• Tidak ada hasil yang ditemukan

Improvement of Resistant Starch of Modified Uli Banana Flour prepared by Controlled Fermentation and Evaluation of Prebiotic Characteristics.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Improvement of Resistant Starch of Modified Uli Banana Flour prepared by Controlled Fermentation and Evaluation of Prebiotic Characteristics."

Copied!
259
0
0

Teks penuh

(1)

i

L. plantarum

BSL DAN EVALUASI SIFAT PREBIOTIK

WIDANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Pati Resisten Tepung Pisang Uli Modifikasi dengan Fermentasi Terkendali L. plantarum BSL dan Evaluasi Sifat Prebiotik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

(4)
(5)

v

WIDANINGRUM. Improvement of Resistant Starch of Modified Uli Banana Flour prepared by Controlled Fermentation and Evaluation of Prebiotic Characteristics. Under direction of BETTY SRI LAKSMI JENIE, NUR RICHANA, and SULIANTARI.

Resistant starch (RS) type 3 (RS3) is potential as prebiotic source due to its physiological function. The objectives of this study were to increase the RS3 level of modified uli banana flour (MUBF) made by controlled fermentation of lactic acid bacteria (LAB) L. plantarum BSL on sliced uli banana with a concentration of 104 CFU/ml and 106 CFU/ml at various fermentation times (0, 6, 12 and 24 h) followed by autoclaving-cooling. Evaluation of the prebiotic properties of RS3 MUBF was performed by testing the viability of three probiotic candidates i.e. L. plantarum BSL, B. bifidum and L. acidophilus in media m-MRSB (m-MRSB without glucose) and aquadest. Both media contained 2.5% RS3 isolated from MUBF. The results showed that concentration of L.plantarum BSL and fermentation times affected the RS3 content of MUBF. Fermentation for 12h with inoculum concentration at 106 CFU/ml produced the highest RS3 content in MUBF (32.57%). RS3 either derived from controlled or spontaneous fermentation could support the growth of probiotics. Higher growth were observed for RS3 produced by controlled fermentation (2.09-2.53 log CFU/ml) compared to spontaneous fermentation (1.52-1.80 log CFU/ml). Synbiotic yoghurt made of 70% MUBF (as skim milk substitution) and probiotic either B. bifidum or L. plantarum BSL still contain a fairly stable probiotic (109 CFU/ml) during four weeks of storage at 4°C temperature. Sensory evaluation showed that panelists could accept the product for its attributes such as color, flavor, texture, consistency and taste.

(6)
(7)

vii

WIDANINGRUM.

PENINGKATAN PATI RESISTEN TEPUNG

PISANG

ULI

MODIFIKASI

DENGAN

FERMENTASI

TERKENDALI

L. plantarum

BSL DAN EVALUASI SIFAT

PREBIOTIK. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS, Dr.

Ir. Nur Richana, dan Dr. Dra. Suliantari, MS.

Masyarakat kini semakin sadar akan pentingnya hidup sehat yang dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan dengan nutrisi yang cukup. Tren masyarakat seperti ini disikapi oleh para produsen pangan dengan memproduksi pangan fungsional yang dapat dikonsumsi untuk fungsi-fungsi kesehatan tertentu. Contoh pangan fungsional adalah pangan yang mengandung probiotik atau prebiotik, atau keduanya dalam satu produk yang dikenal dengan pangan sinbiotik. Probiotik adalah mikroorganisme yang jika dikonsumsi dalam jumlah cukup akan menguntungkan bagi inangnya, sedangkan prebiotik adalah ingridien pangan yang secara selektif dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat (probiotik) di dalam saluran pencernaan manusia sehat. Pati resisten (RS) tipe 3 atau RS3 berpotensi sebagai sumber prebiotik karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan di usus halus dan ketika mencapai usus besar dapat dimanfaatkan oleh bakteri probiotik.

Oleh karena itu dalam penelitian ini kadar RS3 dalam tepung pisang akan ditingkatkan dengan menerapkan modifikasi proses dengan memfermentasi irisan pisang terlebih dahulu secara terkendali menggunakan L. plantarum BSL. Kondisi fermentasi dipelajari pada dua konsentrasi inokulan (104 dan 106 CFU/ml) serta beberapa waktu fermentasi (0, 6, 12, dan 24 jam). Sebagai kontrol dilakukan fermentasi irisan pisang uli secara spontan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa RS3 tertinggi (32.57%) dihasilkan dari fermentasi irisan pisang uli dengan L. plantarum BSL (106 CFU/ml) selama 12 jam. Pada fermentasi selama 24 jam, kadar RS3 TPUM menurun menjadi 30.14% dan dari 28.80% menjadi 26.01% pada TPUM yang difermentasi dengan L. plantarum BSL 104 CFU/ml. Selanjutnya RS3 TPUM tersebut dievaluasi sifat fisik prebiotiknya. Isolasi RS3 dilakukan dari TPUM formula terpilih yang menghasilkan RS3 tertinggi (difermentasi dengan L. plantarum BSL 106 CFU/ml selama 12 jam).

(8)

viii

Hasil penelitian menunjukkan bahwa RS3 baik yang diperoleh dari TPUM fermentasi terkendali maupun TPUM fermentasi spontan mampu mendukung pertumbuhan probiotik. Pertumbuhan probiotik tertinggi terdapat pada media dengan RS3 yang diisolasi dari TPUM fermentasi terkendali (2.09-2.53 log CFU/ml) dibandingkan dengan media dengan RS3 dari TPUM fermentasi spontan (1.52-1.80 log CFU/ml). Untuk starter yoghurt, baik L. bulgaricus maupun S. thermophilus keduanya dapat memanfaatkan RS3 baik dari TPUM dengan fermentasi terkendali maupun dari TPUM dengan fermentasi spontan dengan kenaikan pertumbuhan antara 1-2 unit log CFU/ml.

(9)

ix

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

xi

L. plantarum

BSL DAN EVALUASI SIFAT PREBIOTIK

WIDANINGRUM

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

xii

(13)

xiii

Judul Tesis : Peningkatan Pati Resisten Tepung Pisang Uli Modifikasi dengan Fermentasi Terkendali L. plantarum BSL dan Evaluasi Sifat Prebiotik

Nama : Widaningrum

NIM : F251090071

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS. Ketua

Dr. Ir. Nur Richana, MS. Dr. Dra. Suliantari, MS.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, MSc. Dr. Ir. Dahrul Syah, MAgr.

(14)
(15)

xv

Karya ini kupersembahkan untuk orang tuaku, keluargaku,

(16)
(17)

xvii

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 hingga bulan Maret 2012 ini ialah peningkatan nilai tambah komoditas pisang, dengan judul Peningkatan Pati Resisten Pisang Uli Modifikasi dengan Fermentasi Terkendali L. plantarum BSL dan Evaluasi Sifat Prebiotik.

Atas selesainya tugas akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS selaku ketua komisi pembimbing

yang telah dengan sabar memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penulis melakukan kegiatan penelitian.

2. Dr. Ir. Nur Richana, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama penulis melakukan kegiatan penelitian. 3. Dr. Dra. Suliantari, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melakukan kegiatan penelitian.

4. Dr. Ir. Didah Nur Faridah, MSi yang telah berkenan menguji penulis pada saat ujian tesis.

5. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi selaku perwakilan dari program studi IPN yang telah berkenan hadir dan menjadi moderator dalam ujian tesis penulis. 6. SEARCA-DAAD yang telah memberikan beasiswa sekolah magister kepada

penulis dari mulai tahun 2009 hingga 2011.

7. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian yang telah memberikan ijin sekolah magister di Institut Pertanian Bogor.

8. Ibunda tercinta, E. Sriyanah dan Ayahanda tercinta, Mokhamad Kosasih yang senantiasa memberikan kasih sayang, cinta dan motivasi yang tak lekang oleh waktu kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir S2 ini. Semoga Allah SWT memberikan Maghfiroh dan membangunkan istana di Surga-Nya kelak kepada Ibu dan Ayah. Aamiin Yaa Rabb...

9. Suami tercinta, Arpan dan ananda tersayang, Muhammad Adnan Hisyam. Terima kasih kalian sudah memberikan mama ruang untuk belajar, bahkan seringkali menyita waktu dan kebersamaan yang seharusnya mama habiskan dengan kalian. Kalian-lah yang menjadi sumber energi dan motivasi bagi mama untuk terus melangkah mencari ilmu, sebagaimana perintah-Nya. 10.Kakak penulis: Mira Heryani, SPd dan Ir. Sunjaya Putra, Adik penulis: Tomy

Garnadi, AMd dan istri Lilih Marliah, serta Rika Hikmah Rizkita, SPd (Amin) yang telah memberikan motivasi, semangat dari jauh, dan membantu hal-hal domestik di rumah yang sungguh membantu penulis dalam kelancaran urusan kuliah dan penelitian. Semoga menjadi ladang amal ibadah untuk teteh dan adik-adikku. Juga kepada keponakan-keponakanku yang sholeh: Ziyad, Nadhif dan Hasna.

(18)

xviii

13.Teman diskusi dan teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi PAU IPB: Mbak Nurha, Bu Triana, Bu Irma, Bu Siti, Devi, Dian, Tari, Mas Akili, dan lain-lain. Terima kasih ya atas ilmu dan kebersamaan yang diberikan.. 14.Laboran dan teknisi Lab. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian: Pak Yudi, Uwi, Dewi, Mellya, Pak Heru, Pak Bambang, Pak Manan, Bu Pia, yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian-penelitian pendahuluan di Balai.

15.Laboran dan teknisi Lab. ITP IPB: Pak Sobirin, Pak Wahid, Mas Aldi, Mas Edi, Mbak Vera, Pak Rojak, Bu Rubiyah, Bu Antin, Pak Narya, Pak Sidik, dan Pak Yahya, Mbak Arie, Pak Taufik, Bu Sari, Teh Enur, dan yang lainnya yang telah membantu penulis dalam kelancaran penelitian.

Karya tulis ini adalah setetes debu dalam samudera ilmu pengetahuan yang maha luas. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan penelitian di masa mendatang. Yaa Alloh... jadikanlah karya tulis ini sebagai salah satu amal ibadahku kepada-Mu. Aamin Yaa Robbal Alamien. Mudah-mudahan karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2012

(19)

xix

Mokhamad Kosasih dan ibu Enung Sriyanah. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cibadak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis diterima bekerja di Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian Kementerian Pertanian sebagai peneliti bidang pascapanen. Selama bekerja sebagai peneliti, penulis telah banyak melakukan penelitian di bidang teknologi pascapanen dan mempublikasikan karya ilmiah di berbagai publikasi ilmiah pertanian, diantaranya Jurnal Pascapanen, Jurnal Standardisari, Agritech, IJAS, dan lain-lain.

(20)
(21)

xxi

Tahap 3 Isolasi RS3 dari TPUM dengan perlakuan fermentasi terkendali yang menghasilkan kadar RS3 tertinggi ... 32

(22)

xxii

Persiapan Sampel TPUM Bebas Lemak dan Gula Sederhana ... 38 Kadar Total Pati (AOAC 1999) ... 38 Kadar RS3 (metode Englyst et al 1992) ... 39 Isolasi RS3 (metode modifikasi Englyst et al 1992) ... 40 Analisis Statistik ... 40 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43 Modifikasi Proses Produksi TPUM dengan fermentasi Terkendali ... 43

Perubahan pH ... 43

Perubahan Total Bakteri Mesofilik dan Total BAL ... 46 Pengaruh Fermentasi Terkendali terhadap Kadar RS3 TPUM ... 51 Isolasi RS3 dari TPUM dengan Kadar RS3 Tertinggi ... 56 Evaluasi Sifat Prebiotik RS3 dari TPUM Terpilih ... 56 Aplikasi Bakteri Asam Laktat Probiotik pada Pembuatan

(23)

xxiii

Tabel 1 Syarat mutu tepung pisang (SNI 01-3841-1995) ... 8 Tabel 2 Komposisi pati pisang olahan/plantain ... 9 Tabel 3 Kandungan nilai gizi beberapa varietas pisang di Indonesia ... 11 Tabel 4 Kadar RS3 dari beberapa komoditas kaya amilosa

dan metode yang digunakan ... 23 Tabel 5 Penurunan nilai pH selama fermentasi terkendali... 46 Tabel 6 Peningkatan total bakteri mesofilik dan total BAL

selama fermentasi terkendali dan fermentasi spontan irisan

pisang uli ... 47 Tabel 7 Rendemen TPUM dengan fermentasi terkendali irisan pisang

Uli dengan L. plantarum BSL pada konsentrasi 104 dan

106 CFU/ml dan dengan fermentasi spontan ... 49 Tabel 8 Perubahan kadar air TPUM fermentasi terkendali dan fermentasi spontan ... 51 Tabel 9 Pengaruh konsentrasi L.plantarum BSL dan waktu fermentasi terhadap kadar RS3 TPUM selama fermentasi terkendali dan

fermentasi spontan irisan pisang uli ... 54 Tabel 10 Rendemen RS3 dari TPUM dengan fermentasi spontan dan

Fermentasi terkendali L.plantarum 106 CFU/ml selama 12 jam ... 56 Tabel 11 Pengaruh pasteurisasi dan waktu penyimpanan terhadap nilai pH Yoghurt sinbiotik ... 65 Tabel 12 Pengaruh pasteurisasi dan waktu penyimpanan terhadap nilai

(24)
(25)

xxv

Gambar 1 Tanaman pisang uli (Koleksi Widaningrum 2012) ... 6 Gambar 2 Bentuk morfologi lima jenis bakteri asam laktat

(Anonymous 2011) ... 18 Gambar 3 Pembuatan TPUM (Jenie et al 2009) ... 31 Gambar 4 Diagram alir uji sifat prebiotik RS3 TPUM ... 33 Gambar 5 Diagram alir proses pembuatan yoghurt

(modifikasi metode Tamime & Robinson 2002) ... 35 Gambar 6 Pisang varietas uli yang digunakan ... 43 Gambar 7 Fermentasi irisan pisang uli... 44 Gambar 8 Nilai pH cairan irisan pisang uli selama fermentasi

terkendali L. plantarum BSL 4 log CFU/ml ( ) dan

L. plantarum BSL 6 log CFU/ml ( ) ... 45 Gambar 9 Pengaruh konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi

terhadap total bakteri mesofilik ( ) dan total BAL ( ) pada cairan fermentasi irisan pisang uli selama fermentasi terkendali: (a) L. plantarum BSL 4 log CFU/ml

(b) L. plantarum BSL 6 log CFU/ml (c) fermentasi spontan ... 47 Gambar 10 Tepung pisang uli modifikasi (TPUM) yang dihasilkan dari

fermentasi terkendali dengan berbagai perlakuan konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi………...50 Gambar 11 Tepung pisang uli modifikasi dari fermentasi spontan...50 Gambar 12 Histogram kenaikan pertumbuhan L. plantarum BSL

pada berbagai media ... 58 Gambar 13 Histogram kenaikan pertumbuhan L. acidophilus pada

berbagai media ... 59 Gambar 14 Histogram kenaikan pertumbuhan B. bifidum pada berbagai media ... 60 Gambar 15 Histogram kenaikan pertumbuhan L.bulgaricus pada berbagai media ... 61 Gambar 16 Histogram kenaikan pertumbuhan S. thermophilus pada

berbagai media ... 62 Gambar 17 Yoghurt sinbiotik yang dihasilkan ... 64 Gambar 18 Histogram skor mutu sensori yoghurt sinbiotik substitusi

(26)
(27)

xxvii

Halaman

Lampiran 1 Analisis statistik pH, total bakteri mesofilik dan total BAL pada cairan irisan pisang uli selama fermentasi terkendali ... 87 Lampiran 2 Analisis statistik kadar air TPUM dengan fermentasi

terkendali ... 90 Lampiran 3 Analisis statistik kadar air TPUM dengan fermentasi

terkendali bebas lemak dan gula-gula sederhana untuk

analisis total pati dan RS3 ... 91 Lampiran 4 Analisis statistik total pati dari TPUM dengan fermentasi

terkendali ... 95 Lampiran 5 Analisis statistik RDS dari TPUM Fermentasi Terkendali ... 96 Lampiran 6 Analisis statistik total gula terhidrolisis dari TPUM fermentasi

terkendali ... 97 Lampiran 7 Analisis statistik SDS dari TPUM fermentasi terkendali ... 98 Lampiran 8 Analisis statistik RS3 dari TPUM fermentasi terkendali... 99 Lampiran 9 Rekapitulasi analisis statistik pengukuran total pati, RDS, total gula terhidrolisis, SDS, dan RS3 TPUM dari

fermentasi terkendali dan fermentasi spontan ... 100 Lampiran 10 Rendemen RS3 dari formula TPUM terpilih

(L.plantarum BSL 106 CFU/ml selama 12 jam) ... 101 Lampiran 11 Rendemen RS3 dari TPUM dengan Fermentasi Spontan

selama 24 jam ... 101 Lampiran 12 Analisis statistik kenaikan pertumbuhan (log CFU/ml)

BAL probiotik dengan media RS3 dari TPUM fermentasi terkendali L. plantarum BSL 106 CFU/ml

12 jam dan fermentasi spontan ... 101 Lampiran 13 Analisis statistik kenaikan pertumbuhan (log CFU/ml)

bakteri starter yoghurt dengan media RS3 dari TPUM fermentasi terkendali L.plantarum BSL 106 CFU/ml

12 jam dan fermentasi spontan ... 104 Lampiran 14 Analisis statistik pH yoghurt sinbiotik selama penyimpanan ... 106 Lampiran 15 Analisis statistik total asam tertitrasi yoghurt selama

penyimpanan ... 109 Lampiran 16 Analisis statistik total probiotik yoghurt sinbiotik selama penyimpanan ... 112 Lampiran 17 Analisis statistik evaluasi sensori yoghurt sinbiotik

(28)

xxviii

Lampiran 18 Dokumentasi pembuatan TPUM dan isolasi RS3 ... 115 Lampiran 19 Dokumentasi uji viabilitas dan aplikasi prebiotik dan

probiotik pada pembuatan yoghurt sinbiotik substitusi

(29)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki wilayah dengan potensi sumberdaya alam termasuk buah-buahan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan sumber karbohidrat. Sumberdaya alam tersebut jika dimanfaatkan secara optimal merupakan aset nasional yang dapat menjamin ketersediaan pangan dan menjaga ketahanan pangan. Salah satu buah tropis yang tumbuh di Indonesia dan potensial dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat adalah pisang. Selain sebagai sumber karbohidrat, pisang juga mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B, dan C) serta mineral (kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium) yang penting bagi tubuh (Judoamidjojo dan Lestari 1991).

Keunggulan pisang sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral juga didukung oleh luas panen dan jumlah produksinya yang selalu menempati posisi pertama. Produktivitas pisang di Indonesia berfluktuasi dan terus meningkat, dimana pada tahun 2007 tingkat produksi pisang adalah 5 454 226 ton, kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 6 004 615 ton (BPS 2009).

Upaya pendayagunaan pisang khususnya jenis pisang olahan (plantain) dalam bentuk yang lebih luas aplikasinya dan lebih tahan simpan yaitu tepung pisang telah dilakukan. Jenie et al (2009-2010) telah mengembangkan proses modifikasi tepung pisang dari jenis pisang tanduk yang kaya pati resisten (resistant starch) tipe 3 (disebut juga dengan istilah RS3) dan memiliki indeks glikemik rendah, sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi produk pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan. Pisang cukup melimpah jumlahnya dan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi pangan fungsional. Hal ini sesuai dengan trend hidup masyarakat saat ini yang semakin peduli terhadap kesehatan tubuh sehingga mendorong semakin berkembangnya pangan fungsional.

(30)

berdasarkan kajian ilmiah memiliki fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional yang saat ini sedang trend dikembangkan yaitu produk pangan yang mengandung probiotik atau prebiotik, atau gabungan keduanya dalam satu produk yang dikenal sebagai pangan sinbiotik.

Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika diasup dalam jumlah cukup akan menguntungkan bagi inangnya (FAO 2007). Prebiotik adalah ingridien pangan yang secara selektif dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat (probiotik) di dalam kolon pencernaan manusia sehat (FAO/WHO 2001). RS3 berpotensi sebagai sumber prebiotik karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan di usus halus dan ketika mencapai usus besar dapat dimanfaatkan oleh bakteri probiotik. Manfaat lain dari RS3 adalah mampu mereduksi kehilangan cairan fekal dan mempersingkat waktu diare pada penderita kolera (Ramakhrisna et al 2000) serta berpotensi dalam memperbaiki sensitivitas hormon insulin (Robertson et al 2005). RS3 digolongkan sebagai sumber serat (British Nutrition Foundation 2005) dan diketahui mampu menurunkan kolesterol dan indeks glikemik (Lehmann et al 2002), serta mencegah terjadinya kanker kolon karena mikroflora mampu mengubah RS3 menjadi senyawa asam lemak berantai pendek (asam butirat), mereduksi pembentukan batu empedu, dan membantu penyerapan mineral (Sajilata et al 2006).

(31)

Penambahan prebiotik seperti inulin ke dalam minuman yogurt dapat meningkatkan kesehatan kolon dan meningkatkan absorpsi kalsium dan mineral (Gonzalez et al 2011). Prebiotik meningkatkan fungsi probiotik, yaitu dengan cara meningkatkan viabilitas dan vitalitas probiotik sebagaimana yang terlihat pada survival probiotik pada saluran pencernaan dan kemampuannya menempel pada permukaan sel-sel mukosa usus serta kemampuannya untuk tumbuh (Ramchandran & Shah 2010). Uji-uji yang dilakukan pada produk sinbiotik umumnya berupa uji-uji kimia seperti kadar pH, Total Asam Tertitrasi (TAT), dan kekentalan (viskositas), uji sifat biokimia probiotik seperti kemampuannya menghasilkan peptida bioaktif (karena bersifat proteolitik), uji sifat reologi produk seperti kehalusan/tekstur, pemisahan whey, karakteristik laju aliran dan histeresis (contohnya pada yoghurt sinbiotik), dan uji sensori produk yang meliputi warna (penampilan), aroma, tekstur, flavor, mouthfeel, dan taste (rasa).

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan kadar RS3 tepung pisang uli modifikasi (TPUM) melalui fermentasi terkendali bakteri asam laktat L. plantarum BSL dan evaluasi sifat prebiotiknya. Tujuan khususnya yaitu : 1) Optimasi kondisi fermentasi terkendali irisan pisang uli dengan perlakuan konsentrasi L. plantarum BSL dan waktu fermentasi dan dilanjutkan dengan pemanasan bertekanan – pendinginan dalam pembuatan TPUM, 2) Evaluasi sifat prebiotik RS3 tepung pisang uli modifikasi dengan melakukan uji viabilitas tiga jenis BAL probiotik (B. bifidum, L. acidophilus, L. plantarum BSL), dan starter yoghurt (L. bulgaricus dan S. thermophilus), 3) Aplikasi TPUM pada pembuatan yoghurt sinbiotik dan analisis pH, TAT, total BAL probiotik serta evaluasi sensori.

(32)
(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Pisang

Pisang (Musa paradisiaca) merupakan salah satu produk hortikultura Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena ketersediaannya yang tidak mengenal musim serta harganya terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Keunggulan pisang sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral juga didukung oleh luas panen dan jumlah produksinya yang selalu menempati posisi pertama. Produktivitas pisang di Indonesia berfluktuasi dan terus meningkat, dimana pada tahun 2007 tingkat produksi pisang adalah 5 454 226 ton, kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 6 004 615 ton (BPS 2009).

Pisang mempunyai kandungan gizi yang sangat baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium (Munadjim 1983). Kandungan inulin (sekitar 3%) yang terdapat pada pisang juga berperan sebagai prebiotik alami (Nuraida 2011).

Selain inulin, pisang juga memiliki kandungan pati yang cukup tinggi yaitu sekitar 61-73% untuk jenis pisang kepok, siam, uli dan tanduk (Abdillah 2010). Kandungan pati yang tinggi pada pisang berpotensi untuk dimodifikasi menjadi RS) yang juga memiliki sifat prebiotik. Efek prebiotik tidak hanya terbatas pada RS yang secara alami terdapat pada tanaman (RS1 dan RS2), tetapi juga dimiliki oleh pati yang dimodifikasi secara fisik dan kimia (RS3 dan RS4).

(34)

Gambar 1 Tanaman pisang uli (Koleksi Widaningrum 2012)

Tanaman pisang berbunga pada saat berumur 9-12 bulan setelah tanam. Pemotongan tandan dilakukan pada umur 80-110 hari setelah berbunga dan biasanya pada umur 110 hari warna buah pisang mulai menguning. Ukuran, warna dan citarasa buah pisang berbeda-beda tergantung dari varietasnya. Selain itu, pertumbuhan tanaman pisang dipengaruhi oleh keadaan tanah, iklim dan cara pemeliharaannya. Berdasarkan cara penggunaannya, buah pisang digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu banana dan plantain. Banana adalah golongan pisang yang dimakan dalam bentuk segar setelah buahnya matang, contohnya antara lain pisang ambon, pisang raja sereh, pisang raja bulu, pisang susu, pisang seribu, dan lain-lain. Plantain adalah golongan pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya antara lain pisang uli, pisang kepok, pisang siam, pisang kapas, pisang rotan, pisang tanduk, dan lain-lain (Prabawati et al 2008).

Golongan banana mempunyai bentuk buah yang ujungnya tumpul dan rasanya enak bila telah masak, sedangkan golongan plantain mempunyai warna buah yang mengkilap serta bila masak memiliki rasa yang kurang enak. Golongan plantain memiliki daging buah dengan kandungan pati yang tinggi, rasa manis yang kurang, dan membutuhkan pengolahan lebih lanjut (Prabawati et al 2008).

(35)

daya cerna 54-80%. Pisang merupakan komoditas pertanian yang mengandung karbohidrat siap cerna (sekitar 30% dari bagian yang dapat dimakan). Pisang banyak mengandung komponen karbohidrat terutama pati sehingga pisang juga sering ditepungkan atau terkadang diambil patinya (Prabawati et al 2008).

Pisang memiliki rasa yang sangat enak, dapat mengenyangkan, sumber pro-vitamin A, mengandung pro-vitamin C sekitar 20 mg/100g bobot segar, dan pro-vitamin B dalam jumlah sedang. Hancuran pisang mengandung dopamine dan vitamin C dalam jumlah tinggi. Selain vitamin, daging buah pisang mengandung abu sebanyak 0.70-0.75% dari berat daging buah. Abu pada pisang mengandung unsur mineral fosfor sebanyak 290 ppm, kalsium 80 ppm dan besi 60 ppm. Komposisi kimia buah pisang bervariasi tergantung pada varietasnya. Tingkat kematangan buah pisang juga mempengaruhi komposisi kimia daging buah seperti kadar pati, gula reduksi dan sukrosa, serta suhu gelatinisasi (Munadjim 1983, Putra 2010).

Tepung Pisang

(36)

Tabel 1 Syarat mutu tepung pisang (SNI 01-3841-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Jenis A Jenis B

3 Serangga (dalam segala bentuk stadia dan potongan-potongan)

- Tidak ada Tidak ada

4 Jenis pati lain selain tepung pisang

- Tidak ada Tidak ada

5 Kehalusan lolos ayakan 60 mesh

%b/b Min. 95 Min. 95

6 Air %b/b Maks. 5 Maks. 12

7 Bahan tambahan pangan - SNI 01-0222-1987

8 Sulfit (SO2) mg/kg Negatif Maks. 1.0

11.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks.104 Maks.106

11.2 Bakteri pembentuk coli APM/g 0 0

11.3 Escherichia coli Koloni/g 0 Maks. 106

11.4 Kapang dan khamir Koloni/g Maks. 102 Maks. 104

11.5 Salmonella/25 gram - negatif -

11.6 Staphylococcus aureus Koloni/g negatif - Sumber: BSN (2011)

(37)

Tabel 2 Komposisi tepung pisang plantain

Karakteristik Jenis Pisang

Nangka Siam Uli

Rendemen (%) 30.02 30.11 39.60

Kadar air (%) 9.04 12.05 10.82

Kadar total gula (%) 9.58 12.82 26.56

Kadar pati (%) 61.61 56.82 55.23

Kadar amilopektin (%) 54.29 49.63 48.54

Kekentalan (cP) 1.2075 1.4056 -

Derajat putih (%) 42.96 57.08 41.60

Sumber: Judoamidjoyo dan Lestari (1991)

Tepung pisang dari buah pisang muda mengandung pati lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung pisang dari pisang tua matang, sedangkan kandungan gula sederhananya sebaliknya. Pisang yang akan digunakan untuk pembuatan tepung pisang sebaiknya dipanen pada saat telah mencapai tingkat kematangan ¾ penuh, kira-kira 80 hari setelah berbunga. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut, pembentukan pati mencapai maksimum dan tanin sebagian besar terurai menjadi ester aromatik dan fenol, sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang seimbang (Putra 2010).

Pisang yang terlalu muda (kurang dari ¾ penuh) akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa sedikit pahit dan sepat, karena kadar asam dan tanin yang relatif masih tinggi, sedangkan kadar patinya rendah. Sifat sepat pisang akan berkurang banyak sejalan dengan berubahnya senyawa tanin selama proses pematangan. Meningkatnya tingkat kematangan pisang akan menyebabkan perubahan komposisi kimia dari tepung pisang yang dihasilkan, sehingga untuk memperoleh tepung pisang dengan kadar pati yang cukup tinggi diperlukan pemilihan tingkat kematangan pisang yang sesuai (Prabawati et al 2008).

(38)

Abdillah (2010) melaporkan bahwa pada varietas pisang tanduk, fermentasi spontan merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan kadar RS3 dari tepung pisang modifikasi, karena pada lama fermentasi tersebut terjadi pembentukan asam laktat (penurunan pH) dan dihasilkannya enzim amilase. Fermentasi selama 24 jam dilanjutkan dengan satu siklus pemanasan autoklaf mampu meningkatkan kadar RS3 tepung pisang tanduk dari 6.38% (bk) menjadi 15.24% (bk). Peningkatan kadar RS3 yang sama (15.90%) juga dapat diperoleh bila pisang tidak difermentasi tetapi diberi pemanasan autoklaf sebanyak dua siklus.

Putra (2010) melakukan penelitian fermentasi irisan pisang tanduk dengan menggunakan bakteri asam laktat. Dilaporkan bahwa waktu fermentasi optimal irisan pisang tanduk dengan menggunakan kultur campuran L. plantarum kik dan L. fermentum 2B4 adalah 72 jam. Namun waktu fermentasi selama 72 jam tidak mempengaruhi kadar RS3 yang dihasilkan. Peningkatan RS3 hingga dua kali lipat dari 5.87-6.45% menjadi 12.99-13.71% bk dihasilkan oleh fermentasi yang dilanjutkan dengan pemanasan autoklaf. Kombinasi proses fermentasi yang dilanjutkan dengan pemanasan autoklaf menghasilkan tepung pisang modifikasi dengan beberapa sifat fungsional yang menguntungkan yaitu berpotensi sebagai kandidat prebiotik karena kadar RS3-nya yang tinggi (13.22%) dan dapat mendukung pertumbuhan probiotik (L. plantarum BSL, L. fermentum 2B4, dan L. acidophilus).

Jenie et al (2009) telah melakukan penelitian pembuatan RS3 dari berbagai jenis pisang, yaitu tanduk, kepok, dan siam. Fermentasi spontan pada irisan pisang tanduk yang dikombinasi dengan pemanasan satu siklus autoklaf meningkatkan kadar RS3 tepung pisang dua kali lipat dibanding dengan dua siklus autoklaf tanpa fermentasi. Tepung pisang modifikasi dengan kadar RS3 yang meningkat berpotensi sebagai kandidat prebiotik karena dapat meningkatkan pertumbuhan L. plantarum BSL, L. fermentum 2B4, dan L. acidophilus sebesar 3 log pada media 2.5% tepung pisang modifikasi yang sebanding dengan pertumbuhan pada media fruktooligosakarida (FOS) dan MRSB.

(39)

amilosanya yang relatif tinggi. Selama ini pisang uli biasa diolah dengan cara digoreng menjadi pisang goreng yang lezat dan merupakan penganan/jajanan pasar yang murah meriah dan mengenyangkan.

Pisang uli memiliki kulit yang berwarna hijau dan daging buah yang berwarna putih kekuningan. Karakteristik pisang uli yang cukup tua tetapi belum matang ditentukan dari bentuk pisang yang masih memiliki siku dan terdapat bintik-bintik kecil berwarna hitam pada bagian kulit. Pisang uli biasanya dikonsumsi dengan cara dikukus, dibakar, dijadikan kolak atau digoreng. Kandungan nilai gizi pisang beberapa varietas pisang dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa kandungan kalori pisang varietas uli adalah paling tinggi (146 kalori) dibanding varietas pisang lainnya, demikian pula kandungan karbohidrat (38.20 %) dan vitamin C-nya (75 mg) yang lebih tinggi dari varietas pisang lainnya.

Tabel 3 Kandungan nilai gizi beberapa varietas pisang di Indonesia

Varietas pisang Kalori Bogor pada khususnya. Dengan kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi tersebut, pisang uli sangat potensial untuk dijadikan sumber RS3.

Modifikasi Pati

(40)

memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasinya di dalam proses pengolahan pangan. Kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten). Hal ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama. Menurut Kusnandar (2010), di antara kekurangan yang utama adalah sebagai berikut: 1) Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, 2) kebanyakan pati alami tidak tahan pada kondisi asam, 3) pati alami tidak tahan proses mekanis (agitasi), dimana viskositas pati akan menurun karena adanya proses pengadukan atau pemompaan, 4) kelarutan pati alami terbatas di dalam air, dan 5) gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati.

Oleh karena itu, pati alami sering dimodifikasi untuk menghasilkan pati yang sesuai dengan kondisi proses pengolahan. Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan tersebut sehingga dapat memperluas penggunaannya dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang diinginkan. Pati diberi perlakuan tertentu agar memiliki sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya, terutama sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya (Aparicio-Saguilan et al 2005). Beberapa sifat asal pati alami yang dapat diubah yaitu suhu gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, serta kecenderungan retrogradasi. Modifikasi dilakukan pada level molekular dengan atau tanpa mengubah struktur granula patinya.

(41)

Modifikasi Pati Secara Asam

Modifikasi pati dengan asam (lintnerisasi) tergolong modifikasi pati secara kimia. Metode hidrolisis asam dilakukan dengan menggunakan asam kuat, yang akan menghidrolisis ikatan glikosida sehingga memperpendek rantai ikatan kimia pada pati dan berat molekul pati menjadi lebih rendah (Wurzburg 1989).

Selama proses modifikasi asam, asam akan menghidrolisis ikatan glikosidik dan memperpendek rantai pati. Wurzburg (1989) menunjukkan bahwa pada tahap awal proses modifikasi asam, jumlah amilosa atau fraksi linier meningkat, yang mengindikasikan bahwa asam menghidrolisis ujung titik-titik cabang amilopektin pada daerah amorf yang mudah dijangkau terlebih dahulu sebelum menghidrolisis bagian yang lebih kristal. Hal ini terbukti dengan tidak terjadinya pembengkakan granula pati dan pati tidak kehilangan sifat kristalnya (birefringence). Bagian amorf lebih banyak tersusun atas rantai amilosa, sedangkan bagian kristal lebih banyak tersusun atas rantai amilopektin (Wurzburg 1989). Franco et al (2002) melaporkan asam menghidrolisis lebih cepat bagian amorf pada granula pati namun bagian yang lebih bersusun rapi (kristal) lebih lambat untuk dihidrolisis.

Modifikasi Pati Secara Fisik

(42)

Metode hydrothermal-treatment terdiri dari annealing dan heat moisture treatment (HMT). Prinsip metode hydrothermal-treatment adalah penggunaan air dan panas untuk memodifikasi pati. Pada annealing, modifikasi dilakukan dengan menggunakan jumlah air yang banyak (lebih dari 40%) dan dipanaskan pada suhu di bawah suhu gelatinisasi pati. Sedangkan HMT dilakukan dengan menggunakan jumlah kandungan air terbatas (18, 21, 24, 27%) dan dipanaskan pada suhu melebihi suhu gelatinisasi. Metode hydrotermal-treatment dapat mengubah karakteristik gelatinisasi pati yaitu meningkatkan suhu gelatinisasi, meningkatkan viskositas pasta pati, dan meningkatkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi (Adobowale et al 2005).

Perlakuan fisik lainnya adalah metode autoclaving-cooling. Menurut Sajilata et al (2006) perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving-cooling dapat meningkatkan produksi RS3 hingga 9%. Metode autoclaving-cooling dilakukan dengan mensuspensikan pati dengan rasio penambahan air 1 : 3.5 atau 1 : 5 (b/v). Selanjutnya dipanaskan menggunakan autoklaf pada suhu tinggi. Setelah diautoklaf, suspensi pati tersebut disimpan pada suhu rendah agar terjadi retrogradasi. Untuk meningkatkan kadar RS3, siklus tersebut dilakukan berulang. Perlakuan modifikasi ini disebut autoclaving-cooling cycling treatment (Zabar et al 2008). Menurut Gonzalez-Soto et al (2007), perlakuan debranching dengan enzim pullulanase dan proses pemanasan dengan autoklaf meningkatkan kadar RS3 pisang (dengan analisis RS menggunakan metode Goni et al 1996) dari 9.07% menjadi 34.84% (disimpan 24 jam pada suhu retrogradasi 4°C). Jenie et al (2009) melaporkan bahwa kadar RS3 pati pisang dapat ditingkatkan dengan perlakuan fermentasi spontan dan dilanjutkan dengan pemanasan bertekanan-pendinginan. Proses modifikasi ini dilaporkan dapat meningkatkan kandungan RS3 tepung pisang tanduk dari 9.17% menjadi 28.5% (Nurhayati 2012).

Probiotik

(43)

makanan fermentasi (Wahyudi & Samsundari 2008). Metchnikoff mengamati bahwa orang-orang Bulgaria memiliki usia rata-rata yang panjang, yaitu 87 tahun serta terdapat 4 dari 1000 penduduk memiliki usia lebih dari 100 tahun. Mereka memiliki gaya hidup yang berbeda dengan orang-orang kebanyakan, yaitu memiliki kebiasaan minum susu fermentasi. Metchnikoff meyakini bahwa konsumsi susu yang difermentasi oleh Lactobacillus memberikan efek yang menguntungkan pada mikroba usus dan dapat menurunkan aktivitas toksin yang dihasilkan mikroba.

Sejak tahun 1920 para ahli melanjutkan penelitian mengenai manfaat bakteri terhadap kesehatan. Pada tahun 1935-an, strain L. acidophilus ditemukan mampu aktif jika diimplantasikan dalam usus halus manusia. Selanjutnya setelah kurun waktu lebih dari 40 tahun diperoleh banyak sekali manfaat dari penggunaan bakteri sebagai probiotik. Sebagian dari manfaat penggunaan probiotik tersebut adalah: (1) mengatur pH, (2) memperbaiki fungsi saluran pencernaan, (3) meningkatkan sistem kekebalan tubuh, (4) mencegah infeksi, (5) menurunkan kadar kolesterol, (6) mengatasi masalah lactose intolerance dan (7) membunuh sel-sel tumor dan kanker.

Selanjutnya konsep probiotik telah mengalami beberapa perubahan definisi seiring dengan perkembangan hasil penelitian ilmiah tentang pengaruh, mekanisme kerja, dan aplikasinya. Definisi probiotik terbaru diusulkan oleh Salminen et al (2004), yaitu bahwa probiotik adalah sediaan sel mikroba hidup atau komponen dari sel mikroba yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inang (host)-nya.

(44)

probiotik harus mampu menempel pada mukosa usus. Kemampuan menempel pada sel epitel merupakan indikasi bahwa bakteri ini dapat melakukan kolonisasi di dalam usus.

Rolfe (2000) dalam Abdillah (2010) menyatakan bahwa probiotik dapat berupa bakteri Gram positif, Gram negatif, khamir atau fungi. Namun mikroba-mikroba yang umum digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman probiotik terutama berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL) yang merupakan Gram positif. BAL sering digunakan sebagai probiotik karena kebanyakan strainnya tidak patogen, bahkan beberapa strain telah mendapatkan status GRAS (Generally Recognized As Safe) dari FDA. Selain itu, kemampuannya untuk hidup di dalam saluran pencernaan dapat menekan pertumbuhan bakteri enterik sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan tubuh dan potensi ini yang menyebabkan BAL digunakan sebagai probiotik. Beberapa genus bakteri yang termasuk BAL yaitu Lactobacillus, Streptococcus, Pediococcus, Leuconostoc, Lactobacillus dan Bifidobacterium. Bakteri asam laktat memiliki kemampuan menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Zat-zat antimikroba tersebut yaitu asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, diasetil serta bakteriosin (Vuyst & Vandamme 1994). Beberapa strain BAL yang berpotensi sebagai probiotik antara lain L. reuteri, L. casei, L. acidophilus dan B. bifidum.

(45)

paling baik diantara BAL uji lainnya, ternyata mampu menurunkan total kolesterol pada serum darah tikus sampai 22-28% dibandingkan dengan tikus yang diberi susu fermentasi tanpa probiotik L.plantarum BSL tersebut.

Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri yang hidup di dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri ini memiliki pengaruh yang baik bagi kesehatan manusia yaitu memperbaiki mikroflora usus, meningkatkan aktivitas enzim β -galaktosidase, menurunkan kolesterol serta mengontrol kanker. Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, termasuk famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini tergolong bakteri Gram positif dan tidak membentuk spora. Bakteri L. acidophilus bersifat homofermentatif, menghasilkan D dan L-asam laktat dari glukosa. Suhu optimum pertumbuhannya 35 – 38°C, tidak tumbuh pada suhu 15°C (Salminen et al 2004).

Bifidobacterium bifidum merupakan bakteri asam laktat (BAL) dari genus Bifidobacterium. Dahulu bakteri ini tidak tergolong BAL, tetapi karena sifat fungsional yang dimilikinya mirip dengan BAL, maka Bifidobacterium kemudian diklasifikasikan sebagai BAL. Bakteri ini memiliki karakteristik anaerobik, Gram-positif, non motil, tidak membentuk spora, suhu optimum pertumbuhan 37-41°C. Bakteri ini dominan terdapat pada membran mukus di sekitar usus besar dan saluran vagina. Spesies ini dimanfaatkan sebagai probiotik yang mampu meningkatkan asimilasi mineral yang penting untuk kesehatan tulang, contohnya besi, kalsium, magnesium, dan seng (Tannis 2008). Bakteri B. bifidum umumnya diisolasi dari feses bayi yang masih menyusu (Mackie et al 1999). Selain aman dikonsumsi (termasuk GRAS atau Generally Recognized as Safe), spesies ini dapat membantu sintesis vitamin B1, asam folat, dan asam nikotinat. Selain itu juga membantu sintesis beberapa asam amino seperti alanin, valin, asam aspartam, dan treonin (Salminen et al 2004).

(46)

pertumbuhan 45°C, tidak tumbuh pada suhu 10°C, reduksi litmus kuat, tidak tahan garam (6.5%) dan bersifat termodurik (Tamime 2005).

Sterptococcus salivarius subsp. thermophilus merupakan pasangan dari Lactobacillus delbrueckii subsp bulgaricus dalam pembuatan yoghurt. Seperti halnya L. bulgaricus, bakteri ini tidak tahan hidup dalam usus manusia. Bakteri ini berbentuk rantai panjang atau pendek, Gram positif, dapat mereduksi litmus milk dan bersifat katalase negatif, tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6.5% dengan pH optimum pertumbuhan 6.5. S. salivarius subsp. thermophilus dapat dibedakan dari genus Streptococcus lainnya berdasarkan pertumbuhan pada suhu 45°C, tidak dapat tumbuh pada suhu 10°C (Tamime 2005). Bentuk morfologi kelima jenis bakteri asam laktat disajikan pada Gambar 2.

L. plantarum L. acidophilus B. bifidum

L..bulgaricus S. thermophilus

Gambar 2 Bentuk morfologi lima jenis bakteri asam laktat (Anonymous 2011)

(47)

dalamnya (Abdillah 2010). Salah satu pengaruh probiotik yang menguntungkan bagi kesehatan adalah mempertahankan keseimbangan mikroflora usus. Mikroflora usus adalah ekosistem yang kompleks, yang terdiri dari berbagai jenis bakteri dalam jumlah yang besar. Aktivitas dan kapasitas metabolik bakteri yang hidup di usus sangat beragam dan dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif pada fisiologi usus. Menurut International Dairy Federation (IDF), jumlah probiotik minimal dalam produk pangan ketika dikonsumsi dan aktif di dalam saluran pencernaan yaitu 107 CFU/ml (Hamayouni et al 2008). Namun disebutkan pula bahwa jumlah minimum bakteri probiotik dalam bioproduk agar dapat memberikan manfaat kesehatan adalah 109–1010 CFU/g produk (FAO/WHO 2001).

Menurut Tamime (2005), mikroflora saluran pencernaan manusia dan hewan diketahui memiliki fungsi proteksi melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroflora usus berperan melawan pembentukan koloni bakteri patogen dalam spektrum yang luas. Termasuk di dalamnya Clostridium difficile dan C. botulinum, bakteri E. coli, Salmonella, Shigella dan Pseudomonas, dan khamir Candida albicans. Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba patogen antara lain adalah sebagai berikut: pada waktu antibiotik diberikan pada hewan untuk menghambat mikroflora saluran pencernaannya, hewan menjadi sangat rentan terhadap kolonisasi patogen maupun mikroorganisme dari luar lainnya. Apabila mikroflora saluran pencernaan tidak terganggu, hewan percobaan lebih resisten. Beberapa mekanisme diduga bertanggungjawab dalam proses yang terjadi. Proses tersebut meliputi kompetisi antara mikroflora saluran pencernaan dan mikroorganisme dari luar tubuh dalam menggunakan nutrisi yang terbatas, peningkatan metabolit yang dihasilkan mikroflora saluran pencernaan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berasal dari luar, dan kompetisi untuk mendapatkan tempat pada mukosa usus.

(48)

teori kemostat adalah kelompok bakteri yang terdapat pada sebuah kultur aliran berkesinambungan berkompetisi dalam mendapatkan dan menggunakan senyawa-senyawa yang esensial bagi pertumbuhan (Tamime 2005). Di dalam kolon, bakteri probiotik akan mencerna RS3 menjadi senyawa-senyawa berberat molekul rendah yaitu asam lemak rantai pendek (butirat, laktat, asetat, propionat). Asam lemak rantai pendek ini, termasuk juga hidrogen sulfida, dan asam empedu bebas, merupakan metabolit beracun yang merupakan faktor penghambat bagi patogen di saluran pencernaan. Hidrogen sulfida dilaporkan dapat menekan pertumbuhan E. coli pada sebuah kultur berkesinambungan.

Prebiotik

Menurut Robertfroid (2007), prebiotik adalah ingredien makanan yang tidak dapat dicerna yang memberikan efek menguntungkan kesehatan pada inang dengan secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan atau aktivitas bakteri baik yang ada pada kolon. Persyaratan suatu ingredien disebut prebiotik adalah: tidak dihidrolisis atau diabsorbsi di bagian atas saluran pencernaan, bertindak sebagai substrat yang selektif untuk pertumbuhan mikroba yang menguntungkan, dapat mengubah komposisi mikroba menjadi lebih menguntungkan yaitu dengan cara menambah mikroba sakarolitik (pendegradasi pati) dan mengurangi mikroba putrefaktif (penyebab kebusukan), harus dapat menginduksi pengaruh menguntungkan pada luminal atau sistemik pada inang.

(49)

Tamime (2005) melaporkan, pada dosis yang sesuai, sifat-sifat serat pangan dapat larut dari prebiotik antara lain yaitu resisten terhadap enzim-enzim indigenous, difermentasi oleh mikroflora kolon, mempersingkat waktu transit dalam saluran pencernaan, meningkatkan bobot feses, menurunkan pH usus, mereduksi absorpsi glukosa (pencernaan lambat), meningkatkan kondisi/memperbaiki kondisi yang berkaitan dengan konstipasi (sembelit) dan diare. Sedangkan manfaat kesehatan dari prebiotik: menginisiasi pertumbuhan bakteri probiotik yang baik dan menguntungkan bagi kesehatan (seperti Bifidobacteria, Lactobacillus), mencegah diare dan konstipasi, mencegah terjadinya luka pada lambung karena menyediakan makanan untuk mikroba kolon, menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA = short chain fatty acids) seperti asetat, laktat, propionat, dan butirat yang merupakan sumber nutrisi yang mendukung diferensiasi sel-sel, serta sebagai anti kanker dan anti mikroba, menghasilkan asam laktat, menurunkan pH usus dan kolon untuk menghambat bakteri patogen tumbuh, mengendalikan kolonisasi mikroba patogen, misalnya termasuk Clostrdium difficile, menstimulasi absorpsi air dan elektrolit, menurunkan kejadian diare, meningkatkan absorpsi kalsium, dan memiliki indeks glikemik yang rendah. Selain inulin, FOS (fruktooligosakarida), dan GOS (galaktooligoskarida), RS3 adalah salah satu jenis prebiotik yang saat ini sedang dikembangkan.

Pati Resisten (Resistant Starch) Tipe 3

Pati resisten tipe 3 (RS3) ialah ingridien pangan tidak tercerna di dalam saluran pencernaan bagian atas manusia (mulut, lambung dan usus halus) tetapi di kolon dapat difermentasi oleh bakteri kolon (dari jenis Lactobacillus dan Bifidobacteria) sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang (Sajilata et al 2006, Salminen et al 2004). Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1997 mengemukakan bahwa penemuan RS3 merupakan salah satu pemikiran utama selama 20 tahun terakhir untuk mengetahui pentingnya karbohidrat terhadap kesehatan (Sajilata et al 2006). Sebutan RS (Resistant Starch) pertama kali dikemukakan oleh Englyst et al (1992) untuk menjelaskan sejumlah kecil fraksi

(50)

pululanase secara in vitro. RS dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe utama. Tipe 1 adalah pati yang secara fisik terperangkap di antara dinding sel bahan pangan dan ditemukan pada serealia dan biji-bijian. Tipe 2 adalah granula pati yang tahan terhadap enzim pencernaan, misalnya pada pati pisang mentah dan jagung kaya amilosa. Tipe 3 adalah pati retrogradasi, yaitu pati yang diubah konformasinya melalui pengolahan pangan (proses panas dan dingin). Tipe 4 adalah pati yang dimodifikasi secara kimia (Alvarez & Sanchez 2006).

Dari semua jenis RS, RS3 adalah yang paling menarik perhatian karena RS tipe ini dapat mempertahankan karakteristik organoleptik suatu makanan ketika RS3 ditambahkan pada makanan (Lehmann et al 2002). RS tipe ini relatif tahan panas (Eerlingan & Delcour 1995) dibandingkan RS tipe lainnya sehingga RS3 stabil selama proses pengolahan pangan (Wang et al 2007). RS3 merupakan jenis RS3 yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku fungsional berbasis RS. Kandungan RS3 dalam makanan alami umumnya rendah. Jumlah RS dapat meningkat saat makanan dipanggang atau dalam bentuk pasta dan produk sereal (Shamai et al 2003).

RS3 juga meningkatkan jumlah Lactobacillus pada fekal dan sekum tikus (Bird et al 2000) serta meningkatkan jumlah Bifidobacteria (bersifat bifidogenik) setelah dilakukan pengujian pada manusia (Bouhnik et al 2004). RS3 juga dilaporkan mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen Escherichia coli. Total koliform dan E. coli menurun dalam kolon proksimal dari 7-8 log cfu/g menjadi 6 log cfu/g (Crittenden et al 2005).

(51)

Lactobacillus casei, L. plantarum, dan B. bifidum sebagai prebiotik secara in vitro dan menghasilkan asam asetat sebanyak 0.04%. Nurhayati (2012) juga melaporkan bahwa perlakuan fermentasi terkendali irisan pisang tanduk dengan bakteri asam laktat L. salivarius (yang diisolasi dari pisang tanduk) dan dilanjutkan dengan pemanasan bertekanan-pendinginan mampu meningkatkan kadar RS3 tepung pisang tanduk dari 9.17% menjadi 28.5% bk tepung. Beberapa peneliti lain melaporkan kadar RS3 dari beberapa komoditas kaya amilosa seperti pisang hijau, jagung dan garut seperti dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kadar RS3 dari beberapa komoditas kaya amilosa dan metode yang digunakan

Komoditas Kadar RS3 (%) Metode Peneliti

Pisang hijau 57 Englyst et al (1992) Englyst et al (1992) Jagung 34.3 Englyst et al (1992) Li et al (2008)

Jagung 42.4 AOAC 991.43 Li et al (2008)

Pisang 34.84 Goni et al (1996) Gonzalez-Soto et al (2007) Pisang hijau 79.89 AOAC method 2002.02 Izidoro et al (2011)

Pisang hijau 58.5 Goni et al (1997) Tribess et al (2009) Garut 12.15 Goni et al (1996) Faridah (2011) Pisang tanduk 28.5 Englyst et al (1992) Nurhayati (2012)

Seperti halnya serat pangan, RS3 juga mengalami fermentasi oleh mikroflora pada dinding kolon, menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid atau SCFA). Profil SCFA yang diperoleh lebih banyak mengandung butirat dan lebih sedikit mengandung asetat dibandingkan serat pangan konvensional. Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, RS dikategorikan sebagai bagian dari serat pangan. RS3 memiliki efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorbsi mineral (Sajilata et al 2006).

(52)

kapasitas pengikatan air (water holding capacity) yang lebih rendah sehingga dapat memperbaiki tekstur, penampakan dan mouthfeel produk panggang yang dihasilkan (Sajilata et al 2006).

Kadar RS3 dalam suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu (1) rasio amilosa : amilopektin pada pati, amilosa yang lebih tinggi dapat meningkatkan kadar RS3, (2) rasio pati : air (b/v) dalam pembuatan RS3, (3) proses pemanasan akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan, (4) banyaknya siklus pada proses modifikasi, dan (5) proses autoclaving (Sajilata et al 2006). Menurut Lehmann et al (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan RS3 yaitu suhu pengolahan, konsentrasi pati, kondisi penyimpanan dan adanya lipid atau substitusi bermolekul rendah seperti gula. Rasio pati : air (b/v) sangat mempengaruhi proses ekspansi matriks pati dan gelatinisasi granula (Raja dan Shindu 2000). Proses modifikasi beberapa siklus memerlukan jumlah air yang berlebih. Jumlah air yang lebih sedikit kemungkinan kurang mengganggu struktur heliks amilosa sehingga amilosa yang keluar dari granula tidak optimum (Sajilata et al 2006). Hal ini berakibat jumlah amilosa dan amilosa-amilopektin yang berasosiasi pada saat retrogradasi lebih sedikit sehingga kadar RS3nya pun menjadi lebih rendah.

RS3 diproduksi dari pati native melalui beberapa tahap: (1) proses gelatinisasi yang dapat memecah granula pati melalui pemanasan pada suhu tinggi (autoclaving) dengan penambahan air berlebih, (2) retrogradasi yang melibatkan proses rekristalisasi amilosa secara perlahan dengan cara pendinginan. Kedua tahap tersebut dapat menghasilkan RS3 (Zabar et al 2008).

Novelose 330 merupakan salah satu produk RS3 teretrogradasi (RS3) komersial yang berbahan baku pati jagung kaya amilosa terhidrolisis teretrogradasi (retrograded hydrolysis high amylose corn starches). Novelose 330 mengandung 40.4% RS3. Novelose 330 terdiri atas fraksi berbobot molekul

(53)

Yoghurt Sinbiotik

Salah satu jenis pangan fungsional yang akhir-akhir ini sedang berkembang yaitu pangan yang mengandung gabungan dari prebiotik dan probiotik, yang disebut sebagai pangan sinbiotik (Hamayouni et al 2008, Crittenden et al 2001). Di dalam produk pangan sinbiotik, terdapat sinergi antara prebiotik dan probiotik. Senyawa-senyawa yang terdapat di dalam prebiotik digunakan oleh probiotik sebagai sumber karbon atau sumber energi di dalam kolon. Sebagai hasilnya adalah meningkatnya jumlah probiotik yang terdapat di dalam kolon dan menurunnya bakteri patogen yang terdapat di dalam usus (Hamayouni et al 2008). Aplikasi gabungan dari probiotik dan prebiotik dalam satu produk pangan (sinbiotik) ini bermanfaat bagi inang karena mendukung ketahanan dan keberadaan mikroorganisme baik (probiotik) untuk hidup dalam saluran pencernaan (FAO 2007). Contoh produk sinbiotik yang telah ada di pasaran dalam dan luar negeri yaitu susu, yoghurt, keju, dan es krim (Nuraida 2011). Pengembangan produk sinbiotik sangat dipengaruhi oleh jenis serta jumlah probiotik dan prebiotik yang digunakan. Disamping efektivitasnya sebagai pangan fungsional, produk sinbiotik yang dihasilkan juga harus memenuhi parameter-parameter mutu secara fisik, kimia dan sensori.

Yoghurt adalah hasil fermentasi susu menggunakan bakteri asam laktat (umumnya kombinasi bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus) yang mempunyai cita rasa khas karena mengandung komponen flavor seperti diasetil, asetaldehid dan karbondioksida. Saat ini telah dikembangkan ratusan strain bakteri lainnya dengan segala kelebihannya. Kandungan asam yoghurt cukup tinggi, sedikit atau tidak mengandung alkohol, mempunyai tekstur semi padat atau smooth, kompak serta rasa asam yang segar. Buah-buahan, perasa dan aroma oleh industri seringkali ditambahkan pada yoghurt untuk meningkatkan nilai jual. Bahan dasar pembuatan yoghurt umumnya adalah susu sapi murni atau susu skim (bentuk bubuk). Secara tradisional yoghurt dibuat dari susu yang dipanaskan hingga sebagian kandungan airnya menguap (Tamime & Robinson 2002).

(54)

dalam susu atau ditambah susu bubuk sebesar 4-5% dalam bentuk skim. Zat padat dalam susu berperan untuk pembentukan tekstur dan aroma yang baik. Kandungan zat padat dalam susu yang optimal adalah sebanyak 15.5-16.0% (Tamime & Robinson 2002). Semakin banyak jumlah zat padatnya (terutama dalam bentuk zat padat bukan lemak) sampai jumlah tertentu, akan meningkatkan jumlah asamnya.

Yoghurt dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti berdasarkan kandungan lemak, cara pembuatan, flavor, dan proses yang dilakukan terhadap yoghurt pasca inkubasi (Tamime & Robinson 2002). Berdasarkan kadar lemaknya, yoghurt dibagi menjadi yoghurt berkadar lemak penuh (di atas 3%); yoghurt berkadar lemak medium (0.5-3.0%), dan yoghurt berkadar lemak rendah (0.5% atau kurang). Ketentuan ini sudah merupakan standarisasi bagi mutu produk yoghurt. Namun, di beberapa negara seperti Belanda dan Rusia juga terdapat yoghurt dengan kandungan lemak yang mencapai 4.5-10%.

Berdasarkan cara pembuatannya, yoghurt dibagi menjadi dua jenis; yaitu set yoghurt dan stirred yoghurt. Keduanya berbeda dari segi sistem pembuatan dan struktur fisik koagulum yang terbentuk. Tipe set yoghurt adalah yoghurt yang diinkubasi dengan kultur dalam kemasan-kemasan kecil yang siap jual sehingga gel atau koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter itu sendiri. Sedangkan tipe stirred yoghurt adalah yoghurt yang difermentasi dengan kultur pada wadah besar. Koagulum yang terbentuk kemudian dipecah (diaduk) agar produk mudah dialirkan ke dalam kemasan-kemasan kecil. Set yoghurt mengacu

pada “acid set yoghurt”; dan stirred yoghurt mengacu pada “pudding-type yoghurt

atau “fluid-yoghurt” (Helferich & Westhoff 1980).

Karakteristik produk yoghurt dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Karakteristik yoghurt meliputi karakteristik fisik (pH dan viskositas), karakteristik kimia (TAT, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, dan TPT), karakteristik mikrobiologi (viabilitas BAL dan total kapang-khamir), serta karakteristik organoleptik seperti warna, aroma, tekstur (mouthfeel), konsistensi dan rasa (taste).

(55)
(56)
(57)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011 hingga Maret 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST Center IPB, serta Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah pisang varietas uli yang diperoleh dari pedagang pisang di Kabupaten Bogor. Derajat kematangan pisang adalah tua, masih mentah (belum masak) dan kulit berwarna hijau. Perkiraan umur pisang adalah 90 hari setelah tanaman pisang berbunga. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah kultur bakteri asam laktat L. plantarum BSL (dahulu L. plantarum sa28k) yang diperoleh dari koleksi pribadi peneliti di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, L. acidophilus dan B.bifidum yang diperoleh dari Koleksi Food Nutrition Collection Center (FNCC) UGM, bahan baku untuk yoghurt seperti susu skim, gula pasir, dan kultur untuk membuat yoghurt yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus. Bahan kimia dan enzim yang digunakan yaitu etanol, alkohol 96% dan 70%, buffer fosfat, buffer sodium asetat (0.1 M pH 5.2), pankreatin SIGMA P-7545, amiloglukosidase SIGMA, HCl 25%, NaOH 25%, etanol 95%, NaOH 0,1 N, asam asetat, Iod, dietil eter, dinitrosalisilat, Na-K tartarat, Na2CO3, dan bahan-bahan kimia lain untuk analisis.

(58)

Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam lima tahap yaitu 1) fermentasi irisan pisang uli dengan perlakuan fermentasi terkendali menggunakan inokulum L. plantarum BSL pada konsentrasi 104 dan 106 CFU/ml dan waktu fermentasi 0, 6, 12, dan 24 jam. 2) Pembuatan tepung pisang uli modifikasi (TPUM) dengan kondisi fermentasi seperti pada tahap 1 kemudian sampel dipanaskan (121 °C, 15 menit) dan didinginkan pada suhu 4-6 °C selama 24 jam. Sampel kemudian dikeringkan dan dihaluskan sampai menjadi TPUM 100 mesh. Fermentasi spontan dilakukan sebagai kontrol. 3) Isolasi RS3 dari TPUM dengan perlakuan fermentasi terkendali yang menghasilkan kadar RS3 tertinggi, 4) Evaluasi sifat prebiotik RS3 tepung pisang uli modifikasi terhadap viabilitas tiga jenis BAL probiotik b(B. bifidum, L. acidophilus dan L. plantarum BSL), dan viabilitas starter yoghurt (L. bulgaricus dan S. thermophilus), serta 5) Aplikasi dan formulasi tepung pisang pada pembuatan yoghurt sinbiotik serta analisis sifat kimia (pH, TAT), total BAL dan evaluasi sensori.

Tahap 1 Fermentasi Irisan Pisang Uli Fermentasi Terkendali

Pembuatan tepung pisang uli modifikasi mengikuti prosedur Jenie et al (2010) seperti terlihat pada Gambar 3. Irisan pisang uli direndam dalam aquades steril (perbandingan pisang uli : akuades steril = 3 : 4) kemudian difermentasi secara terkendali menggunakan inokulum L. plantarum BSL pada konsentrasi 104 CFU/ml dan 106/ml selama 0; 6; 12; dan 24 jam. Pada setiap interval waktu fermentasi diukur pH, jumlah BAL, dan jumlah bakteri mesofilik dari cairan irisan pisang fermentasi. Setelah difermentasi, sampel lalu diberi perlakuan pemanasan bertekanan pada suhu 121°C selama 15 menit, lalu didinginkan (retrogradasi) pada suhu 4 °C selama 24 jam. Selanjutnya irisan dikeringkan menggunakan oven (50°C) selama 30 jam sampai kadar air 12%.

Fermentasi Spontan

(59)

Tahap 2 Pembuatan Tepung Pisang Uli Modifikasi (TPUM)

Setelah difermentasi, irisan pisang uli kemudian dipanaskan (121 °C, 15 menit) dan didinginkan pada suhu 4-6 °C selama 24 jam. Sampel kemudian dikeringkan dan dihaluskan sampai menjadi TPUM 100 mesh. Fermentasi spontan dilakukan sebagai kontrol.

Gambar 3 Pembuatan TPUM (Jenie et al 2009)

Pengeringan oven 50 °C 30 jam sampai kadar air maks. 12%

Penepungan sampai ukuran 100 mesh

Analisis kadar RS3 (Englyst et al 1992) Fermentasi

1. Terkendali :

Irisan pisang direndam dalam akuades steril dengan perbandingan irisan pisang : akuades (3 : 4)

- Konsentrasi L.plantarum BSL : 104 CFU/ml dan 106 CFU/ml - Waktu fermentasi: 0, 6, 12, 24 jam

2. Spontan (kontrol):

Irisan pisang direndam dalam akuades steril dengan perbandingan irisan pisang : akuades (3 : 4)

Penirisan

Pemanasan bertekanan (autoklaf) 121°C 15 menit

Pendinginan ± 4°C, 24 jam

(60)

Tahap 3 Isolasi RS3 dari TPUM dengan perlakuan fermentasi terkendali yang menghasilkan kadar RS3 tertinggi

TPUM yang dihasilkan dianalisis kadar RS3-nya dengan metode Englyst et al (1992) dan ditentukan satu perlakuan fermentasi terkendali yang menghasilkan kadar RS3 tertinggi. TPUM dengan kadar RS3 tertinggi yang dihasilkan dari kondisi optimum selanjutnya diisolasi RS3-nya dengan metode modifikasi Englyst et al (1992). RS3 yang diperoleh kemudian diuji sifat prebiotiknya dengan menguji viabilitas tiga jenis BAL probiotik dan dua jenis starter yoghurt pada media yang mengandung RS3 sebanyak 2.5%, seperti yang dijelaskan pada Tahap 4.

Tahap 4 Evaluasi sifat prebiotik RS3 tepung pisang uli modifikasi terhadap viabilitas tiga jenis BAL probiotik dan starter yoghurt

Persiapan Kultur Bakteri Asam Laktat (Jenie et al 2009)

Kultur B. bifidum, L. acidophilus, dan L. plantarum BSL serta kultur yoghurt (L. bulgaricus dan S. thermophilus) diambil dari agar miring dan disegarkan ke dalam 10 ml MRSB steril. MRSB lalu dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37°C selama 24 jam. Setelah 24 jam, sebanyak 1 ml kultur disegarkan lagi ke dalam 9 ml MRSB steril. MRSB diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 37°C.

Sebanyak 1 ml kultur umur 24 jam dari masing-masing bakteri dipipet dan dimasukkan dalam 9 ml larutan pengencer buffer fosfat pH 7.2 dan divorteks untuk pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan sampai 10-6 dan 10-8 dengan cara yang sama. Pemupukan dilakukan secara duplo pada pengenceran 10-6 – 10-8 menggunakan MRSA dalam cawan petri. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37°C dalam posisi terbalik. Perhitungan koloni dilakukan setelah 48 jam berdasarkan metode BAM (2001) dalam satuan CFU/ml.

Uji Viabilitas BAL Probiotik dan Kultur Starter Yoghurt pada RS3 (Jenie et al 2006)

Gambar

Gambar 1  Tanaman pisang uli (Koleksi Widaningrum 2012)
Tabel 1  Syarat mutu tepung pisang (SNI 01-3841-1995)
Gambar 3  Pembuatan TPUM (Jenie et al 2009)
Gambar 4  Diagram alir uji sifat prebiotik RS3 TPUM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian (pada saat tanaman berumur.

No Satuan Kerja Kegiatan Volume Pagu Sumber

[r]

Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang

Pengujian rangkaian alat proteksi terhadap gangguan tegangan lebih (over voltage) pada instalasi berbeban bertujuan untuk mengetahui alat proteksi yang dibuat

Input ahli/pakar kredit adalah memasukan data variabel fuzzy yang terdiri dari variabel penghasilan, variabel pengeluaran, variabel angsuran, dan variabel keputusan..

Produksi limbah pertanian yang berupa jerami ini sangat potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak.. Pola

semoga dengan hadirnya buku ini dapat menginspirasi para guru dimana pun berada untuk terus berjuang bersama-sama dalam membentuk generasi unggul dimasa depan dimulai