• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Organisasi PTP. Nusantara II Kebun Helvetia Wilayah Helvetia

Kebun Helvetia terdiri dari dua wilayah yaitu wilayah Helvetia dan wilayah Klambir Lima. Struktur organisasi PTP. Nusantara II Kebun Helvetia Wilayah Helvetia dipimpin oleh seorang manajer. Struktur organisasi vertikal ke bawah menunjukkan adanya departemen-departemen terpisah yang menjalankan fungsi masing-masing untuk melaksanakan aktivitas produksi.

Secara umum, departemen-departemen tersebut terdiri atas Kadis Tanaman, Kadis Umum (TUK) dan Kadis Pengolahan (Gudang FS). Kadis Tanaman membawahi beberapa asisten, antara lain asisten DP/AFD, asisten Teknik dan asisten Kelapa Sawit. Setiap asisten membawahi beberapa karyawan, karyawan tetap dan karyawan harian lepas.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

PT. Perkebunan Nusantara II mempunyai beberapa kebun untuk budidaya tebu, yaitu Tandem, Tandem Hilir, Bulu Cina, Klumpang, Klambir Lima, Tanjung Jati, Kuala Bingei, Sampali, Saentis, Helvetia, Batang Kuis, Pagar Merbau dan Bandar Kalipa.

Jenis tanaman yang dibudidayakan di Kebun Helvetia terdiri dari tanaman kelapa sawit, tebu dan tembakau. Kebun Helvetia adalah salah satu kebun tebu yang tetap dipertahankan keberadaannya disebabkan oleh faktor produksi yang dinilai masih tinggi guna menyeimbangkan produksi gula.

Lahan perkebunan tebu berada di daerah Helvetia yang berbatasan langsung dengan kota Medan. Luas lahan kebun Helvetia wilayah Helvetia saat ini adalah kurang lebih sebesar 1.128,35 Ha, termasuk areal yang digunakan untuk perumahan karyawan, kantor kebun dan lain-lain. Lahan kebun Helvetia berada di dua desa yaitu desa Manggala dan desa Helvetia. Kebun Helvetia berada di tengah dua sungai yaitu sungai Bederak dan sungai Deli. Di sebelah barat kebun Helvetia berbatasan dengan areal kebun Klumpang yang dipisahkan oleh sungai Bederak. Sebelah timur berbatasan dengan jalan raya Mary Land. Di sebelah utara kebun Helvetia berbatasan dengan daerah Anam Ratus. Sebelah selatan berbatasan dengan kawasan perumahan. Dahulu kawasan perumahan ini merupakan lahan kebun Helvetia yang sudah beralih fungsi.

Penebangan Tebu di Kebun Helvetia

PTP. Nusantara II Kebun Helvetia Wilayah Helvetia telah mengadakan ikatan kerja dengan pihak kedua yaitu CV. Citra Pratama dalam bidang pekerjaan tebang bersih/ikat yang dilaksanakan mulai dari tanggal 01 April s/d 30 Juni 2008.

Pihak kedua juga menyediakan tenaga kerja sesuai kebutuhan pihak PTP. Nusantara II Kebun Helvetia yang akan ditebang di Kebun Helvetia.

Penebangan tebu dilakukan oleh pekerja kontrakan (harian lepas) yang telah disediakan oleh pihak kedua. Para pekerja harian lepas akan melakukan tebangan pada blok yang telah dihunjuk oleh mandor kebun. Penebangan tebu dapat dilakukan apabila tebu sudah masak (cukup umur) yakni plant cane (PC)

telah berumur 12 bulan, R1 berumur 11 sampai 12 bulan dan R2 berumur 10 sampai 12 bulan, bersih dan segar. Pelaksanaan tebang dilakukan dengan sistem

Cut and Go” maksudnya adalah setelah tebu ditebang, tebu harus segera dimuat

ke truk dan langsung dibawa ke pabrik pengolahan tebu sei semayang.

Di kebun tebu Helvetia, penebangan dilakukan secara pandas yaitu

memotong pangkal tebu dengan parang sampai pandas/rata ke permukaan tanah (lebih kecil dari 5 cm diatas permukaan tanah). Kemudian batang tebu dibersihkan

dari klaras dan kotoran tebu. Setelah itu, dibuang pelepah dan segala kotoran pada tebu hingga tebu bersih lalu dipotong pucuk daun kurang lebih 5 daun dari pucuk

yang berwarna putih/pucat. Sedangkan tebu muda (sogolan) yang panjangnya 1.5 (satu setengah) meter harus dibuang.

Tebu yang telah dibersihkan, diikat pada tebu yang ditebang pada 2 tempat (pangkal dan pucuk), tiap ikat terdiri dari 20 batang tebu untuk memudahkan pekerja memuat tebu ke truk. Truk yang masuk ke kebun berada disisi jalan (kalau yang ditebang dekat jalan).

Harga borongan tebang bersih/ikat per ton tebu sebagai berikut:

Tebang bersih/ikat/ton = Rp 17.969,00

PPN 10 % = Rp 1.796,9

Jumlah = Rp 19.765,9

Pemuatan dan Pengangkutan Tebu di Kebun Helvetia

PTP. Nusantara II Kebun Helvetia Wilayah Helvetia juga melakukan perjanjian dengan pihak kedua yaitu CV. Citra Pratama dalam bidang barang dan jasa borongan untuk pekerjaan panggul/muat dan angkut tebu dari kebun tebu

Helvetia ke pabrik gula Sei Semayang diestimasikan kurang lebih 9192 ton yang dimulai dari tanggal 01 April 2008 sampai dengan 30 Juni 2008.

CV. Citra Pratama mempersiapkan truk angkut tebu beserta tenaga panggul/muat (seperti supir, kernet, armada angkutan) setiap harinya sesuai jumlah tonase yang dibutuhkan pihak PTP. Nusantara II Kebun Helvetia selama masa giling tahun 2008 berlangsung.

Adapun target harian panggul/muat dan angkut tebu dari kebun tebu

Helvetia ke pabrik gula Sei Semayang kurang lebih sebesar 153.2 ton/hari (target tebu/hari dapat berubah sesuai kondisi lapangan/pabrik yang akan diatur

oleh pihak PTP. Nusantara II Kebun Helvetia).

Adapun syarat-syarat panggul/muat dan angkut tebu adalah:

1. Truk angkut tebu harus dalam keadaan baik dan layak untuk dioperasikan. 2. Tebu yang diangkut harus segar, tidak kering/berjamur, bersih dari sogolan

dan klaras. Disusun rapi serta tidak dicacah/dicincang agar tidak berjatuhan/tercecer dalam perjalanan menuju pabrik.

3. Tebu dimuat ke dalam truk dengan cara disusun rapi dan diberi tajuk agar tebu tidak jatuh/tumpah sampai ke pabrik.

4. Jika tebu dimuat ke dalam truk dengan menggunakan alat bell cane loader,

tebunya harus ditumpuk dan tempatnya dibersihkan terlebih dahulu (setiap tumpukan kurang lebih sebesar 300 kg).

Tabel 3. Tarif panggul/muat dan angkut tebu per ton tebu

Uraian Pekerjaan Ke PGSS (Rp) Ke PGKM (Rp)

Panggul/Muat 9.260,9 9.260,9

Angkut Tebu 25.147,1 40.984,9

Jumlah 34.408 50.245,9

(Sumber : RKAP PTP. Nusantara II Kebun Helvetia)

CV. Citra Pratama harus bertanggung jawab pada target harian yang telah ditetapkan oleh PTP. Nusantara II Kebun Helvetia dan harus dipenuhi setiap hari agar pabrik tetap beroperasi, kecuali pabrik tidak giling karena Maintenance Day,

ataupun karena rusak.

Jika truk angkutan tebu rusak maka harus segera dicari penggantinya oleh pihak kedua agar target harian dapat dipenuhi serta tebu yang telah ditebang di lapangan dapat terangkut sehingga tidak kering/berjamur.

Semua ton tebu yang diangkut dengan truk dari kebun ke pabrik harus dalam keadaan baik dan apabila ada yang tumpah karena sesuatu hal baik di lokasi atau di jalan sewaktu menuju pabrik harus segera ditanggulangi sehingga tidak sampai menimbulkan kerugian produksi bagi PTP. Nusantara II Kebun Helvetia.

Analisis pengakutan tebu dilakukan dengan menggunakan data ton tebu yang diangkut selama 4 bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan Mei pada tahun 2008. Grafik di bawah ini menyajikan jumlah ton tebu yang diangkut dengan truk umum BK plat hitam dan kuning.

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Februari Maret April Mei

RKAP Realisasi

Gambar 4. Grafik hasil ton tebu yang diangkut

Grafik hasil ton tebu yang diangkut ini menunjukkan adanya fluktuasi tenaga kerja. Pada bulan Februari sampai April adalah bulan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan karena tidak sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini diakibatkan oleh ketersediaan tenaga kerja yang tidak banyak sehingga waktu mulai penebangan terhambat. Hal ini juga disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak mendukung aktivitas penebangan dan pengangkutan tebu. Cuaca yang buruk saperti hujan yang terus menerus menyebabkan jalan menuju kebun rusak. Akibatnya truk pengangkut tebu tidak dapat melalui jalan yang berlumpur dan digenangi air. Jembatan penghubung jalan yang satu dengan yang lain juga tidak baik karena hanya menggunakan beberapa batang pohon kelapa sawit yang disusun rapi secara horizontal. Apabila hujan turun pada saat panen, jalanan yang rusak mengakibatkan jembatan kayu tersebut masuk ke dalam tanah sehingga truk pengangkut tidak dapat melewatinya. Hal ini juga menghambat pengangkutan tebu.

Sedangkan pada bulan Mei adalah bulan yang menguntungkan untuk penebangan dan pengangkutan tebu karena jumlah tenaga kerja lebih banyak. Ketersediaan tenaga kerja yang banyak ini diperoleh dari kebun tebu lainnya yang telah siap masa penebangan tebu sehingga perusahaan dapat memperoleh jasa mereka pada saat penebangan. Dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja ini, aktivitas pengangkutan pun semakin lancar sehingga jumlah ton tebu setiap harinya meningkat juga. Hal ini membuat perusahaan mendapatkan keuntungan.

Kebutuhan Sistem Transportasi Tebu

Kebutuhan merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh semua stakeholder

sistem transportasi tebu. Tahap analisis kebutuhan adalah langkah awal dari sebuah kajian mengenai sistem. Menurut Eriyatno (2003), analisis kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.

Semua stakeholder yang terkait dengan sistem transportasi tebu

mempunyai kebutuhan tersendiri yang muncul dari kepentingan masing-masing stakeholder terhadap sistem tersebut

Komponen pelaku sistem yang perlu diikutkan dalam analisis kebutuhan sistem adalah manajemen PTP. Nusantara II Kebun Helvetia sebagai pemilik sistem transportasi tebu di Helvetia dan masyarakat sekitar perkebunan.

Manajemen PTP. Nusantara II Kebun Helvetia mempunyai sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi terutama jika dihadapkan dengan visi dan misi

perusahaan sebagai perusahaan institusi bisnis yang ingin mendapatkan laba sebesar-besarnya dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi masyarakat sekitar. Kebutuhan yang dapat dideskripsikan adalah menyangkut keberadaan lahan, ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja yang terampil, informasi-informasi penting untuk kegiatan transportasi, produktifitas tinggi dan kemudahan administratif dan birokratif.

Masyarakat adalah sekelompok orang yang berada dan menetap di sekitar perkebunan. Kebutuhan akan lapangan pekerjaan adalah hal yang terpenting untuk masyarakat sekitar. Keberadaan sistem diantara lingkaran mereka juga diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan perekonomian melalui pembinaan mitra kerja dan pembangunan insfrastruktur bagi desa mereka.

Analisis kebutuhan para pelaku sistem transportasi tebu disajikan secara terperinci pada Tabel 4.

Tabel 4.Analisis kebutuhan para stakeholder

No Stakeholder Kebutuhan Stakeholder 1. Manajemen PTP. Nusantara II

Kebun Helvetia Wilayah Helvetia

1. Pengelolaan lahan di lapangan secara efektif 2. Faktor produksi yang mendukung aktivitas

produksi seperti tenaga kerja yang trampil dan alat-alat produksi

3. Informasi pendukung aktivitas produksi yang berasal dari Riset Pengembangan PG. Sei Simayang

4. Produktivitas tinggi

1. Keharmonisan dalam menjalin kerjasama 2. Kemudahan administratif atau birokratif

1. Penyediaan lapangan kerja 2. Pembangunan infrastruktur desa 2. CV. Citra Pratama 3. Masyarakat Sekitar

Ruang Lingkup Permasalahan Sistem

Permasalahan yang terjadi merupakan persoalan-persoalan yang timbul di dalam sistem dan harus diselesaikan. Ruang lingkup permasalahan dinyatakan dengan mengevaluasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh sistem atau adanya konflik kepentingan antar stakeholder sistem untuk mencapai tujuan

sistem.

Adapun ruang lingkup permasalahan utama yang terjadi pada sistem transportasi tebu meliputi:

1. Pengembangan kota

Lokasi perkebunan tembakau di Helvetia berada di kawasan yang berbatasan langsung dengan kota Medan. Daerah ini mulai berkembang, yang ditandai dengan banyaknya pembangunan dan merupakan lokasi yang padat serta sibuk. Masyarakat yang bekerja di kota Medan banyak mencari tempat tinggal di daerah pinggiran kota karena selain di daerah pusat kota sudah padat pemukimannya, berada di pinggiran kota akan dirasa lebih nyaman dan akses ke tempat bekerja juga masih dapat dilakukan dengan mudah.

Selain perkembangan penduduk, pertumbuhan, pertumbuhan industri juga terjadi di luar pusat kota. Banyak industri dibangun di luar pusat kota agar polusi yang dihasilkan dapat diminimalisir untuk mencemari kota, baik itu polusi udara, suara, air dan tanah.

Peningkatan jumlah penduduk dan pemukiman yang semakin tinggi ini pula yang menjadi salah satu faktor yang mengancam kelancaran pengangkutan

tebu. Ada beberapa faktor yang dipengaruhi oleh adanya pengembangan kota ini yang nantinya akan mempengaruhi kelancaran pengangkutan tebu, antara lain:

a. Semakin minimnya tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting keberadaannya karena tenaga kerja akan menentukan berjalan atau tidaknya suatu proses produksi. Bekerja pada penebangan dan pengangkutan tebu menjadi sesuatu hal yang tidak menarik bagi tenaga kerja usia produktif saat ini di daerah Helvetia. Hai ini muncul karena semakin banyak pilihan pekerjaan untuk mereka misalnya bekerja di pabrik-pabrik yang dirasa lebih meningkatkan kesajahteraan mereka.

b. Kemacetan lalu lintas

Dari waktu ke waktu, objek yang diangkut selalu bertambah, hal ini disebabkan terjadinya pertambahan penduduk, perkembangan wilayah, pertambahan pendapat/kesejahteraan dan pertambahan keinginan untuk melakukan perjalanan. Dengan adanya beban tersebut, pengangkutan tebu menjadi terhambat. Persoalan ini jelas akan menimbulkan akibat berantai yang rumit dan kompleks dalam pengangkutan tebu di antaranya:

1. Kemacetan (tundaan pengangkutan) 2. Kecelakaan

c. Peningkatan jumlah pengguna jalan

Pada umumnya orang melakukan perjalanan tidak hanya untuk bertamasya ke luar kota tetapi ke tempat tujuan yang berbeda-beda. Adapun tujuan perjalanan tersebut seperti pergi bekerja, sekolah, sosial, belanja dan lain-lain. Pengguna jalan melakukan perjalanan di sepanjang hari baik pada pagi hari, siang, tengah malam, hari libur dan seterusnya. Merekapun menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum untuk ke tempat yang mereka inginkan. Keragaman pengguna jalan ke tempat tujuan mengakibatkan kondisi jalan dilalui sangat ramai sehingga orang semakin cenderung memilih naik kendaraan umum. Hal ini yang menyebabkan semakin banyaknya pengguna jalan yang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum.

d. Peningkatan harga BBM

Sejak lima tahun terakhir Indonesia mengalami penurunan produksi minyak nasional yang disebabkan menurunnya secara alamiah (natural decline)

cadangan minyak pada sumur-sumur yang berproduksi. Di lain pihak, pertambahan jumlah penduduk telah meningkatkan kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri yang berakibat pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional. Besarnya ketergantungan Indonesia pada BBM impor semakin memberatkan pemerintah ketika harga minyak dunia terus meningkat. Ini berakibat pada penurunan konsumsi BBM yang cukup signifikan. Peningkatan harga BBM merupakan masalah yang dihadapi pihak kedua dan PTP. Nusantara II Kebun Helvetia sehingga ini menjadi pertimbangan perusahaan dalam masalah pengangkutan tebu.

2. Kondisi cuaca yang semakin sulit untuk diprediksi

Perubahan iklim secara global sudah menjadi isu yang mencemaskan belakangan ini. Hal itu disebabkan karena ulah manusia yang tidak memelihara lingkungan sehingga terjadi kerusakan dimana-mana yang akhirnya justru merugikan semua makhluk hidup di atas bumi ini.

Iklim merupakan faktor produksi yang seringkali dianggap sebagai kendala dalam proses pengangkutan. Sistem transportasi tebu menghendaki iklim yang tidak basah. Akan tetapi, variabel iklim yang semakin sulit untuk diprediksi adalah curah hujan yang sering kali mengganggu aktivitas pengangkutan. Iklim Sumatera Utara mempunyai curah hujan yang merata sepanjang tahun sehingga sulit untuk membedakan antara musim hujan dan musim kemarau.

Minimnya alat untuk menghitung curah hujan seringkali membuat prediksi yang dilakukan seringkali gagal. Sampai saat ini, alat yang digunakan untuk menghitung curah hujan oleh perusahaan masih dilakukan dengan sangat sederhana karena hanya menggunakan gelas ukur dan dicatat secara manual.

Dalam masa penebangan dan pengangkutan, apabila hujan terus menerus mengguyur lokasi perkebunan, hal ini akan menyebabkan para pekerja tidak dapat bekerja untuk memenuhi target harian. Sedangkan kondisi jalan masuk ke dalam kebun akan digenangi air dan akan berlumpur sehingga jalanan akan licin dan lembek. Kondisi jalan yang tidak baik ini akan menghambat pengangkutan tebu ke kebun.

Sistem Transportasi Tebu

Peranan transportasi sebagai penghubung suatu tempat ke tempat yang lain menjadi suatu permasalahan yang dihadapi oleh sistem transportasi tebu dirasakan semakin kompleks pada saat ini. Permasalahan angkutan tebu yang terpenting adalah bagaimana menyediakan jumlah tebu yang cukup untuk dapat digiling di pabrik setiap harinya karena kekurangan atau keterlambatan dapat mengakibatkan pabrik gula berhenti giling, hal ini dapat menyebabkan kerugian. Berbagai permasalahan yang terjadi ini memerlukan keberadaan sistem sehingga sangat membutuhkan analisi mendalam untuk pengambilan keputusan agar tetap menjaga kelangsungan produksi tebu.

Evaluasi Aspek

Identifikasi sistem transpotasi tebu meliputi pengevaluasian tiga aspek yang dianggap cukup penting, yaitu aspek sumber daya manusia, aspek teknis dan aspek sosial budaya dan ekonomi. Dalam tinjauan aspek sumber daya manusia, dijelaskan bahwa masih minimnya pengetahuan dan minat para pekerja terhadap tebu, menyebabkan kelancaran proses panen kurang sempurna. Aspek teknis menjelaskan tentang peralatan yang digunakan selama penebangan tebu dan pengangkutan tebu yang masih menggunakan alat penebangan dan truk biasa. Aspek sosial ekonomi pada kajian ini membahas tentang perubahan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sistem dan hubungan horizontal di dalam manajemen PTP. Nusantara II Kebun Helvetia Wilayah Helvetia serta pengukuran kesejahteraan ekonomi para tenaga kerja sistem.

Universitas 4% SMU 16% SLTP 36% SD 44%

Aspek Sumber Daya Manusia

Tenaga kerja memegang peranan penting dalam sistem transportasi tebu. Peran tenaga kerja sebagai pekerja harian merupakan hal yang berat karena para pekerja harus mencapai target penebangan harian. Hal ini tidak lagi sesuai dengan usia pekerja yang tidak lagi produktif untuk melakukan pekerjaan berat seperti menebang tebu dan memanggul/memuat tebu.

Keinginan para pekerja untuk memahami tanaman tebu secara menyeluruh masih belum dapat dicapai karena secara umum para pekerja tamatan sekolah dasar (SD). Hal ini menyebabkan minimnya minat para pekerja untuk mengetahui seluk beluk tentang tanaman tebu.

Gambar 5. Frekuensi pendidikan terakhir para pekerja

Adapun ketertarikan para pekerja untuk melakukan pekerjaan sebagai penebang dan pemuat tebu di PTP. Nusantara II Kebun Helvetia adalah sekedar untuk menyambung hidup dan mendapatkan gaji yang cukup/lumayan untuk menghidupi sekeluarga. Hal ini senantiasa bukan untuk meningkatkan pendapatan keluarga melainkan hanya untuk dapat melanjutkan kehidupan.

43%

29% 13%

15% Sekerdar menyambung hidup

Gaji yang lumayan

Pandangan masyarakat sekitar

Tidak ada komentar

Gambar 6. Frekuensi keinginan pekerja melakukan pekerjaan

Aspek Teknis

Saat yang tepat untuk memanen atau menebang tebu adalah pada tingkat kemasakan yang maksimal. Penebangan tebu di PTP. Nusantara II Kebun Helvetia masih menggunakan tenaga manusia yaitu para pekerja harian. Adapun penebangan yang dilakukan para pekerja masih menggunakan alat sederhana seperti sabit (arit). Hal ini akan menyebabkan proses penebangan yang relatif lama sehingga hasil tebangan tidak sesuai dengan target harian.

Setelah penebangan tebu dilakukan, batang tebu hasil tebangan harus segera dimuat ke dalam truk untuk diantar ke pabrik penggilingan tebu. Pemuatan batang tebu ke dalam truk di PTP. Nusantara II Kebun Helvetia masih menggunakan tenaga manusia. Apabila pemuatan batang tebu terlalu lama, ini akan menyebabkan kerusakan pada tebu, karena tebu yang sudah dipotong-potong, bila tidak segera digiling mempunyai peluang lebih besar terkontaminasi oleh jasad renik. Hal ini pun akan merugikan perusahaan dan pabrik giling.

Pemuatan batang tebu ke dalam truk di PTP. Nusantara II Kebun Helvetia jarang menggunakan alat bell cane loader. Hal ini disebabkan karena luas areal

kebun Helvetia yang relatif kecil yaitu 226.1 Ha. Selain itu, alat pemuat tebu yaitu bell cane loader pun kurang karena areal penebangan tebu relatif kecil. Hal ini

menjadi penghambat proses pengangkutan tebu karena jarak waktu antara penebangan dan penggilingan hendaknya tidak lebih dari 24 jam. Oleh karena itu, penebangan maupun pemuatan yang masih menggunakan tenaga manusia hendaknya juga menggunakan alat pemuat bell cane loader.

Aspek Sosial Ekonomi Sistem Transportasi Tebu

Keberadaan sistem transportasi tebu telah diketahui membawa banyak perubahan aspek sosial ekonomi bagi seluruh stakeholder. Takaran ekonomi

adalah kriteria utama untuk mengukur kesejahteraan suatu kelompok masyarakat. Sedangkan pendekatan sistem dengan aspek sosialnya adalah evaluasi hubungan horizontal sistem dengan seluruh stakeholder sistem guna mencapai tujuan yang

telah ditetapkan.

Perubahan cara pandang masyarakat terhadap keberadaan sistem transportasi tebu dirasakan berdampak terhadap:

1. Pergeseran budaya masyarakat sekitar yang pada awalnya adalah budaya tani berkembang menuju budaya perkotaan yang didominasi oleh budaya modern. 2. Pemikiran untuk bekerja di dalam sistem transportasi tebu menjadi tidak

menarik.

3. Keinginan masyarakat sekitar untuk bekerja di dalam sistem karena tidak adanya harapan menjadi bagian yang tetap dalam manajemen dikarenakan

< 20 tahun 0% 21-40 tahun 37% 41-50 tahun 58% > 50 tahun 5%

adanya kebijaksanaan pengunaan tenaga kerja honorer/harian. Selain itu, insentif pengupahan juga menjadi tidak menarik bagi masyarakat sekitar karena banyak berkembangnya jenis pekerjaan lainnya yang dianggap lebih menarik sistem pengupahannya.

Dilain pihak, sistem transportasi tebu sangat tergantung pada keberadaan tenaga kerja. Hal ini tampak pada aktivitas yang masih tergantung pada sumbangan tenaga kerja harian. Aktivitas penebangan, pemuatan dan pengangkutan merupakan contoh bagian yang banyak menyerap tenaga kerja harian tersebut. Aktivitas-aktivitas ini selain sangat menentukan produktifitas juga menentukan kelangsungan mutu produk.

Survei terhadap para pekerja sistem transportasi tebu pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat sekarang ini bekerja di perkebunan tebu menjadi hal yang tidak begitu menarik bagi tenaga kerja usia produktif yang berasal dari sekitar kebun. Hal ini tampak dari hasil sampling yang dilakukan terhadap pekerja sistem transportasi tebu. Sebanyak 58 % pekerja yang menjadi responden adalah pekerja yang berumur 41-50 tahun yang artinya adalah kebanyak dari jumlah

Dokumen terkait