• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pisang jenis uli digunakan dalam penelitian ini karena merupakan pisang dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi yaitu 35.72% (Abdillah 2010) dengan mempertimbangkan juga sifat-sifat yang lain seperti kandungan RS (dibandingkan komoditi pertanian lainnya, pisang mentah secara alami mengandung RS tipe 2, seperti juga pada jagung dan beras). Daya cerna patinya yang cukup rendah (27.72%) dibandingkan pada pisang jenis lainnya (45.96% untuk pisang kepok dan 42.55-42.76% untuk pisang siam dan tanduk) merupakan pertimbangan yang lain mengapa memilih pisang jenis uli ini. Disamping harganya yang murah, ketersediaannya pun cukup melimpah di pasaran. Di Jawa Barat khususnya, pisang uli ini biasa dikonsumsi dengan cara diolah seperti digoreng, dikukus, dibuat kolak, dijadikan campuran kue, dan dibuat berbagai jenis penganan atau kudapan lainnya.

Gambar 6 Pisang varietas uli yang digunakan

Modifikasi Proses Produksi TPUM dengan Fermentasi Terkendali Perubahan pH

Fermentasi terkendali dilakukan pada irisan pisang uli dengan menggunakan bakteri asam laktat L. plantarum BSL pada dua tingkat konsentrasi (104 dan 106 CFU/ml) selama 0, 6, 12 dan 24 jam, dan fermentasi spontan irisan pisang uli

dilakukan selama 24 jam (Gambar 7). Selama fermentasi berlangsung, dilakukan pengukuran pH, total bakteri mesofilik dan total BAL pada cairan fermentasi irisan pisang uli.

Gambar 7 Fermentasi irisan pisang uli

Pada fermentasi spontan, cairan fermentasi irisan pisang uli diambil pada waktu 0 jam (awal) dan 24 jam (akhir) waktu fermentasi. Nilai pH pada 0 jam yaitu 6.1 dan terus menurun sampai pH 5.0 pada akhir waktu fermentasi. Lama waktu fermentasi 24 jam merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan RS3 dari tepung pisang yang dihasilkan, Putra (2010) dan Abdillah (2010) melaporkan bahwa waktu fermentasi yang lebih dari 24 jam tidak memberikan pengaruh nyata pada kadar RS3 tepung pisang tanduk modifikasi. Data pH fermentasi terkendali disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Nilai pH cairan irisan pisang uli selama fermentasi terkendali L. plantarum BSL 4 log CFU/ml ( ) dan L. plantarum BSL 6 log CFU/ml ( )

Pada Gambar 8 terlihat nilai pH cairan pisang uli fermentasi pada fermentasi terkendali L. plantarum BSL 104 CFU/ml memperlihatkan nilai yang terus menurun (dari 5.78 pada 0 jam waktu fermentasi sampai 4.99 pada 24 jam waktu akhir fermentasi). Demikian pula nilai pH pada cairan fermentasi terkendali irisan pisang dengan konsentrasi L. plantarum BSL 106 CFU/ml, nilai pH-nya juga terus menurun (dari 5.68 pada 0 jam waktu fermentasi sampai 4.74 pada 24 jam waktu fermentasi). Analisis statistik menunjukkan bahwa waktu fermentasi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pH cairan fermentasi irisan pisang uli selama fermentasi terkendali (Tabel 5). Analisis statistik pH disajikan pada Lampiran 1.

Nilai pH yang terus menurun ini, baik pada fermentasi terkendali maupun fermentasi spontan disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat L. plantarum BSL yang melakukan metabolisme glukosa menghasilkan asam laktat sehingga menyebabkan suasana menjadi asam dan menurunkan pH cairan. Selain itu, asam laktat juga dihasilkan bakteri asam laktat indigenus yang berasal dari pisangnya sendiri. Nurhayati (2012) yang melakukan identifikasi BAL dari cairan fermentasi irisan pisang varietas tanduk dengan metode PCR melaporkan bahwa BAL yang terdapat pada cairan fermentasi irisan pisang tanduk terdiri dari L. salivarius dan L. fructivorans. Keduanya berasal dari genus Lactobacillus yang merupakan jenis bakteri asam laktat.

4.5 4.7 4.9 5.1 5.3 5.5 5.7 5.9 0 6 12 24

Waktu fermentasi (jam)

Tabel 5 Penurunan nilai pH selama fermentasi terkendali Konsentrasi L. plantarum BSL (CFU/ml) Waktu fermentasi (jam) Nilai pH 104 0 5.78c 6 5.46c 12 5.36bc 24 4.99ab 106 0 5.68c 6 5.52c 12 4.92b 24 4.74a

Proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri asam laktat dapat didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat secara anaerobik yaitu tanpa memerlukan oksigen. Pada tahap pertama, glukosa dipecah menjadi asam piruvat. Jalur Embden-Meyerhoff-Parnas (EMP) atau glikolisis ditemukan pada BAL yang tergolong homofermentatif, sedangkan jalur Fosfoketolase (FK) ditemukan pada BAL yang tergolong heterofermentatif. BAL merupakan grup yang mampu memecah karbohidrat yang berbeda-beda. Secara umum, produk utama yang dihasilkan adalah asam laktat (Salminen et al 2004).

Perubahan Total Bakteri Mesofilik dan Total BAL

Pada fermentasi spontan dan fermentasi terkendali irisan pisang dengan L. plantarum BSL konsentrasi 104 CFU/ml dan 106 CFU/ml, total bakteri mesofilik menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu fermentasi. Demikian pula dengan nilai total BAL (Gambar 9). Data total bakteri mesofilik dan total BAL dapat dilihat pada Tabel 6 dan analisis statistiknya pada Lampiran 1.

Menurut Salminen et al (2004), bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram-positif, tidak membentuk spora dan dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang, bersifat katalase negatif, non motil atau sedikit motil, mikroaerofilik sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik dan membutuhkan suhu mesofilik. Bakteri asam laktat merupakan bakteri mesofilik yang tergolong dalam bakteri amilolitik (pemecah pati) yang tumbuh baik pada suhu 35-45°C.

Waktu fermentasi

(a) (b) (c)

Gambar 9 Pengaruh konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi terhadap total bakteri mesofilik ( ) dan total BAL ( ) pada cairan fermentasi irisan pisang uli selama fermentasi terkendali: (a) L. plantarum BSL 4 log CFU/ml (b) L. plantarum BSL 6 log CFU/ml (c) fermentasi spontan

Tabel 6 Peningkatan total bakteri mesofilik dan total BAL selama fermentasi terkendali dan fermentasi spontan irisan pisang uli

Konsentrasi BAL Waktu (jam)

Rata-rata (log CFU/ml): Total BAL Total Mesofilik

104 CFU/ml 0 3.47 ± 0.37a 5.14 ± 0.23a 6 4.39 ± 0.75ab 5.79 ± 0.18b 12 5.93 ± 0.70bcd 6.76 ± 0.46c 24 7.24 ± 1.14de 8.67 ± 0.34e 106 CFU/ml 0 5.24 ± 0.81bc 5.83 ± 0.16abc 6 6.08 ± 0.21cd 6.65 ± 076bc 12 6.59 ± 0.25cd 7.71 ± 0.47d 24 8.32 ± 0.19e 8.46 ± 0.08de Spontan 0 3.89 ± 0.27 5.28 ± 1.23 24 6.43 ± 0.39 7.42 ± 0.05 Ket: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

Total bakteri mesofilik jumlahnya lebih tinggi daripada total bakteri asam laktat. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat merupakan bagian dari bakteri mesofilik dimana keduanya merupakan bakteri pendegradasi pati (bersifat amilolitik). Selisih jumlahnya merupakan bakteri mesofilik jenis yang lain. Total

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 6 12 24 J u m la h k o lo n i (u n it l o g C F U /m l) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 6 12 24 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 6 12 24

bakteri mesofilik ini sesuai dengan penelitian Abdillah (2010) yang melakukan fermentasi pada irisan pisang tanduk, dimana jumlah total bakteri mesofilik hingga waktu 100 jam fermentasi mencapai jumlah 8.4 sampai 8.9 log CFU/ml dengan jumlah tertinggi pada jam ke-60 yaitu 8.9 log CFU/ml.

Pati yang terdapat dalam pisang uli dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat L. plantarum BSL dan bakteri mesofilik lainnya dengan cara dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu glukosa, CO2 dan etanol. Selanjutnya glukosa difermentasi menjadi asam laktat. Hal ini dimungkinkan karena bakteri tersebut memiliki enzim ekstraseluler pemecah pati yaitu amilase. L. plantarum adalah bakteri asam laktat yang mampu menghasilkan asam laktat melalui metabolisme glukosa (Axelsson 2004), memproduksi enzim pemecah pati (amilase), dan enzim amilopullulanase yang memutus ikatan amilosa dan amilopektin (Kim et al 2009) sehingga bakteri-bakteri tersebut dapat hidup pada substrat pati.

Analisis statistik (Lampiran 1) menunjukkan bahwa konsentrasi L. plantarum BSL (104 dan 106 CFU/ml) secara faktor tunggal berpengaruh nyata (P<0.05) pada peningkatan total bakteri mesofilik, demikian pula waktu fermentasi (0, 6, 12 dan 24 jam) berpengaruh nyata (P<0.05) pada peningkatan total bakteri mesofilik selama fermentasi. Namun interaksi konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0.05) pada total bakteri mesofilik pada cairan pisang fermentasi. Total bakteri mesofilik jumlahnya relatif lebih tinggi pada perlakuan fermentasi terkendali dengan L. plantarum BSL pada konsentrasi 106 CFU/ml (5.83-8.46 log CFU/ml) daripada perlakuan fermentasi terkendali dengan L. plantarum BSL konsentrasi 104 CFU/ml (5.14-8.67 log CFU/ml), kecuali pada waktu fermentasi 24 jam. Hal ini sesuai dengan jumlah awal L. plantarum BSL yang menjadi agen fermentasi terkendali yang jumlah koloninya lebih banyak.

Hasil yang mirip juga terjadi pada total bakteri asam laktat, dimana konsentrasi L. plantarum BSL (104 dan 106 CFU/ml) secara faktor tunggal berpengaruh nyata (P<0.05) pada peningkatan total bakteri asam laktat, demikian pula waktu fermentasi (0, 6, 12 dan 24 jam) berpengaruh nyata (P<0.05) pada peningkatan total bakteri asam laktat selama fermentasi, namun tidak demikian

halnya dengan interaksi perlakuannya. Total bakteri asam laktat jumlahnya lebih tinggi pada perlakuan fermentasi terkendali dengan L. plantarum BSL pada konsentrasi 106 CFU/ml (5.24-8.32 log CFU/ml) daripada perlakuan fermentasi terkendali dengan L. plantarum BSL konsentrasi 104 CFU/ml (3.47-7.24 log CFU/ml). Rendemen tepung pisang uli yang dibuat dengan cara modifikasi melalui fermentasi terkendali dan fermentasi spontan irisan pisang (selanjutnya disebut TPUM) disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rendemen TPUM dengan fermentasi terkendali irisan pisang uli dengan L. plantarum BSL pada konsentrasi 104 dan 106 CFU/ml dan dengan fermentasi spontan Konsentrasi L. plantarum BSL (CFU/ml) Waktu fermentasi (jam) Rendemen (% bk) 104 0 39.47 104 6 39.75 104 12 37.92 104 24 38.52 106 0 38.92 106 6 37.88 106 12 38.24 106 24 37.95 Spontan 24 39.14

Dari data pada Tabel 7 dapat dilihat rendemen TPUM dengan fermentasi terkendali L. plantarum BSLada pada kisaran 35.12-42.08% sedangkan rendemen tepung pisang uli modifikasi (TPUM) dengan fermentasi spontan adalah 41.24% dan 37.03%. Rendemen ini dihitung berdasarkan pisang utuh yang telah dikupas dari kulitnya. Kisaran rendemen ini sesuai dengan hasil penelitian Judoamidjojo dan Lestari (1991) yang melaporkan bahwa rendemen tepung pisang uli adalah 39.60%. Penampilan TPUM yang dihasilkan dari fermentasi terkendali dengan berbagai perlakuan konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi dapat

dilihat pada Gambar 10 sedangkan TPUM yang dihasilkan dari fermentasi spontan dapat dilihat pada Gambar 11.

.

Gambar 10 Tepung pisang uli modifikasi (TPUM) yang dihasilkan dari fermentasi terkendali dengan berbagai perlakuan konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi

Gambar 11 Tepung pisang uli modifikasi yang dihasilkan dari fermentasi spontan

TPUM yang diperoleh diukur kadar airnya menurut metode AOAC (1999). Kemudian untuk keperluan analisis kadar RS3 (RS3) maka kadar air sampel TPUM diukur kembali (setelah dihilangkan gula-gula sederhana dan lemaknya), dan diperoleh hasil seperti disajikan pada Tabel 8. Kadar air TPUM yang telah dihilangkan gula-gula sederhana dan lemaknya lebih tinggi daripada kadar air TPUM awal. Hal ini terjadi karena TPUM menyerap air dari alkohol yang

digunakan sebagai pelarut dalam preparasi sampel TPUM untuk dianalisis kadar RS3 (RS3)-nya. Analisis statistik kadar air TPUM disajikan pada Lampiran 2, sedangkan analisis statistik kadar air TPUM yang telah dihilangkan gula-gula sederhana dan lemaknya disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 8 Perubahan kadar air TPUM fermentasi terkendali dan fermentasi spontan Konsentrasi L.plantarum BSL (CFU/ml) Waktu fermentasi (jam) Kadar air (% bk)

TPUM TPUM bebas gula

dan lemak 104 0 8.30 ± 0.44ab 14.96 ± 0.91a 6 8.36 ± 0.20ab 15.50 ± 1.30a 12 7.83 ± 0.31ab 14.38 ± 0.14a 24 9.05 ± 0.27b 15.16 ± 0.50a 106 0 6.71 ± 0.67a 15.42 ± 0.27a 6 6.69 ± 0.34a 14.81 ± 0.62a 12 7.37 ± 0.19ab 13.98 ± 1.10a 24 8.01 ± 0.75ab 14.90 ± 0.66a Ket: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

Pengaruh Fermentasi Terkendali terhadap Kadar RS3 TPUM

RS3 TPUM dapat dihasilkan dari proses pemanasan suhu tinggi dan bertekanan yang dilanjutkan dengan pendinginan. Satu siklus ini dinamakan autoclaving-cooling. Dalam penelitian ini, analisis RS3 dilakukan menurut metode Englyst et al (1992). Terlebih dahulu dianalisis kadar total pati (metode hidrolisis asam) dari TPUM bebas lemak dan gula-gula sederhana yang dihasilkan. Analisis statistik total pati disajikan pada Lampiran 4.

Dari hasil analisis statistik pada Lampiran 4, rata-rata total pati TPUM pada penelitian ini berkisar pada 59.24% (perlakuan L. plantarum BSL 106 CFU/ml – waktu fermentasi 24 jam) sampai 65.608% (perlakuan L. plantarum BSL 104 CFU/ml – waktu fermentasi 0 jam). Konsentrasi L. plantarum BSL berpengaruh nyata (P<0.05) sedangkan waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kadar total pati TPUM. Interaksi perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata (P>0.05). Dalam hal ini, hanya konsentrasi L. plantarum BSL yang mempengaruhi penurunan kadar total pati sedangkan waktu fermentasi tidak berpengaruh. Ini dapat dijelaskan karena L. plantarum BSL sebagai asam laktat mampu mendegradasi pati menjadi glukosa dan etanol (L. plantarum BSL

tergolong bakteri asam laktat heterofermentatif fakultatif yang tidak menghasilkan gas) (de Vuyst & Vandamme 1994). Konsentrasinya yang semakin meningkat sebagai agen fermentasi menyebabkan lebih banyak pati pisang uli terfermentasi oleh bakteri asam laktat ini menjadi glukosa dan menyebabkan kadar pati menurun. Menurut Tribess et al (2009), tepung pisang yang dibuat dari pisang yang tua tapi belum masak (berwarna hijau) sangat kaya akan pati dan bisa mengandung 61.35-76.5 g pati/100 g berat kering tepung pisang.

Pada analisis RDS (Rapid Digestible Starch) TPUM (Lampiran 5), nilainya berkisar pada 12.78% (fermentasi terkendali dengan L. plantarum BSL 106 CFU/ml – 12 jam) sampai 15.06% (fermentasi terkendali L. plantarum BSL 104– 12 jam). Konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0.05), namun interaksi perlakuannya berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai RDS. Untuk total gula terhidrolisis TPUM yang diukur pada menit ke-120 sejak inkubasi pada suhu 37°C dilakukan (dengan penambahan enzim pankreatin dan amiloglukosidase), nilainya antara 28.30% (fermentasi terkendali dengan L.plantarum BSL 106 -12 jam) sampai 45.46% (fermentasi terkendali L.plantarum BSL 104 CFU/ml – 0 jam). Konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi secara tunggal masing-masing berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap total gula terhidrolisis, tetapi tidak dengan interaksinya (P>0.05) (Lampiran 6).

Pada analisis SDS (Slowly Digestible Starch), nilainya merupakan selisih antara total gula terhidrolisis dengan RDS. Data pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa nilai SDS berkisar pada 15.52% (fermentasi terkendali dengan L. plantarum BSL 106 CFU/ml – 12 jam) sampai 32.22% (fermentasi terkendali dengan L. plantarum BSL 104 CFU/ml – 0 jam). Analisis statistik memperlihatkan bahwa konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi secara faktor tunggal masing-masing berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai SDS TPUM, tetapi interaksinya tidak berpengaruh nyata (P>0.05).

Nilai SDS TPUM dengan fermentasi terkendali lebih besar daripada nilai RDS-nya. Hal ini dapat dijelaskan dari kandungan amilosa-amilopektin tepung pisang uli. Menurut Abdillah (2010), kadar amilosa tepung pisang uli adalah 35.72% sedangkan kadar amilopektinnya 64.28%. Degradasi pati dapat terjadi

pada komponen amilopektin membentuk struktur oligomer dengan rantai karbon yang lebih pendek atau rantai tidak bercabang seperti halnya amilosa. L. plantarum BSL diduga mampu menghasilkan enzim amilase dan pululanase yang

dapat memotong rantai cabang amilopektin pada sisi endo α-1,6. Beberapa peneliti melaporkan kemampuan L. plantarum BSL dalam menghasilkan amilase dan pululanase. Kim et al (2008) melaporkan bahwa L. plantarum L137 yang diisolasi dari beras dan ikan fermentasi memiliki gen pengkode enzim amilase dan pululanase. Demikian juga Giraud & Gerard (1997) serta Nguyen et al (2007) melaporkan bahwa L. plantarum A6 merupakan BAL penghidrolisis pati (bersifat amilolitik) karena memiliki gen amilopululanase. Menurut Salminen et al (2004), secara umum genus Lactobacillus memiliki kemampuan memotong ikatan glukosidik dari polisakarida.

Kadar amilopektin yang tinggi pada pisang uli diduga mengalami linierisasi oleh asam laktat dan debranching oleh enzim pululanase dari BAL yang ditambahkan selama proses fermentasi, sehingga menyebabkan nilai pati lambat cerna (slowly digestible starch)-nya tinggi. Oleh karena strukturnya yang kristal, amilopektin lebih banyak dicerna setelah 30 menit sampai 120 menit masa inkubasi. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa pada penelitian ini pati lambat cerna (slowly digestible starch) nilainya lebih tinggi dari pati cepat cerna (rapid digestible starch). Namun hal ini tidak mempengaruhi kadar total gula terhidrolisis yang nilainya merupakan penjumlahan RDS dan SDS.

Pisang telah diketahui merupakan sumber RS3 yang potensial. Zhang dan Hamaker (2011) melaporkan bahwa pati pisang yang dimasak (dipanaskan) selama 20 menit dengan air berlebih memiliki nilai pati cepat cerna (rapid digestible starch) 3%, pati lambat cerna (slowly digestible starch) 19% dan RS3 (resistant starch) 27%. Karena kandungan amilosa pada pisang tersebut cukup rendah (11.5%), maka yang bertanggung jawab terhadap nilai SDS adalah amilopektin. Kadar RS3 disajikan pada Tabel 9 dan analisis statistiknya disajikan pada Lampiran 8.

Pada penelitian ini, RS3 yang paling tinggi diperoleh dari TPUM yang difermentasi secara terkendali oleh L. plantarum BSL pada konsentrasi 106 CFU/ml selama 12 jam (32.57% bk TPUM). Hasil ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan Nurhayati (2012) yang melakukan fermentasi terkendali irisan pisang tanduk dengan menggunakan bakteri asam laktat L. salivarius FSnh1 yang diisolasi dari pisang tanduk, RS3 yang tertinggi (28.50%) diperoleh dari irisan pisang tanduk yang difermentasi selama 12 jam. Pada waktu fermentasi 24 jam, diperoleh hasil RS3 yang lebih rendah (30.14%). Hal ini diduga karena pada fermentasi yang terjadi lebih dari 12 jam menyebabkan amilosa terdegradasi menjadi glukosa yang selanjutnya akan digunakan sebagai sumber karbon bagi bakteri asam laktat. Oleh karena itu fermentasi 24 jam lebih banyak menghasilkan asam laktat. Rekapitulasi analisis statistik pengukuran total pati, RDS, total gula terhidrolisis, SDS, dan RS3 TPUM fermentasi terkendali dan fermentasi spontan disajikan pada Lampiran 9.

Tabel 9 Pengaruh konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi terhadap kadar RS3 TPUM selama fermentasi terkendali dan fermentasi spontan irisan pisang uli

Konsentrasi L.plantarum BSL (CFU/ml) Waktu Fermentasi (jam) Kadar RDS (%) Kadar SDS (%) Kadar RS3 (%) 104 0 13.24 ± 1.02ab 32.22 ± 1.41d 20.14 ± 0.99a 6 12.93 ± 0.26ab 25.13 ± 3.64bc 26.52 ± 2.25b 12 15.06± 0.19b 19.24 ± 1.73ab 28.80 ± 1.54bc 24 14.91 ± 1.63ab 20.49 ± 1.02ab 26.01 ± 0.34b 106 0 14.09 ± 0.20ab 28.79 ± 3.03cd 20.89 ± 1.75a 6 13.99 ± 0.92ab 20.03 ± 3.23ab 27.63 ± 0.17bc 12 12.78 ± 0.21a 15.52 ± 2.58a 32.57 ± 0.00d 24 13.07 ± 1.18ab 16.03 ± 2.35a 30.14 ± 0.11cd Spontan 24 28.67 ± 2.88 5.57 ± 1.68 21.68 ± 4.96 Ket: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

Proses autoclaving-cooling dapat menyebabkan terjadinya retrogradasi fraksi amilosa, dimana kadar RS3 secara proporsional berbanding lurus dengan kandungan amilosa dalam bahan pangan (Shu et al 2007). Proses retrogradasi pati tersebut menyebabkan terjadinya rekristalisasi dan meningkatkan pembentukan RS3. Kristalisasi ini disebabkan oleh adanya pembentukan double helix baru di antara molekul-molekul amilosa. Double helix pada molekul amilosa tersebut akan membentuk pembesaran (agregasi) dengan double helix

pada molekul amilosa lainnya melalui ikatan hidrogen sehingga membentuk kristalit (Vasanthan et al 1998).

Sugiyono et al (2009) yang melakukan modifikasi pembuatan pati garut melaporkan bahwa dengan memberikan perlakuan 3 siklus dan 5 siklus pemanasan-pendinginan (gelatinisasi-retrogradasi) dan waktu gelatinisasi selama 15 menit per siklusnya memberikan hasil kandungan RS3 yang tinggi pada pati garut, yaitu 10.91% dan 12.15% dibandingkan kandungan RS3 pada pati garut tanpa modifikasi, yaitu 2.12% (b.k). Hal ini berarti perlakuan modifikasi 3 dan 5 siklus dapat meningkatkan kadar RS3 pada pati garut hingga hampir 6 kali lipat.

Peningkatan fraksi amilosa rantai pendek yang berperan dalam pembentukan RS3 dapat dihasilkan melalui proses hidrolisis asam secara lambat (lintnerization)

atau pemutusan ikatan percabangan α-1,6 pada rantai amilopektin (debranching). Hidrolisis secara lambat oleh asam dan debranching dapat memperpendek

panjang rantai α-glukan sehingga derajat polimerisasi (DP) menurun. Schmiedl et al (2000) menunjukkan bahwa nilai DP antara 10-35 cukup optimal untuk meningkatkan kadar RS3. Nilai DP tersebut dapat diperoleh baik dengan cara menghidrolisis amilosa secara parsial maupun memotong titik percabangan rantai amilopektin (Lehmann et al 2002).

Modifikasi pati melalui cara fermentasi merupakan hidrolisis pati menjadi gula sederhana sehingga menyebabkan perubahan di tingkat granula pati oleh mikroorganisme yang menghasilkan enzim amilase. Amilase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan struktur granula pati menjadi semi kristal hingga amorf sehingga menyebabkan pati lebih mudah mengalami gelatinisasi dan menurunkan suhu gelatinisasi (Reddy et al 2008). Pemanfaatan bakteri asam laktat juga bertujuan agar selama fermentasi dihasilkan asam laktat secara alami sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hidrolisis asam. Oleh karena itu, kadar RS3 tepung pisang dapat ditingkatkan apabila sebelum pemanasan, pisang difermentasi terlebih dahulu dengan fermentasi terkendali menggunakan bakteri asam laktat (BAL).

Dari data tersebut diperoleh bahwa RS3 tertinggi (32.57%) terdapat pada TPUM dengan fermentasi terkendali L. plantarum BSL pada konsentrasi 106 CFU/ml selama waktu fermentasi 12 jam. Oleh karena itu RS3 (RS3) yang akan

digunakan dalam uji prebiotik TPUM diisolasi dari TPUM formula terpilih ini (fermentasi L. plantarum BSL 106 CFU/ml selama 12 jam).

Isolasi RS3 dari TPUM dengan Kadar RS3 Tertinggi

RS3 yang diisolasi dari TPUM terpilih (fermentasi L. plantarum BSL 106 CFU/ml selama 12 jam) menurut metode modifikasi Englyst et al (1992) menghasilkan rendemen sekitar 10.29-12.26% lebih tinggi dibandingkan RS3 dari fermentasi spontan (rendemen 9.92-8.68%) (Tabel 10). Data lengkap disajikan pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Penampilan RS3 yang diperoleh ditampilkan pada lampiran 41.

Tabel 10 Rendemen RS3 dari TPUM dengan fermentasi spontan dan

fermentasi terkendali L. plantarum BSL 106 CFU/ml selama 12 jam

Perlakuan Ulangan Bobot

awal

Bobot

akhir Rendemen Fermentasi terkendali L.plantarum

106 CFU/ml 12 jam

1 35 g 3.600 g 10.29 %

2 40 g 5.184 g 12.96%

Fermentasi spontan 1 30 g 2.975 g 9.92%

2 30 g 2.605 g 8.68 %

Evaluasi Sifat Prebiotik RS3 dari TPUM Terpilih

RS3 yang telah diisolasi dari TPUM terpilih (yaitu TPUM yang diperoleh dari fermentasi terkendali irisan pisang uli dengan L. plantarum BSL pada konsentrasi 106 CFU/ml selama 12 jam) lalu diuji sifat prebiotiknya pada pertumbuhan tiga jenis BAL probiotik dan dua kultur bakteri starter yoghurt. BAL probiotik yang diujikan yaitu L. plantarum BSL yang diisolasi dari sauerkraut (merupakan BAL indigenus dari sauerkraut), L. acidophilus yang telah diklaim sebagai bakteri probiotik yang menguntungkan bagi sistem pencernaan manusia, dan B. bifidum yang mewakili bakteri asam laktat yang memiliki sifat anaerobik obligat (hanya dapat tumbuh dengan tidak adanya oksigen dalam lingkungan pertumbuhannya). Dua kultur BAL pertama memiliki sifat

mikroaerofilik sampai anaerobik fakultatif, artinya tumbuh pada lingkungan yang sangat sedikit sekali oksigennya atau tanpa oksigen.

Selain pada ketiga kultur BAL kandidat probiotik di atas, RS3 yang diperoleh juga diujikan pada dua kultur bakteri starter yoghurt yaitu L. delrueckii subsp.bulgaricus atau yang dikenal sekarang sebagai L. bulgaricus dan pada S. salivarius subsp thermophilus atau yang sekarang lebih dikenal dengan S. thermophilus. Hal ini dilakukan karena TPUM akan digunakan sebagai pensubstitusi susu skim dalam pembuatan yoghurt sebagai produk pangan model. Dalam penelitian ini akan diketahui apakah RS3 yang diperoleh akan dapat dimanfaatkan oleh bakteri probiotik saja atau juga oleh bakteri non-probiotik seperti bakteri starter yoghurt tersebut.

RS3 diinkorporasikan dalam media m-MRSB (MRSB tanpa glukosa) dan digunakan sebagai media pertumbuhan bagi BAL probiotik dan starter yoghurt tersebut di atas. Ada enam jenis media yang diteliti, yaitu: m-MRSB (MRSB tanpa glukosa), m-MRSB+2.5% FOS, m-MRSB+2.5% RS3 dari TPUM formula terpilih fermentasi terkendali, m-MRSB+2.5% RS3 dari TPUM formula terpilih fermentasi spontan, akuades+2.5% RS3 dari TPUM formula terpilih fermentasi terkendali, dan akuades+2.5% RS3 dari TPUM fermentasi spontan. RS3 yang diisolasi dari TPUM yang diperoleh dari fermentasi spontan irisan pisang uli dijadikan sebagai perlakuan pembanding.

Masing-masing kultur bakteri yang telah disegarkan (umur 24 jam) dengan jumlah koloni 106 CFU/ml lalu diinokulasikam pada keenam jenis media yang telah disiapkan tersebut. Perhitungan jumlah koloni dihitung dilakukan pada 0 jam dan 24 jam waktu inkubasi. Kenaikan pertumbuhan dihitung dengan melihat selisih jumlah koloni BAL pada masa akhir dan awal inkubasi. BAL dengan kenaikan tertinggi (terutama secara spesifik dilihat dari kemampuannya tumbuh pada media RS3 + akuades) diyakini sebagai bakteri probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan saluran pencernaan dan akan dijadikan BAL probiotik untuk