IDENTIFIKASI SISTEM PRODUKSI DAN MUTU PUPUK
KOMPOS DI CV. REKSA SUBUR SEMBADA
KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
OLEH :
PUTRI MELINDA SIBARANI 070308030
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
IDENTIFIKASI SISTEM PRODUKSI DAN MUTU PUPUK
KOMPOS DI CV. REKSA SUBUR SEMBADA
KECAMATAN STABAT KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSIOLEH :
PUTRI MELINDA SIBARANI 070308030/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh :
Komisi Pembimbing
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011
(Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si) Ketua
ABSTRAK
PUTRI MELINDA SIBARANI: Identifikasi Sistem Produksi dan Mutu Pupuk Kompos di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan RISWANTI SIGALINGGING.
Berkembangnya pertanian organik sebagai usaha yang diprediksikan akan memiliki prospek yang baik untuk masa depan membuat permintaan terhadap pupuk organik khususnya kompos meningkat. Untuk memenuhi peningkatan permintaan konsumen perlu dilakukan upaya peningkatan produksi dan kualitas pupuk kompos. Oleh karena itu, untuk merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan produksi, digunakan pendekatan sistem (system approach) dengan cara menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Mei 2011. Hasil dari identifikasi sistem produksi pupuk kompos diinterpretasikan ke dalam diagram kotak hitam yang terdiri dari input terkendali dan tidak terkendali, input lingkungan, output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan pengendalian sistem produksi. Aspek lingkungan dan aspek sosial-ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada sistem. Hasil uji Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU menunjukkan bahwa pupuk kompos yang diproduksi CV. Reksa Subur Sembada telah memenuhi SNI kompos yang berlaku.
Kata kunci: sistem, produksi, mutu, pupuk kompos, diagram kotak hitam
ABSTRACT
PUTRI MELINDA SIBARANI: Identification of Production System and Compost Quality in CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, supervised by SAIPUL BAHRI DAULAY and RISWANTI SIGALINGGING.
The development of organic farming as a business is predicted to have good prospect for the future, making the demand for organic fertilizers, especially compost, increased. To meet the increasing consumer demand, efforts to increase production and quality of compost is needed. Therefore, to formulate programme of increasing production of compost, systems approach was applied by taking information from stakeholders.
This research was conducted from April 2011 until mei 2011. The system of compost production was interpreted into blackbox diagram consisted of controllable and uncontrollable output, parameters, and feed back control of production system.Environmental aspects and social-economic aspects were very influential factors on the system. The results of testing at Research and Technology Laboratory, Faculty of Agriculture, USU showed that compost produced by CV. Reksa Subur Sembada is appropriate with SNI standarts.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 13 April 1989, dari ayah
Dimpos Sibarani dan ibu Erna Tobing. Penulis merupakan anak kedua dari empat
bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 15 Medan dan pada tahun
yang sama penulis diterima di Program Studi Teknik Pertanian melalui jalur
seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai biro Organisasi dan
Komunikasi IMATETA (Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian) . Penulis juga aktif
sebagai Koordinator Arsip dan Inventaris di UKM Fotografi USU pada tahun
2009/2010.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Identifikasi Sistem Produksi Dan Mutu Pupuk Kompos di CV. Reksa
Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat” yang merupakan salah
satu syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Keteknikan
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si., selaku ketua komisi pembimbing dan
Ibu Riswanti Sigalingging, STP, M.Si., selaku anggota komisi pembimbing.
Khusus untuk Bapak Priyo Supriyanto pemilik CV. Reksa Subur Sembada,
penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis
mengumpulkan data.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian, kepada semua
rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu disini yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.
Medan, Juli 2011
DAFTAR ISI
Pembuatan Kompos Skala Besar ... 11
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan... 14
Mutu Pupuk Kompos ... 16
Metode Pendekatan Sistem ... 21
Sistem Produksi ... 22 Sejarah Singkat Perusahaan... 32
Struktur Organisasi Perusahaan ... 32
Produktivitas dan Pemasaran Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada ... 33
Mutu Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada ... 40
Identifikasi Permasalahn Sistem ... 41
Evaluasi Aspek ... 44
Aspek Produksi ... 44
Aspek Lingkungan ... 46
Aspek Sosial-Ekonomi Sistem Produksi Pupuk Kompos ... 47
Penyusunan Diagram Kotak Hitam ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 52
Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik ... 8
2. Standar kualitas kompos ... 17
3. Uraian komponen sistem ... 25
4. Produksi kompos januari 2010-April 2011 ... 34
5. Analisis kebutuhan para stakeholder ... 37
6. Perbandingan hasil analisis lab. dengan SNI kompos ... 40
DAFTAR GAMBAR
No Hal.
1. Diagram kotak gelap ... 24
2. Diagram system produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada . 38 3. Lama pekerja sistem produksi ... 42
4. Usia pekerja sistem produksi ... 42
5. Bau produksi kompos ... 44
6. Upah yang diterima ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal.
1.Bagan alir penelitian ... 56
2.Flowchart pembuatan pupuk kompos ... 57
3.Data hasil kuisioner... 58
4.Rencana produksi pupuk kompos ... 61
5.Struktur organisasi CV. Reksa Subur Sembada ... 63
6.SNI pupuk kompos ... 64
7.Komposisi kompos CV. Reksa Subur Sembada di kemasan ... 65
8.Data hasil analisis laboratorium... 66
9.Data curah hujan bulanan daerah stabat dan sekitarnya... 67
ABSTRAK
PUTRI MELINDA SIBARANI: Identifikasi Sistem Produksi dan Mutu Pupuk Kompos di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, dibimbing oleh SAIPUL BAHRI DAULAY dan RISWANTI SIGALINGGING.
Berkembangnya pertanian organik sebagai usaha yang diprediksikan akan memiliki prospek yang baik untuk masa depan membuat permintaan terhadap pupuk organik khususnya kompos meningkat. Untuk memenuhi peningkatan permintaan konsumen perlu dilakukan upaya peningkatan produksi dan kualitas pupuk kompos. Oleh karena itu, untuk merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan produksi, digunakan pendekatan sistem (system approach) dengan cara menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder.
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai Mei 2011. Hasil dari identifikasi sistem produksi pupuk kompos diinterpretasikan ke dalam diagram kotak hitam yang terdiri dari input terkendali dan tidak terkendali, input lingkungan, output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan pengendalian sistem produksi. Aspek lingkungan dan aspek sosial-ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada sistem. Hasil uji Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU menunjukkan bahwa pupuk kompos yang diproduksi CV. Reksa Subur Sembada telah memenuhi SNI kompos yang berlaku.
Kata kunci: sistem, produksi, mutu, pupuk kompos, diagram kotak hitam
ABSTRACT
PUTRI MELINDA SIBARANI: Identification of Production System and Compost Quality in CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, supervised by SAIPUL BAHRI DAULAY and RISWANTI SIGALINGGING.
The development of organic farming as a business is predicted to have good prospect for the future, making the demand for organic fertilizers, especially compost, increased. To meet the increasing consumer demand, efforts to increase production and quality of compost is needed. Therefore, to formulate programme of increasing production of compost, systems approach was applied by taking information from stakeholders.
This research was conducted from April 2011 until mei 2011. The system of compost production was interpreted into blackbox diagram consisted of controllable and uncontrollable output, parameters, and feed back control of production system.Environmental aspects and social-economic aspects were very influential factors on the system. The results of testing at Research and Technology Laboratory, Faculty of Agriculture, USU showed that compost produced by CV. Reksa Subur Sembada is appropriate with SNI standarts.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orientasi pertanian modern yang mengejar hasil panen
sebanyak-banyaknya dan kualitas panen yang prima menjadikan para praktisi pertanian
sangat tergantung pada penggunaan pupuk. Namun, tanpa pengetahuan yang
memadai, penggunaan pupuk justru menyebabkan penurunan kualitas dan
kuantitas produksi. Bahkan dapat berakibat fatal, yakni kematian tanaman.
Penggunaan pupuk yang salah dapat menyebabkan inefisiensi pada proses
produksi, selain itu penggunaan pupuk buatan dalam jangka panjang secara
terus-menerus dan tidak terkontrol akan berdampak buruk pada kesuburan tanah dan
lingkungan di sekitar daerah pertanian. Struktur tanahnya akan rusak dan beberapa
jenis pupuk dapat menyebabkan penurunan pH tanah.
Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas dengan menerapkan
sistem pertanian organik. Isu pertanian organik akhir-akhir ini mulai berkembang
kembali setelah masyarakat menyadari pentingnya kesehatan dan mutu bahan
pangan yang dikonsumsi. Penggunaan pupuk organik dapat menjadi alternatif
untuk mengurangi berbagai dampak dari pupuk buatan. Penggunaan berbagai
pupuk organik di lahan pertanian terbukti telah dapat meningkatkan produksi
sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
Salah satu jenis pupuk organik yang baik digunakan yaitu pupuk kompos. Karena
hadirnya pupuk organik sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun
demikian.
Cl) yang sangat diperlukan tanaman. Memang kandungan unsur hara tersebut
tidaklah banyak, jauh lebih sedikit dibanding kandungan unsur hara pada pupuk
kimia. Oleh karena itu, aplikasi kompos biasanya dilakukan dalam jumlah yang
lebih banyak dibanding aplikasi pupuk kimia.
Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI
19-7030-2004 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam
standar ini termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau
kimiawi kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat.
Untuk memastikan apakah seluruh kriteria kualitas kompos ini terpenuhi maka
diperlukan analisis laboratorium. Pemenuhan atas standar tersebut adalah penting,
terutama untuk kompos yang akan dijual ke pasaran. Standar itu menjadi salah
satu jaminan bahwa kompos yang akan dijual benar-benar merupakan kompos
yang siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia, maupun
lingkungan (Isroi dan Yuliarti, 2009).
Pada masa mendatang, kompos akan semakin diperlukan, sebagai pupuk
organik yang harganya terjangkau, yang dapat memperbaiki kondisi tanah yang
semakin menurun, menekan kerusakan tanaman akibat kemungkinan overdosis
pupuk anorganik, dan sebagai pupuk yang ramah lingkungan. Berkembangnya
pertanian organik sebagai usaha yang diprediksikan akan memiliki prospek yang
baik untuk masa depan membuat permintaan terhadap pupuk organik khususnya
kompos meningkat. Departemen Pertanian mencanangkan program “Go Organic
2010“. Berarti, produk pertanian harus dibudidayakan secara organik (dipupuk
dengan pupuk organik atau kompos). Dapat dibayangkan berapa jumlah kompos
organik. Oleh karena itu dapat dipastikan peningkatan akan pupuk kompos
meningkat (Sutanto, 2002).
Dengan adanya hal tersebut maka diperlukan usaha untuk memenuhi
peningkatan permintaan terhadap pupuk organik, khususnya kompos. Perlu
dilakukan upaya peningkatan produktivitas dan kualitas pupuk kompos. Cakupan
upaya peningkatan produktivitas dan kualitas pupuk kompos sangat luas, karena
meliputi aspek produksi (kualitas, kuantitas, dan biaya produksi), aspek
lingkungan, dan aspek sosial ekonomi. Oleh karena itu, untuk merumuskan
kebijakan dan strategi peningkatan produksi, digunakan pendekatan sistem
(system approach). Penggunaan pendekatan sistem dalam penelitian ini
diharapkan akan menghasilkan keputusan yang efektif dan operasional yang
sesuai dengan tujuan produksi perusahaan. Dengan memandang sistem secara
keseluruhan yang terdiri dari beberapa faktor yang terkait, kompleks dan dinamis
maka pendekatan sistem akan mencari keterpaduan antar elemen melalui
pemahaman yang utuh.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sistem produksi pupuk
kompos, mutu kompos yang dihasilkan, serta faktor-faktor yang mendukung
tujuan sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada. Hasil
identifikasi sistem diinterprestasikan ke dalam diagram kotak hitam (blackbox
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Program Studi
Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan CV. Reksa
Subur Sembada.
3. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang sistem produksi bagi
mahasiswa.
Batasan Penelitian
Penelitian mengenai sistem produksi pupuk kompos ini dibatasi hanya
untuk menguraikan dan menerangkan sistem produksi pupuk kompos di
CV. Reksa Subur Sembada, mulai dari penerimaan bahan baku sampai
pengemasan produk yang siap dipasarkan, serta menganalisis
mutu kompos yang dihasilkan yaitu pH, C/N, dan kandungan NPK di
TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk
Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik,
bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat
menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah, atau kesuburan tanah. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian
pupuk atau bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir ataupun
tanah liat ke dalam tanah. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta berbeda
pula sifat-sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah dan
tanaman. Karena hal-hal tersebut di atas agar diperoleh hasil pemupukan yang
efisien dan tidak merusak akar tanaman maka perlu diketahui sifat, macam, dan
jenis pupuk dan cara pemberian pupuk yang tepat (Hasibuan, 2006).
Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik.
Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang
diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai.
Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari
sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik
mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap
jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan
organik pupuk ini termasuk tinggi, sedangkan pupuk anorganik adalah jenis
pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia
sehingga memiliki kandungan persentasi yang tinggi. Contoh pupuk anorganik
Secara umum pupuk hanya memiliki dua bentuk, yaitu padat dan cair. Bila
diperinci pupuk padat dapat terdiri dari bermacam-macam bentuk, seperti serbuk,
butiran, tablet, dan kapsul. Sementara pupuk cair hanya dibedakan atas kekentalan
atau konsentrasinya yang berkaitan dengan kadar unsur yang dikandungnya.
Pupuk organik menempati urutan pertama dalam rangkaian budidaya tanaman
karena jenis pupuk ini digunakan sebagai pupuk dasar sehingga aplikasinya
dilakukan paling awal serta dalam jumlah paling besar. Senyawa atau unsur-unsur
organik yang merupakan kandungan utama pupuk ini dapat dimanfaatkan oleh
tanaman setelah melalui proses dekomposisi di dalam tanah. Jadi, cara aplikasi
yang efektif pupuk organik adalah dengan dimasukkan ke dalam tanah, meskipun
akhir-akhir ini telah banyak bermunculan pupuk organik cair yang dapat
diaplikasikan melalui daun (Marsono dan Sigit, 2001).
Kompos
Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos. Karena hadirnya pupuk organik
sangat diharapkan, berarti kehadiran kompos pun demikian. Sebenarnya kompos
bukanlah hal baru, nenek moyang kita sudah lama mengenalnya. Sejak
berabad-abad silam, para leluhur sudah melakukan hal yang kurang lebih sama dengan
praktek pengomposan modern. Panen mereka berlimpah pada ladang yang baru
saja dibuka dari sebuah hutan primer dan amat subur. Bagian atasnya merupakan
tanah tumpukan humus yang terjadi dari daun-daun, rumput yang hancur, kotoran
burung dan hewan, serta aneka tanaman yang lain.
Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh
besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Kualitas
kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005).
Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting dan
banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang
telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Kompos yang merupakan
pupuk organik memiliki kandungan unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur
hara yang terdapat pada kompos tidak akan merusak tanah seperti pupuk buatan
(anorganik). Kompos juga bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi
tanaman, walaupun jumlah yang digunakan cukup banyak (AgroMedia, 2007).
Kompos sebagai bagian pupuk organik mempunyai masa depan yang
cerah. Penggunaan berbagai pupuk organik di lahan pertanian terbukti telah
dapat meningkatkan produksi sehingga pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Kompos juga terbukti
memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sebab berhasil mengikat unsur organik
dalam tanah yang umumnya tinggal sekitar 1 %. Dengan penggunaan pupuk
organik, perbaikan akan terus berlangsung. Untuk sementara ini, jika bisa menjadi
2 % saja, sudah berarti kemajuan yang luar biasa (Murbandono, 2009).
Prinsip Pengomposan
Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering
yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang banyak mengandung N.
Pencampuran kotoran ternak dan karbon kering, seperti serbuk gergaji atau
jerami, ternyata dapat menghasilkan kompos yang berguna untuk memperbaiki
Bahan baku kompos harus memiliki karakteristik yang khas agar dapat
dibuat kompos. Idealnya, bahan baku kompos dipilih dan dicampur dalam
proporsi tepat untuk menghasilkan kompos yang berkualitas.
Tabel 1. Kandungan C/N dari berbagai sumber bahan organik
Jenis Bahan Organik Kandungan C/N
Urine ternak 0,8
Kotoran ayam 5,6
Kotoran sapi 15,8
Kotoran babi 11,4
Kotoran manusia (tinja) 6-10
Darah 3
Tepung tulang 8
Urine manusia 0,8
Eceng gondok 17,6
Jerami gandum 80-130
Jerami padi 80-130
Ampas tebu 110-120
Jerami jagung 50-60
Sesbania sp. 17,9
Serbuk gergaji 500
Sisa sayuran 11-27
Proses pengomposan dapat berlangsung beberapa hari hingga beberapa
minggu. Suhu akan meningkat sejalan dengan proses penguraian bahan organik
itu. Ciri fisik yang dapat dilihat pada kompos yang telah matang, antara lain,
terjadinya penurunan volume, warnanya menjadi coklat kehitaman, dan bahannya
menjadi lunak/ hancur (Isroi dan Yuliarti, 2009).
Sebaiknya sebelum pengomposan dilakukan, terlebih dahulu dirancang
urutan kerja yang akan dilaksanakan. Setelah itu, baru diatur tata laksana
bangunan dan kerjanya. Tata laksana pengomposan umumnya sering dikaitkan
dengan masyarakat sekitar, terutama pada proses pengomposan skala besar.
Pembalikan, pemberian air, dan aerasi merupakan bagian utama dari tata
begitu saja. Misalnya, penggunaan alat, pengadukan, dan pengeringan. Bagian ini
sering disebut dengan tata laksana sekunder. Karena hampir sama penting, bagian
sekunder dari proses pengomposan bisa menjadi sama pentingnya dengan bagian
primer.
Manfaat Pupuk Kompos
1. Memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot
yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia, terutama urea
(pupuk dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, liat, dan asam.
Pupuk kompos yang remah dan gembur akan memperbaiki pH dan
strukturnya.
2. Memiliki kandungan unsur mikro dan makro yang lengkap. Walaupun
kandungan unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya,
bahkan dapat menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang
diperlukan.
3. Ramah lingkungan. Sesuai slogan “Go Organic 2010” pemakaian kompos
dalam pertanian ataupun hobi bercocok tanam yang ramah lingkungan,
dibandingkan dengan pemakaian pupuk kimia, akan menjaga kelestarian
lingkungan.
4. Murah dan mudah didapat, bahkan dapat dibuat sendiri.
5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibandingkan dengan
pupuk kimia.
6. Membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam,
Kompos sangat baik digunakan sebagai pupuk pada tanah-tanah yang
bertekstur keras untuk memperbaiki strukturnya. Biasanya penggunaan kompos
diimbangi dengan pemberian pupuk kandang. Hal ini akan membantu
meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah (AgroMedia, 2007).
Bahan Baku Kompos
Pada prinsipnya hampir semua limbah organik dapat dikomposkan. Limbah itu
dapat berupa sisa panen, limbah industri pertanian, kotoran ternak, maupun
serasah atau dedaunan. Sisa panen dapat berupa jerami, sisa-sisa tanaman, daun,
sisa-sisa sayuran, dan lain sebagainya. Limbah industri pertanian antara lain
onggok, ampas tahu, serbuk gergaji, dan lain-lain. Rumput-rumputan juga dapat
dibuat kompos. Limbah organik yang sebaiknya tidak dikomposkan antara
lain kayu keras, bambu, tulang, dan tanduk. Bahan-bahan tersebut memerlukan
waktu yang lama menjadi kompos, sehingga sebaiknya dikomposkan secara
terpisah dari bahan-bahan yang lunak (Isroi dan Yuliarti,
2009).
Salah satu hasil sampingan dari peternakan adalah kotoran ternak. kotoran ternak
juga memiliki nilai ekonomis karena dapat dijadikan pupuk kandang. Namun,
pupuk kandang perlu diuraikan terlebih dahulu agar unsur haranya siap untuk
diserap oleh tanaman. Pupuk kandang yang masih mentah akan mengakibatkan
tanaman mati, karena suhunya yang panas dapat membakar akar tanaman
(AgroMedia, 2007)
Semua bahan baku kompos sebaiknya dikumpulkan di dekat tempat
pengomposan. Bahan yang harus segera dikomposkan adalah kotoran ternak. Jika
menjadi anaerobik. Selain itu kotoran ternak berpeluang menimbulkan bau dan
potensi kehilangan N akibat penguapan tinggi. Ada baiknya semua bahan baku
kompos disortir terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses pengomposan
(Djaja, 2008).
Pembuatan Kompos Skala Besar
Pembuatan kompos skala besar terdiri dari beberapa langkah kerja. Setiap
langkah kerja memerlukan peralatan dan prosedur tersendiri. Hal utama yang
khusus diperhatikan dalam pembuatan kompos adalah menjaganya agar proses
berjalan dengan baik dan memperbaiki keadaan bila proses pengomposan
berlangsung tidak sesuai keinginan. Adapun proses pengomposannya mencakup
tujuh langkah kerja berikut:
1. Penanganan dan penyimpanan bahan baku
Bahan baku sebaiknya diletakkan dan disimpan ditempat yang teduh agar
tidak terkena air hujan, angin dan panas. Pasalnya tempat yang terbuka
memungkinkan zat hara bahan baku tercuci oleh air hujan atau menguap
karena terbawa angin atau panas. Namun, tempat yang sangat tertutup pun
tidak dianjurkan karena uap bahan baku dapat menumpuk, sehingga dapat
menimbulkan alergi, keracunan, dan kebakaran. Jadi, tempat penyimpanan
dan penimbunan bahan baku yang baik adalah tempat setengah terbuka dan
beratap.
2. Penghalusan ukuran partikel bahan baku
Agar proses pengomposan berjalan lebih cepat, sebaiknya bahan baku
terlebih dahulu. Contohnya seperti rumput dan jerami, kedua bahan tersebut
sebaiknya dicacah sebelum dikomposkan.
3. Pembalikan
Sebelum membalikkan timbunan bahan kompos, sebaiknya dilakukan
pengukuran temperatur dan kelembaban timbunannya terlebih dahulu. Jika
timbunan terletak memanjang, pengukurannya dilakukan dibeberapa titik.
Temperatur dapat diukur dengan menggunakan alat pengukur temperatur
(termometer) atau dengan tangan. Caranya, termometer dibenamkan kedalam
timbunan dan dibiarkan selama lima menit. Selanjutnya lihat ukuran skala
ketinggian suhu yang berada di termometer. Membacanya harus dilakukan
seakurat mungkin.
4. Pematangan, penyimpanan, dan penangan kompos
Proses ini dapat berlangsung sekaligus atau terpisah. Langkah bersamaan bisa
dilakukan dengan cara menyimpan kompos di pelataran beratap dalam bentuk
curah atau didalam kantong plastik yang terbuka. Sementara itu, perlakuan
terpisah dilakukan dengan cara mematangkan kompos terlebih dulu, baik
ditempat pemprosesan maupun ditempat lain. Setelah matang, kompos
dikeringkan dengan cara diayak terlebih dahulu, gumpalan besar kompos
yang telah jadi akan mengeras dan sukar dihaluskan.
5. Pengayakan hasil
Pengayakan dilakukan untuk memisahkan partikel kasar dari partikel halus.
Bentuk partikel kasar disebabkan oleh pertikel tersebut belum sepenuhnya
terfermentasi. Partikel kasar ini bisa digunakan kembali pada proses
pengayakan juga mempermudah pengepakan kompos karena kantong atau
karung plastik tidak mudah sobek akibat gesekan yang berasal dari bagian
tajam gumpalan.
6. Pengeringan kompos
Pengeringan kompos dimaksudkan untuk menstabilkan berat kompos, dan
menghentikan seluruh proses pengomposan. Caranya adalah dengan
menjemur kompos dibawah sinar matahari langsung. Tindakan ini terbukti
lebih hemat dan efisien. Selain tidak membutuhkan tambahan biaya, proses
penjemurannya pun akan sempurna. Namun, kompos yang sedang
dikeringkan jangan sampai terkena air, baik air selokan, air hujan,
maupun air pompa.
7. Pengepakan
Kompos yang sudah matang, dalam arti temperatur, kelembaban
dan keasamannya relatif tidak berubah lagi, dimasukkan kedalam
kantong dan direkatkan. Kantong plastik tebal lebih baik daripada
karung plastik, tetapi sedikit lebih mahal. Selain itu, untuk memikat
konsumen, kantong pengepakan bisa diberi logo perusahaan dan
disebutkan pula kandungan dan bahan bakunya
(Djaja, 2008).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Pembuatan kompos dipengaruhi oleh beberapa faktor :
Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri akan
semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio
sehingga menjadi 12-20.
2. Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya
karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.
3. Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah
dengan kotoran hewan.
4. Jumlah Mikroorganisme
Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses
pengomposan diharapkan akan semakin cepat. Dari sekian banyak
mikroorganisme ada lima golongan yang pokok yaitu, bakteri fotosintesis,
lactobasilius sp, aspergillus sp, ragi (yeast), dan actinomycetes.
5. Kelembapan
Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar
40-60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja
secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi akan
menyebabkan mikrorganisme tidak berkembang atau mati.
6. Suhu
Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena
berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Suhu optimum bagi
mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam
keadaan dorman.
7. Keasaman (pH)
Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan dengan cara
menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa) bisa diturunkan
dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam (mengandung nitrogen)
seperti urea atau kotoran hewan (Indriani, 2004)
Tiga hal penting yang menyebabkan terjadinya proses pengomposan yaitu
zat hara, mikroba, dan keadaan lingkungan hidup mikroba. Pada dasarnya,
mikroba bekerja memanfaatkan zat hara bahan baku kompos di lingkungan yang
sesuai untuknya. Mikroba memegang peranan utama pada pengomposan,
walaupun cacing dan serangga ikut berperan setelah temperatur menurun.
Umumnya, tidak ada spesies mikroba yang mendominasi, karena keadaan dan
materi berbeda dan selalu berubah. Namun, kelompok utama yang berperan pada
proses pengomposan adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes yang mempunyai
spesies mesofilik dan termofilik (Djaja, 2008).
Mutu Pupuk Kompos
Kandungan unsur hara di dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis
bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Ciri fisik kompos yang
baik adalah berwarna coklat kehitaman, agak lembab, gembur, dan bahan
pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Produsen kompos yang baik akan
mencantumkan besarnya kandungan unsur hara pada kemasan. Meskipun
Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 19-7030-2004 dan
Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam standar ini
termuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi
kompos, termasuk di dalamnya batas maksimum kandungan logam berat. Untuk
memastikan apakah seluruh kriteria kualitas kompos ini terpenuhi maka
diperlukan analisis laboratorium. Pemenuhan atas standar tersebut adalah
penting, terutama untuk kompos yang akan dijual ke pasaran. Standar itu menjadi
salah satu jaminan bahwa kompos yang akan dijual benar-benar merupakan
kompos yang siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia,
maupun lingkungan (Isroi dan Yuliarti, 2009).
Spesifikasi Kompos
Kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut :
1. C/N rasio mempunyai nilai (10-20) : 1
2. Suhu sesuai dengan suhu air tanah
3. Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
4. Berbau tanah
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos
SNI : 19-7030-2004
(Badan Standarisasi Nasional, 2011).
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik dan pH nya. pH kompos
yang sudah matang biasanya mendekati netral (Isroi dan Yuliarti, 2009).
Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0. Derajat keasaman bahan
pada permulaan pengomposan pada umumnya asam sampai netral (pH 6,0-7,0).
Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan
karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah
bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme
dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk
sehingga derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral
(Djuarnani dkk, 2005).
8 Bahan asing % 1,5 24 Seng (Zn) mg/kg 500
Unsur Makro Unsur lain
C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1
hingga 40:1. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N
terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga
dekomposisi lambat. Selama proses pengomposan itu, rasio C/N akan terus
menurun. Kompos yang telah matang memiliki rasio C/N nya kurang dari 20
(Isroi dan Yuliarti, 2009).
C/N berfungsi untuk meningkatkan kesuburan pada tanah. Penambahan bahan
organik dengan nisbah C/N tinggi mengakibatkan tanah mengalami perubahan
imbangan C/N dengan cepat, karena mikroorganisme tanah menyerang sisa
pertanaman. C/N juga berfungsi untuk menyeimbangkan ketersediaan nitrogen
yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Apabila bahan organik yang diberikan ke
tanah mempunyai nisbah C/N tinggi, maka mikroorganisme tanah dan tanaman
akan berkompetisi memanfaatkan nitrogen dan tanaman selalu kalah
(Sutanto, 2002)
Kandungan NPK
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan hara kurang lebih: 1,69% N,
0,34% P2O5, dan 2,81% K. dengan kata lain, seratus kilogram kompos setara
dengan 1,69 kg urea, 0,34 kg SP-36, dan 2,81 kg KCl. Misalnya untuk memupuk
tanaman padi kebutuhan unsur haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg Sp-36/ha,
dan 37,5 kg KCl/ha, maka membutuhkan kompos kurang lebih sebanyak 22 ton
Nitrogen (N) berperan penting dalam merangsang pertumbuhan vegetatif dari
tanaman. Selain itu N merupakan penyusun plasma sel dan berperan penting
dalam pembentukan protein.
Fosfor (P) adalah unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang banyak
dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya dan diserap tanaman dalam bentuk
ion. Sumber utama fosfor di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral-mineral
yang mengandung fosfat.
Kalium (K) adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman,
dan diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tubuh tanaman kalium
bukanlah sebagai penyusun jaringan tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam
proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja enzim, membuka dan
menutup stomata, transportasi hasil-hasil fotosintesis, dan meningkatkan daya
tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman (Hasibuan, 2006).
Kualitas dan Strategi
Kualitas dalam pemakaian sehari-hari, menunjukkan baik buruknya
sesuatu, misalnya baik buruknya input atau output. Kualitas (mutu) mencakup
sifat, ciri, derajat, jenis, pangkat, standar, atau penilaian yang membedakan
sesuatu dari lainnya. Oleh karena fungsi produksi lazimnya berkaitan dengan
bentuk, luas, dan isi, maka perumusan standar merupakan kegiatan yang
bermanfaat dalam menentukan dimensi-dimensi tersebut.
Di setiap perusahaan, pengawasan kualitas menjadi fungsi yang perlu
diperhitungkan keberadaannya. Pengawasan kualitas bukan hanya merupakan
kualitas pengaruhnya besar atas keberhasilan pencapaian sasaran
(Komaruddin, 1991).
Peningkatan kualitas adalah aktivitas teknik manajemen, melalui pengukuran
karakteristik kualitas dari produk yang diinginkan pelanggan, serta mengambil
tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara kinerja
aktual dengan standar (Gasperz, 1992).
Untuk meningkatkan kualitas kompos dapat dilakukan dengan pengeringan,
penghalusan, penambahan bahan kaya hara, penambahan mikroba bermanfaat,
pembuatan granul, dan pengemasan (Isroi dan Yuliarti, 2009).
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem merupakan pendekatan terpadu yang memandang suatu
masalah sebagai suatu sistem. Pendekatan sistem dalam manajemen dirancang
untuk memanfaatkan analisis ilmiah di dalam organisasi yang kompleks dengan
maksud untuk :
1. Mengembangkan dan mengelola sistem operasi
2. Mendesain sistem informasi dalam proses pengambilan keputusan (decision
making)
(Simatupang, 1994).
Metode Pendekatan Sistem
Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan
yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah
kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari system
yaitu mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik
untuk menyelesaikan masalah, dan membuat suatu model kuantitatif untuk
membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem umumnya
memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen
cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah
menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, dan (3) probabilistik, yaitu
diperlukannya fungsi peluang dalam kesimpulan maupun pemberian rekomendasi
(Eriyatno, 2003).
Melalui berpikir sistem dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat
permasalahan dengan perspektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur,
pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau
kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian-kejadian yang tunggal yang
langsung dihadapi. Berdasarkan perspektif yang luas ini kita akan dapat
mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab akibat yang ada dalam permasalahan
tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan
pemecahannya (Tunas, 2007).
Sistem Produksi
Kegiatan produksi merupakan kegiatan kompleks. Tidak saja mencakup
pelaksanaan fungsi manajemen dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan atau
bagian dalam mencapai tujuan operasi tetapi juga mencakup kegiatan
teknis untuk menghasilkan suatu produk yang memenuhi spesifikasi yang
diinginkan, dengan proses produksi yang efisien dan efektif serta mengantisipasi
itu, kegiatan produksi bertujuan untuk menghasilkan suatu produk sesuai yang
direncanakan (Herjanto, 1999).
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan
rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi. Sistem produksi
merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling berinteraksi dengan tujuan
mentransformasi input produksi menjadi output produksi (Ginting, 2007).
Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal,
dan informasi. Sedangkan output produksi merupakan produk yang dihasilkan
berupa sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.
Sub-sub sistem dari sistem produksi antara lain adalah perencanaan dan
pengendalian produksi, pengendalian kualitas, penentuan standar-standar operasi,
penentuan fasilitas produksi, perawatan fasilitas produksi, dan penentuan harga
pokok produksi (Ginting, 2007)
Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan awal permulaan pengkajian dari suatu sistem.
Dalam melakukan analisis kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang
ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan-kebutuhan selalu menyangkut interaksi
antara respon yang timbul dari pengambil keputusan (decision maker) terhadap
jalannya sistem. Analis ini dapat meliputi hasil suatu survey, pendapat seorang
ahli, diskusi, observasi lapang dan sebagainya (Eriyatno, 2003).
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari
kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering
digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (Causal-Loop). Yang
penting dalam identifikasi sistem adalah melanjutkan interprestasi diagram lingkar
kedalam konsep Kotak Gelap (black box).
Dalam meninjau suatu perihal untuk menyusun kotak gelap, perlu diketahui
macam informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan yaitu (1) peubah
input, (2) peubah output dan (3) parameter-parameter yang membatasi struktur
sistem (Eriyatno, 2003).
Input yang tidak terkendali Output yang dikehendaki
Input terkendali Output yang tidak dikehendaki
Gambar 1. Diagram kotak gelap (Eriyatno, 2003)
Masalah kotak hitam berkaitan dengan suatu masalah dimana struktur dari
sistem itu tidak diketahui sehingga perilaku dari sistem itu tidak dapat ditentukan
secara langsung, tetapi harus dilakukan melalui serangkaian percobaan-percobaan Input lingkungan
SISTEM
Tabel 3. Uraian komponen sistem
No. Komponen Sistem Uraian
A. INPUT SISTEM
A.1. Input lingkungan (Eksogeneus)
a) Mempengaruhi sistem, akan tetapi tidak dipengaruhi sitem.
b) Tergantung pada jenis sistem yang ditelaah
A.2. Input yang endogen (yang terkendali dan tak
terkendali)
a) Merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsinya yang dikehendaki
b) Sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya.
A.2.1. Input yang terkendali a) Dapat bervariasi selama pengoperasian sistem untuk mencapai
kinerja yang dikehendaki atau untuk menghasilkan output yang dikehendaki.
b) Perannya sangat penting dalam mengubah kinerja sistem selama pengoperasian
c) Dapat meliputi aspek: manusia, bahan, energi, modal, dan informasi. A.2.2. Input yang tak terkendali a) Tidak cukup penting perannya dalam
mengubah kinerja sistem
b) Tetapi diperlukan agar sistem dapat berfungsi
c) Bukan merupakan input lingkungan (eksogenous) karena disiapkan oleh perancang.
B. OUTPUT SISTEM
B.1. Output yang dikehendaki a) Merupakan respon dari sistem terhadap kebutuhan yang telah ditetapkan (dalam analis kebutuhan). b) Merupakan peubah yang harus
dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi.
B.2. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.
keluaran yang dikehendaki
C. PARAMETER
RANCANGAN SISTEM
a) Digunakan untuk menetapkan struktur sistem
b) Merupakan peubah keputusan penting
bagi kemampuan sistem menghasilkan keluaran yang dikehendaki secara efisien dalam memenuhi kepuasan bagi kebutuhan yang ditetapkan.
c) Dalam beberapa kasus kadang-kadang perlu merubah peubah ini selama pengoperasian sistem untuk membuat kemampuan sistem bekerja lebih baik dalam keadaan lingkungan berubah-ubah.
d) Tiap sistem memiliki parameter rancangan khas tersendiri untuk identifikasi.
D. MANAJEMEN
PENGENDALI
Merupakan faktor pengendali (kontrol) terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.
Dalam identifikasi sistem yang penting adalah mencari pengaruh efek
samping yang tidak diharapkan yang mungkin dapat dimanifestasikan secara fisik,
biologis, ekonomis, sosial atau moral, sehingga kinerja yang dihasilkan sistem
sesuai dengan yang diharapkan. Identifikasi sistem akhirnya menghasilkan
spesifikasi yang terperinci tentang peubah yang menyangkut rancangan dan proses
kontrol.
Identifikasi sistem ditentukan dan ditandai dengan adanya determinasi
kriteria jalannya sistem yang akan membantu dalam evaluasi alternatif sistem.
Kriteria tersebut meliputi pula penentuan output yang diharapkan dari sistem, dan
mungkin juga perhitungan rasio biaya dan manfaat. Diagram kotak hitam
terkendali, output terkendali dan tidak terkendali, parameter, dan manajemen
pengendalian (Eriyatno, 2003).
Produktivitas
Produktivitas adalah perbandingan antara output (barang dan jasa) dibagi
dengan input (sumber daya, seperti tenaga kerja dan modal). Tugas manajer
operasi meningkatkan perbandingan antara output dan input ini. Meningkatkan
produktivitas berarti meningkatkan efisiensi.
Peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan dua cara: pengurangan
input saat output konstan, atau sebaliknya, peningkatan output di saat input
konstan. Keduanya mencerminkan peningkatan produktivitas. Dari segi ekonomi,
input adalah tenaga kerja, modal, dan manajemen, menghasilkan proses
transformasi dari input menjadi output, output adalah barang dan jasa. Produksi
adalah proses pembuatan barang dan jasa. Produksi yang tinggi bisa
mencerminkan bahwa lebih banyak orang yang bekerja dan tingkat
ketenagakerjaan tinggi (tingkat pengangguran rendah), tetapi belum tentu
mencerminkan tingginya produktivitas.
Manajemen merupakan faktor produksi dan sumber daya ekonomi. Manajemen
bertanggung jawab untuk memastikan tenaga kerja dan modal dilakukan secara
efektif untuk meningkatkan produktivitas. Manajemen bertanggung jawab lebih
dari separuh peningkatan produktifitas tahunan. Termasuk didalamnya,
peningkatan yang didapatkan melalui penerapan teknologi dan penggunaan ilmu
pengetahuan (Render dan Heizer, 2006).
Tujuan dari analisis permasalahan adalah untuk mempelajari dan
memahami bidang masalah dengan cukup baik untuk secara menyeluruh
menganalisis masalah, kesempatan, dan batasannya. Para pemecah masalah telah
belajar untuk benar-benar memahami sebuah permasalahan sebelum mengajukan
solusi apapun yang mungkin. Dalam praktek, suatu akibat mungkin adalah sebuah
gejala dari masalah yang berbeda, yang lebih mendalam dan mendasar. Masalah
tesebut juga harus dianalisis untuk mencari penyebab dan akibatnya, dan
seterusnya sampai penyebab dan akibat tersebut tidak menghasilkan gejala-gejala
masalah-masalah lain (Whitten dkk, 2004).
Maksud dari tahap ini adalah untuk mempelajari dan memahami sistem
yang ada, dan mengidentifikasi masalah-masalah dan peluang secara lebih
spesifik sebagai lanjutan dari kegiatan tahap studi awal. Pada tahap ini ditentukan
pokok-pokok permasalahan dan peluang yang ditemukan atau dirasakan oleh
pihak manajemen pemakai, tujuan dan pentingnya usaha pengembangan,
penentuan ruang lingkup analisis atau rencana pengembangan, serta pemahaman
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat
Kabupaten Langkat pada bulan April sampai dengan Mei 2011.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data-data yang diperoleh dari penelitian kerja, baik dari hasil pengamatan di CV. Reksa
Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat, hasil wawancara,
penyebaran kuisioner, maupun hasil diskusi dengan pihak-pihak yang berwenang.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
komputer, dan kamera digital.
Metode Penelitian
Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dengan cara
menggali informasi dan pengetahuan dari para stakeholder pakar dalam hal
produksi kompos dengan menggunakan beberapa metode pengambilan data yaitu
kuisioner, wawancara, diskusi, dan observasi kondisi lingkungan di lokasi
penelitian.
Secara sistematis kegiatan penelitian dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Penelitian lapangan
Penelitian lapangan dilakukan dengan mengunjungi CV. Reksa Subur
Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Pengamatan dilakukan
terhadap proses produksi pupuk kompos (lampiran 2) mulai dari bahan
pupuk kompos dan mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi
selama proses produksi pupuk kompos.
2. Wawancara dengan pihak yang berwenang
Wawancara dilakukan dengan pihak stakeholder untuk mendapatkan
informasi tentang bahan baku yang digunakan, faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu pupuk kompos, proses pembuatan pupuk kompos,
masalah-masalah yang dihadapi selama proses produksi dimana keluaran
yang diinginkan berupa data sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa
Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
3. Penyebaran kuisioner
Penyebaran kuisioner dilakukan untuk mengevaluasi aspek produksi dan
sosial pekerja di CV. Reksa Subur Sembada Kecamatan Stabat Kabupaten
Langkat.
4. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi dan cross-check terhadap data
yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dilapangan dengan data
informasi yang didapat melalui buku dan media informasi lain.
Prosedur Penelitian
1. Menentukan stakeholder yang berkaitan dengan produksi pupuk kompos
2. Menganalisa kebutuhan bahan baku pupuk kompos
3. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi selama produksi pupuk
kompos
5. Melakukan evaluasi terhadap tiga aspek yang dianggap cukup penting
yaitu aspek produksi, aspek lingkungan, dan apek sosial-ekonomi
6. Menyusun diagram kotak hitam (blackbox diagram) sebagai hasil akhir
identifikasi sistem
7. Uji mutu pupuk kompos (pH, C/N, dan NPK) di laboratorium dan
membandingkannya dengan standar mutu pupuk kompos di pabrik
ataupun standar spesifikasi konsumen.
- Uji pH kompos (sampel) di laboratorium dengan Ekstrak Air
menggunakan alat pH meter.
- Uji C/N kompos (sampel) di laboratorium dengan membandingkan
hasil analisa kandungan C organik dengan metode Walkley & Black
dan analisa N total dengan metode Kjeldhal.
- Uji P kompos (sampel) di laboratorium dengan menggunakan metode
eks-HCl, dan uji K kompos (sampel) juga dengan menggunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Singkat Perusahaan
CV. Reksa Subur Sembada mulai berdiri tanggal 28 Januari 2005 di
Serdang Bedagai, sebelumnya masih UD (Unit Dagang) dengan No. daftar
industri 530/005/TDI/III/2006, kemudian pada tahun 2007 pindah ke Kisaran
bekerja sama dengan PT. Aldira Fauna Asahan. Pada awal 2008 CV. Reksa Subur
Sembada pindah ke Stabat bekerja sama dengan PT. LAL (Lembu Andalas
Langkat), kemudian Mei 2009 lokasi pabrik pindah ke Pinang dua Stabat
bekerja sama dengan kelompok tani sekitar. Pada tanggal 15 Mei 2010 CV. Reksa
Subur Sembada mulai berdiri sendiri yang beralamat di Dusun mandiri Desa
Karang Rejo kecamatan Stabat kabupaten Langkat. CV. Reksa Subur Sembada
didirikan oleh bapak Priyo Supriyanto sebagai pemilik penuh atas perusahaan ini.
Pabrik kompos CV. Reksa Subur Sembada mulai beroperasi pada bulan Juni 2010
dengan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Mikro
No. 511-3747/SIUP/KPT/2010 dengan merek dagang kompos “ Reksa Fine
Compost”.
Struktur Organisasi CV. Reksa Subur Sembada
Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu sistem tugas, wewenang
dan tanggung jawab dari tiap-tiap fungsi atau bagian yang terdapat dalam suatu
perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi perusahaan akan melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta diharapkan mampu
Struktur organisasi di CV. Reksa Subur Sembada dimulai dari pemilik sebagai
pengambil keputusan tertinggi dan pembuat kebijakan perusahaan. Selanjutnya
mandor pabrik, yaitu orang yang bertanggung jawab penuh atas jalannya proses
produksi mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk jadi di pabrik. Mandor
pabrik membawahi pekerja-pekerja di pabrik. (lampiran 5). Jumlah tenaga kerja di
bagian produksi CV. Reksa Subur Sembada 8 orang, dan 4 orang tenaga kerja di
bagian bongkar muat bahan baku. Untuk pemasaran produk, CV. Reksa Subur
Sembada menggunakan jasa angkutan (currier) atau pelanggan yang mengambil
produk langsung ke pabrik pupuk kompos CV. Reksa Subur Sembada .
Produktivitas dan Pemasaran Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada
Produksi adalah segala proses yang dirancang untuk mengubah
(mentranformasikan) suatu susunan elemen masukan (input) menjadi suatu
susunan elemen keluaran (output) yang spesifik. Ginting (2007) menyatakan
bahwa sistem produksi merupakan kumpulan dari sub sistem yang saling
berinteraksi dengan tujuan mentransformasi input produksi menjadi output
produksi.
Pengukuran produktivitas adalah cara terbaik dalam menilai kemampuan sebuah
lembaga. Dengan mengetahui produktivitas perusahaan maka pihak CV. Reksa
Subur Sembada akan mendapatkan gambaran perkembangan dari sistem yang
dijalankan. Parameter produktivitas diukur dari keseluruhan produksi pupuk
kompos dari bahan baku sampai hasil jadi. Analisis produktivitas dilakukan
Tabel 4. Produksi kompos Januari 2010 – April 2011
Dari Tabel 4, produksi pupuk kompos tidak stabil setiap bulannya. Pabrik
umumnya memperbanyak produksi saat permintaan akan pupuk tinggi yakni saat
musim memupuk, seperti terlihat pada bulan Juni 2010 yakni 130 ton dengan
penjualan 106 ton. Pada bulan Agustus 2010 sampai Desember 2010 pabrik tidak
beroperasi karena tidak adanya permintaan, dimana stok pupuk dirasa cukup.
Selain itu karena pabrik pindah lokasi, jadi dibutuhkan pembangunan kantor di
pabrik dan penyesuaian lingkungan.
Penjualan pupuk kompos tidak menetap, seperti terlihat pada Tabel 4. Untuk
pemasaran, kompos dengan merek reksa fine compost mencakup wilayah Sumut,
Serdang Bedagai, Tanjung Pura, Rantau Prapat, Aek Nabara, Berastagi, Bagan
Batu, Dumai dan Langsa. Untuk meningkatkan pemasaran, pihak manajemen
melakukan promosi dengan ikut pameran di bidang pertanian, melakukan
tani mendirikan suatu kelompok yaitu Gabungan Pengolah Pupuk dan Pangan
Organik (GAPPONIK) Kawasan Langkat. Adapun tujuan dari kelompok ini
adalah dapat mensubsidi pupuk kompos ke petani di seluruh kabupaten Langkat.
Stakeholder dan Analisis Kebutuhan Sistem Produksi Pupuk Kompos
Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal pengkajian mengenai
sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara
hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan
institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.
Semua stakeholder yang terkait dengan sistem produksi pupuk kompos
mempunyai kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing
stakeholder terhadap sistem tersebut. Whitten, dkk (2004) mendefinisikan
stakeholder sebagai orang yang mempunyai ketertarikan terhadap sistem yang ada
ataupun sistem yang ditawarkan. Stakeholder bisa termasuk pekerja teknis atau
non teknis, bisa juga pekerja dalam dan luar.
Komponen pelaku sistem yang perlu diikutkan dalam analisis kebutuhan
sistem adalah pemilik CV. Reksa Subur Sembada, PT. LAL (Lembu Andalas
Langkat) sebagai pensuplai bahan baku, mitra tani salah satunya Kelompok Tani
Ternak Sri Sari Wangi, dan masyarakat sekitar pabrik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik CV. Reksa Subur Sembada sebagai
salah satu stakeholder, diidentifikasi adanya sejumlah kebutuhan yang harus
terpenuhi guna mempertahankan kelangsungan produksi pupuk kompos dan
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Analisa
kebutuhan pemilik CV. Reksa Subur Sembada ini antara lain ketersediaan
informasi melalui website, produktivitas yang stabil bahkan relatif meningkat
setiap bulannya dan laba bagi perusahaan.
Analisis kebutuhan stakeholder berikutnya adalah PT. LAL (Lembu
Andalas Langkat). PT. LAL mulai bekerja sama tahun 2007 sampai dengan tahun
2011 yakni mensuplai bahan baku kotoran lembu dan abu sekam. PT. LAL ini
juga mempunyai kebutuhan dalam sistem yaitu keharmonisan dalam menjalin
kerjasama adalah kebutuhan paling utama serta laba bagi perusahaan.
Pihak ketiga yaitu mitra tani salah satunya Kelompok Tani Ternak Sri Sari
Wangi yang membantu pemilik dalam melangsungkan produksi. Analisa
kebutuhan stakeholder pihak ketiga yaitu keharmonisan dalam menjalin
kerjasama dan dapat menghasilkan laba bagi para petani.
Masyarakat adalah sekelompok orang atau masyarakat yang berada dan
menetap di sekitar pabrik. Lokasi yang lebih jauh diharapkan dapat mengurangi
polusi udara, penyediaan lapangan pekerjaan dirasa merupakan kebutuhan yang
terpenting. Selain itu, kesejahteraan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi yang
mengarah pada pembangunan infrastruktur desa.
Analisis kebutuhan para stakeholder sistem produksi pupuk kompos di
CV. Reksa Subur Sembada disajikan secara terperinci pada Tabel berikut
Tabel 5 . Analisis kebutuhan para stakeholder
No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder
1 Pemilik CV. Reksa Subur Sembada 1. Produktivitas tinggi
2. Faktor produksi yang mendukung
aktivitas seperti tenaga kerja, teknologi
4. Modal
2 PT. LAL 1. Keharmonisan dalam menjalin
kerjasama
2. Laba bagi perusahaan
3 Kelompok Tani Ternak Sri Sari Wangi 1. Keharmonisan dalam menjalin
kerjasama
2. Laba bagi petani
4 Masyarakat setempat 1. Penyediaan lapangan kerja
2. Lokasi pabrik lebih jauh ke belakang
3. Pembangunan infrastruktur desa
Sistem Produksi Pupuk Kompos
Bahan baku pembuatan pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada 80 %
dari kotoran lembu yang dibeli dari PT. LAL. Proses pengomposan tergolong
cepat karena penggunaan starter mikroba stardec (Lampiran 10) yang dapat
menguraikan kotoran lembu lebih cepat. Menurut AgroMedia (2007) stardec
bukannya kompos, melainkan pemacu atau starter mikroba pengompos sampah,
khususnya kotoran ternak. Stardec ini dapat digunakan untuk mempercepat
pengomposan. Proses pengomposan yang biasa berlangsung 3-4 bulan dapat
dipercepat menjadi 5 minggu.
Sistem produksi merupakan kumpulan sub sistem yang saling berinteraksi dengan
Bahan baku
Tenaga kerja
Peralatan kerja
Proses produksi k k
Pupuk Kompos Permintaan konsumen
(2007) untuk melaksanakan fungsi-fungsi produksi dengan baik, maka diperlukan
rangkaian kegiatan yang akan membentuk suatu sistem produksi.
.
Gambar 2. Diagram sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada
Untuk menghasilkan kompos jadi 12,5 ton dengan total bahan baku 24,1
ton dalam 1 tumpukan, waktu yang dibutuhkan tenaga kerja sekitar 3-4 minggu.
Pembalikan kompos dilakukan setiap 5 hari sekali dengan perlakuan 3 kali
ulangan. Hal ini dilakukan agar kompos merata dan untuk menjaga kelembapan
bahan yang dikomposkan. Pembalikan juga dilakukan untuk mencegah tumpukan
kering, jika tumpukan kering dilakukan aerasi atau penambahan air secukupnya.
Kelengkapan kerja sangat dibutuhkan pada proses pembalikan, seperti
sarung tangan, masker, dan sepatu boot karena pekerjaan ini cukup berat, terutama
bau yang menyengat dari kotoran lembu. Pembalikan juga masih dikerjakan
manual, hanya menggunakan cangkul dan garu. Minggu ke-3 kompos telah jadi,
kemudian dikeringanginkan selama 5 hari. Setelah kompos kering, maka
dilakukan penghancuran dengan mesin penghancur, kemudian dilakukan
halus dan memisahkan bahan yang belum hancur. Setelah itu dilakukan
pengemasan dengan plastik ukuran 50 kg dan 10 kg dengan merek reksa fine
compost (Lampiran 10).
Aplikasi Reksa Fine Compost Untuk Pertanian
Di kalangan petani kita, kebiasaan penggunaan pupuk kimia sudah
berlangsung cukup lama dan terus menerus dengan dosis yang semakin
meningkat, dengan tujuan tak lain adalah untuk meningkatkan produksi pertanian.
Menurut pernyataan Isroi dan Yuliarti (2009) penggunaan pupuk kimia lebih
cenderung dipilih petani karena kandungan hara di dalam pupuk kimia lebih tinggi
sehingga pengaruhnya pada tanaman lebih cepat terlihat. Kondisi ini mendorong
petani menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang semakin meningkat.
Dosis kompos untuk pertanian bervariasi tergantung kondisi lahan
(kandungan bahan organik dan status hara), jenis tanaman yang diusahakan, dan
musim. Reksa fine compost bisa diaplikasikan untuk segala jenis tanaman seperti :
1. Tanaman perkebunan dan buah tanaman
yaitu sawit, kopi, coklat, karet, jeruk, mangga, dan tanaman buah lainnya.
2. Tanaman sayuran
yaitu sawi, kol, buncis, tomat, kentang, dan tanaman sayuran lainnya.
3. Tanaman palawija dan buah semusim
yaitu jagung, padi, kedelai, tebu, dan tanaman palawija lainnya.
Mutu Pupuk Kompos CV. Reksa Subur Sembada
Berdasarkan hasil uji kompos di laboratorium (lampiran 8) diperoleh
bahwa mutu kompos reksa fine compost tergolong bagus karena telah memenuhi
SNI kompos yang berlaku.
Tabel 6. Perbandingan hasil analisis lab. dengan SNI kompos
No Jenis Analisis Satuan Uji Laboratorium SNI Kompos Min Max
1 pH (H2O) 7,4 6,80 7,49
2 C organik % 27,43 27 58
3 C/N 24,2 10 20
4 N % 1,13 0,40 - 5 P2O5 % 1,65 0,10 -
6 K2O % 0,57 0,20 -
Kompos yang dihasilkan CV. Reksa Subur Sembada juga tidak bau,
menyerupai bau tanah, dan berwarna coklat kehitaman serta remah saat dipegang.
Menurut Murbandono (2009) kompos yang telah jadi dicirikan dengan warna
yang coklat kehitaman, bentuknya gembur (remah), dan tidak berbau. Ini juga
menunjukkan mutu kompos yang dihasilkan CV. Reksa Subur Sembada telah
memenuhi SNI kompos yang berlaku, yaitu berwarna coklat kehitaman dan
berbau tanah. Hal ini juga didukung dari hasil kuisioner pada konsumen, 100 %
responden menyatakan kompos yang dihasilkan tidak bau.
Walaupun kompos yang dihasilkan di CV. Reksa Subur Sembada tidak
berbau, namun dalam proses pengomposannya menimbulkan bau. Hal ini dilihat
dari wawancara dengan masyarakat sekitar pabrik, 93 % responden (Gambar 4)
sangat mengelukan bau yang ditimbulkan dari pabrik kompos.
Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul di
dalam sistem dan harus diselesaikan. Tunas (2007) mengatakan bahwa melalui
berpikir kesisteman dan pendekatan sistem kita akan dapat melihat permasalahan
dengan perspektif yang lebih menyeluruh. Adapun ruang lingkup atas
permasalahan utama yang terjadi pada sistem produksi pupuk kompos adalah :
1. Tenaga kerja
Bekerja pada sistem produksi pupuk kompos menjadi sesuatu hal yang kurang
menarik bagi tenaga kerja usia produktif saat ini di daerah Stabat. Hal ini muncul,
karena semakin banyaknya pilihan pekerjaan untuk mereka yang dirasa lebih
meningkatkan kesejahteraan mereka. Tenaga kerja di CV. Reksa Subur Sembada
tidak menetap karena pekerjaan ini dirasa cukup berat, biasanya mereka hanya
sistem borongan, setelah itu berhenti. Hal ini mengakibatkan kurangnya tenaga
kerja yang terampil, dan menghabiskan waktu lagi untuk mencari pekerja serta
mensosialisasikan pekerjaan lagi pada tenaga kerja yang baru. Terlihat dari hasil
kuisioner menunjukkan 56% tenaga kerja baru bekerja 1 bulan (Gambar 3).
Gambar 3. Lama pekerja sistem produksi
1 bulan
56%
1 tahun
Usia dominan para pekerja sistem berada pada usia 15-17 tahun
(Gambar 4). Usia ini sebenarnya sangat produktif dalam sistem karena mengingat
bekerja di sistem cukup berat. Tapi waktu pekerjaan jadi berkurang, karena ada
pekerja yang masih berstatus pelajar SMA.
Gambar 4. Usia pekerja sistem produksi
2. Kondisi cuaca yang semakin sulit untuk diprediksi
Perubahan iklim secara global sudah menjadi isu yang mencemaskan
belakangan ini. Hal itu disebabkan karena ulah manusia yang tidak memelihara
lingkungan sehingga terjadi kerusakan dimana-mana yang akhirnya justru
merugikan semua makhluk hidup di atas bumi ini.
Cuaca merupakan salah satu faktor produksi yang sering kali dianggap
sebagai kendala dalam proses produksi. Dari hasil data curah hujan Stasiun
Meteorologi Kelas I Polonia Medan (Lampiran 9) dapat kita lihat bahwa kondisi
cuaca sekarang sulit untuk diprediksi, curah hujan setiap bulannya di daerah
Stabat tidak menentu. Kegiatan produksi sangat berpengaruh terhadap faktor ini.
Terhambatnya kegiatan produksi seringkali disebabkan oleh cuaca hujan. Jika
hujan deras, para pekerja tidak dapat melakukan kegiatan produksi secara optimal
15-17 Tahun
45%
19-23 Tahun
33%
35-40 Tahun
pupuk kompos yang telah matang pun akan mengandung air karena serapan air
hujan di tanah yang nantinya akan memperlama proses pengeringan pupuk
kompos itu sendiri. Bertambahnya waktu yang dibutuhkan untuk tahap
pengeringan akan mempengaruhi tahap pengolahan selanjutnya, yaitu tahap
penghancuran karena kompos yang akan dihancurkan harus kering agar tidak
menggumpal/ lengket pada mesin penghancur.
3. Polusi udara
Dari wawancara yang dilakukan ke masyarakat di sekitar pabrik, 93 %
masyarakat mengelukan bau yang ditimbulkan dari pabrik CV (Gambar 5). Reksa
Subur Sembada, terutama saat bahan baku datang. Untuk menanggulanginya
proses produksi sebaiknya dimundurkan lebih kebelakang dan pabrik ditutup
pagar tinggi (pembatas seng) untuk mengurangi bau yang ditimbulkan.
Gambar 5. Bau produksi kompos
Evaluasi Aspek
Identifikasi sistem produksi pupuk kompos di CV. Reksa Subur Sembada
kecamatan Stabat kabupaten Langkat meliputi pengevaluasian tiga aspek yang
dianggap cukup penting yaitu aspek produksi, aspek lingkungan dan aspek sosial
Bau 93% Tidak