• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Habitat Berdasarkan Data Aster

Hasil klasifikasi berupa sebaran dan luas beberapa tipe habitat ditunjukkan pada Gambar 6. Jumlah kelas yang digunakan pada awal proses pengklasifikasian dengan mengunakan ER Mapper adalah 40 kelas, yang kemudian disederhanakan menjadi delapan kelas. Tampilan peta klasifikasi habitat (Gambar 6) hanya menunjukkan enam tipe habitat karena Pulau Maratua dan Pulau Kakaban merupakan AOI penelitian. Dengan demikian dua kelas yang termasuk wilayah perbatasan wilayah terumbu karang ke arah luar pulau tidak diikutsertakan ke dalam peta habitat. Peta klasifikasi habitat tersebut menunjukan ada enam tipe habitat yaitu danau, gosong karang, terumbu karang, laguna, padang lamun, dan vegetasi darat. Enam tipe habitat tersebut tersebar dengan luas yang beragam.

Danau memiliki total luas 487,14 ha. Ada tiga buah danau yang terlihat pada Gambar 6, satu di Pulau Kakaban dan dua di Pulau Maratua. Habitat gosong karang yang ditunjukkan oleh warna biru memiliki luas 4.124,04 ha. Gosong ini banyak tersebar di sebelah tenggara Pulau Maratua. Terumbu karang terlihat mengelilingi Pulau Maratua dan Pulau Kakaban (Gambar 6). Habitat terumbu karang ditunjukan oleh warna kuning dengan luas 2.488,66 ha. Habitat laguna hanya ada di Pulau Maratua dan tidak ada di Pulau Kakaban. Luas laguna tersebut mencapai 8.307,11 ha. Habitat lamun yang ditunjukkan oleh warna hijau mencapai luas 114,29 ha, kemudian vegetasi darat yang ditunjukkan oleh warna biru gelap memiliki luas 2.942,86 ha.

Mangrove adalah salah satu fitur konservasi yang digunakan dalam rancangan Marxan. Namun klasifikasi unsupervised dengan menggunakan ER Mapper tidak dapat membedakan wilayah mangrove dan vegetasi darat yang saling berhimpitan. Berdasarkan hasil klasifikasi data Aster, hanya terumbu karang dan lamun yang menjadi fitur konservasi dalam rancangan wilayah KKL dengan menggunakan Marxan, sedangkan untuk sebaran mangrove digunakan sumber data lain yang disesuaikan dengan hasil ground check.

4.2 Fitur Konservasi Pulau Maratua dan Kakaban

Pulau Maratua memiliki tiga fitur konservasi yang digunakan dalam

rancangan Kawasan Konservasi Laut (KKL) yaitu terumbu karang, mangrove, dan lamun. Survei terumbu karang di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban dengan menggunakan protokol reef health di 14 lokasi pengamatan menunjukan hasil berupa penutupan karang keras berkisar antara 23,3–77,8%. Histogram penutupan karang keras di 14 lokasi pengamatan reef health di Pulau Maratua dapat dilihat pada Gambar 7.

Penutupan karang keras yang paling tinggi ada di Tanjung Bahaba dengan nilai mencapai 77,8%, sedangkan penutupan paling kecil berada di CCM Paradise dengan nilai hanya 23,3%. Kisaran penutupan karang menunjukkan kondisi terumbu karang yang tergolong kategori buruk sampai sangat baik, berdasarkan kriteria Gomez and Yap (1988) in Kenchington.

Dari Gambar 8 kita dapat melihat bahwa terumbu karang tersebar di perbatasan planning unit Pulau dan Atol Maratua. Hutan mangrove, merupakan vegetasi pantai tropis yang yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2002), yang terdapat di Desa Payung-payung Pulau Maratua memiliki luas 5,82 ha. Daratan di Pulau Maratua

ditumbuhi oleh berbagai jenis vegetasi low land forest dan tumbuh mendominasi hutan di Pulau Maratua.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim P2O LIPI pada tahun 2003 disebutkan bahwa penutupan padang lamun yang ada di Pulau Maratua berkisar antara 5–80%. Ada tujuh jenis lamun yang ditemukan oleh tim, yaitu Enhalus acoroides, Thalasia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Cyamodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, dan Halodule pinifolia, dengan jenis yang dominan adalah Halodule uninervis dan Halodule pinifolia. Berdasarkan hasil klasifikasi Citra Aster tahun 2004 didapatkan luas padang lamun yang berada di Pulau Maratua mencapai 114,29 ha dan tersebar di beberapa tempat dengan penutupan yang paling luas ada di Desa Payung-payung.

32


Berdasarkan hasil klasifikasi citra Aster untuk wilayah pesisir Pulau Kakaban hanya didapatkan dua fitur konservasi, dari tiga yang direncanakan, yaitu padang lamun dan terumbu karang. Menurut Ismuranty et al. (2006) vegetasi mangrove di Pulau Kakaban berada di tepian Danau Kakaban, yang tidak termasuk ke dalam planning unit sehingga tidak dikutsertakan dalam penelitian ini.

Terumbu karang di Pulau Kakaban menyebar di sepanjang sisi luar Pulau dan Atol Kakaban, survei terumbu karang dengan dengan menggunakan reef health protocol di lima titik pengamatan menunjukkan bahwa penutupan karang keras tertinggi ada di Kakaban 2 dengan nilai 59,7%. Penutupan karang keras yang paling rendah di Pulau Kakaban teramati di Kakaban Timur sebesar 31%. Persen penutupan karang keras di lima titik pengamatan yang ada di Pulau Kakaban dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram Penutupan Karang Keras di Pulau Kakaban

Padang lamun yang berada di Pulau Kakaban total luasnya mencapai 16,10 ha. Nilai tersebut didapat berdasarkan hasil klasifikasi citra. Gambar 10

menunjukkan sebaran terumbu karang juga menunjukkan sebaran lamun yang ada di Pulau Kakaban. Pada gambar tersebut dapat dilihat lamun yang terdapat di Pulau Kakaban terdapat pada sebelah selatan dan barat daya pulau.

34


37


4.3 Skenario Kawasan Konservasi laut

Berdasarkan hasil olahan Marxan dengan menggunakan tiga fitur

konservasi dan dua fitur cost dihasilkan lima skenario Kawasan Konservasi Laut. Tiap skenario memiliki wilayah terpilih KKL (selected area) dan tidak terpilih (unselected area) dengan luas yang berbeda-beda. Kelima skenario tersebut merupakan solusi alternatif yang ditawarkan Marxan untuk perancangan Kawasan Konservasi Laut, masing-masing menawarkan target konservasi yang berbeda-beda untuk tiap fitur konservasi yang digunakan. Lima skenario yang dihasilkan merupakan hasil pengembangan dari banyak skenario lain yang hasilnya disajikan pada Lampiran 1. Kelima skenario akhir yang terpilih merupakan skenario yang telah memenuhi target konservasi yang ditetapkan seperti dapat dilihat pada Lampiran 2.

Skenario 1 yang dihasilkan Marxan untuk Pulau Maratua dan Pulau Kakaban memiliki luas wilayah terpilih 3204 ha. Gambar 13 dan Gambar 14 merupakan peta skenario KKL yang dihasilkan Marxan di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban. Warna kuning merupakan area yang dipilih Marxan sebagai wilayah KKL sedangkan warna merah merupakan area yang tidak terpilih.

Skenario 1 memiliki target konservasi mangrove 30%, padang lamun 20%, dan terumbu karang 50%. Persentase tersebut merupakan persentase luas wilayah dari masing-masing fitur konservasi yang ada di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban. Luas wilayah yang terpilih Marxan di Pulau Maratua mencapai 3201,81 ha sedangkan luas wilayah terpilih Marxan di Pulau Kakaban adalah 2.24 ha. Total luas wilayah terpilih di pulau Maratua dan Kakaban mencapai 20,94% dari luas Area of Interest (AOI) yang digunakan untuk analisis Marxan.

Berdasarkan peta Skenario 1 KKL di Pulau Maratua (Gambar 13) dapat dilihat area terpilih berada disekitar titik Sekean, Tanjung Juata, Langat-langat, dan Payung-payung. Pengamatan kondisi terumbu karang tahun 2007 dengan menggunakan Reef Health Protocol mengukur persen penutupan karang yang ada di Sekean, Tanjung Juata, Langat-langat, dan Payung-Payung berkisar antara 42,3-59%. Diantara keempat titik tersebut Sekean memiliki nilai penutupan karang keras yang paling tinggi dengan nilai 59%, sedangkan nilai penutupan karang keras yang paling kecil berada pada titik payung-payung dengan nilai penutupan 42,3% (Lampiran 3).

Turak (2003) menyebutkan ada beberapa genus karang keras yang di temukan di Tanjung Juata diantaranya, Stylocoeniella, Pocillopora, Seriatopora, Montipora, dan Acropora. Payung-payung memiliki jenis karang keras tidak jauh berbeda dengan Tanjung Juata. Di Payung –payung masih dapat dijumpai genus karang Acropora, Seriatopora, Alveopora, dan Goniopora (Turak, 2003).

Area terpilih Marxan di Pulau Kakaban untuk Skenario 1 hanya 3% dari total wilayah yang ada di Pulau Kakaban. Area terpilih tersebut berada di sekitar titik Kakaban 3 dan Kakaban bagian timur berdasarkan titik pengamatan Reef Health Protocol. Berdasarkan pengamatan tersebut diketahu bahwa nilai penutpan karang keras di Kakaban 3 adalah 55% dan di Kakaban bagian timur adalah 31%.

Genus karang yang dapat ditemukan di kedua titik tersebut antara lain

Alveopora, Goniopora, Porites, Echinopora, Cyphastrea, Leptastrea, Montastrea, Platygyra, dan Goniastrea (Turak, 2003).

41


Skenario 2 memiliki target konservasi mangrove 20%, padang lamun 20%, dan terumbu karang 60%. Skenario tersebut menghasilkan luas wilayah terpilih 3682,29 ha. Peta skenario KKL yang dihasilkan Marxan ditunjukkan pada Gambar 15 dan Gambar 16. Luas wilayah terpilih di Pulau Maratua adalah 3682,29 ha atau sebesar 25% dari AOI yang digunakan. Pulau Kakaban memiliki 5% wilayah terpilih atau sebesar 3,80 ha (Gambar 16) dari AOI yang ada di Pulau Kakaban. Total luas wilayah terpilih di kedua pulau tersebut mencakup 25,68% wilayah terpilih dari total wilayah kajian (planning unit).

Pada Skenario 2, Area terilih Marxan berada di sekitar titik Tanjung Juata, Bakungan, Bakungan Kecil, Bakungan Besar, Sekean, Payung-payung, dan Lumantang. Nilai Penutupan karang keras titik-titik pengamatan tersebut secara berturut-turut mulai dari Tanjung Juata sampai Lumantang adalah 59%, 43,7%, 36,3%, 65,3%, 55%, 42,3%, dan 70%. Nilai penutupan karang keras tertinggi ada di Lumantang sedangkan yang paling rendah ada di Bakungan Kecil. Genus Karang yang dapat ditemui di antara ketujuh titik pengamatan tersebut antara lain Acropora, Goniopora, Alveopora, Montipora, Goniastrea, Pocillopora, dan Stylophora (Turak, 2003).

Pulau Kakaban memiliki 5% area terpilih Marxan sebagai KKL pada Skenario 2. Area Tersebut berada di dekat titik Kakaban bagian timur dan Kakaban 2 untuk pengamatan terumbu karang dengan menggunakan Reef Health Protocol. Kakaban 2 memiliki nilai penutupan karang keras 59,7% dan Kakaban bagian timur 31%. Genus karang yang dapat ditemui di kedua titik tersebut antara lain, Stylocoeniella, Pocillopora, Seriatopora, Stylophora, dan Montipora (Turak, 2003).

43


Luas wilayah terpilih Skenario 3 mencakup 21,41% dari total luas wilayah kajian yang ada di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban. Skenario 3 menggunakan target konservasi mangrove 20%, padang lamun 30%, dan terumbu karang 50%. Target konservasi tersebut menghasilkan 3275 ha area terpilih untuk menjadi Kawasan Konservasi Laut. Peta kawasan konservasi Skenario 3 ditunjukkan oleh Gambar 17 dan Gambar 18. Wilayah terpilih di Pulau Maratua adalah 3268,79 ha, dan di Pulau Kakaban 6,32 ha.

Skenario 3 Marxan di Pulau Maratua memilih area di sekitar titik Boha Beong, Tanjung Juata, Sekean, dan Bakungan Kecil sebagai area terpilih kawasan konservasi. Berdasarkan pengamatan Reef Health Protocol diketahu bahwa nilai penutupan karang keras di Boha Beong 66%, Tanjung Juata 59%, Sekean 55%, dan Bakungan Kecil 36,3% . Nilai penutupan karang keras paling besar di antara keempat titik tersebut ada di Boha Beong sedangkan yang paling kecil ada di Bakungan Kecil. Genus karang yang dapat ditemui di keempat titik tidak begitu berbeda dengan yang ada di Skenario 1 dan Skenario 2 antara lain, Styloceniella, Pocillopora, Seriatopora, Stylophora, Montipora, Acropora, Astreopora,

Euphyllia, Physogyra, dan Psammocora (Turak, 2003).

Area terpilih untuk Skenario 3 di Pulau Kakaban mencapai 8%. Area tersebut berada di sekitar titik Kakaban 2 dan Kakaban bagian timur sama seperti Skenario 2 namun dengan lus yang berbeda. Kakaban 2 memiliki nilai penutupan karang keras 59,7% dan Kakaban bagian timur 31%. Genus karang yang dapat ditemukan di kedua titik tersebut antara lain, Stylocoeniella, Pocillopora, Seriatopora, Stylophora, dan Montipora (Turak, 2003).

47


Target konservasi yang digunakan untuk Skenario 4 adalah mangrove 25%, padang lamun 15%, dan terumbu karang 60%. Dari target tersebut Skenario 4 Marxan menghasilkan 24,65% dari total luas wilayah kajian di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban. Warna kuning yang ditunjukkan oleh Gambar 19 merupakan area yang dipilih Marxan untuk menjadi wilayah KKL di Pulau Maratua. Area terpilih KKL di Pulau Maratua adalah 3766,57 atau sebesar 25% dari total wilayah kajian yang ada di Pulau Maratua. Area terpilih di Pulau Kakaban mencapai 6% dari total wilayah kajian yang ada di Pulau Kakaban atau sebesar 4,58 ha. Area terpilih Skenario 4 yang ada di Pulau Kakaban ditunjukkan oleh Gambar 20.

Skenario 4 Marxan di Pulau Maratua memilih 25 % dari total wilayah kajian yang ada di Pulau Maratua, Area terpilih tersebut berada di sekitar titik, Tanjung Juata, Sekean, Lumantang, Payung-payung, Boha Beong, Langat-langat,

Bakungan, dan Bakungan Kecil. Dari kedelapan titik tersebut Lumantang memiliki nilai penutupan karang keras yang paling besar yaitu 70%. Bakungan Kecil memiliki nilai penutupan karng keras yang paling kecil yaitu 36,3%. Genus karang yang dapat ditemui delapan titik pengamatan tersebut antara lain,

Pocillopora, Seriatopora, Stylophora, Montipora, Acropora, Astreopora, Galaxea, Psammocora, Pavona, Leptoseris, Pachyseris, dan Fungia (Turak, 2003).

Area terpilih di Pulau Kakaban untuk Skenario 4 mencapai 6% di sekitar titik Kakaban bagian timur. Genus karang yang dapat ditemukan di titik ini antara lain Stylocoeniella, Montipora, Acropora, Euphyllia, dan Astreopora (Turak, 2003). Kakaban bagian timur memiliki nilai penuupan karang keras sebesar 31%.

49


Skenario 5 menggunakan target konservasi untuk mangrove 25%, padang lamun 25%, dan terumbu karang 50%. Skenario 5 Marxan menghasilkan 20,44% area terpilih dari total wilayah kajian yang ada di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban. Gambar 21 dan Gambar 22 menunjukkan KKL yang dihasilkan Skenario 5. Hasil analisis Skenario 5 Marxan di Pulau Maratua menghasilkan 3119,74 ha atau 20% wilayah terpilih untuk menjadi Kawasan Konservasi Laut. Di Pulau Kakaban terpilih 7,99 ha atau 10 % dari wilayah kajian yang ada di Pulau Kakaban untuk menjadi Kawasan Konservasi Laut. Total luas wilayah terpilih dari Pulau Maratua dan Kakaban adalah 3128 ha atau mencapai 20,44% dari total wilayah kajian di Pulau Maratua dan Pulau Kakaban.

Area terpilih Marxan pada Skenario 5 mencapai 20% di Pulau Maratua. Area tersebut berada di sekitar Tanjung Juata, Sekean, Payung-payung, dan Bakungan. Nilai penutupan karang keras Tanjung Juata 59%, Sekean 55%, Payung-payung 42,3%, dan Bakungan 43,7%. Area terpilih di sekitar Sekean memiliki wilayah yang paling besar dibanding ketiga titik yang lainnya. Namun nilai penutupan karang keras yang paling tinggi ada di Tanjung Juata. Genus karang yang dapat ditemukan di keempat titik pengamatan antara lain Acropora, Stylocoeniella, Pocillopora, Astreopora, dan Galaxea (Turak, 2003)

Di Pulau Kakaban Marxan memilih 10% wilayah kajian. Area tersebut berada disekita Kakaban bagian timur dan Kakaban 1. Kakaban bagian timur memiliki nilai penutupan karang keras 31 % dan Kakaban 1 nilai penutupan karang kerasnya adalah 55,7%. Genus karang yang dapat ditemui di Kedua titik tersebut antara lain Alveopora, Goniopora, Porites, dan Echinopora (Turak, 2003).

53


Dari kelima hasil skenario Marxan total luas wilayah yang terpilih sebagai wilayah rekomendasi wilayah KKL berkisar antara 20.44–25.27%. Skenario 5 dengan target konservasi mangrove 25%, padang lamun 25%, dan terumbu karang 50% menghasilkan luas area terpilih 20,44% dari wilayah kajian yang digunakan Luas area tersebut merupakan luas wilayah terkecil yang dihasilkan Marxan dari kelima skenario yang dihasilkan. Skenario 2 adalah skenario yang menghasilkan area terpilih yang paling besar yaitu 3682,29 ha atau mencapai 25,27% dari total wilayah kajian. Persentase luas wilayah yang dipilih oleh Marxan dapat dilihat pada Tabel 5. Area yang dipilih oleh Marxan merupakan area dengan nilai cost yang kecil, dengan tujuan membuat rancangan KKL yang efektif untuk dikelola.

Tabel 5. Luas Kawasan Konservasi Laut (KKL) yang terpilih oleh Marxan Skenario Luas Area Terpilih (%)

1 20.94

2 25.27

3 21.41

4 24.65

5 20.44

Selang persentase wilayah area KKL yang terpilih tersebut telah memenuhi syarat pembentukan sebuah KKL. Menurut Beck (2003) sebuah wilayah

konservasi dapat dibentuk dengan wilayah 10-40% dari total area. KKL dengan persentase wilayah antara 20,44-25,27% telah dapat memenuhi syarat

pembentukan sebuah kawasan Konservasi Laut. Persentase wilayah tersebut telah memenuhi beberapa tujuan pembentukan KKL, yaitu KKL sebagai alat untuk menjaga ethic (Ballantine, 1997 dalam NAS, 2001), KKL sebagai alat untuk meminimalisir bycatch (Soh et al., 1998 dalam NAS, 2001), KKL sebagai alat

untuk memelihara keanekaragaman genetik (Trexler dan Travis, 2000 dalam NAS, 2001).

Hasil kelima skenario di atas menunjukan bahwa kawasan DPL banyak dilingkupi daerah terumbu karang untuk memenuhi target konservasi area terumbu karang yang mencapai 50–60%. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga stok ikan yang ada di sekitar kawasan, karena menurut Fish Base (2004) 60% dari stok ikan yang digunakan untuk konsumsi masyarakat berasal dari ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang.

Dokumen terkait