• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Organisasi

Pabrik Gula Sei Semayang berlokasi di sekitar perkebunan tebu Sei Semayang dan Pabrik Gula Sei Semayang terletak di sekitar perumahan pekerja dan masyarakat kelurahan Sei Semayang. Berdirinya PTPN II diawali dengan pendirian perusahaan bangsa Belanda dengan nama N. V. Veronigde Deli Maatschappij (N. V. VDM). Pada tanggal 11 Januari 1958 seluruh perusahaan Belanda diambil alih kepemilikannya berdasarkan Undang-Undang No. 86 tahun 1958 tentang normalisasi perusahaan milik Belanda.

Pabrik Gula Sei Semayang didirikan bertujuan untuk mencapai swasembada gula, bertujuan untuk mencapai Tri Darma Perkebunan yang berisi peningkatan devisa bagi Negara, memanfaatkan kekayaan alam sebaik-baiknya dan menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang dimiliki.

Pada bulan April 1996 PT. Perkebunan IX digabung dengan PT. Perkebunan II sehingga menjadi PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) hingga sekarang.

Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu sistem tugas, wewenang dan tanggung jawab dari tiap-tiap fungsi atau bagian yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi maka bagian-bagian dari organisasi perusahaan akan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keahliannnya serta diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang baik dalam perusahaan.

Dalam melaksanakan tugas di lapangan, setiap asisten afdeling dibantu oleh seorang mandor besar yang mengawasi langsung semua aktivitas kebun dengan dibantu oleh beberapa mandor bawahannya. Seorang mandor basar membawahi beberapa mandor petik, mandor hama dan penyakit tanaman, mandor gulma, mandor kesehatan, dan membawahi seorang juru tulis afdeling. Sementara itu pengawasan terhadap jalannya mesin pengolahan dipercayakan pada kepala dinas teknik dan kepala dinas pengolahan.

Produktivitas Pabrik Gula

Tabel2. Hasil produksi gula Pabrik Gula Sei Semayang tahun 2002 s/d 2008

No URAIAN 2002 2003 200 4 2005 2006 2007 2008 1 HA TEBU GILING 6226.66 4879.07 - 4542.29 5279.87 7914.63 4944.54

2 TON TEBU /HA 53.42 64.56 - 65.52 72.43 43.73 55.39

3 TON TEBU GILING 332657.8 4 315012.6 3 - 297617.4 2 382408.9 3 346100.4 0 273863.3 7 4 RENDEMEN 3.97 3.82 - 6.00 5.52 5.94 6.51

Untuk mempermudah dalam melakukan analisis dan evaluasi, maka hasil pengolahan gula dapat dibuat dalam bentuk grafik seperti berikut ini.

Grafik Ha tebu giling produksi gula tahun 2002-2008

0 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 7000.00 8000.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Ha tebu giling

Grafik di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2007 Ha tebu giling produksi gula lebih besar yaitu 7914.63 Kg.

Garafik ton tebu /Ha produksi gula tahun 2002-2008

Gambar 3. Grafik ton tebu /Ha produksi gula tahun 2002-2008

Pada tahun 2007 ton tebu /Ha lebih kecil dibanding tahun-tahun lainnya yaitu 43.73 ton.

Grafik ton tebu giling produksi gula tahun 2002-2008

Gambar 4. Grafik ton tebu giling produksi gula

0 100000.00 200000.00 300000.00 400000.00 500000.00 600000.00 700000.00 800000.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Ton tebu giling Ton tebu/Ha 0 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Grafik Rendemen produksi gula tahun 2002-2008

Gambar 5. Grafik rendemen produksi gula

Pada tahun 2004 Pabrik Gula Sei semayang tidak melakukan proses produksi ini dikarenakan tidak adanya bahan baku tebu giling yang dipanen untuk diolah menjadi gula, ini merupakan salah satu kekurangan pada proses produksi yaitu kurangnya bahan baku.

Kebutuhan Sistem Pengolahan Gula

Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal pengkajian mengenai sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang ditentukan.

Semua stakeholder yang terkait dengan sistem pengolahan gula mempunyai kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing stakeholher terhadap sistem tersebut. Whitten, dkk (2004) mendefinisikan stakeholder sebagai orang yang mempunyai ketertarikan terhadap sistem yang ada

0 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rendemen

ataupun sistem yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis dan non teknis, bisa juga pekerja dalam dan luar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen pabrik Gula PT Perkebunan Nusantara II Sei Semayang sebagai salah satu stakeholder , diidentifikasi adanya sejumlah kebutuhan yang harus terpenuhi guna mempertahankan kelangsungan pada proses pengolahan tebu menjadi gula dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Analisis kebutuhan pihak manajemen ini antara lain proses pengolahan di lapangan secara efektif, optimalisasi biaya produksi, ketersediaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja yang terampil dan alat-alat produksi, informasi penting mengenenai produksi, produktifitas yang stabil bahkan relatif meningkat setiap tahunnya dan laba bagi perusahaan.

Pekerja atau karyawan adalah sekelompok orang atau masyarakat yang berada dan menetap di sekitar perkebunan. Pekerja atau karyawan yang dimaksud adalah karyawan perusahaan perusahaan selain pihak manajemen. Penyediaan lapangan pekerjaan dirasa merupakan kebutuhan yang terpenting. Selain itu, kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi yang mengarah pada pembangunan infrastruktur desa.

Analisis kebutuhan para stakeholder Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II terperinci pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 3. Analisis kebutuhan para stakeholder

No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder

1. Manajemen PTPN II (Persero) Sei Semayang 1. Proses budidaya tebu secara efektif 2. Faktor produksi yang mendukung aktivitas

pengolahan seperti kualitas tenaga kerja dan alat-alat produsi

3. Informasi penting pendukung aktifitas produksi

4. Produktifitas yang stabil dan relative tinggi

5. Laba bagi perusahaan

2. Kebun Tebu Sei Semayang

1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama

2. Kemudahan administratif atau birokratif

3. Laba bagi perusahaan 3. Masyarakat Sekitar (Karyawan) 1. Penyediaan lapangan kerja

2. Kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi

3. Pembangunan infrastruktur desa

Identifikasi Permasalahan Sistem

Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul dalam sistem dan harus diselesaikan. Adapun ruang lingkup atas permasalahan utama yang terjadi pada sistem pengolahan gula adalah:

6. Perkembangan kota

Lokasi Pabrik Gula Sei Semayang berada dikawasan yang berbatasan langsung dengan kota Medan. Di lokasi pabrik terdapat tanah yang sangat luas dan nyaman untuk dijadikan pemukiman rumah warga. Karena di daerah sekitar pabrik nyaman ditempati maka para pekerja atau karyawan banyak yang tinggal menetap di sekitar pabrik. Selain pemukiman rumah warga di sekitar pabrik juga terdapat perkebunan tebu, tetapi sebagian lahan perkebunan sudah beralih fungsi menjadi daerah pemukiman penduduk.

Keadaan ini juga dirasa sangat mengkhawatirkan. Masyarakat sekitar lebih memilih bekerja di pabrik karena dirasa lebih meningkatkan kesejahteraan mereka.

7. Kualitas tenaga kerja

Usia dominan dari para pekerja sistem berada pada usia 36 hingga 50 tahun. Diatas usia 50 hingga 60 tahun adalah Usia sudah hampir tidak produktif lagi dalam sistem sehingga keterbatasan tenaga menjadi permasalahan sistem. Sedikitnya usia produktif yang bekerja pada sistem merupakan bukti bahwa bekerja pada pabrik gula menjadi suatu hal yang kurang menarik. Hal ini muncul karena masyarakat yang produktif lebih tertarik bekerja di luar sistem seperti di perkotaan yang memiliki banyak pilihan pekerja yang dirasa dapat meningkatkan taraf hidup.

8. Kondisi cuaca

Cuaca merupakan faktor produksi yang sering kali dianggap sebagai kendala dalam kegiatan produksi. Kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap faktor ini. Terhambatnya kegiatan produksi sering kali disebabkan oleh cuaca hujan. Jika cuaca hujan, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi. Karena berjalannya proses produksi yang disebabkan cuaca hujan maka upah para karyawan akan berkurang karena tidak ada uang masuk tambahan.

9. Kondisi iklim

Tanaman tebu menghendaki daerah yang beriklim panas dan sedang (daerah tropis dan subtropis). Unsur iklim yang semakin sulit diprediksi adalah curah hujan. Alat yang digunakan untuk menghitung curah hujan masih dilakukan

dengan sederhana karena hanya menggunakan gelas ukur dan dicatat secara manual. Minimnya alat untuk menghitung curah hujan membuat prediksi yang dilakukan seringkali gagal.

10.Curah hujan

Tanaman tebu banyak membutuhkan air selama masa pertumbuhan vegetatifnya, namun menghendaki keadaan kering menjelang berakhirnya masa pertumbuhan vegetatif agar proses pemasakan (pembentukan gula) dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase pertumbuhannya, maka secara ideal curah hujan yang diperlukan adalah 200 mm per bulan selama 5-6 bulan berturutan, 2 bulan transisi dengan curah hujan 125 mm per bulan, dan 4-5 bulan berturutan dengan curah hujan kurang dari 75 mm per bulannya.

11.Sinar matahari

Radiasi sinar matari sangat diperlukan oleh tanaman tebu untuk pertumbuhan dan terutama untuk proses fotosintesis yang menghasilkan gula. Cuaca berawan pada siang maupun malam hari bisa menghambat pembentukan gula. Pada siang hari, cuaca berawan menghambat fotosintesis sedangkan pada malam hari menyebabkan naiknya suhu yang bisa mengurangi akumulasi gula karena meningkatnya proses pernafasan.

Evaluasi Aspek

Identifikasi sistem pengolahan gula di Pabrik Gula Sei Semayang dilakukan dengan mengevaluasi aspek yang dianggap cukup penting, yaitu aspek lingkungan dan aspek sosio-teknik.

Aspek lingkungan

Sistem pengolahan gula sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan seperti letak geografis, keadaan tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil dapat membedakan antara produk yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi aspek lingkungan pada kajian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya dukung lingkungan di daerah penanaman tebu demi pencapaian produksi secara berkelanjut. Dalam kajian aspek lingkungan, daya dukung tanah dan kondisi iklim merupakan faktor yang akan dievaluasi.

Iklim yang terjadi berulang selama rentang waktu tertentu akan mempengaruhi sifat dan karakteristik tanaman. Pengetahuan dasar mengenai iklim dan pemanfaatan data dan informasi iklim sangat penting untuk mengetahui secara nyata kondisi dan karakteristik iklim di perkebunan. Data iklim hasil pengukuran tersebut dapat digunakan sebagai sistem peringatan bagi perkebunan.

Aspek sosio-teknik

Keberadaan sistem pengolahan gula membawa perubahan terhadap budaya masyarakat sekitar. Perubahan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sistem terutama adalah dalam hal :

• Pergeseran budaya masyarakat yang awalnya adalah pertanian berkembang menjadi industrial.

• Bekerja di dalam sistem dirasa sudah tidak menarik lagi atau dianggap sudah ketinggalan jaman.

Pendekatan sistem terhadap aspek sosial adalah mengevaluasi hubungan horizontal di dalam manajemen PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Sei Semayang. Survei yang dilakukan terhadap para pekerja sistem menunjukkan

bahwa 44% pekerja adalah berusia 27-35 tahun. Ini menunjukkan bahwa sedikiitnya para pekerja yang memiliki usia yang masih produktif untuk bekerja.

Gambar 6. Frekuensi usia para pekerja di PG Sei Semayang

Sedangkan rata-rata pendidikan para pekerja di pabrik gula Sei Semayang yaitu memiliki pendidikan SLTA sebesar 45%. Ini menunjukkan bahwa pekerja pabrik pada dulunya tidak dilihat dari pendidikan yang tinggi.

Jumlah SD; 10; 16% SMP; 18; 29% SLTA; 28; 45% DIPLOMA; 1; 2% SARJANA; 5; 8% SD SMP SLTA DIPLOMA SARJANA Jumlah <27 tahun; 0; 0% 27-35 tahun; 27; 44% 36-50 tahun; 35; 56% >50 tahun; 0; 0% <27 tahun 27-35 tahun 36-50 tahun >50 tahun

Diagram di bawah ini menunjukkan bahwa 56% para pekerja mengatakan cukup mudah untuk mendapatkan pekerjaan di pabrik gula Sei Semayang, karena sebelum mendapatkan pekerjaan dilakukan pelatihan dan dari survei kebanyakan mengatakan pelatihan dilakukan selama 1-3 bulan. Selain pelatihan mereka juga diberikan petunjuk kerja berbentuk dokumen atau tulisan, jadi pada saat melakukan pekerjaan para pekerja sudah menguasai alat yang ada.

Gambar 8. Frekuensi SOP (standar operasional pekerja) kemudahan kerja Penyusunan Diagram Kotak Hitam

Perancangan diagram kotak hitam (blackbox diagram) akan dibagi menjadi beberapa variabel yaitu input, parameter rancangan sistem, output dan manajemen pengendalian.

Input merupakan masukan yang diberikan pada sistem budidaya tebu untuk mengubah sumber daya dan menambah nilai kegunaan. Variabel input terdiri atas input terkendali, input tak terkendali dan input lingkungan. Menurut Eriyatno (2003), input yang terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem yang sesuai dengan yang diharapkan, begitu juga

Jumlah Sangat mudah; 1; 2% Mudah; 19; 31% Sulit; 7; 11% Cukup mudah; 34; 56% Sangat mudah Mudah Cukup mudah Sulit

dengan input yang takterkendali. Perwujudan inpun dapat meliputi manusia, barang, tenaga, modal dan informasi.

Di dalam sistem ini input terkendali adalah perencanaan biaya produksi, luas lahan yang akan diolah, jumlah bibit yang digunakan, jumlah dan konsentrasi pupuk dan herbisida, jumlah tenaga kerja, peralatan kerja produksi dan jumlah sarana pengangkutan.

Input yang tak terkendali terdiri atas perkembangan kota, jenis dan jumlah serangan hama dan penyakit tanaman dan jumlah panen tebu giling, perkembangan kota merupakan input tak terkendali yang paling banyak mempengaruhi sistem.

Input lingkungan adalah penyebab yang mempengaruhi sistem akan tetapi sistem itu sendiri tidak dapat mempengaruhinya. Input lingkungan yang mempengaruhi sistem adalah peraturan pemerintah dan kondisi iklim.

Dalam perancangan model diagram kotak hitam perlu ditentukan suatu parameter rancangan sistem. Seperti yang diungkapkan oleh Eriyatno (2003), parameter rancangan sistem digunakan untuk menetapkan struktur sistem yang merupakan peubah keputusan penting bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah.

Parameter rancangan sistem sendiri dapat berupa lokasi fisik, ukuran fisik dari sistem dan komponen sistem. Parameter rancangan sistem terdiri Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk budidaya tebu dan SOP pengolahan gula di

pabrik. SOP yang dibuat oleh pihak manajemen ini merupakan acuan bagi pekerja untuk melaksanakan tugas dalam rangka mewujudkan tujuan dari sistem produksi yaitu peningkatan produktifitas dan optimalisasi biaya produksi. SOP berisi tentang tujuan, ruang lingkup, peralatan, dan prosedur kerja dari masing-masing bagian pekerjaan.

Teknis pengolahan yang paling mempengaruhi mutu gula adalah proses pemanenan tebu. Pada tahap ini seluruh komponen peroses pemanenan benar-benar sesuai dengan standar. Kondisi tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi tebu giling. Kondisi tanah yang baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman tebu giling adalah volume tanah yang terdiri dari kurang lebih 30% tanah, 25% air dan 45% udara. Kualitas pengolahan tanah dikatakan baik jika kedalaman olah paling tidak 30-40 cm baik pekerjaan pembajakan maupun penggemburan.

Proses transformasi input dan parameter rancangan sistem akan menghasilkan output. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan output tak dikehendaki. Output yang dikehendaki adalah efektivitas pengolahan lahan guna meningkatkan produktisi tebu giling, efisiensi biaya produksi, ketepatan waktu pengangkutan tebu giling ke pabrik gula, produktivitas, keuntungan bagi perusahaan, pembinaan mitra kerja dengan pihak kedua dan penyediaan lapangan kerja.

Output tak dikehendaki bagi masyarakat merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki dan sering merupakan kebalikan dari keluaran yang dikehendaki. Output tak dikehendaki dalam sistem ini adalah adalah kenaikan

biaya produksi, kerugian bagi perusahaan, penurunan kesuburan tanah, limbah dan polusi udara.

Manajemen pengawasan dan pengendalian mutu merupakan umpan balik dalam jalannya sistem. Proses produksi dalam transformasinya dari input menjadi output sering terdapat perbedaan harapan yang tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Oleh karena itu, diperlukan umpan balik agar hal-hal yang menimbulkan perbedaan harapan yang tidak sesuai dapat ditangani dan disesuaikan dengan harapan.

Dokumen terkait