• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER

(STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER) Oleh :

Bagus Sulistiarto ; Agung Budi Cahyono, ST, MSc, DEA

Program Studi Teknik Geomatika FTSP - ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email : bagus_s@geodesy.its.ac.id

Abstrak

Tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering terjadi dan penyebarannya relatif merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dampak tanah longsor sangat besar bahkan dapat menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya mengenai pemetaan daerah rawan longsor untuk meminimalkan kerugian yang diakibatkan. Penelitian ini mengambil wilayah studi di daerah Kabupaten Jember.

Dalam penelitian ini digunakan parameter longsor, yaitu tutupan lahan, ketinggian, kemiringan, jenis tanah dan curah hujan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 4 tahun 1994, citra Landsat 7 tahun 2001, citra ASTER tahun 2007, Data Curah Hujan thun 2000-2008, Peta Jenis Tanah,Peta Ketinggian dan Peta Kemiringan. Citra tersebut diolah sehingga didapat penutup lahan dari wilayah studi. Dengan cara overlay dan menggunakan metode skoring untuk parameter tersebut, maka diperoleh suatu hasil yang menggambarkan mengenai potensi longsor di wilayah studi.

Hasil dari penelitian ini adalah peta yang menggambarkan potensi longsor yang disajikan dalam Peta Rawan Longsor. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tingkat kerawanan longsor di daerah studi pada tahun 2007 didominasi oleh tingkat kerawanan rendah. Prosentase yang diperoleh untuk tingkat kerawanan adalah 9% untuk tingkat kerawanan sangat rendah, 66 % untuk tingkat kerawanan rendah, 24 % untuk tingkat kerawanan menengah, dan 0,4 % untuk tingkat kerawanan tinggi.Tingkat kerawanan sangat rendah dan rendah berada di bagian selatan dan tingkat kerawanan menengah dan tinggi berada di bagian utara dan sebagian di selatan dari area penelitian. Kata Kunci : Longsor, Parameter Longsor, Skoring, Peta Rawan Longsor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering terjadi dan penyebarannya relatif merata hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tanah longsor banyak mengakibatkan korban, baik jiwa dan harta. Longsor dapat terjadi karena ketidakstabilan lahan.

Penginderaan jauh, suatu metode

untuk mengenal dan menentukan obyek di

permukaan bumi tanpa melalui kontak

langsung, memiliki banyak kelebihan,

diantaranya adalah dapat memetakan

daerah yang luas dalam waktu yang relatif

singkat. Informasi yang terdapat pada citra

Landsat dan ASTER menggambarkan

permukaan bumi yang objektif dan dapat

diandalkan. Dengan resolusi spasial yang

relatif tinggi Citra Landsat dan ASTER

mampu

merepresentasikan

permukaan

bumi beserta obyek yang menutupi

permukaan tersebut.

Integrasi penginderaan jauh dengan

Sistem Informasi Geografi sebagai sarana

analisis spasial sangat bermanfaat untuk

menurunkan informasi baru berdasarkan

sekumpulan informasi tematik. Teknik

tumpang susun peta merupakan proses

yang

banyak

digunakan

dalam

pemanfaatan Sistem Informasi Geografis.

(2)

Identifikasi Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisa Penulisan Laporan 1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi longsor berdasarkan tutupan lahan dari citra Landsat dan ASTER dengan menggunakan teknik tumpang susun dengan peta tematik lain. 1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan adalah :

1. Penelitian dilakukan di sebagian wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur.

2. Citra yang digunakan adalah citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2001, dan citra ASTER tahun 2007. 3. Peta dasar yang digunakan adalah peta

Rupa Bumi Indonesia (RBI) terbitan BAKOSURTANAL skala 1 : 25000 4. Tutupan lahan diperoleh dari hasil

pengolahan citra Landsat dan ASTER. 5. Parameter yang digunakan adalah tutupan

lahan, ketinggian, kemiringan lahan, curah hujan, jenis tanah.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi daerah yang berpotensi longsor di wilayah Kabupaten Jember.

II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada Tugas Akhir ini bertempat di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur sepaeti pada gambar 1.1.

Gambar 2.1 Lokasi Penelitian 2.2 Data dan Peralatan

2.2.1 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Peta RBI Skala 1:25000 wilayah Kabupaten Jember terbitan BAKOSURTANAL.

2. Citra Landsat 4 tahun 1994 path/row 118/65 dan 118/66 tanggal akuisisi 24 Juli 1994. 3. Citra Landsat 7 tahun 2001 path/row 118/65

dan 118/66 tanggal akuisisi 20 Agustus 2001.

4. Citra ASTER tahun 2007 path/row 118/183 tanggal akuisisi 10 Oktober 2007.

5. Data Curah Hujan Tahunan Kab. Jember. 6. Peta Jenis Tanah Kab. Jember.

7. Peta Tinggi Kab. Jember. 8. Peta Kemiringan Kab. Jember. 2.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Hardware

1. PC Intel(R) Pentium(R) 4 CPU 1.80 GHz RAM 1Gb

2. Printer Canon i255

3. GPS navigasi Garmin eTrex Vista b. Software

1. ER MAPPER 7.0

2. Arc View 3.0 (3D Analyst dan Spatial Analyst)

3. AutoCAD Land Desktop 2004 4. MS Office

2.3 Tahapan Penelitian

Secara garis besar, tahapan dari penelitian ini adalah seperti diagram alir berikut :

Gambar 2.2 Diagram Alir Tahapan Penelitian

Berikut adalah Penjelasan mengenai tahapan penelitian :

1. Tahap Awal

Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap masalah yang ada, yaitu mengenai tanah longsor kemudian dilakukan studi literatur.

(3)

2. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data berupa citra satelit landsat dan ASTER, Peta Batas Administrasi dan Peta Tinggi daerah penelitian, Peta Jenis tanah, serta Peta curah hujan.

3. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini, data yang diperoleh kemudian diolah dan dilakukan editing agar dapat dilakukan analisa.

4. Tahap Analisa

Data yang telah diolah kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan fungsi 3D Modelling dan Spatial Analyst, serta dilakukan overlay. Selain itu dilakukan juga pemberian skor atau nilai (skoring).

5. Penulisan Laporan

Penulisan laporan merupakan tahap akhir dari penelitian ini.

2.4 Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

1. Pengolahan Citra Satelit

Pengolahan citra dilakukan pada citra Landsat dan ASTER. Berikut adalah tahapan pengolahan citra :

Citra Landsat TM Tahun 1994

Citra Landsat ETM+ Tahun 2001 Citra ASTER Tahun 2007 Mosaik Citra Pemotongan Citra Koreksi Geometrik RMS error < 1 piksel Citra Terkoreksi Penajaman Citra Interpretasi Training Area Klasifikasi Terselia Citra Terklasifikasi Uji Ketelitian Klasifikasi Uji Ketelitian ≥ 80% Peta Tutupan Lahan 1994 Peta RBI Skala 1:25000 tidak tidak ya ya Mosaik Citra Pemotongan Citra Koreksi Geometrik RMS error < 1 piksel Citra Terkoreksi Penajaman Citra Interpretasi Training Area Klasifikasi Terselia Citra Terklasifikasi Uji Ketelitian Klasifikasi Uji Ketelitian ≥ 80% Peta Tutupan Lahan 2001 tidak tidak ya ya Pemotongan Citra Koreksi Geometrik RMS error < 1 piksel Citra Terkoreksi Penajaman Citra Training Area Klasifikasi Terselia Citra Terklasifikasi Uji Ketelitian Klasifikasi Uji Ketelitian ≥ 80% Peta Tutupan Lahan 2007 tidak tidak Interpretasi Peta RBI Skala 1:25000 Ground Truth ya

Gambar 2.3 Diagram Alir Pengolahan Citra

2. Pengolahan Data Spasial

Pengolahan data spasial yang dimaksud adalah pengolahan data Parameter longsor. Parameter tersebut antara lain Peta Keniringan lahan, Peta Ketinggian, Peta jenis tanah, dan Peta Curah Hujan. Berikut adalah digram alir pengolahannya :

Peta Jenis Tanah

Peta Curah Hujan

Peta RBI Digital skala

1:25000 Georeferencing Georeferencing Digitasi Digitasi Export ke *.shp Export ke *.shp Titik Tinggi Export ke *.shp 3D Analyst

Spatial Analyst Spatial Analyst

Peta Tutupan Lahan Ketinggian Kemiringan Overlay Analisa Peta Kawasan Rawan Longsor

Gambar 2.4 Diagram Alir Pengolahan Data Spasial

III. HASIL DAN ANALISA 3.1 Koreksi Geometrik

Hasil Koreksi geometrik untuk citra Landsat tahun 1994 diperoleh RMS error rata-rata adalah 0,650. Nilai RMS error rata-rata-rata-rata untuk citra Landsat tahun 2001 adalah 0,491 dan RMS error rata-rata untuk citra ASTER 2007 adalah 0,592. Berdasarkan persebaran titik kontrol yang dilakukan pada proses koreksi geometrik diperoleh besarnya nilai kekuatan jaring (Strength Of Figure) untuk citra Landsat tahun 1994 adalah 0,000258, citra Landsat tahun 2001 adalah 0,000281, serta citra ASTER tahun 2007 adalah 0,000281. Dalam hal ini semakin kecil bilangan faktor kekuatan jaring tersebut, maka akan semakin baik konfigurasi jaringan dan sebaliknya (Abidin, 2002).

3.2 Uji Ketelitian Klasifikasi

Uji klasifikasi dilakukan untuk mengetahui ketelitian hasil klasifikasi. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk uji klasifikasi adalah perhitungan confussion matrix. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diperoleh ketelitian keseluruhan hasil klasifikasi (KH) untuk citra tahun 1994

(4)

adalah 81,48%, citra tahun 2001 adalah 82,22% dan citra tahun 2007 adalah 85,56%. Karena ketelitian seluruh hasil klasifikasi lebih besar dari 80%, maka hasil klasifikasi tersebut dianggap benar.besar nilai ketelitian untuk klasifikasi secara keseluruhan (KH) untuk citra tahun 2007 adalah 85,56%.

3.3 Tutupan Lahan

Luas tutupan lahan pada daerah penelitian diperoleh dari hasil klasifikasi terselia citra Landsat tahun 1994, citra Landsat tahun 2001 dan citra ASTER tahun 2007. Luas tutupan lahan tersebut dapat dilihat melalui area summary report pada software ER Mapper 7.0. Jumlah luas keseluruhan yang diperoleh berbeda-beda. Hal ini dapat dikarenakan adanya piksel yang tidak dapat diklasifikasikan secara digital oleh komputer. Luas penutup lahan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Luas Penutup Lahan

Berdasarkan tabel 3.1, terjadi perubahan luas pada tiap kelas penutup lahan. Perubahan luas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Grafik Perubahan Luas Penutup Lahan

Penggunaan lahan adalah wujud dari berbagai aktivitas manusia, seperti permukiman, berkebun, berladang, dan persawahan, yang merupakan fungsi dari iklim, jenis tanah, dan kelerengan.

Sering dijumpai pada lereng yang longsor adanya sawah basah pada tebing lereng, tegalan/kebun pada lereng terjal atau kolam-kolam air. Hal ini disebabkan karena sawah dan kolam-kolam berpotensi untuk meresapkan air ke dalam lereng. Aktivitas semacam inilah yang mempunyai pengaruh besar terhadap gerakan tanah (Dinas ESDM Prop. Jatim, 2007). Firdauzi (2005) memberikan skor untuk penggunaan lahan sebagai berikut :

Tabel 3.2 Penggunaan Lahan dan Skor Penggunaan Lahan Skor Sungai, Danau, Waduk 1

Hutan 2

Kebun, Perkebunan 3 Pemukiman, Sawah 4

Lahan Terbuka 5

3.4 Jenis Tanah

Berdasarkan Peta Jenis Tanah, wilayah penelitiam memiliki 6 kelas jenis tanah, yaitu : 1. alluvial 2. Glei 3. Latosol 4. Andosol 5. Mediteran 6. Regosol

Luas masing-masing jenis tanah tersebut pada daerah penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3 Luas Jenis Tanah Jenis Tanah Luas (Ha) Luas (%)

Alluvial 19250,660 11,44 Andosol 18538,070 11,01 Glei 41052,360 24,39 Latosol 79764,720 47,38 Mediteran 5265,440 3,13 Regosol 4470,670 2,66 Berikut adalah deskripsi mengenai jenis tanah : a. Alluvial

Jenis tanah alluvial merupakan jenis tanah yang masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari batuan induk aluvium. Penyebarannya berada di tepi sungai dan dataran pantai.

b. Glei

Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi.

Luas

(

(5)

Topografi berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air warna kelabu hingga kekuningan.

c. Latosol

Jenis tanah Latosol merupakan jenis tanah yang berkembang, berwarna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya terletak pada daerah iklim basah, dan berasal dari batuan induk Tuf.

d. Andosol

Andosol merupakan Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam. Tanah jenis ini merupakan jenis tanah yang peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik.

e. Mediteran

Mediteran merupakan Jenis tanah yang mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal. Berwarna coklat hingga merah dengan daya absorpsi sedang. Jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang peka terhadap erosi.

f. Regosol

Jenis tanah Regosol merupakan jenis tanah yang masih muda, berasal dari batuan induk vulkanik piroklastik. Penyebarannya pada daerah lereng vulkanik, beting pantai dan gumuk pasir pantai.

Rahim (1995) mengklasifikasikan jenis tanah berdasarkan kepekaan tanah terhadap erosi. Berikut adalah jenis tanah beserta skor :

Tabel 3.4 Skor Jenis Tanah

3.5 Ketinggian

Tinggi wilayah pada penelitian ini diperoleh dari data titik tinggi peta RBI Bakosurtanal skala 1:25000. Secara garis besar, wilayah Kabupaten Jember mempunyai topografi perbukitan di bagian utara dan berupa dataran di bagian selatan.

Luas ketinggian pada wilayah penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5 Luas Ketinggian Ketinggian Luas (Ha) Luas (%)

0-50 m 82998,620 49,29 50-100 m 18272,720 10,85 100-150 m 9252,280 5,49 >150 m 57861,760 34,36 Kriteria dan skor yang digunakan untuk ketinggian adalah :

Tabel 3.6 Skor Ketinggian Ketinggian (m) Skor 0 - 50 1 50 - 100 2 100 - 150 3 > 150 4 3.6 Kemiringan

Kemiringan lahan di wilayah penelitian dibuat berdasarkan garis kontur yang diturunkan dari titik tinggi. Kontur tersebut dibuat dengan interval kontur sebesar 12,5 meter. Luas kemiringan lahan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7 Luas Kemiringan

Kemiringan (%) Luas (Ha) Luas (%) 0 - 8 138629,990 82,38 8 - 15 20498,200 12,18 15 - 25 5890,780 3,50 25 - 45 2938,860 1,75 > 45 327,550 0,19 Kriteria dan skor yang digunakan untuk kemiringan lahan adalah :

Tabel 3.8 Skor Kemiringan Kemiringan (%) Skor 0 - 8 1 8 - 15 2 15 - 25 3 25 - 45 4 > 45 5 3.6 Curah Hujan

Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar air dan kejenuhan air. Air hujan seringkali menjadi pemicu terjadinya longsor. Hujan dapat meningkatkan kadar air dalam tanah. Kondisi besaran curah hujan tersebut tentunya

(6)

sangat mempengaruhi kondisi tanah atau batuan, karena sifat fisik tanah/batuan menjadi kurang tahan apabila kandungan air di dalamnya berlebihan, dan dapat memicu terjadinya gerakan tanah. (Dinas ESDM Prop. Jatim, 2007)

Pembuatan peta curah hujan pada penelitian ini didasarkan pada data curah hujan bulanan yang berbentuk data tabular. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan software arcview dengan menu tambahan, yaitu poligon Thiessen. Peta yang dihasilkan dari proses ini adalah peta curah hujan yang disesuaikan dengan tahun akuisisi citra, yaitu tahun 1994, 2001, dan 2007. Karena keterbatasan data, curah hujan tahun 1994 diganti dengan data curah hujan tahun 2000. Berdasarkan pengolahan yang dilakukan maka diperoleh curah hujan pada daerah penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.9 Luas Liputan Daerah Curah Hujan

Kriteria dan skor yang digunakan untuk curah hujan adalah :

Tabel 3.10 Skor Curah Hujan Curah Hujan (mm/thn) Skor

< 1000 1 1000 - 1500 2 1500 - 2000 3 2000 - 2500 4 > 2500 5 3.7 Overlay

Overlay dilakukan pada parameter longsor, yaitu tutupan lahan, jenis tanah, curah hujan, ketinggian dan kemiringan lahan. Setiap kelas dari parameter longsor yang telah diberi skor kemudian dioverlaykan satu sama lain. Hasil dari proses overlay adalah berupa data baru yang merupakan hasil dari penjumlahan skor dari proses tersebut.

Pada proses overlay yang dilakukan dibagi menjadi tiga sesuai dengan tahun akuisisi citra. Untuk tahun 1994, data yang digunakan adalah tutupan lahan tahun 1994, curah hujan tahun 2000, jenis tanah, ketinggian dan kemiringan lahan. Sedangkan tahun 2001

data yang digunakan adalah tutupan lahan tahun 2001, curah hujan tahun 2001, jenis tanah, ketinggian dan kemiringan lahan. Dan untuk tahun 2007 adalah tutupan lahan tahun 2007, curah hujan tahun 2007, jenis tanah, ketinggian dan kemiringan lahan.

Dalam menentukan tingkat kerawanan longsor diperlukan suatu kelas yang menggambarkan tingkat kerawanan. Dinas ESDM membagi zona kerentanan gerakan tanah menjadi empat yaitu :

1. Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah

2. Zona kerentanan gerakan tanah rendah 3. Zona kerentanan gerakan tanah menengah 4. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi

Untuk mengklasifikasikan hasil overlay ke dalam tingkat kerawanan longsor maka diperlukan suatu interval kelas. Interval tersebut dihitung dengan rumus :

Dari overlay yang dilakukan diperoleh nilai tertinggi dan nilai terendah untuk masing-masing tahun citra adalah sebagai berikut :

Tabel 3.11 Nilai Hasil Overlay

Tahun Nilai Interval

Tertinggi Terendah

1994 21 7 3

2001 22 8 3

2007 20 6 3

Berdasarkan interval tersebut diperoleh besarnya nilai antara pada tingkat kerawanan longsor, yaitu :

Tabel 3.12 Nilai Antara Pada Tingkat Kerawanan

Berdasarkan jumlah skor pada tiap kelas tingkat kerawanan diperoleh hasil sebagai berikut :

(7)

Tabel 3.13 Luas Daerah Per Kecamatan pada Tingkat Kerawanan Longsor Th. 1994

Tabel 3.14 Luas Daerah Per Kecamatan pada Tingkat Kerawanan Longsor Th. 2001

Tabel 3.14 Luas Daerah Per Kecamatan pada Tingkat Kerawanan Longsor Th. 2007

Dari tabel di atas terlihat bahwa tingkat kerawanan longsor di daerah penelitian pada tahun 2007 adalah sangat rendah sampai tinggi. Tingkat kerawanan rendah mendominasi area penelitian dengan prosentase 66 % sedangkan tingkat kerawanan tinggi memiliki prosentase 0,4 % dari luas total daerah penelitian. Tingkat kerawanan tinggi dan menengah berada di sebagian wilayah utara dan selatan dari area penelitian, tingkat kerawanan sangat rendah dan rendah berada dibagian selatan area penelitian.

Tingkat kerawanan sangat rendah meliputi kecamatan Ambulu, Ajung, Balung, Bangsal Sari, Gumukmas, Jenggawah, Kali-

Wates, Puger, Rambipuji, Semboro, Sukorambi, Sumber Baru, Tanggul, Umbul Sari, dan Wuluhan. Tingkat kerawanan rendah terletak hampir disemua kecamatan, meliputi wilayah kecamatan Ambulu, Ajung, Balung, Bangsal Sari, Gumukmas, Jenggawah, Jombang, Kali Wates, Kencong, Panti, Patrang, Puger, Rambi Puji, Semboro, Sukorambi, Sumber Baru, Tanggul, Umbul Sari, dan Wuluhan. Tingkat kerawanan menengah meliputi Ambulu, Bangsal Sari, Gumukmas, Jenggawah, Kencong, Panti, Patrang, Puger, Rambi Puji, Sukorambi, Sumber Baru, Tanggul, Umbul Sari, dan Wuluhan. Tingkat kerawanan tinggi meliputi wilayah kecamatan Ambulu, Bangsal Sari, Kencong, Puger, Sumber Baru, dan Wuluhan. IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan :

1. Hasil uji ketelitian klasifikasi yang didapat dari citra Landsat tahun 1994 sebesar 81,48%, citra Landsat tahun 2001 sebesar 82,22%, dan citra ASTER tahun 2007 sebesar 85,56 % sehingga memenuhi standar ketelitian yang diharapkan, yaitu ≥80%.

2. Jumlah luas keseluruhan penutup lahan yang didapat dari hasil klasifikasi citra Landsat 4 tahun 1994, citra Landsat 7 tahun 2001 dan citra ASTER tahun 2007 berbeda-beda yang dapat dikarenakan keterbatasan komputer dalam mengklasifikasikan piksel secara digital.

3. Berdasarkan overlay penutup lahan, jenis tanah, kemiringan, ketinggian, dan curah hujan, tingkat kerawanan sangat rendah dan rendah berada di bagian selatan area penelitian meliputi kecamatan Ambulu, Ajung, Balung, Bangsal Sari, Gumukmas, Jenggawah, Kali Wates, Puger, Rambipuji, Semboro, Sukorambi, Sumber Baru, Tanggul, Umbul Sari, dan Wuluhan. Tingkat kerawanan menengah dan tinggi berada di wilayah utara dan sebagian di bagian selatan yang meliputi kecamatan Ambulu, Bangsal Sari, Gumukmas, Jenggawah, Kencong, Panti, Patrang,Puger, Rambi Puji, Sumber Baru, Suko Rambi, Tanggul, Umbul Sari, dan Wuluhan.

(8)

4.2 Saran

1. Tingkat potensi longsor pada daerah penelitian adalah tidak rawan sampai sangat rawan, maka hendaknya perlu diperhatikan pembangunan yang dilakukan terutama daerah dengan potensi longsor rawan dan sangat rawan.

2. Penelitian dilakukan dengan parameter lain, misal kedalaman tanah dan jenis batuan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z., dkk. 2002. Survei Dengan GPS. Jakarta : Pradnya Paramitha.

Anonim. 2007. Laporan Inventarisasi Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Jember. Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur.

Anonim. Pengenalan Gerakan Tanah. Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral.

Cahyo, A. 2007. Penentuan Kemampuan Lahan Dengan Landsat 7 ETM. Proceeding Geo-Marine Research Forum 2007.

Haifani, A.M. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Mendukung Penerapan Sistem Manajemen Resiko Bencana Di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Sains Dan Teknologi II 2008. Universitas Lampug.

Jensen, dkk. 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. Pusbangja. LAPAN.

Kurniawan, A.F. 2005. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pembuatan Peta Rawan Bencana Tanah Longsor (Studi Kasus : Kabupaten Situbondo). Teknik Geomatika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan

Jauh Dan Interpretasi Citra. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Malczewski, J. 1999. GIS And Multicriteria Decision Analysis. John Willey and Sons, inc.

Maulana, H., dkk. 2010. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Software Rockscience Slide.

<http://civilforfuture.com/geoteknik>

dikunjungi pada 25 Juni 2010 jam 15.00 wib.

Purnawati, N.P, 2009. Analisa Potensi Lahan Pertanian Dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten Tabanan Dan Badung- Bali. Teknik Geomatika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Prahasta, E. 2008. Remote Sensing. Bandung : Informatika.

Prahasta, E. 2008. Model Permukaan Digital. Bandung : Informatika.

Purwadhi, S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta : Grasindo.

Rahim, E.S. 1995. Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi Tanah. Palembang : Universitas Sriwijaya.

Rahmawati, A. 2009. Pendugaan Bidang Gelincir Tanah Longsor Berdasarkan Sifat Kelistrikan Bumi Dengan Aplikasi Geolistrik Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Schlumberger. Jurusan Fisika. Universitas Negeri Semarang.

Santoso, H. 2010. Studi Alternatif Jalur Evakuasi Bencana Banjir Dengan Teknologi SIG Di Kabupaten Situbondo. Teknik Geomatika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Utami, C.T. Identifikasi Bencana Tanah Longsor Di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa Timur Menggunakan Digital Terrain Model Dan Perubahan Tutupan Lahan. Teknik Geomatika. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

<http://www.pemkabjember.go.id/v3/selayang pandang> dikunjungi pada 1 September 2009 jam 22.30 wib.

<http://www.sirrma.bppt.go.id/ramu/saat-dan-setelah-bencana/rapid-assessment>

dikunjungi pada 28 Oktober 2009 jam 13.00 wib.

<http://www.lapanrs.com/SMBA/smba.php> dikunjungi pada 28 Oktober 2009 jam 13.00 wib.

<http://www.aster-indonesia.com/produk_spesifikasi.php> dikunjungi pada 28 Oktober 2009 jam 13.00 wib.

<http://abuzadan.staff.uns.ac.id/tag/tanah/> dikunjungi pada 19 Maret 2010 jam 13.00 wib.

(9)
(10)

Gambar

Gambar 2.2 Diagram Alir  Tahapan   Penelitian
Gambar 2.3 Diagram Alir Pengolahan   Citra
Tabel 3.2 Penggunaan Lahan dan Skor  Penggunaan Lahan  Skor  Sungai, Danau, Waduk  1
Tabel 3.9 Luas Liputan Daerah Curah Hujan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan tutupan lahan hasil klasifikasi menggunakan citra Landsat ETM+ di Provinsi DKI Jakarta dan membandingkan hasil

Berdasarkan analisis separabilitas, jumlah kelas tutupan lahan di Kabupaten Ciamis yang dapat dibedakan dengan cukup baik secara nilai digital menggunakan citra Landsat 8

Citra Landsat 1992, 2000 &amp; Aster 2007 Peta Penutupan Lahan Tahun 1992,2000 dan 2007 Interpretasi dan Klasifikasi Penutupan Lahan Data Primer (Wawancara) Identifikasi Faktor

Jenis tutupan lahan ( landcover ) yang ditemukan pada citra Landsat kawasan tersebut terdiri dari sembilan kelas kategori klasifikasi citra, yaitu: laut 1, laut

Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra satelit Landsat 5 TM tahun 1995 didapat luas tutupan lahan terbesar adalah hutan lahan kering primer yaitu sebesar

Berdasarkan hasil klasifikasi tutupan lahan tahun 2009 dan 2011 (seperti yang divisualisasikan pada Gambar 2 dan 3), selanjutnya dapat dihitung luas tutupan lahan

Berdasarkan hasil pengolahan data citra satelit Landsat tahun 2001 dan tahun 2011, dapat dikalkulasi bahwa luas hutan mangrove di Kabupaten Probolinggo selama kurun waktu

Judul Tugas Akhir : Analisis Hubungan Variasi Land Surface Temperature Dengan Kelas Tutupan Lahan Menggunakan Data Citra Satelit Landsat (Studi Kasus :