• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterangan:

Q : LOD (Limit deteksi) atau LOQ (Limit Kuantitas) Sb : simpangan baku

k : 3 (LOD), k=10 (LOQ) b : kemiringan atau slope.

Penentuan Stabilitas Biosensor Asam Urat

Stabilitas diuji dengan melihat aktivitas relatifnya sampai terjadi penurunan stabilitas. Persen aktivitas urikase diukur dengan rumus:

� � � � = ℎ � � − �� �� %

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Zeolit

Sampel yang diambil adalah zeolit alam dihaluskan hingga mencapai ukuran 400 mesh. Menurut Wennerstrum et al (2002), pengubahan ukuran sampel dimaksudkan untuk meningkatkan luas permukaan bidang kontak, menghasilkan ukuran partikel yang sesuai untuk kegunaannya. Serbuk zeolit kemudian di aktivasi menggunakan metode kimia dengan penambahan HCl dengan konsentrasi bervariasi antara 0.5 M, 1M, dan 3 M. Zeolit teraktivasi kemudian dilakukan pengujian nilai KTK. Hasil uji nilai KTK dari beberapa sampel zeolit disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji nilai KTK zeolit alam Bayah

No Konsentrasi HCl (M) Nilai KTK (me/100g)

1 0 82.05

2 0.5 81.45

3 1 76.20

10

Pada penelitian ini digunakan zeolit dengan aktivasi HCl 0.5 M, hal ini dikarenakan zeolit tersebut memiliki nilai KTK tinggi meskipun nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan nilai KTK zeolit tanpa aktivasi. Hal ini dikarenakan, perlakuan asam akan menurunkan nilai KTK namun disisi lain logam pengotor pada permukaan zeolit hilang sehingga kemurnian zeolit menjadi lebih tinggi. Zeolit yang teraktivasi dengan zeolit 0.5 M dipilih dibanding dengan zeolit teraktivasi lain karena nilai KTK yang lebih tinggi sehingga lebih bersifat hidrofilik dan daya adsorpsi lebih kuat sehingga cocok digunakan untuk media pengimobilisasi sel L.plantarum (Ozkan & Ulku, 2005).

Berdasarkan puncak arus yang dihasilkan, zeolit yang diaktivasi menggunakan HCl 0.5 M menunjukkan arus yang lebih tinggi dibanding dengan aktivasi menggunakan HCl dengan konsentrasi lain. Arus yang lebih tinggi menunjukkan bahwa aktivitas dari sel L.plantarum yang diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan tinggi. Tabel 3 dan Gambar 1 menunjukkan puncak arus dari aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan dengan berbagai macam konsentrasi HCl yang digunakan untuk aktivasi zeolit.

Tabel 3 Puncak arus dari aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan dengan berbagai konsentrasi HCl

No Konsentrasi HCl (M) I (mA)

1 0 0.0036

2 0.5 0.0126

3 1 0.0035

4 3 0.0061

Gambar 1 Voltamogram aktivitas sel L.plantarum yang diimobilisasi pada membran dengan variasi konsentrasi HCl

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 -0,00002 -0,00001 0,00000 0,00001 0,00002 0,00003 0,00004 I ( m A) E (V) HCl 0 M HCl 0,5 M HCl 1 M HCl 3 M

11 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 -1,5x10-5 -1,0x10-5 -5,0x10-6 0,0 5,0x10-6 1,0x10-5 I ( m A ) E (V) KCl 0,1 M K3[Fe(CN)6] 0,01 M

Pembuatan dan Pencirian Elektroda Pasta Karbon

Elektroda pasta karbon difabrikasi dari serbuk grafit, Q0 (2,3-dimetoksi-5-metil-1,4-benzoquinon) sebagai mediator dan parafin sebagai agen pengikat dengan perbandingan antara grafit dan parafin adalah 2:1 (w/v). Q0 digunakan sebagai mediator dikarenakan respon arus oksidasi yang dihasilkan Q0 paling tinggi diantara mediator lain (Widyatmoko 2012). Mediator berperan dalam proses transfer elektron dari bioreseptor ke transduser sehingga arus yang dihasilkan menjadi lebih baik (Trivadila 2011). Hasil pengukuran respon arus oksidasi pada beberapa mediator ditunjukkan oleh Tabel 4.

Elektroda pasta karbon kemudian dikarakterisasi menggunakan larutan K3[Fe(CN)6] 0.01 M dalam larutan KCl 0.1 M. Pengukuran dilakukan menggunakan metode voltametri siklik dengan rentang potensial 0-1000 mV sebanyak 5 siklik. Hasil karakterisasi ditunjukkan pada Gambar 2.

Tabel 4 Puncak arus oksidasi dari mediator K3[Fe(SCN)6], 2,3-dimetoksi-5-metil-1,4 benzoquinon (Q0) dan ferosena

Mediator Ipa(μA)

Q0 28,9267

Ferosena 5,3767

K3[Fe(SCN)6] 3,5700

(Widyatmoko 2012)

Gambar 2 Voltamogram karakterisasi elektroda pasta karbon menggunakan larutan K3[Fe(CN)6] 0.01 M

12

Voltamogram larutan blangko KCl 0.1 M tidak menunjukkan adanya puncak sedangkan voltamogram larutan K3[Fe(CN)6] 0.01 M menunjukkan adanya puncak arus anodik dan pada tegangan sekitar 0.500 V dan puncak arus katodik pada tegangan sekitar 0.300 V. Puncak arus anodik dan katodik mengindikasikan bahwa elektroda tersebut mampu mengalirkan elektron dengan baik sehingga reaksi redoks dapat berlangsung.

Munculnya puncak anodik dan katodik terjadi karena di dalam sel elektrokimia terjadi reaksi redoks yang bersifat reversibel pada keadaan setimbang. Reaksi yang terjadi pada saat karakterisasi adalah:

Reaksi reduksi : [Fe(CN)6 ]3- + e →[Fe(CN)6 ]

4-Reaksi oksidasi : [Fe(CN)6 ]4-→[Fe(CN)6 ]3- + e

Penumbuhan dan Pemanenan Sel L. plantanum

Sel bakteri yang digunakan merupakan sel L.plantarum Mar 8 yang merupakan bakteri yang menghasilkan enzim urikase dengan aktivitas yang lebih besar dari bakteri penghasil enzim urikase lain seperti Bacillus. Penelitian mengenai bakteri penghasil enzim urikase telah dilakukan oleh Mardiah (2010) yang meneliti aktivitas urikase yang dihasilkan dari sel L.plantarum sedangkan Nurjayati (2010) meneliti aktivitas urikase dari sel Bacillus. Hasilnya sel

L.plantarum memiliki aktivitas sebesar 0,0842-0,1073 U/mL sedangkan sel

Bacillus memiliki aktivitas sebesar 0,0322-0,0570 U/mL sehingga untuk

penelitian ini digunakan sel L.plantarum sebagai penghasil enzim urikase.

Imobilisasi Sel L.plantarum pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan dan Pengujian Aktivitas

Suatu sel atau mikroorganisme lain umumnya memilki sifat yang kurang stabil sehingga dibutuhkan suatu media yang berfungsi untuk menjaga agar sel tetap terjaga ketika diaplikasikan sebagai bioreseptor pada biosensor. Proses imobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik salah satunya adsorbsi menggunakan zeolit. Zeolit yang digunakan adalah zeolit jenis klinoptilolit yang memiliki luas permukaan 6.35 m2 dan jari-jari 16.23 Å (Ginting et al. 2007). Jari-jari pori yang sangat kecil tersebut menyebabkan sel L.plantarum tidak mampu masuk ke dalam pori, namun hanya teradsopsi pada permukaan zeolit.

Cara lain yang dapat ditempuh agar sel L.plantarum mampu teradsorpsi adalah dengan proses aktivasi dan memperluas permukaan bidang sentuh dengan cara memperkecil ukuran zeolit. penambahan kappa-karaginan dalam membran juga diharapkan mampu menjadi media penjerat sel sehingga sel mampu bertahan lebih lama.

13

Mekanisme pendeteksian biosensor asam urat menggunakan sel

L. plantarum yang telah diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan

ditunjukkan pada Gambar 3. Puncak arus yang keluar pada voltamogram terjadi karena adanya reaksi antara bioreseptor dengan substrat. Mula-mula sel L.

plantarum yang telah diimobilisasi pada membran zeolit/kapppa-karaginan akan

mensekresikan enzim urikase. Apabila ke dalam sel pengukuran ditambahkan dengan substrat dalam penelitian ini asam urat maka akan terjadi reaksi pemecahan cincin purin pada struktur asam urat sehingga akan diperoleh produk allantoin dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tersebut yang akan mengalami reaksi redoks sehingga terjadi transfer elektron. Proses percepatan transfer elektron dibantu oleh mediator Q0. Sinyal yang keluar dari hasil reaksi tersebut selanjutnya diubah oleh transduser menjadi sinyal yang bisa dibaca, dalam penelitian ini sinyal tersebut diubaah menjadi kuat arus yang terbaca pada puncak katoda maupun anoda. Berikut reaksi yang terjadi:

H N N N N OH OH HO N H O H2N N H NH O O + O2 + H2O urikase + CO2 + H2O2

asam urat alantoin

H2O2 ↔ O2 + 2H+ + 2e

Voltamogram aktivitas sel yang telah terjerat pada membran zeolit-kappa karaginan dapat dilihat pada Gambar 4. Keberhasilan imobilisasi sel pada membran tersebut dapat dilihat adanya puncak oksidasi yang dihasilkan akibat adanyan reaksi antara sel dengan asam urat sebagai analitnya pada tegangan 0,4-0,7 volt (Widyatmoko 2012).

Sel + zeolit/kppa-karaginan

14 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 -1,0x10-5 -8,0x10-6 -6,0x10-6 -4,0x10-6 -2,0x10-6 0,0 2,0x10-6 4,0x10-6 6,0x10-6 8,0x10-6 1,0x10-5 1,2x10-5 1,4x10-5 I (m A ) E (V) Buffer borat pH 8 Buffer borat + asam urat 3 mM

Gambar 4 Voltamogram sel L.plantarum yang terimobilisasi

Proses penjeratan dilakukan melalui proses penyerapan larutan sel

L.plantarum oleh membran. Membran akan mengembang ketika ditetesi sel, hal

ini dikarenakan adanya pori dan ketiadaan air pada membran. Membran yang mengembang mengindikasikan bahwa sel telah terjerat di dalamnya (Campanella

et al. 1999). Kekuatan gel dari karaginan menentukan proses imobilisasi sel. Gel

yang kuat mampu mempersempit pori-pori sehingga sel yang telah terjerat tidak akan mudah lepas. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dari sel tersebut (Tosa et al. 1979).

Pada penelitian ini, imobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan menghasilkan arus puncak sebesar 0.0148 mA. Hasil ini tiga kali lebih tinggi dari puncak arus yang dihasilkan oleh penelitian sebelumnya yang hanya menggunakan zeolit sebagai media imobilisasi sel L.plantarum yang berkisar antara 0.0042 mA (Widyatmoko 2012) dan 0.0051 mA (Kamal 2013) sehingga dapat dikatakan bahwa imobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan mampu meningkatkan arus puncak yang dihasilkan.

Optimasi L. plantarum pada Membran Zeolit/Kappa-Karaginan

Metode yang digunakan untuk optimasi adalah Respon Surface Method. Variabel yang diuji pengaruhnya antara lain berat zeolit, konsentrasi kappa-karaginan (w/v), dan konsentrasi asam urat terhadap arus. Hasil optimasi menunjukkan konsentrasi asam urat berpengaruh secara signifikan terhadap arus yang dihasilkan, hal ini dilihat dari nilai P < 0.05. Hasil analisis pengaruh variabel terhadap arus dapat dilihat pada Tabel 5. Kontur antara berbagai variabel dengan arus ditunjukkan pada Gambar 5.

15 berat zeolit k o n s e n tr a s i k ar a g in a n 50 40 30 20 10 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0

konsentrasi asam urat 3 Hold Values > < 0,002 0,002 0,004 0,004 0,006 0,006 0,008 0,008 0,010 0,010 0,012 0,012 0,014 0,014 Arus (mA) berat zeolit k o n s e n tr a s i a s a m u ra t 50 40 30 20 10 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 konsentrasi karaginan 2 Hold Values > < 0,002 0,002 0,004 0,004 0,006 0,006 0,008 0,008 0,010 0,010 0,012 0,012 0,014 0,014 Arus (mA)

Tabel 5 Hasil analisa pengaruh variabel terhadap arus

Faktor Koefisien P

Konstanta 5.45 x 10-3 0.000

Berat zeolit 1.39 x 10-3 0.064

Konsentrasi karaginan -0.36 x 10-3 0.582

Konsentrasi asam urat 2.19 x 10-3 0.008

R-sq = 92.81 % R-sq (adj) = 82.02 %

Gambar 5 Kontur (a) pengaruh konsentrasi kappa-karaginan dan konsentrasi asam urat terhadap arus, (b) pengaruh berat zeolit dan konsentrasi asam urat terhadap arus, (c) pengaruh berat zeolit dan konsentrasi kappa-karaginan terhadap arus

Warna pada kontur menunjukkan besarnya arus pengukuran. Kontur dengan warna hijau tua menunjukkan bahwa arus yang terukur merupakan arus maksimum. Gambar 5 menunjukkan bahwa sel L.plantarum memberikan respon arus optimum ketika diimobilisasi pada membran dengan komposisi zeolit 50 mg (Gambar 5b dan 5c) serta konsentrasi kappa karaginan 2% (Gambar 5a). Sedangkan konsentrasi asam urat optimum pada konsentrasi 3 mM (Gambar 5a dan 5b). Dengan menggunakan Response Optimizer pada software minitab diperoleh hasil bahwa kondisi optimum aktivitas sel L.plantarum pada konsentrasi

konsentrasi karaginan k o n s e n tr a s i a s a m u ra t 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 berat zeolit 50 Hold Values > < 0,004 0,004 0,006 0,006 0,008 0,008 0,010 0,010 0,012 0,012 0,014 0,014 Arus (mA) (a) (b) (c)

16

karaginan 2%, berat zeolit 50 mg, dan konsentrasi asam urat 3 mM. Pada proses optimasi digunakan pH 8 dan suhu 32.5°C ± 2.5 °C.

Analisis Parameter Kinetika Enzim Urikase dari Sel L.plantarum

Pengukuran kinetika enzim urikase dilakukan untuk melihat kespesifikan suatu enzim. Pengukuran kinetika enzim yang dilakukan adalah pengukuran konstanta Michaelis-Menten nyata (KM) dan kecepatan reaksi nyata (Vmax) yang dianalogikan dengan arus maksimum nyata (Imaks) pada pengukuran ini. Metode yang digunakan adalah Lineweaver-Burk. Besarnya nilai KM dan Vmax dalam hal ini dianalogikan dengan Imax. Grafik hubungan antara 1/[asam urat] dengan 1/Ipa ditunjukkan pada Gambar 6. Besarnya nilai KM dan Vmax berturut-turut adalah 2.86 mM dan 1.8 µA.

Besarnya nilai KM dan Vmax urikase dari sel L.plantarum yang digunakan berbeda dengan hasil yang diperoleh dari pengukuran parameter kinetik urikase murni yang bersumber dari Candida utilitis. Pada penelitian sebelumnya nilai KM

dan Vmax yang diperoleh sebesar 3.1397 x 10-3 mM dan 7.4936 µA (Iswantini et al. 2013). Nilai KM mengindikasikan kuat lemahnya suatu enzim dalam mengikat substrat. Semakin besar nilai KM semakin lemah enzim mengikat substrat dan sebaliknya. Pada penelitian ini, nilai KM yang diperoleh besar yang artinya enzim kurang terikat kuat pada substrat. Hal ini dikarenakan bebrapa faktor antara lain perbedaan sumber enzim urikase yang digunakan. Enzim urikase yang digunakan pada penelitian ini merupakan urikase yang dihasilkan oleh sel L.plantarum tanpa pemurnian, sedangkan enzim yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah enzim urikase murni yang diisolasi dari Candida utilitis. Selain itu, tidak dilakukannya optimasi jumlah enzim urikase yang dihasilkan oleh sel L.plantarum

pada penelitian ini juga dimungkinkan berpengaruh terhadap jumlah enzim yang dihasilkan oleh sel, semakin sedikit jumlah urikase yang dihasilkan akan mempengaruhi kuat lemahnya ikatan dengan substrat.

Gambar 6 Grafik hubungan 1/[S] dengan 1/I

y = 157,22x + 54,782 R² = 0,9603 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00 0,30 0,50 0,70 0,90 1,10 1,30 1,50 1 /I ( m A -1) 1/[S] (mM-1)

17

Pengukuran Parameter Analitik Biosensor Asam Urat

Parameter analitik yang diukur dari biosensor asam urat meliputi linearitas, limit deteksi, dan limit kuantitas. Rentang linearitas biosensor asam urat pada penelitian ini sebesar 2-2.6 mM dengan linearitas 99.59%. Grafik yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 7. Sedangkan, limit deteksi dan limit kuantitas berturut-turut 0.478 mM dan 1.598 mM. Limit deteksi menunjukkan konsentrasi jumlah terkecil analit yang dapat dideteksi dan memberikan respon secara signifikan dibandingkan dengan blangko (Harmita 2004). Pada penelitian ini limit deteksi yang diperoleh lebih baik dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Hamzah et al (2013) yang memperoleh nilai limit deteksi sebesar 0,58 mM untuk biosensor asam urat dengan enzim urikase murni. Sedangkan limit kuantitas menunjukan jumlah terkecil analit yang masih memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita 2004).

Dalam penelitian ini, limit kuantitas yang diperoleh sebesar 1.598 mM artinya pada pengukuran asam urat sebesar 1.598 mM memberikan respon yang cermat dan seksama. Sensitivitas biosensor asam urat dari besarnya persamaan regresi adalah 0.8 μA mM-1 artinya setiap perubahan konsentrasi substrat 1 mM biosensor asam urat mampu memberikan perubahan respon arus sebesar 0.8 μA. Hasil ini masih jauh lebih rendah dibanding dengan hasil Kamal (2013) yang memperoleh nilai sensitivitas 3,47 μA mM-1. Masih rendahnya nilai sensitivitas yang diperoleh pada penelitian ini dikarenakan teknik entrapment yang digunakan pada penelitian ini memiliki kekurangan yaitu adanya hambatan difusi pada membran sehingga hal ini mempengaruhi respon sensor terhadap substrat yang diukur. Untuk memperkecil hambatan difusi sehbaiknya membran dibuat dalam bentuk thick layer.

Gambar 7 Linearitas biosensor asam urat

y = 0,0008x - 0,0015 R² = 0,9959 2,E-04 3,E-04 4,E-04 5,E-04 6,E-04 7,E-04 8,E-04 2 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7 2,8 2,9 3 ΔI (m A) [asam urat] (mM)

18

Stabilitas Biosensor Asam Urat

Pengukuran stabilitas dilakukan dengan cara membandingkan arus pada setiap waktu dengan arus awal pengukuran. Hasil pengukuran stabilitas biosensor ditampilkan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa sel L.plantarum yang diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan mempunyai stabilitas yang jauh lebih lama jika dibandingkan dengan tanpa proses imobilisasi.

Sel yang diimobilisasi mampu bertahan hingga 23 hari dengan sisa aktivitas sebesar 80.43 %, sedangkan sel yang tidak diimobilisasi hanya mampu bertahan selama 7 hari dengan sisa aktivitas sebesar 54.17 %. Pada penelitian sebelumnya stabilitas biosensor asam urat mampu bertahan selama 22 hari dengan sisa aktivitas sebesar 45.26% (Widyatmoko 2012) dan 77.28% (Kamal 2013). Mulyasuryani dan Srihardiastutie (2011) melaporkan bahwa stabilitas biosensor asam urat menggunakan enzim urikase murni yang diimobilisasi pada membran

nata de coco hanya bertahan selama 3 hari. Ali et al (2011) melaporkan bahwa

biosensor asam urat yang menggunakan enzim urikase murni sebagai bioreseptor hanya bertahan selama 3 minggu dengan aktivitas sebesar 80%. Hal ini menunjukkan bahwa biosensor asam urat menggunakan sel L.plantarum yang diimobilisasi pada membran zeolit/kappa-karaginan mampu meningkatkan stabilitas biosensor asam urat dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.

Gambar 8 Stabilitas biosensor asam urat 40 50 60 70 80 90 100 110 0 1 2 3 5 6 7 8 9 12 14 16 23 A ktiv itas r elatif ( %)

Waktu (Hari ke-)

sel tidak terimobilisasi sel terimobilisasi

19

Tabel 6 Perkembangan Biosensor Asam Urat

Widyatmoko 2012 Kamal 2013 Penelitian ini

Stabilitas 22 hari 22 hari >23 hari

Sisa aktivitas 45.26% 77.28% 80.43% Rentang Linieritas - 0.4-4 mM 2-2.6 mM Linearitas - 97% 99% LOD - - 0.478 mM LOQ - - 1.598 mM %RSD - - 3.44 % Sensitivitas 3.47 μA mM-1 0.80 μA mM-1

Pengimobilisasi zeolit zeolit zeolit/κ-karaginan

Dokumen terkait