LAMPIRAN
1. Monogram citra landsat tutupan lahan DAS Wampu band 5 4 3 (Landsat 5 TM) dan band 6 5 4 (Landsat 8 OLI).
No. Tipe Tutupan Lahan
Kunci Penafsiran Monogram 1. Hutan Lahan
Kering Primer
- Rona agak gelap - Warna hijau tua - Tekstur agak kasar s/d
kasar
- Pola tidak teratur
2. Hutan Lahan Kering Sekunder
- Rona agak terang dibanding hutan lahan kering primer
- Warna hijau terang - Tekstur agak kasar
3. Hutan Mangrove - Rona agak gelap s/d terang
- Warna hijau keunguan - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Biasanya terletak di
Lanjutan..
4. Kebun Sawit - Rona agak terang
- Warna hijau muda sampai hijau tua
- Bentuk beraturan - Pola seragam, terdapat
pemukiman, jaringan jalan dan bangunan
5. Kebun Karet - Rona agak terang - Warna hijau tua - Bentuk beraturan - Tekstur agak halus dan
agak kasar
- Pola seragam, terdapat pemukiman dan jaringan jalan
6. Semak - Rona agak terang - Warna hijau muda
kekuningan
- Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Bentuk tidak beraturan - Topografi landai s/d
Lanjutan..
7. Pertanian Lahan Kering
Campuran
- Rona agak terang - Warna merah muda
bercak-bercak hijau - Tekstur agak kasar
sampai kasar
- Pola tidak teratur, dekat dengan pemukiman
8. Sawah - Rona agak terang sampai gelap
- Warna biru bercak merah muda
- Tekstur halus - Pola seragam
- Dekat dengan pemukiman
9. Tambak - Rona agak gelap - Warna biru kehitaman - Tekstur halus
- Pola seragam
- Terdapat lahan terbangun atau jalan
- Dekat dengan muara sungai / pinggir laut 10. Pemukiman - Rona terang
Lanjutan..
11. Lahan Terbuka - Rona agak terang - Warna kemerahan - Tekstur halus - Pola tidak teratur
12. Badan Air - Rona gelap
- Warna biru kehitaman - Tekstur halus
- Pola tidak teratur
13. Awan - Rona terang
- Warna putih seperti asap - Tekstur halus
2. Titik koordinat survey lapangan (ground check) dengan GPS (Global Positioning System).
No. Latitude Longitude Tutupan Lahan
1 3.927695 98.526424 Tambak
7 3.981098 98.550096 Hutan Mangrove 8 3.980215 98.549452 Hutan Mangrove 9 3.979091 98.548674 Hutan Mangrove 10 3.978288 98.548271 Hutan Mangrove 11 3.976387 98.547171 Hutan Mangrove 12 3.976575 98.543146 Hutan Mangrove 13 3.975049 98.546339 Hutan Mangrove 14 3.977565 98.543846 Hutan Mangrove 15 3.978582 98.544436 Hutan Mangrove 16 3.499598 98.490607 Sawah 24 3.391946 98.488685 Kebun Sawit 25 3.386805 98.489017 Kebun Karet
26 3.879464 98.470029 Pertanian Lahan Kering Campuran 27 3.885753 98.472583 Pertanian Lahan Kering Campuran 28 3.896471 98.469704 Pertanian Lahan Kering Campuran 29 3.910907 98.474412 Pertanian Lahan Kering Campuran 30 3.898621 98.464835 Badan Air
31 3.893463 98.482411 Pertanian Lahan Kering Campuran 32 3.899451 98.490811 Kebun Sawit
33 3.798133 98.422037 Kebun Sawit
34 3.781952 98.424065 Pertanian Lahan Kering Campuran 35 3.762956 98.44183 Kebun Sawit
36 3.855717 98.468995 Badan Air 37 3.866643 98.470074 Badan Air
38 3.549352 98.11439 Hutan Lahan Kering Primer 39 3.611205 98.429992 Pemukiman
40 3.610942 98.428256 Pemukiman 41 3.611534 98.427333 Pemukiman 42 3.611732 98.43382 Pemukiman
45 3.552286 98.116057 Hutan Lahan Kering Sekunder 46 3.609257 98.433271 Pemukiman
3. Hasil Evaluasi
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Wampu row 057 tahun 1995
No.
Tutupan Lahan
Pertanian Lahan
Kering Campuran Pemukiman Awan
Bayangan 1. Pertanian Lahan
8. Hutan Mangrove 98,73 97,497
9. Badan Air 100 99,70
10. Kebun Sawit 90,84 99,63 11. Kebun Karet 96,78 97,02
12. Tambak 90 96,27
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Wampu row 058 tahun 1995
No. 5. Pertanian Lahan
6. Kebun Karet 100 86,19
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Wampu row 057 tahun 2005
No.
Tutupan Lahan Pemukiman
Pertanian Lahan
Kering Campuran Semak Awan Tambak
Hutan 2. Pertanian Lahan
5. Tambak 97,33 96,42 6. Hutan Mangrove 97,78 95,31 7. Bayangan Awan 98,52 95,20 8. Lahan Terbuka 100 94,07
9. Badan Air 95,01 99,88
10. Sawah 93,42 100
11. Kebun Sawit 96,25 98,5 12. Kebun Karet 97,38 96,21
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Wampu row 058 tahun 2005
Terbuka Pemukiman Sawah
Pertanian Lahan
Kering Campuran Semak Awan
Bayangan
6. Pertanian Lahan
Kering Campuran 1 0 0 0 0 97 0 0 0 0 0 0 98
No. Tutupan Lahan Producer's Accuracy (%) User's Accuracy (%)
1. Badan Air 99,11 100 Overall Accuracy = 98,26 %
2. Kebun Karet 98,50 93,95
3. Lahan Terbuka 98,25 100 Kappa Accuracy = 97,67 %
4. Pemukiman 100 98,23
5. Sawah 100 97,56
6. Pertanian Lahan Kering Campuran 100 98,97
7. Semak 100 100
8. Awan 100 100
10. Kebun Sawit 98,08 93,03
11. Hutan Primer 98,01 99,91
12. Hutan Sekunder 96,91 96,75
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Wampu row 057 tahun 2015
No.
Tutupan Lahan
Pertanian Lahan
Kering Campuran Semak Awan
Kebun 1. Pertanian Lahan
Kering Campuran 31 0 0 6 0 0 7 4 14 1 2 2 67
No. Tutupan Lahan Producer's Accuracy (%) User's Accuracy (%)
10. Tambak 95,89 95,53
11. Sawah 97,81 96,86
12. Hutan Mangrove 98,17 99,23
Hasil evaluasi kontingensi klasifikasi citra satelit Landsat DAS Wampu row 058 tahun 2015
No.
Tutupan Lahan Awan
Bayangan
Awan Sawah Pemukiman
Badan
Kering Campuran Semak
Lahan
10. Pertanian Lahan
Kering Campuran 0 0 0 5 3 16 3 1 3 185 0 0 216
11. Semak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 181 0 181
12. Lahan Terbuka 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 412 415
Column Total 57 100 44 198 282 4631 1123 705 493 189 181 412 8415
No. Tutupan Lahan Producer's Accuracy (%) User's Accuracy (%)
8. Kebun Sawit 99,43 99,57
9. Kebun Karet 99,39 99,79
10. Pertanian Lahan Kering Campuran 97,86 85,64
11. Semak 100 100
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P. 2010. Seri Pertanian Modern: Kaya dengan Bertani Kelapa Sawit. Yogyakarta : Pustaka Baru Press
As-Syakur, A.R. 2011. Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Bali. Jurnal Ecotrophic. Vol. 6. No. 1.
Dwiprabowo, H., D. Djaenudin, I. Alviya, dan D. Wicaksono. 2014. DinamikaTutupan Lahan: Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi. PT. Kanisius. Yogyakarta
Ekadinata, A., Dewi, S., Hadi, D. P., Nugroho, D. K., & Johana, F. 2008. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. World Agroforestry Centre, Bogor, Indonesia.
Ekadinata, A., Zulkarnain MT., Widayati A., Dewi S., Rahman S., dan Van Noordwijk M. 2012. Perubahan Penggunaan dan Tutupan Lahan di Indonesia tahun 1990, 2000 dan 2005. World Agroforestry Centre – ICRAF. Bogor.
Ginting, A. Y., Latifah, S., & Rahmawaty, R. 2012. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kabupaten Karo. Peronema Forestry Science Journal, 1.
Hanafi, I. H. 2011. Aktifitas Penginderaan Jauh Melalui Satelit Di Indonesia Dan Pengaturannya Dalam Hukum Ruang Angkasa. Jurnal Sasi Vol. 17 No.2 Bulan April – Juni 2011.
Harjadi, B., D. Prakosa, A. Wuryanta. 2007. Analisis Karakteristik Kondisi Fisik Lahan DAS DENGAN PJ dan SIG di DAS Benain-Noelmina, NTT. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 (2007) p: 74-79
Horning, N., Robinson, J.A., Sterling, E.J., Turner, W., Spector, S., 2010.RemoteSensing for Ecology and Conservation. Oxford University Press, NewYork.
Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumber Daya Hutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Kushardono, D. 2012. Klasifikasi Spasial Penutup Lahan Dengan Data SAR Dual-Polarisasi Menggunakan Normalized Difference Polarization Index dan Fitur Keruangan dari Matrik Kookurensi. Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 9. No. 1. Juni 2012:12-24
Lillesand T.M, W.R. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta : Gadjah Mada. University Press.
Ruhimat, M., Nana S., dan Kosim. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) Untuk Kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Grafindo Media Pratama. Jakarta.
Saparinto, C.2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Penerbit Dahara Prize. Semarang
Setyamidjaya, D. 1993. Seri Budidaya Karet. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Sukojo, B. M, Susilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh Dan
SistemInformasi Geografis Untuk Analisa PerubahanPenggunaan Lahan (Studi Kasus: Wilayah Kali Surabaya). Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia.
Sulistiyono, N. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh Dalam Mendeteksi Pola Penggunaan Lahan di DAS Cikaso Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Rekayasa. Vol 1. No. 1.
Suryadi, I. 2012. Petunjuk Teknis Perhitungan Reference Emission Level Untuk Sektor Berbasis Lahan. UN-REDD Program Indonesia.
Utomowati, R. 2012. Pemanfaaatan Citra Landsat 7 Enhanched Thematic Mapper Untuk Penentuan Wilayah Prioritas Penanganan Banjir Berbasis Sistem Informasi Geografis (Sig).FKIP Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Valiant, R. 2014. Perencanaan Tata Guna Lahan pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) Berbasis Evaluasi Lahan. Program Pascasarjana. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
Wendika, Y. D.Soeryamassoeka, S.B. Yuniarti, E. 2012. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan TerhadapBesarnya Debit(Q) Pada Suatu Kawasan (Studi Kasus Pasar Flamboyan).Jurnal Teknik Sipil Untan / Volume 12 Nomor 2 – Desember 2012.
Wijaya, T. 2004. Analisis Structural Equation Modelling Untuk Modeling Menggunakan AMOS. Universitas Atmajaya. Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara (gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2016. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Alat
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit landsat tahun 1995, 2005, dan 2015. Citra satelit landsat diperoleh secara gratis dengan mendownloadnya melalui USGS (United State Geological Survey). Gambar citra satelit landsat permukaan bumi dibagi kedalam beberapa scene yang dibedakan berdasarkan path dan row. Setelah melakukan pengecekan lokasi penelitian yaitu di DAS Wampu terdapat pada Path 129 dan row 57.
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung dilapangan meliputi dokumentasi kondisi dilapangan, marking posisi titik di lapangan, serta pendataan ke dalam tally sheet, serta pengecekan penggunaan lahan di lapangan. Data cek lapangan dilakukan untuk melihat kondisi penggunaan lahan di lapangan, apakah sesuai dengan hasil interpretasi citra atau tidak.Data cek lapangan juga untuk melengkapi hasil interpretasi citra apabila dalam interpretasi ada obyek yang meragukan/perlu dibuktikan kebenarannya dan pengumpulan data pendukung/data sekunder.
2. Data Sekunder
AnalisisData
1. Koreksi Geometrik
Koreksi geometris dilakukan dengan mencari sejumlah ground control point (GCP). Ground control point (GCP) adalah berupa objek yang dapat
dikenali pada citra yang akan menjadi acuan. Objek tersebut tersebar merata dan relatif permanen dalam kurunwaktu lama. Selanjutnya dilakukan resampling dengan metode tetangga terdekat (neighbourhood interpolation) karena metode ini paling efisien dan tidak mengubah nilainumber (DN) yang asli.Kemudian dilakukaneliminasi GCP yang menyebabkan nilai Root Mean Square Error (RMSE) tinggi, sampaidicapai nilai RMSE < 1,0 piksel (Gambar 2).
RMSE dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : RMSE = �(�′ − ��������� )2+ (�′ − �
�������� )2
Keterangan :
Poriginal, loriginal = Koordinat asli dari GCP pada citra
P’, l’ = koordinat estimasi
2. Koreksi Radiometrik
3. Pemotongan Citra
Pemotongan citra dilakukan denganmemotong wilayah yang menjadi objek penelitian.Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan data vektor dan batas administrasi Daerah Aliran Sungai Wampu.
4. Klasifikasi Citra
Setelah pemotongan citra, selanjutnya dilakukan klasifikasi citra untuk mengetahui tutupan lahan yang ada di DAS Wampu. Klasifikasi citra yang digunakan dalam penelitian iniadalah klasifikasi terbimbing dengan menggunakan software ERDAS Imagine 8.5.
5. Akurasi Klasifikasi Citra
Tingkat akurasi dalam klasifikasi dapat dilakukan dengan membandingkan citra hasil klasifikasi dengan data di lapangan. Perhitungan akurasi merupakan tahap yang menentukan apakah hasil klasifikasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak.Akurasi biasanya dianalisis dalam suatu matriks kontingensi, yaitu matriks bujur sangkar yang memuat jumlah pixel dalam klasifikasi, sering disebut dengan error matrix atau confusion matrix. Secara matematis, rumus untuk menghitung akurasi, sebagai berikut:
Kappa Accuracy = � ∑��=1���−∑��=1������
N : jumlah semua pixel yan digunakan untuk pengamatan
n : jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan (sama dengan jumlah kelas) xin : ∑xin(jumlah semua kolom pada baris ke-i)
Gambar 2. Tahapan Proses Pengolahan Citra
Analisis Perubahan Tutupan Lahan
Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan dengan membandingkan peta tutupan lahan tahun 1995, 2005 dan peta tutupan lahan tahun 2015. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi pada tahun 1995 sampai 2015. Laju perubahan tutupan lahan disajikan dalam bentukpersen dengan persamaan berikut:
� = �2− �1
� � 100%
Keterangan :
V : Laju perubahan tutupan lahan N2 : Luas tutupan lahan tahun kedua
N1 : Luas tutupan lahan tahun pertama
Koreksi Radiometrik Koreksi Geometrik
Pemotongan Citra
Klasifikasi Citra Citra Satelit Landsat Tahun 1995, 2005, 2015
Akurasi Klasifikasi Citra
Citra Landsat
Hasil klasifikasi citra landsat tahun 1995, 2005 dan tahun 2015 kemudian dioverlaykan (tumpang susun) sehingga menghasilkan data perubahan tutupan lahan (Gambar 3).
Gambar 3. Tahap penelitian di DAS Wampu Input Data Citra
Tahun 1995, 2005, 2015
Koreksi citra Koreksi citra Koreksi citra
Klasifikasi citra Klasifikasi citra Klasifikasi citra
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tutupan Lahan DAS Wampu Tahun 1995, 2005 dan 2015
Klasifikasi kelas penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat 8 TM untuk tahun 2015 dan citra satelit Landsat 5 TM untuk tahun 1995 dan 2005. Berdasarkan hasil klasifikasi penutupan lahan dikelaskan ke dalam 14 kelas penutupan lahan yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, semak, kebun karet, kebun sawit, pemukiman, lahan terbuka, tambak, badan air, sawah dan pertanian lahan kering campuran. Ditambah keberadaan awan dan bayangan awan yang menutupi lahan dibawahnya.
Pengolahan klasifikasi citra Landsat di DAS Wampu menggunakan path 129, row 057 dan row 058. Pengolahan data citra menggunakan row 057 dan row 058 karena DAS Wampu memiliki daerah wilayah yang luas. Hasil klasifikasi citra Landsat 5 TM tahun 1995 dan tahun 2005 kombinasi saluran (band 5,4,3) dimana saluran 5,4, dan 3 sesuai untuk kondisi vegetasi, sedangkan hasil klasifikasi citra landsat 8 TM tahun 2015 menggunakan band 6,5,4.
digunakan untuk memperhatikan nilai rata-rata, standart deviasi dan varian dari tiap kelas sampel yang diambil guna menentukan perbedaan sampel.
Menentukan kelas-kelas tutupan lahan dibutuhkan monogram sumatera dalam membantu menentukan warna-warna piksel dan membandingkannya dengan warna yang tersedia pada monogram sumatera. Beberapa warna piksel yang di klasifikasi adalah hijau tua, hijau muda, biru, kuning, merah, merah muda, putih, dan hitam dimana terdapat pada monogram sumatera yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, badan air, semak, lahan terbuka, pemukiman, awan dan bayangan awan.
Penutupan lahan hasil klasifikasi kemudian diuji tingkat akurasinya. Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui besar keakuratan hasil klasifikasi tahun 2015 dengan menggunakan data lapangan berupa titik sampel (ground check), kemudian membandingkannya dengan peta tutupan lahan hasil klasifikasi. Setiap titik sampel dilakukan pengecekan tutupan lahan hasil klasifikasi untuk mengetahui jumlah titik sampel yang sesuai dan tidak sesuai antara peta tutupan lahan hasil klasifikasi dengan keadaan sebenarnya dilapangan. Dari titik sampel dilapangan diperoleh nilai akurasi dari klasifikasi tutupan lahan tahun 2015 sebesar 86,5 %.
Accuracy95,66% dan 90,93%. Untuk akurasi citra tahun 2005 diperoleh nilai
Overall Accuracy sebesar 97,16% dan 98,26%, sedangkan untuk nilai Kappa
Accuracy 96,76% dan 97,67%. Serta hasil perhitungan akurasi citra tahun 2015
diperoleh nilai Overall Accuracy sebesar 97,84% dan 95,42%, dan untuk nilai Kappa Accuracy sebesar 97,50% dan 93,20%.
Tabel 1. Perbedaan Luasan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Wampu Tahun 1995, 2005, dan 2015
No. Kelas tutupan lahan
Tahun 1995 Tahun 2005 Tahun 2015
Luas
Kering Primer 102.232,73 32,47 114.969,95 36,51 102.828,27 32,66 6. Hutan Lahan
Kering Sekunder 29.329,55 9,31 35.689,39 11,33 40.559,30 12,88 7. Kebun Karet 50.742,00 16,11 41.866,14 13,29 36.742,43 11,67 8. Kebun Sawit 21.132,89 6,71 42.590,92 13,52 53.433,56 16,97 9. Lahan Terbuka 2.546,13 0,80 2.371,36 0,57 9.162,48 2,91 10. Pemukiman 1.314,34 0,41 5.668,55 1,80 6.325,35 2,00 11. Pertanian Lahan
Kering Campuran 48.648,96 15,45 50.519,95 16,04 49.013,55 15,56
12. Sawah 1.838,36 0,58 790,97 0,25 1.267,91 0,40
13. Semak 4.018,38 1,27 1.244,76 0,39 1.102,27 0,35
14. Tambak 3.427,93 1,08 2.701,46 0,85 4.808,62 1,52
Total 314.842,27 100,00 314.842,27 100,00 314.842,27 100,00
Berdasarkan data tabel 1, diketahui bahwa tutupan lahan yang paling luas adalah hutan lahan kering primer, sedangkan tutupan lahan yang paling kecil adalah sawah yaitu di bawah 1% . Hutan lahan kering primer memiliki luas lebih dari 30% dari luas total DAS Wampu. Luasnya hutan lahan kering primer tidak diikuti dengan luas hutan lahan kering sekunder yang hanya memiliki luas dibawah 13%.
lahan kering primer yaitu 102.828,27 ha atau sekitar 32,66 % dari total luas DAS Wampu. Sedangkan luasan tutupan lahan terkecilnya berada pada semak yaitu 1.102,27 ha.
Hasil klasifikasi tutupan lahan di DAS Wampu menunjukkan bahwa luas tutupan lahan di dominasi oleh hutan lahan kering primer, hal ini disebabkan karena DAS Wampu memiliki luas hutan terbesar di kabupaten langkat. Selain memiliki luasan yang besar, DAS Wampu juga memiliki keadaan hutan yang masih baik. Daerah Aliran Sungai Wampu memliki tiga bagian yaitu DAS Wampu bagian hulu, DAS Wampu bagian tengah (Sei Bingei) dan DAS Wampu bagian hilir. Kawasan hutan di DAS Wampu berada di bagian hulu, dimana pada bagian hulu merupakan bagian yang penting dari suatu kawasan hutan.
Data dari tabel 1 menunjukkan bahwa luas hutan lahan kering primer mengalami penurunan dari tahun 2005 sampai tahun 2015. Hal ini disebabkan karena kegiatan penggunaan lahan yang dilakukan oleh manusia sehingga mengakibatkan adanya perubahan kawasan hutan. Hal itu juga sesuai dengan pernyataan Wendika et al., (2012) yang menyatakan bahwa penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsungberhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan. Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien. Penggunaan lahan adalah wujud atau suatu bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu waktu.
bahwa hutan lahan kering primer memiliki luas sebesar 32,66%. Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas aliran sungai atau pulau dengan sebaran yang proposional. Berdasarkan undang-undang tersebut DAS Wampu termasuk memenuhi luasan minimal hutan yang harus dipertahankan pada suatu DAS. Selain itu, kondisi hutan lahan sekunder juga harus tetap dijaga agar dapat menopang fungsi dari kawasan hutan primer.
Selain Daerah Aliran Sungai bagian hulu, DAS bagian tengah juga memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia, seperti pemanfaatan air sungai. Menurut Valiant (2014) bahwa Daerah Aliran Sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan juga danau.
Perubahan Tutupan Lahan DAS Wampu Tahun 1995-2005
sekunder, kebun karet, kebun sawit, semak dan tambak. Data hasil perubahan tutupan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Perubahan Tipe Tutupan Lahan di DAS Wampu tahun 1995-2005
No. Tipe Tutupan Lahan Perubahan Luas
(ha)
Tahun 1995 Tahun 2005
1. Hutan Mangrove Badan Air 597,98
2. Hutan Mangrove Kebun Karet 295,13
3. Hutan Mangrove Kebun Sawit 314,82
4. Hutan Mangrove Pemukiman 118,84
5. Hutan Mangrove Tambak 1.315,23
6. Hutan Lahan Kering Primer Kebun Karet 2.302,14
7. Hutan Lahan Kering Primer Kebun Sawit 6.777,98
8. Hutan Lahan Kering Sekunder Kebun Karet 5.495,02
9. Hutan Lahan Kering Sekunder Pertanian Lahan Kering Campuran 1.945,12
10. Kebun Karet Hutan Mangrove 165,29
11. Kebun Karet Hutan Lahan Kering Primer 2.002,97
12. Kebun Karet Hutan Lahan Kering Sekunder 4.991,67
13. Kebun Sawit Hutan Lahan Kering Primer 1.243,58
14. Semak Hutan Lahan Kering Primer 225,45
15. Tambak Hutan Mangrove 370,90
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa antara tahun 1995 sampai tahun 2005 hutan mangrove berubah fungsi menjadi badan air, kebun karet, kebun sawit, pemukiman dan tambak. Hutan lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder mengalami perubahan menjadi kebun karet, kebun sawit dan, pertanian lahan kering campuran. Pada tahun 1995-2005 terjadi perubahan paling besar dari hutan lahan kering primer menjadi kebun sawit sebesar 6.777,98 ha. Perubahan terbesar kedua di ikuti hutan lahan kering sekunder menjadi kebun karet sebesar 5.495,02ha. Tutupan lahan pada hutan mangrove mengalami perubahan yang paling besar menjadi tambakyaitu 1.315,23 ha. Selain itu, kebun karet juga mengalami perubahan menjadi hutan lahan kering sekunder sebesar 4.991,67 ha dan kebun sawit menjadi hutan lahan kering primer sebesar 1.243,58 ha.
hutan sekunder dapat berakibat fatal, salah satunya dapat mengakibatkan terjadinya banjir. Adanya perusakan oleh manusia seperti illegal logging merupakan salah satu penyebab berkurangnya luasan hutan. Pada tahun 2003, terjadi banjir bandang di desa Bukit Lawang yang berada di sepanjang tepi sungai Bahorok dan menelan ratusan korban jiwa dan juga ratusan bangunan hancur. Hal ini diakibatkan tingginya curah hujan yang terjadi dan adanya kerusakan hutan pada bagian hulu DAS Wampu sehingga terjadi bencana banjir.
Menurut As-Syakur et al., (2011) penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual. Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup mereka. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi lahan pada kurun waktu yang berbeda.
ekosistem mangrove tersebut. Perubahan mangrove menjadi tambak dalam skala besar dapat mempengaruhi ekosistem hutan mangrove.
Menurut Saparinto (2007), konversi mangrove yang luas menjadi tambak dapat mengakibatkan penurunan produksi perikanan di perairan sekitarnya. Pertambakan ini juga diduga dapat memengaruhi produktivitas perairan estuari dan laut di sekitarnya. Seperti contoh menurunnya produksi udang laut sebagai akibat menciutnya luas hutan mangrove.
Perubahan tutupan lahan dari hutan primer menjadi kebun sawit yang terjadi selama 10 tahun merupakan perubahan penggunaan fungsi lahan hutan primer ke penggunaan lahan kebun sawit. Perusahaan-perusahaan besar perkebunan kelapa sawit yang ada di hulu dan tengah DAS Wampu yang jumlah luasannya semakin bertambah dari tahun ke tahunmengakibatkan percepatan sedimentasi yang berakibat pada melebarnya bidang sungai.
Perubahan tutupan lahan DAS Wampu tahun 2005-2015
Pada interval waktu yang terjadi pada tahun 2005 sampai tahun 2015, perubahan tutupan lahan terbesar terjadi pada hutan lahan kering primer menjadi kebun karet. Adanya perubahan juga terjadi pada luasan tutupan lahan hutan mangrove, hutan lahan kering sekunder, badan air, kebun karet, pemukiman, pertanian lahan kering campuran dan tambak. Data perubahan tutupan lahan tahun 2005-2015 disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Perubahan Tipe Tutupan Lahan di DAS Wampu tahun 2005-2015
No. Tipe Tutupan Lahan Perubahan Luas
(ha)
Tahun 2005 Tahun 2015
1. Hutan Mangrove Kebun Karet 1.021,00
2. Hutan Mangrove Kebun Sawit 691,14
3. Hutan Mangrove Lahan Terbuka 313,53
4. Hutan Mangrove Tambak 444,07
5. Hutan Lahan Kering Primer Kebun Karet 3.904,66
6. Hutan Lahan Kering Primer Kebun Sawit 2.219,39
7. Hutan Lahan Kering Primer Lahan Terbuka 376,66
8. Hutan Lahan Kering Primer Pemukiman 1.612,94
9. Hutan Lahan Kering Sekunder Kebun Karet 1.863,89
10. Hutan Lahan Kering Sekunder Lahan Terbuka 492,51
11. Badan Air Hutan Mangrove 394,13
12. Kebun Karet Hutan Lahan Kering Primer 675,45
13. Pemukiman Hutan Lahan Kering Sekunder 154,94
14. Pertanian Lahan Kering Campuran Hutan Lahan Kering Sekunder 82,52
15. Tambak Hutan Mangrove 686,21
perubahan dari kebun karet menjadi hutan lahan kering primer sebesar 675,45 ha dan tambak menjadi hutan mangrove sebesar 686,21 ha.
Pada tahun 2015 perubahan hutan mangrove dan hutan lahan kering primer menjadi kebun karet sangat besar. Salah satu penyebab perubahan ini adalah tingginya kebutuhan masyarakat dari segi ekonomi. Perubahan menjadi karet banyak dipilih oleh masyarakat karena karet memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Menurut Setyamidjaya(1993), karet merupakan bahan baku lebih dari 50.000 jenis barang. Dari produksi karet, 46% digunakan untuk pembuatan ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu, dan beribu jenis barang lainnya. Karet dihasilkan oleh tidak kurang dari 20 negara di dunia. Negara-negara penghasil karet terbesar terletak di Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Indonesai dan Thailand.
Data dari tabel 3 menunjukkan bahwa perubahan terbesar kedua terjadi pada hutan lahan kering primer menjadi kebun sawit yaitu 2.219,39 ha. Peningkatan perubahan hutan menjadi kebun sawit dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi masyarakat di DAS Wampu yang semakin meningkat setiap tahunnya. Dilihat dari segi ekonomi, tanaman kelapa sawit memberikan keuntungan yang lebih besar sehingga banyak masyarakat maupun perusahaan-perusahaan mimilih menanam kelapa sawit.
industri. Keunggulan lain adalah dari sesi produktivitas dan biaya produksi yang relatif lebih rendah dibandingkan minyak nabati lainnya.
Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan)menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungandan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagaiperubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garisbesar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makinbertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yanglebih baik (Lestari, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil klasifikasi tutupan lahan di DAS Wampu memiliki 12 kelas yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, lahan terbuka, semak, kebun sawit, kebun karet, sawah, tambak, pemukiman, pertanian lahan kering campuran dan badan air. Luas tutupan lahan terbesar tahun 2015 adalah hutan lahan kering primer seluas 102.828,27 ha dan luas tutupan lahan terkecil adalah semak sebesar 1.102,27 ha.
2. Perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 1995-2005 adalah hutan lahan kering primer menjadi kebun sawit dengan luas 6.777,98 ha. Sedangkan perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 2005-2015 adalah hutan lahan kering primer menjadi kebun karet dengan perubahan seluas 3.904,66ha. 3. Kondisi Hutan di DAS Wampu semakin memburuk yaitu berkurangnya hutan
lahan kering primer dan hutan lahan kering sekunder, disebabkan oleh faktor ekonomi masyarakat di DAS Wampu.
Saran
TINJAUAN PUSTAKA
Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi spektral ditambah informasi keruangan dan multi temporal data satelit dalam klasifikasi penutup lahan dapat memberikan peningkatan akurasi hasilnya yang berarti. Penutup lahan menggambarkan material-material yang tampak pada permukaan bumi. penutup lahan merupakan perwujudan secara fisik objek-objek yang menutupi lahan dan terkadang bersifat penutup lahan alami. Sedangkan penggunaan lahan lebih berkaitan dengan aktifitas manusia di tempat tersebut (Kushardono, 2012).
Perubahan Tutupan Lahan
luasantutupan lahan dengan cadangan karbon rendah danbernilai ekonomis rendah juga menurun(Ekadinata et al, 2012).
Identifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra satelit maupun dari instansi-instansi pemerintah dan dianalisis dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi). Pemanfaatan SIG dan data satelit merupakan suatu tekhnologi yang baik dalam mengelola data spasial-temporal perubahan penggunaan lahan. Mengetahui perubahan pengggunaan lahan tidak hanya berguna untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, tetapi juga dapat dijadikan suatu informasi dalam merencanakan tata ruang di masa yang akan datang (As-Syakur, 2011).
Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam melakukan analisis perubahan tutupan lahan sangat dibutuhkan dalam tindakan pencegahan terhadap kegiatan eksploitasi maupun konversi lahan hutan yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan dengan menggunakan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Geografis dapat memprediksi luas perubahan lahan yang terjadi pada masa mendatang sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dalam melakukan antisipasi terhadap berkurangnya luas lahan hutan (Ginting et al, 2012).
Penggunaan Lahan
keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup mereka. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi lahan pada kurun waktu yang berbeda (As-Syakur et al., 2011). Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsungberhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan. Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien. Penggunaan lahan adalah wujud atau suatu bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu waktu (Wendika et al, 2012).
Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pola penggunaan lahan di suatu wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai) yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penataan ruang di wilayah DAS dapat menimbulkan berbagai masalah seperti terbentuknya lahan kritis maupun terjadinya pencemaran. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi keseimbangan lingkungan yang dapat memberi pengaruh positif maupun pengaruh negatif, terutama pengaruh terhadap limpasan permukaan, erosi dan pencemaran (Sukojo dan Susilowati, 2003).
Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan juga danau. Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi diantara DAS hulu dan DAS Hilir (Valiant, 2014).
Teknologi Penginderaan Jarak Jauh
kelemahan-kelemahan penginderaan secara konvensional dapat diatasi. Data yang diperoleh dengan mempergunakan satelit lebih luas jangkauannya dan dapat dipasang sepanjang masa.Dari lokasi yang tinggi di ruang angkasa, satelit penginderaan jauh dengan mudah dapat mengamati suatu wilayah di bumi selama 24 jam secara terus menerus (Hanafi, 2011).
Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital
Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di
suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan. Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng.DAS yang didominasi kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi et al, 2007).
[a] interpretasi manual (manual interpretation), dan [b] interpretasi digital (digital interpretation). Interpretasi manual dilakukan secara visual menggunakanmeja
digitasi (digitation tablet) ataupun digitasi on screen (on screendigitation), sementara interpretasi digital dilakukan menggunakan sistem yang sudah terkomputerisasi berdasarkan dengan atau tanpa menggunakan sample atau alghorithma yang telah pengguna tetapkan (Suryadi, 2012).
Sebagian besar data citra satelit adalah hasil perekaman pantulan sinar matahari oleh permukaan bumi. Pantulan sinar matahari ini direkam dalam bentuk nilai digital (digital number/DN). Nilai digital amat bervariasi tergantung dari jenis permukaan bumi yang memantulkan sinar matahari. Sebagai contoh, pantulan dari atap rumah di kawasan pemukiman sangat berbeda nilai digitalnya dengan pantulan dari kanopi pohon di kawasan hutan. Perbedaan nilai pantulan darimasing-masing obyek di permukaan bumi dikenal dengan istilah ciri spektral (spectral signature). Untuk mudahnya, ciri spektral dapat dilihat dari adanya perbedaan warna berbagai obyek di permukaan bumi yang ditampilkan melalui citra satelit. Adanya perbedaan nilai pantulan inilah yang memungkinkan kita untuk melakukan pemetaan tutupan lahan dengan membedakan dan mengenali ciri spektral dari masing-masing obyek. Dibutuhkan beberapa proses untuk dapat menerjemahkan nilai spectral menjadi informasi tutupan lahan. Keseluruhan proses ini disebut proses interpretasi citra satelit (Ekadinata, 2008).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
nyata di permukaan bumi untuk maksud-maksud tertentu. Pengolahan data penginderaan jauh dapat didukung dengan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG memiliki kemampuan dalam input, editing dan analisis data, baik data spasial (peta) maupun data atribut (tabuler) secara cepat dan akurat. SIG memiliki kemampuan analisis spasial, diantaranya adalah overlay, buffer, klasifikasi, penyuntingan untuk pemutakhiran data, interpolasi spasial, analisis network, dan sebagainya. Penggunaan SIG ini menjadi penting, khususnya dalam efisiensi tenaga dan waktu. Selain itu SIG sangat baik digunakan dalam pengelolaan sumberdaya lahan terutama untuk tujuan monitoring dan untuk basis data secara algometrik. Dengan SIG, informasi yang dihasilkan akan lebih mudah dilihat dan dianalisis dalam rangka pengelolaan sumber daya lahan (Utomowati, 2012).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs), yang diartikan berkaitan dengan jumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah, topografi, hidrologi dan biologi (Lo, 1995). Penutupan lahan adalah berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi seperti bangunan perkotaan, danau, salju dan lain-lain. Kegiatan klasifikasi penutupan lahan dilakukan untuk menghasilkan kelas-kelas penutupan yang diinginkan. Kelas-kelas penutupan lahan yang diinginkan itu disebut dengan skema klasifikasi atau sistem klasifikasi(Lillesand dan Kiefer, 1990).
Penggunaan lahan termasuk dalam komponen penggunaan data satelit penginderaan jauh Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk pemetaan dan pemantauan penutup penggunaan lahan di Indonesia adalah sangat penting, karena penggunaan data satelit penginderaan jauh optik di wilayah Indonesia memiliki liputan awan yang cukup tinggi sepanjang tahun sering mengalami kendala. Kebutuhan pemetaan sumber daya alam diantaranya untuk pemetaan untuk perhitungan karbon nasional terkait REDD adalah cukup mendesak dan membutuhkan ketelitian. Akan tetapi metode interpretasi citra satelit SAR untuk pemetaan penutup lahan belum banyak berkembang dibanding metode untuk citra satelit optik seperti Landsat TM atau SPOT.
suatukesatuan ekosistem dimana organisme dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan memiliki ketergantungan satu sama lain dalam setiap komponennya. Tekanan yang besar terhadap sumber daya alam oleh aktivitasmanusia, salahsatunya dapat ditunjukkan adanya perubahan penutupan lahan yang begitu cepat.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, polutan, dan unsur hara dalam sistem sungai dan keluar melalui satu outlet tunggal (Kemenhut, 2013). Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak hanya sebatas sungai, tetapi meliputi wilayah-wilayah sekitar sungai yang secara langsung mempengaruhi kelangsungan sungai itu sendiri (Ruhimat dkk, 2006).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Wampu
2. Untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Wampu antara tahun 1995, 2005dan 2015.
3. Untuk mengetahui kondisi tutupan lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu.
Manfaat Penelitian
ABSTRACT
EDRA SEPTIAN S: Land Cover Change Analysis at the Wampu Watershed Langkat Regency,North Sumatera. Supervised by: ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.
The existence of watershed was very important to observed which means to protect its persistence as the buffer area for rate of flow the river passed. The land use change influence area that can give positive or negative effect, especially the effects from surface run off, erotion, and pollution. The purpose of this research are to identify land cover classes and land cover change in Wampu Watershed between 1995, 2005 and 2015. This research used landsat 5 imagery in 1995 and 2005, and landsat 8 imagery in 2015 with supervised classification method maximum likelihood classifier.
The result showed that there are 12 classes of land cover in the Wampu Watershed, there are primary forest, secondary forest, mangrove forest, underbrush, rubber plantations, oil palm plantations, dry land agriculture, open land, settlements, pond and water. The biggest land cover is primary forest covering an area of 102.232,73 hectares (32,47%) in 1995, 114.969,95 hectares (36,51%) in 2005, and 102.828,27 hectares (32,66%) in 2015. Primary forest has 30% more width from all area of Wampu Watershed The biggest land cover change between 2005 until 2015 is primary forest to rubber plantations with covering an area of 2.219,39 hectares changes.
ABSTRAK
EDRA SEPTIAN S: “Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. Di bawah bimbingan ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.
Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat penting untuk terus dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi keseimbangan lingkungan yang dapat memberi pengaruh positif maupun pengaruh negatif, terutama pengaruh terhadap limpasan permukaan, erosi dan pencemaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang ada di DAS Wampu dan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Wampu antara tahun 1995, 2005, dan 2015. Penelitian menggunakan Citra Landsat 5 tahun 1995 dan 2005, dan Citra Landsat 8 tahun 2015 dengan menggunakan klasifikasi terbimbing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 kelas tutupan lahan yang ada di DAS Wampu yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, semak, kebun karet, kebun sawit, pemukiman, lahan terbuka, tambak, badan air, sawah dan pertanian lahan kering campuran. Luas tutupan lahan terbesar pada tahun 1995 adalah hutan lahan kering primer seluas 102.232,73 Ha (32,47%), pada tahun 2005 seluas 114.969,95 Ha (36,51%) dan pada tahun 2015 seluas 102.828,27 Ha (32,66%). Hutan lahan kering primer memiliki luas lebih dari 30% dari luas total DAS Wampu. Perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 2005-2015 adalah hutan lahan kering primer menjadi kebun karet dengan perubahan seluas 3.904,66Ha.
ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT,
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh :
EDRA SEPTIAN S 121201046
MANAJEMEN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT,
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh :
EDRA SEPTIAN S 121201046
MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara
Judul Penelitian : Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
Nama : Edra Septian S
NIM : 121201046
Program Studi : Manajemen Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc
NIP. 19730830 200003 2 001 NIP. 19740109 200003 1 003 Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kehutanan
ABSTRACT
EDRA SEPTIAN S: Land Cover Change Analysis at the Wampu Watershed Langkat Regency,North Sumatera. Supervised by: ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.
The existence of watershed was very important to observed which means to protect its persistence as the buffer area for rate of flow the river passed. The land use change influence area that can give positive or negative effect, especially the effects from surface run off, erotion, and pollution. The purpose of this research are to identify land cover classes and land cover change in Wampu Watershed between 1995, 2005 and 2015. This research used landsat 5 imagery in 1995 and 2005, and landsat 8 imagery in 2015 with supervised classification method maximum likelihood classifier.
The result showed that there are 12 classes of land cover in the Wampu Watershed, there are primary forest, secondary forest, mangrove forest, underbrush, rubber plantations, oil palm plantations, dry land agriculture, open land, settlements, pond and water. The biggest land cover is primary forest covering an area of 102.232,73 hectares (32,47%) in 1995, 114.969,95 hectares (36,51%) in 2005, and 102.828,27 hectares (32,66%) in 2015. Primary forest has 30% more width from all area of Wampu Watershed The biggest land cover change between 2005 until 2015 is primary forest to rubber plantations with covering an area of 2.219,39 hectares changes.
ABSTRAK
EDRA SEPTIAN S: “Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. Di bawah bimbingan ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.
Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat penting untuk terus dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi keseimbangan lingkungan yang dapat memberi pengaruh positif maupun pengaruh negatif, terutama pengaruh terhadap limpasan permukaan, erosi dan pencemaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang ada di DAS Wampu dan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan yang terjadi di DAS Wampu antara tahun 1995, 2005, dan 2015. Penelitian menggunakan Citra Landsat 5 tahun 1995 dan 2005, dan Citra Landsat 8 tahun 2015 dengan menggunakan klasifikasi terbimbing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 kelas tutupan lahan yang ada di DAS Wampu yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove, semak, kebun karet, kebun sawit, pemukiman, lahan terbuka, tambak, badan air, sawah dan pertanian lahan kering campuran. Luas tutupan lahan terbesar pada tahun 1995 adalah hutan lahan kering primer seluas 102.232,73 Ha (32,47%), pada tahun 2005 seluas 114.969,95 Ha (36,51%) dan pada tahun 2015 seluas 102.828,27 Ha (32,66%). Hutan lahan kering primer memiliki luas lebih dari 30% dari luas total DAS Wampu. Perubahan tutupan lahan terbesar pada tahun 2005-2015 adalah hutan lahan kering primer menjadi kebun karet dengan perubahan seluas 3.904,66Ha.
Penulis dilahirkan di Kota Kabanjahe, Sumatera Utara pada tanggal 13 September 1993 dari pasangan Bapak Eddi Junaidi Siambaton dan Ibu Rasukur Perangin-angin. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Pada tahun 2005 penulis lulus dari SD Negeri 101993 Sukaluwei, di tahun 2008 lulus dari SMP Negeri 1 Bangun Purba dan tahun 2011 lulus dari SMA Negeri 1 Barus. Pada tahun 2012 penulis mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima menjadi salah satu mahasiswa di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Selain mengikuti proses perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi, antara lain Rain Forest Community sebagai wakil ketua divisi kreatifitas tahun 2013-2015, Badan Kenaziran Mushollah Kehutanan USU sebagai anggota tahun 2013 dan juga sebagai anggota dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) tahun 2013-2015. Pada tahun 2014 penulis juga mengikuti kegiatan Pelatihan Kepemimpinan dan Kewirausahaan Mahasiswa (PKKM) yang di selenggarakan oleh Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah “Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara”. Skripsi ini merupakan suatu aplikasi ilmu yang didapat dari pembelajaran diperkuliahan dan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut).
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc.dan Dr. Samsuri S.Hut.,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberi kontribusi yang baru khususnya dalam bidang kehutanan dan bidang pendidikan dalam penelitian-penelitian ilmiah.
Medan, Oktober 2016
Halaman
Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 5
Teknologi Penginderaan Jarak Jauh ……….……… 6
Analisis Perubahan Tutupan Lahan ………. 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Tutupan Lahan DAS Wampu Tahun 1995, 2005 dan 2015 …………... 16
Perubahan Tutupan Lahan DAS Wampu Tahun 1995-2005 ………24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ………. 33 Saran ……… 33 DAFTAR PUSTAKA
Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ...
10
2. Tahapan Proses Pengolahan Citra ... 14
3. Tahap Penelitian di DAS Wampu ... 15
4. Peta Tutupan Lahan DAS Wampu Tahun 1995 ……….……... 19
5. Peta Tutupan Lahan DAS Wampu Tahun 2005 ……….… 20
6. Peta Tutupan Lahan DAS Wampu Tahun 2015 ………... 21
7. Peta Perubahan Tutupan Hutan DAS Wampu Tahun 1995-2005 ……….… 28
DAFRTAR TABEL
Halaman 1. Perbedaan Luasan Tutupan Lahan DAS Wampu
Halaman 1. Monogram Citra Landsat Tutupan Lahan DAS Wampu
band 5 4 3 (Landsat 5 TM) dan band 6 5 4 (Landsat 8 OLI) ……… 36 2. Titik koordinat survey lapangan (ground check)