Pengaruh Jenis Eksplan dan Konsentrasi BA dalam Induksi kalus
Induksi kalus merupakan salah satu metode kultur jaringan yang dilakukan dengan jalan memacu pembelahan sel secara terus menerus dari bagian tanaman tertentu seperti daun, akar, batang, dan sebagainya dengan menggunakan zat pengatur tumbuh hingga terbentuk massa sel. Massa sel (kalus) tersebut selanjutnya akan beregenerasi melalui organogenesis ataupun embryogenesis somatik hingga menjadi tanaman lengkap (Bustami 2011).
Kemampuan eksplan untuk membentuk kalus dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Asal bahan eksplan dan kandungan ZPT pada media tumbuh merupakan 2 faktor yang dapat mempengaruhinya. Tabel 1 menunjukan hasil persentase munculnya kalus pada minggu ke-8.
Tabel 1 Persentase pengaruh asal eksplan dan konsentrasi BA terhadap munculnya kalus pada minggu ke-8
Perlakuan Konsentrasi BA (mgL -1 ) 1.0 2.0 3.0 Daun 50% 41% 73% Ruas 55% 41% 82% Buku 55% 45% 73%
Ketiga asal eksplan yang digunakan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan pada hasil persentase munculnya kalus pada minggu ke-8. Konsentrasi BA yang sama memberikan pengaruh yang sama pada setiap sumber eksplan. Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga sumber eksplan yang digunakan tidak mempengaruhi waktu munculnya kalus. Hal ini terjadi dapat dikarenakan ketiga sumber eksplan berasal dari tunas in vitro yang sama. Hasil yang didapat dari penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Ali dan Mirza (2006) yang melaporkan bahwa persentase kalus yang terbentuk pada media dasar MS + vitamin MW + EM 500 mgL-1 memberikan perbedaan respon induksi kalus yang berbeda apabila menggunakan eksplan yang berbeda, eksplan batang/ruas
12
menunjukkan persentase pembentukan kalus yang lebih baik dibandingkan dengan eksplan daun.
Perbedaan konsentrasi BA yang digunakan dalam penelitian ini memberikan hasil yang cukup signifikan. Konsentrasi BA 3 mgL-1 memberikan hasil pada munculnya kalus minggu ke-8 dengan nilai persentase tertinggi pada setiap sumber eksplan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Kosmiatin (2013) media terbaik untuk induksi kalus embriogenik dari jaringan endosperma jeruk Siam Simadu adalah media MS modifikasi dengan penambahan 3 mgL-1 BA dan 500 mgL-1 EM.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh asal eksplan dan konsentrasi BA
Perlakuan Minggu
2 4 6 8
Asal eksplan tn tn tn tn
Konsentrasi BA ** ** ** **
Interaksi tn tn tn tn
Keterangan: **: berpengaruh nyata pada taraf 1%. tn: tidak berpengaruh nyata.
Hasil analisis data secara statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa asal eksplan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada setiap 2 minggu pengamatan. Sumber eksplan yang digunakan (daun, ruas, dan buku) memberikan pengaruh yang tidak signifikan pada diameter hasil kalus yang terbentuk. Konsentrasi BA sangat berpengaruh terhadap diameter kalus yang terbentuk pada setiap 2 minggu pengamatan yang dilakukan. Interaksi antara asal eksplan dan konsentrasi BA yang digunakan tidak memberikan perubahan yang terlihat pada hasil diameter kalus yang terbentuk. Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak perlu penambahan ZPT untuk menginduksi terbentuknya kalus karena secara alamiah pada jaringan berkambium yang mengalami luka akan tumbuh kalus untuk menutupi luka yang terbuka. Namun menurut Dodds dan Robert (1985) keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat menghambat pertumbuhan kalus bila tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen.
Tabel 3 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk BA (mgL-1) Diameter (mm) Minggu 2 4 6 8 1.0 0.92b 1.71b 2.24b 2.71b 2.0 0.88b 1.58b 2.20b 2.61b
3.0 1.21a 2.02a 2.65a 3.21a
Keterangan: aAngka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ɑ=5% Kalus yang terbentuk pada media dengan tambahan konsentrasi BA 3 mgL-1 memiliki diameter paling besar dibandingkan dengan 2 konsentrasi BA lainnya. Tabel 3 menunjukkan konsentrasi BA 3 mgL-1 pada minggu ke-2 menghasilkan rata-rata diameter kalus sebesar 1.21 mm, memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan konsentrasi BA 2 mgL-1 yang hanya mencapai 0.88 mm dan konsentrasi BA 1 mgL-1 dengan 0.92 mm. Konsentrasi BA 3 mgL-1 masih
13 menunjukkan hasil tertinggi pada minggu-minggu berikutnya, keadaan ini berlanjut hingga akhir pengamatan di minggu ke-8. Minggu ke-4, rata-rata diameter konsentrasi BA 3 mgL-1 mencapai 2.02 mm, 2.65 mm pada minggu ke-6, dan 3.21 mm pada minggu ke-8. Diameter kalus yang terbentuk dari media dengan tambahan konsentrasi BA 3 mgL-1 menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan konsentrasi BA 2 mgL-1 dan konsentrasi BA 1 mgL-1 yang berturut-turut mencapai rata-rata diameter 1.58 mm dan 1.71 mm pada minggu ke-4, 2.20 mm dan 2.24 mm pada minggu ke-6 serta 2.61 mm dan 2.71 mm pada minggu ke-8. Konsentrasi BA 2 mgL-1 memiliki hasil diameter paling kecil dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya, namun BA 1 mgL-1 dan BA 2 mgL-1 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Gambar 1 Kalus yang terbentuk pada minggu ke-2 (atas) dan minggu ke-8 (bawah) setelah kultur. A-B: induksi kalus dari daun, C-D: induksi kalus dari ruas, E-F: induksi kalus dari buku
Kalus yang berhasil diinduksi dari eksplan menunjukkan performa yang hampir sama (Gambar 1) dimana pada awal pembentukan kalus, kalus yang terbentuk belum friable (remah). Pembentukan kalus friable baru terlihat jelas pada minggu ke-8 setelah kultur/penanaman. Green et al. (1983) menyatakan bahwa kalus embriogenik memiliki ciri-ciri friable (remah), kurang kompak, pertumbuhannya cepat dengan bentuk embriosomatik lebih jelas pada permukaan kalus, dan kalus berwarna putih sampai kuning.
Grafik pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus pada masing-masing sumber eksplan dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4. Terlihat bahwa konsentrasi BA 3 mgL-1 pada setiap sumber eksplan memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding konsentrasi BA 2 mgL-1 dan BA 1 mgL-1. Terutama pada kalus yang terbentuk dari eksplan yang berasal dari buku tunas, terlihat bahwa konsentrasi BA 3 mgL-1 memiliki grafik yang selalu berada di atas 2 grafik lainnya. Grafik yang dibentuk dari nilai kalus yang terbentuk dari daun menunjukkan konsentrasi BA 3 mgL-1 berada dekat dengan 2 grafik lainnya, namun berdasarkan hasil statistika nilai yang dihasilkan konsentrasi BA 3 mgL-1 masih berbeda sangat nyata dengan 2 perlakuan konsentrasi lainnya.Pemberian ZPT sitokinin dimaksudkan untuk merangsang proliferasi sel dan pertumbuhan kalus dari eksplan yang ditanam (Wardani et al. 2003).
A F E D C B
14
Gambar 2 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada eksplan daun jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma.
Gambar 3 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada eksplan ruas jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma.
Gambar 4 Pengaruh konsentrasi BA terhadap diameter kalus yang terbentuk pada eksplan buku jeruk siam yang diregenerasikan dari jaringan endosperma. Gambar 5 menunjukkan persentase kalus berwarna putih yang terbentuk paling tinggi diperoleh dari eksplan buku dengan media yang mengandung konsentrasi BA 3 mgL-1 yaitu sebesar 86%. Persentase terendah diperoleh dari eksplan ruas dan buku dengan media yang mengandung konsentrasi BA 2 mgL-1. Nadeak et al. (2012) menyatakan tidak ditemukan pengaruh pemberian banyaknya konsentrasi zat pengatur tumbuh pada warna kalus.
0 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 Dia mete r (mm) Waktu (minggu) Daun BA 1 Daun BA 2 Daun BA 3 0 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 Dia mete r (mm) Waktu (minggu) Ruas BA 1 Ruas BA 2 Ruas BA 3 0 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 7 8 Dia mete r (mm) Waktu (minggu) Buku BA 1 Buku BA 2 Buku BA 3 mgL-1 mgL-1 mgL-1 mgL-1 mgL-1 mgL-1 mgL-1 mgL-1 mgL-1
15
Gambar 5 Persentase kalus berwarna putih kekuningan yang terbentuk saat induksi kalus
Transformasi Genetik
Pengaruh Intensitas Pemberian Antibiotik terhadap Sterilitas Kalus saat Transformasi Genetik
Kalus yang mengalami transformasi genetik dengan menggunakan A. tumefaciens akan mengalami kontaminasi oleh bakteri tersebut. Perlakuan dengan menggunakan sefotaksim 400 mgL-1 diberikan untuk mengeliminasi bakteri yang ada. Penggunaan sefotaksim pada penelitian ini karena antibiotik sefotaksim dan karbenisilin menunjukkan hasil yang paling efektif dalam mengeliminasi
Agrobacterium diantara 7 antibiotik yang diuji yaitu karbenisilin, sefotaksim, kanamisin, tetrasiklin, streptomisin, kloramfenikol, dan higromisin B (Silva dan Fukai 2001). Menurut Tangapo et al. (2012) hasil uji sensitivitas A. tumefaciens
terhadap sefotaksim menunjukkan bahwa bakteri masih tetap dapat tumbuh pada pemberian sefotaksim 100-200 mgL-1, pertumbuhan A. tumefaciens terhambat pada konsentrasi sefotaksim 400 mgL-1.
Gambar 6 Persentase kalus putatif transforman bersih/steril setelah perlakuan antibiotik dengan frekuensi pemberian antibiotik yang berbeda
Perlakuan antibiotik yang dilakukan dengan intensitas 1 hari sekali menunjukkan hasil kalus steril paling tinggi jika dibandingkan dengan 2 perlakuan lainnya (Gambar 6). Perlakuan 1 hari sekali memberikan hasil sebesar 88.89% kalus bersih. Pemberian sefotaksim dengan intensitas 3 hari sekali memberikan hasil 66.67% kalus steril sedangkan perlakuan dengan intensitas 5 hari sekali
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
Daun Ruas Buku
Ka lus B erw arna P uti h Ke kuning an (% ) Jenis Eksplan BA 1 BA 2 BA 3 88.89 66.67 55.56 0 20 40 60 80 100
1 hari 3 hari 5 hari
Ka
lus B
ersih
(%
)
Intensitas Pemberian Antibiotik
mgL-1 mgL-1 mgL-1
16
memberikan hasil paling rendah dibandingkan 2 perlakuan lainnya dengan hasil 55.56% kalus bersih. Pemberian kalus dengan intensitas 1 hari sekali memberikan hasil terbaik pada penelitian ini karena dengan perlakuan yang lebih intensif sehingga tibak memberikan waktu bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Hasil dari percobaan (Gambar 7) menunjukkan bahwa kalus yang mengalami kontaminasi berhasil menjadi kalus yang steril.
Gambar 7 Keragaan kalus saat transformasi genetik A-B: kalus sebelum transformasi, C-D: kalus saat terinfeksi, E-F: kalus setelah eliminasi bakteri
Proliferasi
Kalus hasil transformasi genetik biasanya mengalami penghambatan pertumbuhan, bahkan sebagian eksplan akan mengalami kematian. Kematian eksplan karena proses transformasi genetik menggunakan Agrobacterium tumefaciens, diakibatkan kalus mengalami kontaminasi sehingga hanya sebagian kecil kalus yang mampu melewati tahap ini dan bertahan hidup. Untuk meningkatkan keberhasilan perolehan regeneran transforman, perlu dilakukan proses proliferasi untuk menambah jumlah kalus putatif transforman.
Pengaruh Jenis Formulasi Vitamin dan Konsentrasi Ekstrak Malt dalam Proliferasi Kalus
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa penggunaan jenis vitamin dan konsentrasi bahan organik memberikan pengaruh yang nyata. Pada 2 minggu pertama setelah kultur, terlihat bahwa perbedaan jenis vitamin memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan berat kalus. Terjadi interaksi antara perlakuan vitamin dan konsentrasi EM yang memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan berat kalus yang terbentuk meskipun perlakuan konsentrasi EM sendiri tidak memberikan pengaruh yang nyata pada 2 minggu pertama. Pengaruh konsentrasi EM mulai terlihat setelah 2 minggu kedua, hal ini dikarenakan EM merupakan tambahan bahan organik eksternal sehingga penyerapan terhadap bahan organik ini memerlukan waktu.
A C E
17
Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis vitamin dan konsentrasi EM terhadap pertambahan berat kalus yang sudah ditransformasi
Perlakuan 2 minggu pertama 2 minggu kedua Total pertambahan
Vitamin ** ** **
Konsentrasi EM tn * **
Interaksi ** tn tn
Keterangan: **: berpengaruh nyata pada taraf 1%. *: berpengaruh nyata pada taraf 5% tn: tidak berpengaruh nyata.
Pengamatan yang dilakukan setelah 2 minggu kedua menunjukkan bahwa jenis vitamin yang digunakan masih berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan berat kalus, pada minggu ini konsentrasi EM mulai menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap parameter. Interaksi antara jenis vitamin dan konsentrasi EM pada 2 minggu kedua tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan berat kalus.
Bila dilihat secara langsung selama 4 minggu pengamatan, perlakuan jenis vitamin dan konsentrasi EM memberikan hasil pengaruh yang sangat nyata terhadap pertambahan berat kalus, namun interaksi antara jenis vitamin dan konsentrasi EM tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kalus pada media perlakuan mengalami pertambahan volume karena terjadi pembelahan sel. Pada umumnya jumlah kalus bertambah dari semula, yang ditunjukkan dengan peningkatan berat basah kalus akhir menjadi 2 kali berat basah kalus awal.
Tabel 5 Pengaruh vitamin dan EM terhadap pertambahan berat kalus yang sudah ditransformasi
Perlakuan
Rata-rata pertambahan berat kalus (g) 2 minggu pertama 2 minggu kedua Total Vitamin
Vitamin MS 0.243b 0.314b 0.557b
Vitamin MW 0.383a 0.547a 0.930a
Bahan Organik
EM 0 mgL-1 0.292a 0.369b 0.661b
EM 500 mgL-1 0.334a 0.492a 0.826a
Keterangan: aAngka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ɑ=5%. Penambahan formulasi vitamin MS dan vitamin MW memberikan hasil pertambahan kalus yang berbeda nyata pada setiap pengamatan (Tabel 5). Vitamin MW menghasilkan rata-rata pertambahan kalus sebesar 0.383 g pada 2 minggu pertama dan 0.547 g pada 2 minggu kedua sehingga menghasilkan rata-rata total 0.930 g pertambahan kalus selama 4 minggu percobaan. Hasil ini berbeda sangat nyata dengan hasil dari vitamin MS yang hanya mencapai rata-rata pertambahan kalus sebesar 0.243 g pada 2 minggu pertama dan 0.314 pada 2 minggu kedua dengan rata-rata total 0.557 g selama 4 minggu percobaan. Vitamin MW menghasilkan pertambahan kalus yang lebih baik dibandingkan dengan vitamin
18
MS karena pada media MW terdapat ca-pantothenat dan biotin sedangkan pada media MS tidak terdapat vitamin tersebut (Husni et al. 2010). Biotin dan ca-pantothenat berfungsi dalam proses sintesis asam amino.
Pemberian bahan organik EM pada media memberikan pengaruh yang signifikan pada 2 minggu kedua setelah kultur dan total 4 minggu percobaan meskipun pengaruh pada 2 minggu pertama tidak terlihat berbeda. Rata-rata pertambahan berat kalus yang terjadi pada media tanpa menggunakan EM di 2 minggu pertama hanya 0.292 g dan 0.369 g di 2 minggu kedua dengan rata-rata total pertambahan kalus pada perlakuan ini mencapai 0.661 g. Pemberian EM 500 mgL-1 memberikan rata-rata pertambahan berat kalus sebesar 0.334 g pada 2 minggu pertama dan 0.492 g pada 2 minggu kedua dengan rata-rata total pertambahan berat kalus sebesar 0.826 g selama 4 minggu percobaan.
Penambahan EM pada media dimaksudkan untuk memberikan suplemen pada eksplan yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan kalus (Dwimahyani 2007). Ekstrak malt menjadi salah satu kandungan yang ditambahkan pada media dasar yang digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan kalus, karena ekstrak malt merupakan bahan organik yang mudah diserap oleh kalus (Dodds dan Roberts 1985). Ekstrak malt merupakan sumber karbohidrat, ditujukkan untuk memulai embriogenesis di eksplan nuselus. Beberapa hormon tanaman, seperti auksin dan giberelin telah diidentifikasi ada dalam ekstrak malt. Ekstrak malt memainkan peran yang cukup penting dalam budidaya jeruk (Sridhar dan Aswath 2014).
Interaksi yang terjadi antara perlakuan jenis vitamin dan penambahan bahan organik di 2 minggu pertama memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pertambahan berat kalus (Tabel 6). Interaksi antara vitamin MW tanpa tambahan EM menjadi perlakuan yang menghasilkan respon terbaik dengan rata-rata pertambahan kalus sebesar 0.4220 g pada 2 minggu pertama sedangkan vitamin MS tanpa tambahan EM menghasilkan respon terendah dengan rata-rata sebesar 0.1620 g pada 2 minggu pertama.
Tabel 6 Pengaruh interaksi antara vitamin dan bahan organik terhadap pertambahan berat kalus yang sudah ditransformasi pada 2 minggu pertama
Kombinasi Perlakuan Konsentrasi EM
0 mgL-1 500 mgL-1
Jenis Vitamin Vitamin MS 0.1620b 0.3240a
Vitamin MW 0.4220a 0.3440a
Keterangan: aAngka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ɑ=5%. EM: Ekstrak Malt, MS: Murashige Skoog, MW: Morel Wettmore.
Kalus yang diproliferasi pada media dengan penambahan formulasi vitamin MS dan formulasi vitamin MW dengan penambahan EM kurang memberikan hasil yang memuaskan sehingga kalus disub-kultur pada media dengan penambahan air kelapa. Air kelapa banyak ditambahkan pada media kultur in vitro karena air kelapa kaya akan bahan organik dan ZPT alami (Pierik 1997).
19
Gambar 8 Proliferasi kalus bagian 1 pada minggu ke-4 A: proliferasi pada media VMS; B: Proliferasi pada media VMS EM 500 mgL-1;C: Proliferasi pada media VMW; D: Proliferasi pada media VMW EM 500 mgL-1 Pengaruh Air Kelapa dalam Proliferasi Kalus
Penggunaan air kelapa sebagai bahan organik dapat dijadikan alternatif sebagai pengganti EM dalam kultur in vitro jeruk karena air kelapa kaya akan bahan organik dan sangat mudah didapat. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan EM memberikan perbedaan yang sangat signifikan jika dibandingkan penggunaan air kelapa (Gambar 10). Penggunaan air kelapa 30% pada 2 minggu pertama memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan penggunaan EM 500 mgL-1, namun pada 2 minggu kedua maupun jika dilihat selama 4 minggu percobaan secara langsung, penggunaan EM 500 mgL-1 masih memberikan respon yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan air kelapa sebagai bahan organik. Percobaan penambahan air kelapa hingga 30% belum menunjukkan kemampuan air kelapa sebagai bahan organik yang cukup baik jika dibandingkan dengan menggunakan EM 500 mgL-1.
Gambar 9 Pengaruh bahan organik terhadap pertambahan berat kalus yang sudah ditransformasi
Konsentrasi air kelapa yang digunakan pada penelitian ini masih menunjukkan pertambahan yang positif bahkan pada konsentrasi 30%. Kalus hasil transformasi genetik masih menunjukkan pertumbuhan yang baik dengan konsentrasi 30%. Berdasarkan hasil ini, konsentrasi air kelapa yang lebih tinggi berpotensi menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik lagi.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
EM 500 air kelapa 10% air kelapa 20% air kelapa 30%
B er at ( g ) Jenis Media 2 minggu pertama 2 minggu kedua 4 minggu A C B D
20
Gambar 10 Proliferasi kalus bagian 2 pada minggu ke-4 A: proliferasi pada media VMW EM 500 mgL-1; B: Proliferasi pada media VMW air kelapa 10%; C: Proliferasi pada media VMW air kelapa 20%; D: Proliferasi pada media VMW air kelapa 30%
Air kelapa digunakan untuk perbanyakan in vitro tanaman hias misalnya anggrek karena mengandung zat pengatur tumbuh alami yaitu sitokinin. Air kelapa yang masih muda adalah komponen yang efektif untuk media kultur jaringan yang dapat meningkatkan pertumbuhan sel, organ, jaringan ataupun seedling anggrek in vitro. Air kelapa mengandung ion anorganik (klorin, zat besi, magnesium, fosfor, kalium, sodium, sulfur), komponen nitrogen (thanolamine dan ammonia), asam amino dan semacamnya, enzim, asam organik. Selain itu, air kelapa juga mengandung gula antara 1,7 – 2,6 % dan protein 0,07 – 0,55 %. Selain kaya mineral, air kelapa juga mengandung bermacam-macam vitamin seperti asam sitrat, asam nikotinat, asam pantotenat, asam folat, niasin, riboflavin, dan tiamin (Arditti dan Ernst 1993). George dan Sherrington (1984) juga menjelaskan bahwa air kelapa 20% akan menginisiasi pertumbuhan kalus dari beberapa jenis jeruk dalam media MS. Penelitian ini menggunakan kalus yang sudah ditransformasi, pada umumnya kalus ini mengalami penurunan daya regenerasi sehingga respon terhadap media juga berbeda dengan respon pada kalus yang tidak ditransformasi.
Regenerasi
Jumlah ES fase globular yang terbentuk pada kalus merupakan salah satu indikasi kapabilitas atau kemampuan regenerasi pada kalus. Fase ini merupakan indikasi awal terjadinya regenerasi pada kalus.
PengaruhPenambahan ZPT dalam Regenerasi Kalus
Komposisi media dengan menggunakan ZPT sebagai faktor belum berhasil meregenerasikan kalus.Dapat dilihat dari Gambar 11, penampakan kalus pada minggu ke-6 masih belum menunjukkan adanya ES fase globular yang terbentuk. Selama 6 minggu pengamatan, masih belum terlihat adanya ES fase globular pada masing-masing media perlakuan namun kalus yang diamati terlihat mengalami pertambahan massa yang dapat dilihat secara langsung pada Gambar 11. Bila
A B
21 dilihat dari gambar, penambahan IAA memberikan hasil kalus yang lebih friabel/lebih embrionik dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena IAA merupakan ZPT yang termasuk dalam golongan auksin yang biasa digunakan untuk pembentukan kalus (Wattimena 1992), sedangkan BA, Kinetin dan TDZ merupakan ZPT yang termasuk golongan sitokinin yang biasa digunakan untuk pembentukan tunas.
Gambar 11 Regenerasi kalus tahap 1 pada minggu pertama (atas) dan minggu ke-6 (bawah) A-B: regenerasi pada media VMW EM 500 IAA 0.01; C-D: regenerasi pada media VMW EM 500 BA 0.01; E-F: regenerasi pada media VMW EM 500 Kinetin 0.01; G-H: regenerasi pada media VMW EM 500 TDZ 0.01
Pengaruh Penambahan Formulasi Vitamin dalam Regenerasi Kalus
Regenerasi kalus hasil transformasi pada media dengan penambahan ZPT IAA, BA, Kinetin, dan TDZ belum memberikan hasil yang memuaskan, sehingga kalus disub-kultur pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh ABA dengan konsentrasi 0.5 mgL-1. Setelah 6 minggu pengamatan pada tahap 2 penambahan ABA 0.5 dengan formulasi vitamin yang berbeda dilakukan, masih belum terlihat adanya ES fase globular yang terbentuk. Dapat dilihat pada Gambar 12, kondisi kalus pada minggu ke-6 masih belum menunjukkan adanya kalus ES fase globular, namun terlihat jelas adanya pertambahan massa kalus. Merigo (2011) menyatakan pendewasaan embrio somatik jeruk siam dengan menggunakan media MS dengan penambahan formulasi vitamin MW + 2.5 mgL
-1
ABA merupakan media terbaik dalam mendewasakan embrio somatik denganefisiensi pendewasaan sebesar 82.6%, namun pada penelitian ini masih belum terlihat adanya indikasi pendewasaan embrio somatik.
Cardoza et al. (2002) menyatakan pemberian konsentrasi 0.5 mgL-1 ABA pada kalus yang diinduksi dari nuselus menunjukkan adanya fase pendewasaan embrio somatik yang dimulai dari globular kemudian jantung dan kotiledon. Pendewasaan embrio somatik dipengaruhi beberapa faktor yang salah satunya adalah konsentrasi dari ABA. Asam absisik (ABA) menghambat perkecambahan dini dan mendewasakan sel (Egerstsdotter 1999), namun kalus hasil transformasi genetik yang digunakan pada penelitian ini masih belum dapat beregenerasi dengan baik. Formulasi media yang dibutuhkan berbeda dengan kalus yang tidak mengalami proses transformasi genetik.
A B H G F E C D
22
Gambar 13 Regenerasi kalus tahap 2 pada minggu pertama (atas) dan minggu ke-6 (bawah)A-B: regenerasi pada media VMW ABA 0.5; C-D: regenerasi pada media VMS ABA 0.5; E-F: regenerasi pada media VMT ABA 0.5