meneliti enam aspek tersebut, peneliti dapat merumuskan strategi yang sebaiknya digunakan dalam setiap aspek melihat dari kondisi perusahaan saat ini tersebut

Berdasarkan penjabaran latar belakang tersebut, maka penting untuk dilakukan molecular docking andrografolid dari sambiloto terhadap protein memicu kanker kolon