• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kimia Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa) untuk Interesterifikasi Enzimatik

Komposisi Asam Lemak

Minyak sawit merah yang telah dimurnikan yaitu neutralized red palm oil

(NRPO), red palm olein (Rpo), dan red palm stearin/red palm olein 50:50 b/b (Rps/Rpo) serta CNO dianalisis terlebih dahulu sebelum digunakan dalam interesterifikasi enzimatik ini. Karakter yang dianalisis adalah komposisi asam lemak, kadar air, bilangan peroksida, bilangan iod, dan total karotenoid. Komposisi asam lemak bahan baku interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Komposisi asam lemak (g asam lemak/100 g lemak terekstrak (%)) dari empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik

Asam Lemak NRPO Rpo Rps/Rpo CNO Asam Lemak Jenuh

C8:0 oktanoat - - - 9,50 ± 0,16 C10:0 kaprat - - - 5,81 ± 0,16 C12:0 laurat 0,21 ± 0,01 0,23 ± 0,02 2,85 ± 0,26 42,02 ± 0,96 C14:0 miristat 0,83 ± 0,08 0,80 ± 0,05 1,88 ± 0,09 16,38 ± 0,17 C16:0 palmitat 36,34 ± 1,11 34,33 ± 0,66 37,98 ± 1,05 9,80 ± 0,38 C18:0 stearat 3,76 ± 0,24 3,75 ± 0,13 4,18 ± 0,17 3,27 ± 0,32 C20:0 arakidat 0,39 ± 0,01 0,40 ± 0,02 0,42 ± 0,04 0,12 ± 0,01 Asam Lemak Tidak Jenuh

C18:1 oleat 35,00 ± 0,96 36,96 ± 0,53 35,97 ± 0,64 8,03 ± 0,65 C18:2 linoleat 12,66 ± 0,05 13,50 ± 0,13 12,96 ± 0,24 2,74 ± 0,22 C18:3 linolenat 0,48 ± 0,03 0,52 ± 0,02 0,50 ± 0,03 - NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin, CNO: Coconut Oil

Minyak dan lemak merupakan campuran dari gliserida-gliserida dengan susunan asam-asam lemak yang tidak sama. Pemisahan asam lemak dilakukan berdasarkan berat molekul dan ketidakjenuhannya (Meyer 1982). Gambar 6 memperlihatkan bahwa jenis asam lemak NRPO, Rpo, dan Rps/Rpo hampir sama, hanya pada NRPO didominasi oleh asam palmitat sebesar 36,34%, Rpo mengandung asam oleat sebesar 36,96%, serta Rps/Rpo mengandung asam palmitat sebesar 37,98%. Komposisi asam lemak minyak sawit juga dianalisis

0 20 40 60 80 100

NRPO Rpo Rps/Rpo CNO

Bahan Baku g A L /1 0 0 g l e mak t e re kst rak ( % ) C20:0 C18:3 C18:2 C18:1 C18:0 C16:0 C14:0 C12:0 C10:0 C8:0

oleh Gee (2007) yaitu NPO disusun oleh asam palmitat sebesar 44,14% lalu diikuti oleh asam oleat sebesar 39,04%. Sedangkan olein disusun oleh asam oleat sebesar 41,51% diikuti oleh asam palmitat sebesar 40,93%. Perbedaan persentase asam lemak disebabkan oleh perbedaan dalam proses pemurnian dan fraksinasi minyak.

Gambar 6. Komposisi asam lemak dari empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik

Jenis asam lemak terbesar yang dikandung oleh CNO adalah asam laurat sebesar 42,02% yang diikuti oleh asam miristat sebesar 16,38%. Hal ini mendekati hasil analisis Min (1992) bahwa CNO mempunyai asam lemak terbesar adalah asam laurat (45,88%) dan miristat (18,9%).

Kadar Air, Asam Lemak Bebas, Bilangan Peroksida dan Bilangan Iod

Hasil analisis kadar air, asam lemak bebas, bilangan peroksida, dan bilangan iod pada CPO dan empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 13. Kadar air paling tinggi dimiliki oleh CPO (0,043%), disusul oleh NRPO (0,035%), lalu Rps/Rpo (0,016%), Rpo (0,015%) dan yang paling kecil adalah CNO sebesar 0,002%.

Menurut Willis dan Marangoni (2002), kadar air optimal untuk interesterifikasi oleh lipase berkisar di antara 0,04% sampai 11% (w/v), walaupun

kebanyakan reaksi membutuhkan kadar air kurang dari 1% untuk interesterifikasi yang efektif. Oleh karena itu kadar air bahan baku masih termasuk ke dalam kisaran kadar air yang baik untuk interesterifikasi enzimatik.

Dengan adanya asam lemak bebas (ALB) maka diperkirakan terjadi hidrolisis. Air dapat menghidrolisis minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Oleh karena itu semakin tinggi kadar air maka semakin tinggi pula kadar asam lemak bebasnya. Proses hidrolisis ini dibantu oleh adanya asam, alkali, uap air, panas dan enzim lipolitik (lipase) dan berupa logam katalis seperti Cu dan Fe (Ketaren 2005).

Hal ini sesuai dengan data kadar asam lemak bebas pada Tabel 13 yaitu kandungan ALB terbesar dimiliki oleh CPO (3,88%) diikuti Rps/Rpo (0,79%), NRPO (0,64%), Rpo (0,51%) dan CNO (0,13%). Adanya diasilgliserol (DAG) pada plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Gambar 51) menunjukkan telah terjadi hidrolisis pada bahan baku yang menghasilkan DAG dan ALB. Menurut Hartley (1977), asam lemak bebas sudah terdapat di dalam minyak sejak bahan tersebut mulai dipanen dan jumlahnya terus bertambah selama proses pengolahan dan penyimpanan. Sulit untuk menurunkan kadar air dalam penelitian ini karena dengan pengovenan diduga kandungan karoten akan rusak.

Tabel 13. Analisis kadar air (%), kadar asam lemak bebas (%), bilangan peroksida (mg oksigen/100 gram minyak) dan bilangan iod (mg/g) pada bahan baku interesterifikasi enzimatik

Sampel Kadar Air (%) ALB (%) Bil. Peroksida Bilangan Iod CPO 0,043 ± 0,0025 3,88 ± 0,073 2,14 ± 0,025 50,61 ± 2,098 NRPO 0,035 ± 0,0030 0,64 ± 0,038 2,32 ± 0,066 51,24 ± 0,382 Rpo 0,015 ± 0,0012 0,51 ± 0,022 4,16 ± 0,042 52,49 ± 0,165 Rps/Rpo 0,016 ± 0,0010 0,79 ± 0,026 4,22 ± 0,021 49,51 ± 0,333 CNO 0,002 ± 0,0001 0,13 ± 0,010 0,73 ± 0,024 10,36 ± 0,287 *CPO: Crude Palm Oil, NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin, CNO: Coconut Oil

*Data ± Standar Deviasi.

Bilangan peroksida mengambarkan minyak telah mengalami oksidasi akibat kontak dengan oksigen. Oksidasi mengakibatkan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam

lemak bebas. Kenaikan bilangan peroksida hanya indikator bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik (Ketaren 2005).

Rpo dan Rps/Rpo mempunyai bilangan peroksida paling tinggi yaitu 4,16 dan 4,22 mg oksigen/100 gram minyak. Hal ini karena dari Tabel 12. bahan baku Rpo dan Rps/Rpo mempunyai asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu asam oleat (C18:1) sebesar 36,96% dan 35,97% serta telah mengalami proses pemurnian yang cukup panjang dengan beberapa kali pemanasan. Menurut Ketaren (2005) konstituen yang mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam lemak tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkapnya. Menurut Ketaren (2005) salah satu faktor yang mempercepat oksidasi adalah suhu tinggi, sinar (UV dan biru) serta ionisasi radiasi (α, β,γ dan x). CNO mempunyai bilangan peroksida sangat rendah yaitu 0,73 mg oksigen/100 gram minyak. Hal ini karena lebih dari 90% asam lemak dalam minyak kelapa adalah jenuh (Tabel 12). Karakter jenuh ini memberikan resistensi yang kuat terhadap ketengikan oksidatif (Canapi et al.

1996).

Bilangan iod menggambarkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh dalam minyak (Ketaren 2005). Hal ini menjelaskan data bilangan iod pada Tabel 13 bahwa Rpo mempunyai bilangan iod paling tinggi (52,49 mg/g), diikuti oleh NRPO (51,24 mg/g), CPO (50,61mg/g), Rps/Rpo (49,52 mg/g) serta CNO yang terendah sebesar 10,36 mg/g. Tabel 12 menunjukkan Rpo memang memiliki asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu ± 50,98%, diikuti NRPO, Rps/Rpo dan CNO. CNO memang mempunyai bilangan iod yang rendah yaitu sekitar 7-12, karena kandungan asam lemak tidak jenuh minyak kelapa hanya berkisar antara 6,5-11,8% (Anderson 1996).

Total Karotenoid

Nilai total karotenoid pada CPO disyaratkan harus di atas 500 ppm karena akan terjadi penurunan selama proses pengolahan. Tabel 14 menunjukkan bahwa total karotenoid terbesar dimiliki oleh CPO yaitu sebesar 512,74 ppm. Menurut Gee (2007), CPO merupakan sumber alami terbesar dari karotenoid. Rata-rata sawit memiliki karotenoid berkisar antara 500-700 ppm, bervariasi menurut tingkat kematangan dan genotip dari buah (Winarno 1999).

Tabel 14. Nilai total karotenoid (ppm) pada CPO dan tiga macam bahan baku interesterifikasi enzimatik

Sampel Total Karotenoid (ppm)

CPO 512,74 NRPO 511,31 Rpo 529,74

Rps/Rpo 463,43

CPO: Crude Palm Oil, NRPO : Neutralized Red Palm Oil, Rpo: Red palm olein, Rps: Red palm stearin

Pada NRPO terjadi sedikit penurunan menjadi 511,31 ppm. Hal ini disebabkan oleh proses pemanasan selama proses netralisasi. Lalu Rpo mempunyai kandungan karoten yang cukup besar yaitu 529,74 ppm. Hal ini karena selama proses fraksinasi, diasilgliserol, skualan, karotenoid dan tokoferol dan tokotrienol lebih banyak terdistribusi pada olein, sedangkan monoasilgliserol, sterol dan fosfolipid lebih banyak terdistribusi dalam stearin sawit (Gee 2007). Hal ini juga menjelaskan Rps/Rpo mempunyai total karotenoid terendah yaitu 463,43 ppm.

Komposisi Mono dan Diasilgliserol (M-DAG)

Analisis komposisi M-DAG dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) atau

Thin Layer Chromatography (TLC) dilakukan pada CPO dan empat macam bahan baku interesterifikasi enzimatik (Gambar 7). Ternyata pada CPO, NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO selain trigliserida juga terdapat diasilgliserol (DAG). Besarnya spot DAG pada semua sampel kurang lebih hampir sama. DAG memiliki dua gugus rantai asam lemak dan sebuah gugus hidroksil (O’Brien 1998).

Adanya DAG selain TAG diduga tidak terhindarkan sehubungan dengan data kadar air dan asam lemak bebas. Telah terjadi hidrolisis pada bahan baku sehingga menghasilkan diasilgliserol. Hal serupa juga terjadi pada Long et al. (2003) yang melakukan transesterifikasi enzimatik antara flaxseed oil dengan stearin dan olein sawit. Campuran bahan baku yang digunakan yaitu stearin sawit/flaxseed oil dan olein sawit/flaxseed oil mempunyai kandungan DAG mencapai 2,4 dan 5,2 %.

(a) (b)

Gambar 7. Hasil elusi M-DAG CPO, NRPO, Rpo, Rps/Rpo dan CNO pada lempeng KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar spot pada kertas pemetaan

Penentuan Rasio Campuran Bahan Baku (Minyak Sawit Merah dan Minyak Kelapa) pada Interesterifikasi Enzimatik

Nilai SMP pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik dapat dilihat pada Tabel 15. Nilai SMP interesterifikasi enzimatik ini menggunakan CPO yang total karotenoidnya belum memenuhi syarat yaitu masih dibawah 500 ppm. Tetapi nilai SMP dapat digunakan untuk acuan awal atau menyeleksi SMP yang sesuai dengan SMP spreads komersial.

Dari semua perlakuan, nilai SMP paling tinggi dimiliki oleh perlakuan NC81 yaitu sebesar 34,19 °C, lalu diikuti perlakuan NC82, OC81, OC82, NC71, SOC81 dan seterusnya dengan SMP 33,75; 33,59; 32,89; 32,29; 31,88 °C dan seterusnya. Produk dari NRPO mempunyai SMP paling tinggi diikuti produk dari Rpo dan Rps/Rpo. Kemudian nilai SMP semakin tinggi dengan semakin besarnya persentase minyak sawit. Hal ini karena SMP sawit lebih tinggi daripada CNO dimana SMP NRPO 38,65 °C, Rpo 24,65 °C, serta Rps/Rpo 46,77 °C. Sedangkan SMP CNO 24,35 °C. Sawit mempunyai komposisi yang lebih dominan pada semua perlakuan, sehingga SMP campuran lebih mengikuti SMP sawit.

DAG TAG

Tabel 15. Nilai slip melting point (SMP) campuran setelah interesterifikasi enzimatik (IE)

Rasio tiga jenis bahan baku sawit dengan CNO Kode SMP Setelah IE (°C) NRPO/CNO b/b 60:40 NC64 28,41 70:30 NC73 29,04 75:25 NC72 31,50 77,5:12,5 NC71 32,29 80:20 NC82 33,75 82,5:17,5 NC81 34,19 Rpo/CNO b/b 60:40 OC64 25,94 70:30 OC73 28,29 75:25 OC72 31,05 77,5:12,5 OC71 31,66 80:20 OC82 32,89 82,5:17,5 OC81 33,59 (Rps/Rpo)/CNO b/b 60:40 SOC64 29,44 70:30 SOC73 30,35 75:25 SOC72 30,58 77,5:12,5 SOC71 31,13 80:20 SOC82 31,29 82,5:17,5 SOC81 31,88

Menurut Lida dan Ali (1998) semua produk komersial reduced fat spreads

(RFS) mempunyai SMP di bawah suhu tubuh yaitu sekitar 36-37 °C, untuk tub RFS mempunyai SMP 26-32 °C. Menurut Berger dan Idris (2005), SMP soft tub margarin mencapai 34-34,4 °C dan SMP soft margarin 31,7 °C. Mengacu literatur di atas maka pada tahap ini dipilih perlakuan dengan SMP di atas 30 °C yaitu perlakuan NC82 (SMP 33,75 °C), NC81 (SMP 34,19 °C), OC82 (SMP 32,89 °C), OC81 (SMP 33,59°C), SOC71 (SMP 31,13 °C), SOC72 (SMP 31,13°C), dan SOC81 (SMP 31,88°C) untuk dianalisis lebih lanjut.

Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk Interesterifikasi Enzimatik dari Bahan Baku Terpilih

Kadar Air dan Asam Lemak Bebas

Terjadi peningkatan kadar air dan ALB pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik dibandingkan bahan bakunya (Tabel 16). Kadar air

terendah dimiliki oleh OC82 dan OC81 (0,043 dan 0,045%), disusul oleh NC82 dan NC81 (0,045 dan 0,045%) serta kadar air paling tinggi dimiliki oleh SOC72, SOC71 dan SOC81 (0,053; 0,0057 dan 0,058%). Begitu juga dengan kadar ALB, perlakuan dengan ALB terendah adalah OC82 dan OC81 (4,54 dan 4,76%), disusul oleh NC82 dan NC81 (5,22 dan 5,40%) serta ALB paling tinggi dimiliki oleh SOC72, SOC71 dan SOC81 (5,56; 5,57 dan 5,60%).

Kadar ALB meningkat karena peningkatan kadar air yang dibawa oleh enzim. Menurut Zhang et al. (2001), Lipozyme TL IM mengandung lebih banyak air (± 6%) dibandingkan enzim lainnya (Lipozyme IM ± 3,65%). Untuk lipase spesifik sn-1,3 yang mengakatalisis interesterifikasi enzimatik, ALB terbentuk dalam produk oleh proses hidrolisis (Zhang et al. 2001; Long et al. 2003).

Peningkatan kadar ALB setelah transesterifikasi enzimatik juga diamati oleh Long et al. (2003) dimana kadar ALB bahan baku stearin sawit/flaxseed oil dan olein sawit/flaxseed oil sebesar 11,3 dan 10,0 μmol/mL meningkat menjadi 93,8 dan 75,0 μmol/mL setelah transesterifikasi enzimatik.

Tabel 16. Analisis kadar air (%) dan kadar asam lemak bebas (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik

Perlakuan (%b/b) Kode Kadar Air (%) ALB (%) NRPO/CNO 80:20 ie NC82 0,045 ± 0,0025 5,22 ± 0,037 82,5:17,5 ie NC81 0,045 ± 0,0010 5,40 ± 0,021 Rpo/CNO 80:20 ie OC82 0,043 ± 0,0026 4,54 ± 0,167 82,5:17,5 ie OC81 0,045 ± 0,0024 4,76 ± 0,033 (Rps/Rpo)/ (CNO) 75:25 ie SOC72 0,053 ± 0,0035 5,56 ± 0,190 77,5:12,5 ie SOC71 0,057 ± 0,0036 5,57 ± 0,139 82,5:17,5 ie SOC81 0,058 ± 0,0020 5,60 ± 0,045 *Data ± Standar Deviasi, ie : interesterifikasi enzimatik

Komposisi Mono dan Diasilgliserol (M-DAG)

Hasil elusi campuran setelah interesterifikasi enzimatik secara keseluruhan diplotkan pada kertas pemetaan (Gambar 8). Gambar spot menunjukkan adanya monoasilgliserol (MAG), diasilgliserol (DAG), asam lemak bebas (ALB), dan triasilgliserol (TAG) pada campuran setelah interesterifikasi enzimatik. Hasil KLT berhubungan dengan Tabel 16 yang menjelaskan adanya kadar air dan ALB pada

produk interesterifikasi enzimatik. Komponen MAG, DAG dan ALB terbentuk dalam produk oleh proses hidrolisis (Zhang et al. 2001; Long et al. 2003).

1 2 3 4 5 6 7 (a) (b)

Gambar 8. Hasil elusi tujuh produk interesterifikasi enzimatik pada lempeng KLT (a) hasil pewarnaan plat KLT dengan larutan fluoresens; (b) gambar spot pada kertas pemetaan (1)NC82, (2)NC81, (3)OC82, (4)OC81, (5)SOC72, (6)SOC71, (7)SOC81

Slip Melting Point (SMP)

Uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa kode perlakuan NC82, NC81, OC81, dan SOC72 tidak berbeda nyata satu sama lain. Nilai SMP pada kode perlakuan OC82, NC81 dan SOC72 juga tidak berbeda nyata. Slip melting point (SMP) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik serta kontrol diperlihatkan pada Tabel 17.

Tabel 17. Rata-rata hasil pengukuran slip melting point (SMP) campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) dan kontrol

Perlakuan

(%b/b) Kode

SMP (°C)

Sebelum IE Setelah IE Kontrol NRPO/CNO 80:20 NC82 29,55 ± 0,65 d 32,13 ± 1,36 c 30,24 ± 0,51 c 82,5:17,5 NC81 30,61 ± 0,79 c 33,06 ± 0,52 bc 29,88 ± 1,43 c Rpo/CNO 80:20 OC82 20,80 ± 1,06 e 30,80 ± 0,47 d 21,31 ± 1,37 e 82,5:17,5 OC81 21,50 ± 0,71 e 32,25 ± 0,73 c 22,80 ± 0,69 d (Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 SOC72 31,15 ± 0,23 c 32,63 ± 0,15 bc 31,05 ± 0,81 c 77,5:12,5 SOC71 33,34 ± 0,78 b 33,60 ± 0,94 b 33,04 ± 0,45 b 82,5:17,5 SOC81 36,19 ± 0,28 a 34,86 ± 0,74 a 36,19 ± 0,24 a Data ± Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

TAG

MAG DAG

0 5 10 15 20 25 30 35 40 80:20 82,5:17,5 80:20 82,5:17,5 75:25 77,5:12,5 82,5:17,5

NRPO/CNO Rpo/CNO (Rps/Rpo)/CNO

SM P ( ( ºC )

Sebelum IE Setelah IE Kontrol

Campuran setelah interesterifikasi enzimatik memiliki SMP lebih tinggi dibandingkan campuran sebelum interesterifikasi enzimatik hampir pada semua perlakuan, kecuali pada perlakuan SOC81. Sedangkan kontrol mempunyai SMP hampir sama dengan SMP campuran sebelum interesterifikasi enzimatik.

Nilai SMP Tabel 17 berbeda dengan nilai SMP pada Tabel 15 karena telah dilakukan penggantian bahan baku (CPO) dengan total karotenoid yang lebih tinggi (>500 ppm). Dengan CPO baru tetapi rasio yang sama didapatkan nilai SMP hasil interesterifikasi enzimatik sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan CPO lama. Hal ini diduga karena terjadi sedikit variasi pada karakteristik komposisi asam lemak CPO.

Bahan baku yang berbeda pada interesterifikasi enzimatik menunjukkan kecenderungan peningkatan SMP yang berbeda pula (Gambar 9). NRPO dengan perlakuan NC82 dan NC81 mengalami peningkatan SMP sebesar 2,58 °C dan 2,45 °C. Sedangkan Rpo dengan perlakuan OC82 dan OC81 meningkat 10 °C dan 10,75 °C. Peningkatan SMP paling rendah terjadi pada Rps/Rpo. Semakin besar persentase Rps/Rpo, terjadi penurunan SMP campuran setelah interesterifikasi enzimatik. Pada perlakuan SOC72 dan SOC71 terjadi kenaikan SMP sebesar 1,48 °C dan 0,26 °C. Sedangkan pada perlakuan SOC81 terjadi penurunan SMP sebesar 1,33 °C.

Gambar 9. Nilai slip melting point pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE)

Perbedaan nilai SMP campuran setelah interesterifikasi enzimatik dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu adanya air, asam lemak bebas (ALB), serta adanya komponen monodiasilgliserol (MAG) dan diasilgliserol (DAG) selain trigliserida. Berdasarkan nilai kadar air dan ALB bahan baku pada Tabel 13, Rpo memiliki KA dan ALB terendah, diikuti NRPO, serta nilai tertinggi dimiliki Rps/Rpo. Selain itu dari Gambar 8 dapat dilihat adanya MAG, DAG dan ALB pada produk hasil interesterifikasi enzimatik.

Menurut Long et al. (2003), penurunan SMP pada campuran stearin sawit kemungkinan berhubungan dengan hidrolisis trisaturated TAG tripalmitin yang dikenal sebagai gliserida bertitik leleh tinggi. Hal ini sesuai dengan kadar air dan ALB bahan baku III yang tinggi yang mengindikasikan terjadinya hidrolisis. Serta semakin tinggi kandungan DAG maka semakin rendah nilai SMP (Zhang et al. 2001), karena DAG dapat memperlemah ikatan intermolekuler diantara kristal- kristal (Long et al. 2005). Selain itu berdasarkan data komposisi asam lemak pada bahan baku (Tabel 12), CNO dan Rps/Rpo sama-sama mempunyai asam lemak jenuh yang tinggi, sehingga interesterifikasi enzimatik dengan kedua bahan tersebut tidak menghasilkan perubahan SMP yang signifikan.

Peningkatan SMP pada campuran red palm olein sawit dapat berhubungan dengan peningkatan jumlah gliserida bertitik leleh tinggi dari sintesis tripalmitin (PPP), 1,3-dipalmitoyl gliserol (PSP) (Long et al. 2003), dan 1,2-dipalmitoyl- stearoyl gliserol (PPS) (Yassin et al. 2001) yang terbentuk selama transesterifikasi. Konsentrasi terkombinasi dari polyunsaturates menurun, ketika

full saturates dan monounsaturates meningkat, meningkatkan SMP produk (Yassin et al. 2001).

Perbedaan SMP ini juga terjadi pada hasil penelitian Long et al. (2003) yang melakukan transesterifikasi enzimatik antara stearin dan olein sawit dengan

flaxseed oil dengan rasio 90:10 dan dikatalisasi dengan lipase Lipozyme IM. SMP stearin sawit/flaxseed oil menurun 4,6 °C dari 48,3 °C menjadi 40,7 °C. Sedangkan SMP produk transesterifikasi olein sawit/flaxseed oil meningkat 5,8 °C dari 14,1 °C menjadi 19,9 °C.

Peningkatan SMP pada olein sawit hasil interesterifikasi enzimatik juga terjadi pada penelitian Yassin et al. (2001) serta Osman dan Aini (1999). Lipase

terimobilisasi PS-C ‘Amano’ II digunakan untuk menginteresterifikasi olein sawit dengan asam stearat dalan n-heksan, hasilnya terjadi peningkatan SMP produk. (Yassin et al. 2001). Sedangkan pada campuran olein sawit dan tallow setelah interesterifikasi enzimatik terjadi peningkatan SMP dan SFC (Osman dan Aini 1999).

Interesterifikasi enzimatik dengan Lipozyme TL IM dilaporkan juga menurunkan SMP campuran hard palm stearin dengan minyak kanola. SMP campuran dengan rasio 20:80 (b/b) turun dari 51,9 °C menjadi 9,4 °C, rasio 30:70 (b/b) turun dari 55,3 °C menjadi 27,2 °C, rasio 40:60 (b/b) turun dari 57,3 °C menjadi 36,0 °C, rasio 50:50 (b/b) turun dari 58,7 °C menjadi 42,3 °C, rasio 60:40 (b/b) turun dari 59,7 °C menjadi 46,6 °C dan rasio 70:30 (b/b) turun dari 60,9 °C menjadi 51,7 °C (Siew et al. 2007).

Total Karotenoid

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses interesterifikasi enzimatik cenderung terjadi penurunan total karotenoid pada semua perlakuan tetapi penurunan yang berkisar hanya 1,01-3,64 % tidak berbeda nyata (Tabel 18). Analisis ragam dan uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa semua perlakuan yang diuji berpengaruh nyata terhadap total karotenoid.

Tabel 18. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE)

Perlakuan Kode

Total Karotenoid (ppm) Penurunan karotenoid (%) Sebelum IE Setelah IE NRPO/CNO 80:20 NC82 410,53 ± 3,16d 395,93 ± 1,66d 3,56 82,5:17,5 NC81 454,33 ± 2,87b 449,79 ± 3,16ª 1,01 Rpo/CNO 80:20 OC82 439,49 ± 3,91c 425,37 ± 2,26c 3,21 82,5:17,5 OC81 460,79 ± 3,94ª 444,51 ± 5,26b 3,64 (Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 SOC72 363,13 ± 3,35g 356,43 ± 2,39g 1,85 77,5:12,5 SOC71 378,21 ± 3,03f 366,72 ± 4,06f 2,97 82,5:17,5 SOC81 392,81 ± 2,86e 381,32 ± 3,72e 2,93 Data ± Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 80:20 82,5:17,5 80:20 82,5:17,5 75:25 77,5:12,5 82,5:17,5

NRPO/CNO Rpo/CNO (Rps/Rpo)/CNO

T o ta l K a ro te n o id (p p m ) Sebelum IE Setelah IE

Gambar 10. Rata-rata total karotenoid pada campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik

Sawit merupakan sumber yang kaya dari karoten alami yaitu sekitar 500 sampai 700 ppm (Unnithan dan Foo 2001). CNO diasumsikan tidak mengandung karoten, oleh karena itu semakin besar persentase minyak sawit merah, semakin besar pula kandungan total karotenoid pada campuran sebelum dan sesudah interesterifikasi enzimatik. Penurunan total karotenoid pada produk interesterifikasi relatif rendah karena interesterifikasi enzimatik dilakukan pada suhu 60 °C. Menurut Worker (1957), pemanasan pada suhu 60 °C belum menimbulkan kerusakan terhadap karotenoid. Campuran setelah interesterifikasi enzimatik dalam penelitian ini memiliki kandungan karotenoid ( -karoten) yang cukup tinggi. Produk ini sangat cocok untuk dijadikan bahan baku dan meningkatkan nilai gizi pada produk spreads menjadi spreads kaya β-karoten.

Profil Solid Fat Content (SFC)

Tabel 19 dan 20 menunjukkan nilai SFC campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) pada semua perlakuan. Interesterifikasi enzimatik cenderung meningkatkan SFC pada perlakuan dari bahan baku NRPO dan Rpo dan cenderung terjadi penurunan SFC pada perlakuan dari bahan baku Rps/Rpo.

Tabel 19. Rata-rata SFC (%) campuran sebelum interesterifikasi enzimatik (IE)

Perlakuan Kode Suhu (°C)

10 20 25 30 35 40 NRPO/CNO (%b/b) 80:20 NC82 38,42 ± 1,38c 16,12 ± 1,82c 12,49 ± 1,07c 8,46 ± 0,81c 7,71 ± 0,30c 5,32 ± 0,19b 82,5:17,5 NC81 42,43 ± 0,65b 18,14 ± 0,20bc 13,15 ± 0,47c 8,30 ± 0,27c 5,94 ± 0,30c 4,61 ± 0,17b Rpo/CNO(%b/b) 80:20 OC82 38,30 ± 0,69c 9,07 ± 0,54d 4,33 ± 0,22e 3,56 ± 0,27e 2,98 ± 0,17d 3,49 ± 0,17c 82,5:17,5 OC81 36,96 ± 0,65c 10,32 ± 1,02d 6,77 ± 0,48d 4,37 ± 0,34d 3,52 ± 0,33d 3,85 ± 0,06bc (Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 SOC72 45,78 ± 1,28a 23,52 ± 1,46b 20,13 ± 0,60b 14,11 ± 0,88b 11,23 ± 0,14b 8,12 ± 0,73a 77,5:12,5 SOC71 46,47 ± 1,39a 23,46 ± 2,10b 20,46 ± 0,49b 14,18 ± 0,42b 11,28 ± 0,55b 8,29 ± 0,30a 82,5:17,5 SOC81 46,90 ± 0,65a 41,37 ± 3,43a 22,62 ± 1,19a 16,14 ± 0,34a 12,59 ± 0,53a 9,63 ± 0,74a Tabel 20. Rata-rata SFC (%) campuran setelah interesterifikasi enzimatik (IE)

Perlakuan Kode Suhu (°C)

10 20 25 30 35 40 NRPO/CNO (%b/b) 80:20 NC82 31,64 ± 0,62c 19,76 ± 0,41cd 14,62 ± 0,80c 9,24 ± 0,54c 6,08 ± 0,43b 5,00 ± 0,34bc 82,5:17,5 NC81 31,45 ± 1,56c 21,00 ± 0,38c 15,03 ± 0,12c 9,48 ± 0,58c 6,14 ± 0,48b 3,40 ± 0,26bc Ro/CNO(%b/b) 80:20 OC82 25,66 ± 1,85d 15,67 ± 1,05e 11,33 ± 0,83d 6,40 ± 0,41d 5,06 ± 0,36c 4,73 ± 0,26c 82,5:17,5 OC81 25,56 ± 0,49d 16,74 ± 1,07de 12,10 ± 0,44cd 6,99 ± 0,62d 5,05 ± 0,35bc 3,86 ± 0,34bc Rps/Rpo)/(CNO) 75:25 SOC72 41,17 ± 2,09a 26,94 ± 1,22b 18,53 ± 1,33b 11,31 ± 0,86b 7,25 ± 0,54b 5,58 ± 0,45bc 77,5:12,5 SOC71 38,25 ± 2,71b 28,53 ± 0,67 b 20,37 ± 0,65a 11,40 ± 0,53b 8,41 ± 0,21a 6,07 ± 0,45ab 82,5:17,5 SOC81 40,28 ± 0,45ab 36,63 ± 8,76a 21,40± 0,36ab 13,69 ± 1,36a 9,45 ± 0,66a 6,52 ± 0,23a Data ± Standar Deviasi. Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

(BB.marg. IE) yang memenuhi target ritel dan industri. Bahan baku margarin ini berasal dari hasil interesterifikasi enzimatik palm oil:palm stearin:coconut oil

dengan perbandingan 55:30:15 untuk target ritel dan perbandingan 45:40:15 untuk target industri (Pandiangan 2008) (Tabel 21).

Tabel 21. Data SFC bahan baku margarin hasil interesterifikasi enzimatik (IE) yang memenuhi target margarin ritel dan industri

Suhu (ºC) SFC (%) Bahan Baku Margarin IE

Ritel Industri 10 57,7 60,16 20 30,0 32,53 30 12,3 13,98 40 2,1 3,16 Sumber: Pandiangan (2008)

Kurva SFC campuran sebelum IE pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC82 cenderung lebih curam dibandingkan campuran setelah IE. Cenderung terjadi penurunan SFC pada suhu 10 °C, peningkatan SFC pada suhu 20 dan 30 °C, dan tidak terjadi perubahan SFC yang siginifikan pada suhu 40 °C pada campuran setelah IE (Gambar 11). Peningkatan SFC pada suhu 20 dan 30 °C lebih signifikan pada perlakuan OC82 dan OC81 daripada NC82 dan NC81.

Fenomena ini juga terjadi pada penelitian Long et al. (2003), yang menyatakan bahwa SFC olein sawit/flaxseed oil (PO/FS) yang ditransesterifikasi dengan rasio 90:10 meningkat pada semua suhu pengamatan (10, 20, 30, 40, dan 50 °C) dibandingkan sampel PO/FS yang tidak ditransesterifikasi.

Peningkatan SFC berhubungan erat dengan peningkatan SMP (Tabel 17). Menurut Long et al. (2003) peningkatan SFC berhubungan dengan peningkatan jumlah gliserida bertitik leleh tinggi dari sintesis tripalmitin (PPP), 1,3- dipalmitoyl gliserol (PSP) (Long et al. 2003), dan 1,2-dipalmitoyl-stearoyl gliserol (PPS) (Yassin et al. 2001) yang terbentuk selama transesterifikasi enzimatik.

0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 Suhu (°C) SF C ( % ) Sebelum IE Setelah IE BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008) 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 Suhu (°C) SF C ( % ) Sebelum IE Setelah IE BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008) 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 Suhu (°C) SF C ( % ) Sebelum IE Setelah IE BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008) 0 10 20 30 40 50 60 70 0 10 20 30 40 50 Suhu (°C) SF C ( % ) Sebelum IE Setelah IE BB marg.IE ritel (Pandiangan 2008) BB marg.IE industri (Pandiangan 2008) (A) (B) (C) (D)

Gambar 11. Profil solid fat content dari campuran sebelum dan setelah interesterifikasi enzimatik (IE) pada perlakuan (A) NC82, (B) NC81, (C) OC82 dan (D) OC81 yang dibandingkan dengan profil

solid fat content bahan baku margarin (BB.marg.) IE ritel dan industri

Gambar 11 menunjukkan rata-rata pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 sebelum IE, terjadi penurunan SFC yang tajam pada suhu 10-20 °C. Hal ini menunjukkan adanya interaksi eutektik pada suhu tersebut. Interaksi eutektik adalah interaksi antar komponen yang mengakibatkan campuran mempunyai titik leleh lebih rendah daripada tiap-tiap komponennya. Interaksi eutektik terjadi karena perbedaan ukuran molekuler trigliserida, bentuk atau polimorfisme kristal diantara dua tipe lemak (Norrizah et al. 2004; Lida et al. 2002). Karakteristik fisik dari campuran lemak tidak menunjukkan kombinasi linear dari komponennya,

yang mengindikasikan adanya beberapa interaksi diantara komponen- komponennya (Dieffenbacher 1988). Interaksi eutektik paling sering terjadi pada suhu 10-20 ºC karena pada suhu ini trigliserida dengan asam lemak berantai pendek dan sedang, mulai mengkristal sendiri-sendiri dalam campuran (Lida et al.

2002).

Campuran setelah IE pada perlakuan NC82, NC81, OC82 dan OC81 mempunyai SFC lebih tinggi pada suhu diatas 10 °C jika dibandingkan dengan campuran sebelum IE, hal ini karena interaksi eutektik yang terjadi diantara minyak sawit merah dan CNO dalam campuran minyak sawit merah dan CNO,

Dokumen terkait