• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Singkat Perusahaan

CV. Reksa Subur Sembada mulai berdiri tanggal 28 Januari 2005 di Serdang Bedagai, sebelumnya masih UD (Unit Dagang) dengan No. daftar industri 530/005/TDI/III/2006, kemudian pada tahun 2007 pindah ke Kisaran bekerja sama dengan PT. Aldira Fauna Asahan. Pada awal 2008 CV. Reksa Subur Sembada pindah ke Stabat bekerja sama dengan PT. LAL (Lembu Andalas Langkat), kemudian Mei 2009 lokasi pabrik pindah ke Pinang dua Stabat bekerja sama dengan kelompok tani sekitar. Pada tanggal 15 Mei 2010 CV. Reksa Subur Sembada mulai berdiri sendiri yang beralamat di Dusun mandiri Desa Karang Rejo kecamatan Stabat kabupaten Langkat. CV. Reksa Subur Sembada didirikan oleh bapak Priyo Supriyanto sebagai pemilik penuh atas perusahaan ini. Pabrik kompos CV. Reksa Subur Sembada mulai beroperasi pada bulan Juni 2010

dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Mikro No. 511-3747/SIUP/KPT/2010 dengan merek dagang kompos “ Reksa Fine

Compost”.

Struktur Organisasi CV. Reksa Subur Sembada

Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu sistem tugas, wewenang dan tanggung jawab dari tiap-tiap fungsi atau bagian yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi perusahaan akan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang baik dalam perusahaan.

Struktur organisasi di CV. Reksa Subur Sembada dimulai dari pemilik sebagai pengambil keputusan tertinggi dan pembuat kebijakan perusahaan. Selanjutnya mandor pabrik, yaitu orang yang bertanggung jawab penuh atas jalannya proses produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk jadi di pabrik. Mandor pabrik membawahi pekerja-pekerja di pabrik. (lampiran 5). Jumlah tenaga kerja di bagian produksi CV. Reksa Subur Sembada 8 orang, dan 4 orang tenaga kerja di bagian bongkar muat bahan baku. Untuk pemasaran produk, CV. Reksa Subur Sembada menggunakan jasa angkutan (currier) atau pelanggan yang mengambil produk langsung ke pabrik pupuk kompos CV. Reksa Subur Sembada .

Produktivitas dan Pemasaran Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada

Produksi adalah segala proses yang dirancang untuk mengubah (mentranformasikan) suatu susunan elemen masukan (input) menjadi suatu susunan elemen keluaran (output) yang spesifik. Ginting (2007) menyatakan bahwa sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi.

Pengukuran produktivitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan sebuah lembaga. Dengan mengetahui produktivitas perusahaan maka pihak CV. Reksa Subur Sembada akan mendapatkan gambaran perkembangan dari sistem yang dijalankan. Parameter produktivitas diukur dari keseluruhan produksi pupuk kompos dari bahan baku sampai hasil jadi. Analisis produktivitas dilakukan dengan menggunakan data produksi pupuk kompos selama 16 bulan.

Tabel 4. Produksi kompos Januari 2010 – April 2011

Tahun Bulan Total Produksi (Ton) Jual (Ton) Stock (Ton)

2010 Januari 97,75 77,75 20 Februari 20,95 8,1 32 Maret 30,5 8,1 55,25 April 25,5 18,5 62,25 Mei 26 19,85 68,4 Juni 130 106 92,4 Juli 42 11,2 123,2 Agustus - 6,25 116,95 September - 30,75 86,2 Oktober - 1,8 84,4 November - 56,5 27,9 Desember - 14,15 13,75 2011 Januari 25 17,5 21,25 Februari 34 30 25,25 Maret 38 30,43 32,82 April 51,88 82,8 1,9

Dari Tabel 4, produksi pupuk kompos tidak stabil setiap bulannya. Pabrik umumnya memperbanyak produksi saat permintaan akan pupuk tinggi yakni saat musim memupuk, seperti terlihat pada bulan Juni 2010 yakni 130 ton dengan penjualan 106 ton. Pada bulan Agustus 2010 sampai Desember 2010 pabrik tidak beroperasi karena tidak adanya permintaan, dimana stok pupuk dirasa cukup. Selain itu karena pabrik pindah lokasi, jadi dibutuhkan pembangunan kantor di pabrik dan penyesuaian lingkungan.

Penjualan pupuk kompos tidak menetap, seperti terlihat pada Tabel 4. Untuk pemasaran, kompos dengan merek reksa fine compost mencakup wilayah Sumut, Serdang Bedagai, Tanjung Pura, Rantau Prapat, Aek Nabara, Berastagi, Bagan Batu, Dumai dan Langsa. Untuk meningkatkan pemasaran, pihak manajemen melakukan promosi dengan ikut pameran di bidang pertanian, melakukan penyuluhan pupuk organik, membentuk mitra tani dimana merek dagang yang

tani mendirikan suatu kelompok yaitu Gabungan Pengolah Pupuk dan Pangan Organik (GAPPONIK) Kawasan Langkat. Adapun tujuan dari kelompok ini adalah dapat mensubsidi pupuk kompos ke petani di seluruh kabupaten Langkat.

Stakeholder dan Analisis Kebutuhan Sistem Produksi Pupuk Kompos

Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal pengkajian mengenai sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.

Semua stakeholder yang terkait dengan sistem produksi pupuk kompos mempunyai kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing stakeholder terhadap sistem tersebut. Whitten, dkk (2004) mendefinisikan stakeholder sebagai orang yang mempunyai ketertarikan terhadap sistem yang ada ataupun sistem yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis atau non teknis, bisa juga pekerja dalam dan luar.

Komponen pelaku sistem yang perlu diikutkan dalam analisis kebutuhan sistem adalah pemilik CV. Reksa Subur Sembada, PT. LAL (Lembu Andalas Langkat) sebagai pensuplai bahan baku, mitra tani salah satunya Kelompok Tani Ternak Sri Sari Wangi, dan masyarakat sekitar pabrik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik CV. Reksa Subur Sembada sebagai salah satu stakeholder, diidentifikasi adanya sejumlah kebutuhan yang harus terpenuhi guna mempertahankan kelangsungan produksi pupuk kompos dan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Analisa kebutuhan pemilik CV. Reksa Subur Sembada ini antara lain ketersediaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja yang terampil, modal, dan teknologi,

informasi melalui website, produktivitas yang stabil bahkan relatif meningkat setiap bulannya dan laba bagi perusahaan.

Analisis kebutuhan stakeholder berikutnya adalah PT. LAL (Lembu Andalas Langkat). PT. LAL mulai bekerja sama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 yakni mensuplai bahan baku kotoran lembu dan abu sekam. PT. LAL ini juga mempunyai kebutuhan dalam sistem yaitu keharmonisan dalam menjalin kerjasama adalah kebutuhan paling utama serta laba bagi perusahaan.

Pihak ketiga yaitu mitra tani salah satunya Kelompok Tani Ternak Sri Sari Wangi yang membantu pemilik dalam melangsungkan produksi. Analisa kebutuhan stakeholder pihak ketiga yaitu keharmonisan dalam menjalin kerjasama dan dapat menghasilkan laba bagi para petani.

Masyarakat adalah sekelompok orang atau masyarakat yang berada dan menetap di sekitar pabrik. Lokasi yang lebih jauh diharapkan dapat mengurangi polusi udara, penyediaan lapangan pekerjaan dirasa merupakan kebutuhan yang terpenting. Selain itu, kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi yang mengarah pada pembangunan infrastruktur desa.

Analisis kebutuhan para stakeholder sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada disajikan secara terperinci pada Tabel berikut

Tabel 5 . Analisis kebutuhan para stakeholder

No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder 1 Pemilik CV. Reksa Subur Sembada 1. Produktivitas tinggi

2. Faktor produksi yang mendukung aktivitas seperti tenaga kerja, teknologi 3. Informasi di website agar produk lebih

4. Modal

2 PT. LAL 1. Keharmonisan dalam menjalin

kerjasama

2. Laba bagi perusahaan

3 Kelompok Tani Ternak Sri Sari Wangi 1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama

2. Laba bagi petani

4 Masyarakat setempat 1. Penyediaan lapangan kerja

2. Lokasi pabrik lebih jauh ke belakang 3. Pembangunan infrastruktur desa

Sistem Produksi Pupuk Kompos

Bahan baku pembuatan pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada 80 % dari kotoran lembu yang dibeli dari PT. LAL. Proses pengomposan tergolong cepat karena penggunaan starter mikroba stardec (Lampiran 10) yang dapat menguraikan kotoran lembu lebih cepat. Menurut AgroMedia (2007) stardec

bukannya kompos, melainkan pemacu atau starter mikroba pengompos sampah, khususnya kotoran ternak. Stardec ini dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan. Proses pengomposan yang biasa berlangsung 3-4 bulan dapat dipercepat menjadi 5 minggu.

Sistem produksi merupakan kumpulan sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output produksi. Menurut Ginting

Bahan baku Tenaga kerja Peralatan kerja Proses produksi k k Pupuk Kompos Permintaan konsumen

(2007) untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi.

.

Gambar 2. Diagram sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada Untuk menghasilkan kompos jadi 12,5 ton dengan total bahan baku 24,1 ton dalam 1 tumpukan, waktu yang dibutuhkan tenaga kerja sekitar 3-4 minggu. Pembalikan kompos dilakukan setiap 5 hari sekali dengan perlakuan 3 kali ulangan. Hal ini dilakukan agar kompos merata dan untuk menjaga kelembapan bahan yang dikomposkan. Pembalikan juga dilakukan untuk mencegah tumpukan kering, jika tumpukan kering dilakukan aerasi atau penambahan air secukupnya.

Kelengkapan kerja sangat dibutuhkan pada proses pembalikan, seperti sarung tangan, masker, dan sepatu boot karena pekerjaan ini cukup berat, terutama bau yang menyengat dari kotoran lembu. Pembalikan juga masih dikerjakan manual, hanya menggunakan cangkul dan garu. Minggu ke-3 kompos telah jadi, kemudian dikeringanginkan selama 5 hari. Setelah kompos kering, maka dilakukan penghancuran dengan mesin penghancur, kemudian dilakukan pengayakan untuk mengendalikan mutu kompos yaitu menghasilkan kompos yang

halus dan memisahkan bahan yang belum hancur. Setelah itu dilakukan pengemasan dengan plastik ukuran 50 kg dan 10 kg dengan merek reksa fine compost (Lampiran 10).

Aplikasi Reksa Fine Compost Untuk Pertanian

Di kalangan petani kita, kebiasaan penggunaan pupuk kimia sudah berlangsung cukup lama dan terus menerus dengan dosis yang semakin meningkat, dengan tujuan tak lain adalah untuk meningkatkan produksi pertanian. Menurut pernyataan Isroi dan Yuliarti (2009) penggunaan pupuk kimia lebih cenderung dipilih petani karena kandungan hara di dalam pupuk kimia lebih tinggi sehingga pengaruhnya pada tanaman lebih cepat terlihat. Kondisi ini mendorong petani menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang semakin meningkat.

Dosis kompos untuk pertanian bervariasi tergantung kondisi lahan (kandungan bahan organik dan status hara), jenis tanaman yang diusahakan, dan musim. Reksa fine compost bisa diaplikasikan untuk segala jenis tanaman seperti :

1. Tanaman perkebunan dan buah tanaman

yaitu sawit, kopi, coklat, karet, jeruk, mangga, dan tanaman buah lainnya. 2. Tanaman sayuran

yaitu sawi, kol, buncis, tomat, kentang, dan tanaman sayuran lainnya. 3. Tanaman palawija dan buah semusim

yaitu jagung, padi, kedelai, tebu, dan tanaman palawija lainnya. 4. Tambak udang/ ikan

Mutu Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada

Berdasarkan hasil uji kompos di laboratorium (lampiran 8) diperoleh bahwa mutu kompos reksa fine compost tergolong bagus karena telah memenuhi SNI kompos yang berlaku.

Tabel 6. Perbandingan hasil analisis lab. dengan SNI kompos

No Jenis Analisis Satuan Uji Laboratorium SNI Kompos Min Max 1 pH (H2O) 7,4 6,80 7,49 2 C organik % 27,43 27 58 3 C/N 24,2 10 20 4 N % 1,13 0,40 - 5 P2O5 % 1,65 0,10 - 6 K2O % 0,57 0,20 -

Kompos yang dihasilkan CV. Reksa Subur Sembada juga tidak bau, menyerupai bau tanah, dan berwarna coklat kehitaman serta remah saat dipegang. Menurut Murbandono (2009) kompos yang telah jadi dicirikan dengan warna yang coklat kehitaman, bentuknya gembur (remah), dan tidak berbau. Ini juga menunjukkan mutu kompos yang dihasilkan CV. Reksa Subur Sembada telah memenuhi SNI kompos yang berlaku, yaitu berwarna coklat kehitaman dan berbau tanah. Hal ini juga didukung dari hasil kuisioner pada konsumen, 100 % responden menyatakan kompos yang dihasilkan tidak bau.

Walaupun kompos yang dihasilkan di CV. Reksa Subur Sembada tidak berbau, namun dalam proses pengomposannya menimbulkan bau. Hal ini dilihat dari wawancara dengan masyarakat sekitar pabrik, 93 % responden (Gambar 4) sangat mengelukan bau yang ditimbulkan dari pabrik kompos.

Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul di dalam sistem dan harus diselesaikan. Tunas (2007) mengatakan bahwa melalui berpikir kesisteman dan pendekatan sistem kita akan dapat melihat permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh. Adapun ruang lingkup atas permasalahan utama yang terjadi pada sistem produksi pupuk kompos adalah : 1. Tenaga kerja

Bekerja pada sistem produksi pupuk kompos menjadi sesuatu hal yang kurang menarik bagi tenaga kerja usia produktif saat ini di daerah Stabat. Hal ini muncul, karena semakin banyaknya pilihan pekerjaan untuk mereka yang dirasa lebih meningkatkan kesejahteraan mereka. Tenaga kerja di CV. Reksa Subur Sembada tidak menetap karena pekerjaan ini dirasa cukup berat, biasanya mereka hanya sistem borongan, setelah itu berhenti. Hal ini mengakibatkan kurangnya tenaga kerja yang terampil, dan menghabiskan waktu lagi untuk mencari pekerja serta mensosialisasikan pekerjaan lagi pada tenaga kerja yang baru. Terlihat dari hasil kuisioner menunjukkan 56% tenaga kerja baru bekerja 1 bulan (Gambar 3).

Gambar 3. Lama pekerja sistem produksi

1 bulan

56%

1 tahun

Usia dominan para pekerja sistem berada pada usia 15-17 tahun (Gambar 4). Usia ini sebenarnya sangat produktif dalam sistem karena mengingat bekerja di sistem cukup berat. Tapi waktu pekerjaan jadi berkurang, karena ada pekerja yang masih berstatus pelajar SMA.

Gambar 4. Usia pekerja sistem produksi

2. Kondisi cuaca yang semakin sulit untuk diprediksi

Perubahan iklim secara global sudah menjadi isu yang mencemaskan belakangan ini. Hal itu disebabkan karena ulah manusia yang tidak memelihara lingkungan sehingga terjadi kerusakan dimana-mana yang akhirnya justru merugikan semua makhluk hidup di atas bumi ini.

Cuaca merupakan salah satu faktor produksi yang sering kali dianggap sebagai kendala dalam proses produksi. Dari hasil data curah hujan Stasiun Meteorologi Kelas I Polonia Medan (Lampiran 9) dapat kita lihat bahwa kondisi cuaca sekarang sulit untuk diprediksi, curah hujan setiap bulannya di daerah Stabat tidak menentu. Kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap faktor ini. Terhambatnya kegiatan produksi seringkali disebabkan oleh cuaca hujan. Jika hujan deras, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi secara optimal

15-17 Tahun 45% 19-23 Tahun 33% 35-40 Tahun 22%

pupuk kompos yang telah matang pun akan mengandung air karena serapan air hujan di tanah yang nantinya akan memperlama proses pengeringan pupuk kompos itu sendiri. Bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk tahap pengeringan akan mempengaruhi tahap pengolahan selanjutnya, yaitu tahap penghancuran karena kompos yang akan dihancurkan harus kering agar tidak menggumpal/ lengket pada mesin penghancur.

3. Polusi udara

Dari wawancara yang dilakukan ke masyarakat di sekitar pabrik, 93 % masyarakat mengelukan bau yang ditimbulkan dari pabrik CV (Gambar 5). Reksa Subur Sembada, terutama saat bahan baku datang. Untuk menanggulanginya proses produksi sebaiknya dimundurkan lebih kebelakang dan pabrik ditutup pagar tinggi (pembatas seng) untuk mengurangi bau yang ditimbulkan.

Gambar 5. Bau produksi kompos

Evaluasi Aspek

Identifikasi sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada kecamatan Stabat kabupaten Langkat meliputi pengevaluasian tiga aspek yang dianggap cukup penting yaitu aspek produksi, aspek lingkungan dan aspek sosial

Bau 93% Tidak

Bau 7%

ekonomi. Dalam aspek produksi, dijelaskan mengenai produktivitas, teknologi yang digunakan dan biaya produksi. Aspek lingkungan membahas tentang keadaan lingkungan pekerjaan di pabrik CV. Reksa Subur Sembada. Yang terakhir adalah mengkaji evaluasi aspek sosial ekonomi, pengukuran kesejahteraan ekonomi para tenaga kerja merupakan bahan yang akan dievaluasi.

Aspek Produksi

Produk yang berkualitas akan meningkatkan kepuasan konsumen. Keadaan tesebut mampu meningkatkan penjualan dari kompos jadi, yang akan meningkatkan pangsa pasar, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.

Luas areal pabrik pupuk kompos CV. Reksa Subur Sembada adalah 4000 m2. Dengan luas lahan tersebut, kapasitas produksi kompos maksimal 30 tumpukan. Dalam realisasinya CV. Reksa Subur Sembada hanya memroduksi 10 tumpukan. Dari hasil wawancara dengan pihak manajemen, ini dikarenakan kurangnya tenga kerja di bagian produksi.

Berdasarkan data dari pihak manajemen CV. Reksa Subur Sembada, untuk memproduksi 12,5 ton pupuk kompos per harinya, diperlukan bahan baku sebanyak 24,1 ton dalam 1 tumpukan. Hal ini tertera pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Daftar Komposisi dan Jumlah Bahan baku per tumpuk

No Bahan Baku Lapisan Ke- Satuan/Isi (kg) Total/kg

I I II IV

1. Kotoran lembu 6,6 6 4 3,4 ton 400/20.000 2. Abu Sekam 26 24 16 14 goni/30 80/2.400 3. Abu Gergaji 16 14 10 8 goni/25 48/1.200 4. Dolomit 3 3 2 2 goni/50 10/500 5. Stardec 22 20 13 11,5 kg 66,5

Biaya yang diperlukan untuk memproduksi pupuk kompos per kg nya cukup tinggi. Berdasarkan data dari pihak manajemen (Lampiran 4) untuk menghasilkan pupuk kompos per kg dibutuhkan biaya Rp. 689,566, sedangkan harga jual pupuk reksa fine compost per kg Rp. 1000.

Teknologi yang digunakan di pabrik kompos ini masih minim, pekerjaan masih dilakukan secara manual. Teknologi mesin yang digunakan hanya pada proses penghancuran kompos yaitu menggunakan mesin penghancur hanya 1 unit dengan kapasitas 2 ton/ jam. Hal ini mengakibatkan kondisi pekerjaan cukup berat bagi para pekerja.

Kurangnya keterampilan dan rasa memiliki terhadap sistem produksi pupuk kompos turut menjadi penyebab tidak stabilnya produksi. Para pekerja bekerja tidak berdasarkan minat, mereka hanya bekerja sekedar untuk mendapatkan uang saat perlu, karena sistem kerja borongan, bebas tidak ada kontrak. Hal ini menyebabkan minimnya minat para pekerja untuk mengetahui seluk beluk tentang kompos.

Para pekerja umumnya juga tidak menetap, karena pekerjaan di pabrik kompos dirasa cukup berat. Sistem borongan yang diberlakukan di CV. Reksa Subur Sembada juga tidak menarik minat para masyarakat sekitar pabrik untuk bekerja di dalam sistem.

Aspek Lingkungan

Sistem produksi pupuk kompos sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan tempat bekerja yang ada di pabrik turut mempengaruhi produktivitas sistem. Ketersediaan alat dan perlengkapan kerja seperti masker,

sarung tangan, dan sepatu juga mempengaruhi kinerja para pekerja produksi kompos.

Dalam aspek lingkungan disini juga yang berpengaruh adalah cuaca yaitu curah hujan. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi proses produksi pupuk kompos. Produksi kompos di CV. Reksa Subur Sembada dilakukan di lahan terbuka dengan menggunakan terpal pengganti barak, karena kurangnya modal, jadi saat hujan turun kegiatan produksi berhenti. Barak hanya digunakan untuk proses finishing yaitu penghancuran, pengayakan, dan pengemasan.

Aspek Sosial-Ekonomi Sistem Produksi Pupuk Kompos

Keberadaan sistem produksi pupuk kompos telah diketahui membawa banyak perubahan aspek sosial ekonomi bagi seluruh stakeholder. Takaran ekonomi adalah kriteria utama untuk mengukur kesejahteraan suatu kelompok masyarakat. Sedangkan pendekatan sistem dengan aspek sosialnya adalah evaluasi hubungan horizontal sistem dengan seluruh stakeholder sistem guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sedikitnya jumlah tenaga kerja yang menetap di pabrik kompos disebabkan oleh adanya keinginan untuk bekerja diluar sistem, apabila ditinjau dari pekerjaan mereka, 89 % responden mengatakan bahwa kondisi pekerjaannya cukup berat, kondisi sedang 11 %. Pendapatan atau upah yang mereka terima perbulannya dirasa cukup sebanding dengan pekerjaan yang mereka lakukan terlihat dari hasil kuisioner sebanyak 56 % responden mengatakan puas dengan upah yang diterimanya (Gambar 6).

Gambar 6. Upah yang diterima

Perubahan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sistem produksi pupuk kompos berdampak terhadap :

1. Pemikiran untuk bekerja di dalam sistem produksi pupuk kompos menjadi tidak menarik

2. Masyarakat tidak mau menjual kotoran ternak mereka pada pabrik

3. Adanya pabrik kompos dirasa sangat merugikan karena menimbulkan polusi udara

Penyusunan Diagram Kotak Hitam (Blackbox Diagram)

Pada langkah identifikasi sistem, terdapat konsep blackbox (kotak hitam), yang tidak diketahui apa yang terjadi di dalamnya, tetapi hanya diketahui input yang masuk dan output yang keluar dari kotak gelap tersebut (Eriyatno, 2003). Perancangan diagram kotak hitam (Gambar 7) dibagi menjadi beberapa variabel yaitu input, parameter rancangan sistem, output dan manajemen pengendalian.

Input merupakan masukan yang diberikan pada sistem produksi kompos untuk mengubah sumber daya dan menambah nilai kegunaan. Variabel input pada

puas 56% cukup puas 33% kurang puas 11%

perancangan diagram ini terdiri atas input terkendali, input tak terkendali dan input lingkungan. Input terkendali dapat divariasikan selama operasi untuk menghasilkan perilaku sistem sesuai dengan yang diharapkan. Dalam sistem ini input terkendali terdiri atas perencanaan dan biaya produksi, luas lahan produksi, bahan baku produksi, teknologi proses dan peralatan kerja produksi.

Input yang tak terkendali pada sistem produksi ini terdiri atas tenaga kerja dan jumlah sampah yang ikut dalam proses pengolahan.

Input lingkungan adalah peubah yang mempengaruhi sistem akan tetapi sistem itu sendiri tidak dapat mempengaruhinya. Input lingkungan yang mempengaruhi sistem adalah peraturan pemerintah dan kondisi cuaca.

Variabel penyusun diagram kotak hitam selanjutnya adalah parameter rancangan sistem. Seperti yang diungkapkan oleh Eriyatno (2003), parameter rancangan sistem digunakan untuk menetapkan struktur sistem yang merupakan peubah keputusan penting bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan. Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah.

Parameter rancangan sistem sendiri dapat berupa lokasi fisik, ukuran fisik dari sistem dan komponen sistem. Parameter rancangan sistem terdiri atas Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk produksi pupuk kompos di pabrik, penanggulangan bau yaitu proses pengomposan dimundurkan ke belakang pabrik, klasifikasi kompos standar dan plus dibedakan, kelengkapan kerja.

SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dibuat oleh pemilik ini merupakan acuan bagi pekerja untuk melaksanakan tugas dalam rangka mewujudkan tujuan dari sistem produksi yaitu peningkatan produktivitas dan optimalisasi biaya produksi. SOP berisi tujuan, ruang lingkup, peralatan, dan prosedur kerja dari masing-masing bagian pekerjaan.

Klasifikasi kompos yang diproduksi yaitu standar dan plus dibedakan kemasannya untuk menarik minat konsumen dan diharapkan dapat menambah nilai jual dari pupuk itu sendiri. Parameter selanjutnya adalah penambahan kelengkapan kerja para pekerja yaitu masker, sarung tangan dan sepatu untuk mengurangi kondisi kerja yang cukup berat.

Pengukuran produktivitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan sebuah lembaga. Proses transformasi input dan parameter rancangan sistem akan menghasilkan output. Output terdiri dari output yang dikehendaki dan output tak

Dokumen terkait