Hasil penelitian menunjukkan dari delapan jenis buah lokal dan impor yang digunakan dalam penelitian ini yang semua sampel di ambil dari pasar tradisional dan supermarket didapat 19 (sembilan belas) jenis cendawan. Cendawan-cendawan tersebut terdapat pada satu atau beberapa jenis buah. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis - jenis cendawan patogen pada buah impor dan lokal
No. Inang Nama Patogen Nama Penyakit Lokal/Impor 1 Strawberry C. gloesporioides Antraknosa Lokal
Botrytis cinerea Busuk kapang kelabu Lokal & Impor Fusarium solani Busuk kering Lokal
Penicillium italicum Busuk kapang biru Lokal Rhyzopus stolonifer Busuk rhyzopus Lokal
Rhizoctonia solani Busuk rhizoctonia Lokal 2 Pisang C. gloesporioides Antraknosa Lokal Fusarium solani Busuk kering Lokal Fusarium semitectum Busuk kering Lokal
Botrydiplodia
theobromae Busuk lunak
Lokal Penicillium italicum Busuk kapang biru Lokal Aspergillus niger Busuk aspergillus Lokal
Fusarium oxysforum Busuk fusarium Lokal
3. Jeruk C.gloesporioides Antraknosa Lokal & Impor Penicillium digitatum Busuk kapang hijau Lokal & Impor Penicillium italicum Busuk kapang biru Lokal & Impor Aspergillus niger Busuk kapang hitam Lokal & Impor Alternaria alternata Busuk hitam Lokal
Cladosporium herbarum Bintik hitam Lokal
4 Pepaya C. gloesporioides Antraknosa Lokal Fusarium solani Busuk kering Lokal Cephalosporium sp Busuk kering Lokal Phytophthora sp Busuk buah Lokal Aspergillus niger Busuk kapang hitam Lokal
Dari Tabel 1 dapat dilihat cendawan A. niger terdapat pada semua jenis buah terkecuali buah strawberry. Cendawan ini paling banyak terdapat pada buah yang dijual di pasar tradisional. Hal ini dikarenakan cendawan tersebut merupakan cendawan kontaminan dan penyebarannya secara pasif. Kurangnya perhatian pedagang pada faktor penyimpanan, kemasan, suhu dan kelembaban menyebabkan cendawan patogen akan mudah tersebar. Martoredjo (2009) menyatakan patogen ini tidak akan menimbulkan masalah jika buah disimpan
No. Inang Nama Patogen Nama Penyakit Lokal/Impor
5. Apel C.gloesporioides Antraknosa Impor Penicillium expansum Kapang biru Impor Penicillium italicum Busuk kapang biru Impor Alternaria alternata Busuk hitam Impor Aspergillus niger Busuk kapang hitam Impor 6. Pir C. gloesporioides Alternaria tenuissima Antraknosa Bercak pada buah
Impor Impor Penicillium italicum Busuk kapang biru Impor Alternaria alternata Busuk hitam Impor Aspergillus niger Busuk kapang hitam Impor Penicillium expansum Cendawan biru Impor
Trichotecium sp
Busuk kapang merah
muda Impor
7. Mangga C. gloesporioides Antraknosa Lokal & Impor Aspergillus niger Busuk kapang hitam Lokal & Impor Alternaria alternata Busuk hitam Lokal
8. Anggur Botrytis cinerea Busuk kapang kelabu Impor Penicillium digitatum Busuk kapang hijau Impor
Penicillium expansum Blue mold rot (kapang biru)
Impor Penicillium italicum Busuk kapang biru Impor C. gloesporioides Antraknosa Impor Alternaria alternata Busuk hitam Impor Aspergillus niger Busuk kapang hitam Impor
Cladosporium
herbarum Bintik hitam
Impor
pada suhu yang rendah yaitu pada suhu 15 0
Tabel 1 menunjukkan cendawan patogen buah lokal dan impor memiliki jenis yang sama. Hanya perbedaan kuantitas serangan pada buah yang dipasarkan. Di pasar tradisional lebih banyak buah yang terinfeksi dengan jumlah 16 jenis cendawan dibanding yang dijual di pasar swalayan 13 jenis cendawan . Lebih banyaknya jumlah buah yang terinfeksi di pasar tradisional dibandingkan dengan di pasar swalayan disebabkan karena kondisi lingkungan dimana sampel-sampel buah tersebut diambil. Pada saat sampel buah diambil dari pasar tradisional suhu rata-rata 27 ºC–33 ºC dengan kelembaban 70%–78% . Sedangkan suhu dan kelembaban dari sampel buah yang diambil dari pasar swalayan rata-rata 23,6 ºC–25 ºC dengan kelembaban 60%–66%. Ruang inkubasi untuk pertumbuhan isolat cendawan patogen suhu rata-rata 22 ºC ± 2 ºC dengan kelembaban 60%-65%. Kondisi tersebut sangat mendukung untuk pertumbuhan cendawan patogen pada buah impor dan buah lokal yang dijual di pasar
C atau dibawahnya. Sebaliknya buah yang dijual di pasar swalayan saat pemasaran buah telah dikemas dan disortir dengan baik tidak terserang oleh cendawan kontaminan tersebut.
Hasil lain menunjukkan C. gloesporoides menyerang seluruh jenis buah baik pada buah lokal maupun impor serta buah yang terdapat di pasar tradisional
maupun di pasar swalayan. Hal tersebut dikarenakan sifat dari cendawan C. gloesporoides yang bersifat laten yang akan menimbulkan gejala apabila
kondisi lingkungan mendukung, Elfina et al. (2013) menyatakan bahwa C. gloesporoides menyerang buah yang terdapat di pasar swalayan dan pasar tradisional. Pada buah jeruk gejala bercak warna coklat kehitaman, kering dan apabila terlihat serangan sudah lanjut akan berubah menjadi busuk lunak.
tradisional dan pasar swalayan. Disamping itu kandungan air yang berlebih pada produk pasca panen akan menyebabkan tingginya kelembaban di sekitar produk tersebut. Hal ini dapat terlihat dari gejala serangan pada buah apel, pir, mangga, strawberry, pepaya, anggur, pisang dan jeruk.
Menurut Setyolaksono (2012) suhu dan kelembaban berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur patogen pasca panen. Beberapa cendawan mampu tumbuh sangat lambat meski berada di bawah suhu 10 ºC, seperti jamur Rhizopus stolonifer. Botrytis, Cladosporium, dan Penicillium masih mampu tumbuh pada suhu 1 ºC. Kelembaban pada ruang penyimpanan juga berperan penting terhadap kerentanan produk pasca panen dan laju infeksi patogen. Kelembaban relatif 90 % dan suhu di atas 5 o
Buah yang dijual di pasar tradisional dan pasar swalayan semakin matang semakin rentan terhadap masuknya patogen cendawan. Hal ini tampak jelas pada buah mangga, anggur, pir , pisang , apel, pepaya, jeruk, strawberry. Kondisi ini disebabkan karena produk pasca panen hortikultura segar buah-buahan merupakan produk yang masih hidup yang dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yaitu respirasi. Bhargava (2011) melaporkan respirasi adalah proses oksidasi
C mempengaruhi perkembangan penyakit pasca panen. Kelembaban dan suhu berperan dalam mempertahankan luka dan lubang infeksi alami lain, sehingga memberikan kondisi yang sesuai bagi patogen untuk menginfeksi. Ini terbukti bahwa cendawan menyerang lebih banyak ditemukan pada buah-buah yang dijual pada pasar tradisional dibandingkan di pasar swalayan di mana dengan suhu dan kelembaban yang tidak terkontrol dengan baik sehingga daya serang cendawan pada buah menjadi lebih cepat.
dengan memanfaatkan gula sederhana dimana dengan keterlibatan enzim dirubah menjadi CO2, H2O dan energi kimia berupa adenosin triphosphate (ATP) disamping energi dalam bentuk panas. Oleh karena suplai karbohidrat terputus karena aktivitas fotosintesis terhambat setelah panen suplai terputus dari tanaman induknya untuk buah-buahan, maka semua suplai untuk aktivitas respirasi hanya berasal dari tubuh bagian tanaman yang dipanen itu sendiri. Akibatnya selama periode pascapanennya terjadi kemunduran-kemunduran mutu kesegarannya. Kemunduran ini akan dibarengi dengan tumbuh dan perkembangan agen-agen perusak lainnya seperti mikroorganisme pembusuk antara lain patogen cendawan . Dari Tabel 1 menunjukkan pembusukkan yang terjadi pada buah strawberry, pisang, mangga, anggur, jeruk, pepaya, pir, apel yang terdapat di pasar tradisional dan pasar swalayan. Hal ini disebabkan karena faktor fisik antara lain terjadinya luka memar, luka potongan, lecet akibat gesekan maupun lubang alami pada permukaan buah terjadi waktu pengangkutan yang merupakan jalan masuknya (infeksi) patogen jamur. Sesuai dengan Meer et al. (2013) menyatakan busuk pasca panen pada buah mangga yang disebabkan tersedianya suhu optimum serta dumping kotak kayu tidak teratur di pasar. Pengepakan dalam kotak kayu secara paksa dapat menimbulkan memar sehingga patogen pasca panen mudah masuk dan merusak seluruh banyak buah-buahan, selain itu juga pengangkutan mangga menggunakan truk tanpa terkontrol keadaan lingkungan juga akan mempengaruhi kontribusi terhadap penyakit.
1. Busuk buah matang Colletotrichum gloesporioides
(Strawberry, pisang, jeruk, mangga, pepaya, apel, anggur, pir). Klasifikasi C. gloesporiodes(Penz.) Sacc sebagai berikut: Kingdom : Mycota Divisio : Ascomycota Kelas : Sordariomycetes Ordo : Phyllachorales Family : Phyllachoraceae Genus : Colletotrichum
Species : Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc.
Penyakit antraknosa ditemukan pada buah strawberry, pisang, jeruk, mangga, pepaya, apel, anggur dan pir. Gejala pertama terlihat pada buah bintik-bintik yang kemudian membulat dan berubah menjadi cekung pada buah, dan semakin jelas pada saat buah matang. Gejala tersebut dapat dilihat pada buah strawberry (Gambar 7), apel (Gambar 9), jeruk (Gambar 11), pepaya (Gambar 13). Gejala ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Dickman (1993) bahwa lesi dapat menjadi besar dengan diameter 5 cm. Daerah merah muda-orange dibentuk oleh massa konidia yang mencakup pusat lesi dan sering diproduksi dalam konsentris pola cincin. Gejala muncul tidak teratur, melingkar 1 hingga 10 mm. Lesi ini disebut sebagai titik cokelat. Pada buah masak, tempat ini cepat membesar (sampai 20 mm), untuk membentuk karakteristik lesi cekung melingkar terlihat pada gejala pada buah apel (Gambar 9) dan buah jeruk (Gambar 11). Pada
buah matang yang disebabkan oleh antraknosa berkembang menjadi cekung, menonjol, bintik-bintik coklat tua sampai hitam terjadi pembusukan sebelum atau setelah di petik (Meer et al., 2013).
Warna coklat timbul karena cendawan tersebut menghasilkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa kulit buah, sehingga kulit buah menjadi terdisintegrasi dan lunak serta berubah warna menjadi coklat. Noda coklat lama kelamaan meluas dan warnanya makin gelap dan akhirnya busuk. Adanya noda-noda berwarna coklat sampai hitam di permukaan kulit buah, seperti pada pisang (Gambar 3) dan mangga (Gambar 5), merupakan indikator adanya serangan antraknosa. Luka pada buah-buahan dapat terjadi pada saat penanganan di lapangan, panen, penanganan saat proses pengepakan (packing house), transportasi dan pemasaran. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab intensitas serangan cendawan C. gloeosporioides pada buah lokal lebih banyak dibandingkan buah impor. Karena adanya luka menjadi pintu gerbang masuknya cendawan penyebab kebusukan.
Pengamatan mikroskopis menunjukkan spora hialin, bersel satu, memiliki seta berbentuk lonjong dan sedikit melengkung (Gambar 4, 6, 8,10, 12) dapat tumbuh dengan baik dan bersporulasi di ruang inkubasi pada media PDA pada suhu 20 0C ± 2 0C. Cendawan C. gloeosporioides banyak dijumpai pada buah lokal dan impor di pasar tradisional dibanding dengan buah yang dijual di pasar swalayan karena dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Dimana suhu di pasar tradisional rata-rata 27 0C-33 0C sangat mendukung pertumbuhan dan
perkembangan cendawan. Hal tersebut sesuai menurut Pandey et al. (2012) bahwa C. gloeosporioides bersporulasi cukup baik pada suhu 28 0C-32 0C. Serta
pertumbuhan miselium C. gloeosporioides di ruang inkubasi pada suhu 20 0C–24 0C (Slade et al., 1987).
Gambar 3. Gejala Colletotrichum gloeosporioides pada buah pisang
Gambar 4. Konidia cendawan Colletotrihum gloesporioides pada buah pisang (perbesaran : 100 x 10 kali) (A),
Gambar 5. Gejala Colletotrichum gloeosporioides pada buah mangga
Gambar 6. Massa konidia cendawan Colletotrihum gloesporioides pada buah mangga (perbesaran : 100 x 10 Kali) (A), setae (B)
Gambar 7. Gejala Colletotrichum gloeosporioides pada buah strawberry
Gambar 8. Massa konidia cendawan Colletotrihum gloesporiodes pada buah strawberry (perbesaran: 100 x 10 kali) (A)
Gambar 9. Gejala Colletotrichum gloeosporioides pada buah apel
Gambar 10. Konidia cendawan Colletotrihum gloesporiodes pada buah apel (perbesaran : 100 x 10 kali) (A)
Gambar 11. Gejala Colletotrichum gloeosporioides pada buah jeruk
Gambar 12. Konidia cendawan Colletotrihum gloesporiodes pada buah jeruk (perbesaran : 100 x 10 kali) (A)
Gambar 13. Gejala Colletotrichum gloeosporioides pada buah pepaya (A)
2. Busuk kapang kelabu Botrytis cinerea (strawberry, anggur)
Klasifikasi Botrytis cinerea adalah senagai berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Subphylum : Pezizomycotina, Kelas : Leotiomycetes, Ordo : Helotiales, Family : Sclerotiniaceae Genus : Botryotinia Spesies : Botrytis cinerea
Hasil penelitian menunjukkan gejala busuk kapang kelabu yang disebabkan oleh B. cinerea pada buah strawberry dan buah anggur terdapat bercak putih, coklat, buah menjadi basah dan lunak. Pada buah terdapat kumpulan koloni cendawan berwarna coklat abu-abu kotor (Gambar 14). Khazaeli et al. (2006) melaporkan karakteristik dari B. cinerea adalah kultur membentuk koloni berwarna putih, putih kotor atau abu-abu, hialin dan berubah menjadi abu-abu kotor, miselium bercabang, hialin dan kotor. Selanjutnya Utama (2006) menyatakan buah strawberry yang terinfeksi B. cinerea menjadi lunak karena adanya enzim pektolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme itu sendiri yang dapat melunakkan jaringan produk terutama dinding sel yang tersusun oleh polisakarida pektat. Enzim pektinase yang berperan untuk melunakkan jaringan tersebut meliputi pectin metal esterase (PME), pectin lyase (PE) endopolygakturonase (Endo-PG) dan exopoligalakturonase (Exo-PG).
Strawberry terinfeksi karena mengalami kerusakan pada penanganan pascapanen selama proses pengangkutan dan penyimpanannya baik pada sampel di pasar swalayan maupun di pasar tradisional. Hal ini dikarenakan tingkat kerusakan buah dipengaruhi oleh difusi gas ke dalam dan luar buah yang terjadi melalui lentisel yang tersebar di permukaaan buah. Difusi gas tersebut secara alami dihambat dengan lapisan kulit yang sangat mudah membusuk yang dilakukan pada saat penanganan pasca panen dan apabila buah mulai busuk dapat menular dengan sangat cepat ke strawberry lain yang disimpan bersamaan. Menurut Jarvis (1977) bahwa infeksi cendawan B. cinerea dimulai dengan adanya konidium pada permukaan inang. Konidia B. cinerea berada di udara dan
mudah terbawa angin menginfeksi buah yang berada di lapangan maupun yang sudah di kemas.
Hasil pengamatan secara mikroskopis didapat konidia berbentuk bulat telur, seperti anggur dan hialin (Gambar 15). Konidium berkecambah pada kelembaban tinggi (> 93%) dan dapat menembus bagian epidermis inangnya (Kain, 2005).
Gambar 14. Gejala Botrytis cinerea pada buah anggur dan buah strawberry
Gambar 15.Konidia cendawan Botrytis cinerea (perbesaran: 100x10 kali) (A), konidiofor (B)
3. Busuk kapang biru Penicillium italicum Wehmer (strawberry, pisang , jeruk, apel, pir anggur)
Klasifikasi Penicillium italicum Wehmer adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi Phylum Kelas Ordo Family Genus : Penicillium Spesies :Penicillium
Buah yang dijual di pasar tradisional lebih banyak terinfeksi P. italicum dibandingkan di pasar swalayan hal tersebut dikarenakan sanitasi lingkungan yang
italicum Wehmer (Wehmer, 1894)
Hasil penelitian didapat menunjukkan buah strawberry, pisang , jeruk, apel, pir dan anggur terserang penyakit kapang biru dimana gejalanya mirip dengan gejala penyakit kapang hijau. Buah menjadi busuk dimana daerah busuknya berukuran kecil tampak seperti noda basah berair. Ketika bercak membesar sampai diameternya berukuran 2,5 – 4,5 cm , miselium berwarna putih muncul di pusatnya, dan segera dibentuk konidium berwarna biru. Pada pengamatan mikroskopis terlihat konidium dikelilingi jalur miselium berwarna putih. Biasanya jamur P. italicum akan berspora pada bagian dalam buah. Buah terinfeksi dapat tertutup seluruhnya oleh massa konidium berwarna biru (Gambar 16), yang dengan mudah tersebar oleh gerakan fisik atau aliran udara menginfeksi buah di sekitarnya.
kurang baik. Loekas (2006) menyatakan P. italicum bersifat tular udara dan dalam jumlah besar dihasilkan oleh cendawan pada permukaan buah yang terinfeksi. Konidium akan mengkontaminasi di ruang pengepakan, alat, air yang digunakan, ruang simpan, kontainer, bahkan daerah pemasaran buah. Cendawan akan bertahan hidup di lapang pada sisa–sisa tanaman dalam tanah. P. italicum mampu memproduksi konidium yang cukup banyak dan akhirnya cendawan mempunyai kemampuan menghasilkan strain yang tahan terhadap perlakuan fungisida kimia.
Gambar 16. Konidia cendawan Penicillium italicum pada buah jeruk ( perbesaran : 100 x 10 Kali ) (A),branched (B)
4. Busuk hitam Alternaria alternata ( jeruk, apel , pir , mangga, anggur ).
Klasifikasi cendawan Alternaria alternataadalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisio : Ascomycota Kelas : Dothideomycetes Ordo : Pleosporales Family : Pleosporaceae Genus : Alternaria
Spesies : Alternaria alternata (Fries) Keissler, 1912
(
Hasil penelitian menunjukkan buah jeruk, apel, pir, mangga dan anggur di pasar tradisional dan pasar swalayan terserang oleh penyakit bercak yang disebabkan oleh A. alternata. Buah yang dijual di pasar tradisional lebih banyak terinfeksi dibanding yang dijual di pasar swalayan. Hal ini disebabkan karena pengaruh cuaca dan iklim dimana suhu rata-rata di pasar tradisional 27
Clipson et al., 2001)
0
C-33 0C. Harteveld (2011) melaporkan A.alternata pada buah apel sangat baik pertumbuhan pada temperatur ± 20 0
Gejala buah yang terinfeksi akan kelihatan bercak mengering, terdapat lesi yang melebar warna coklat dan akhirnya hitam. Pada buah sering terdapat bercak kehitaman dan lunak pada bagian pangkal buah dan menyebabkan buah menjadi busuk (Gambar 17). Buah yang terinfeksi terdapat bercak yang
C dan pada curah hujan tinggi di bulan Januari dan Pebruari.
menyebar dengan cepat, berwarna coklat tua sampai hitam menyatu untuk membentuk lesi yang lebih besar tidak teratur. Buah terinfeksi mulai dari buah muda dari daun atau
tunas yang terserang kemudian terjadi infeksi sekunder pada saat penyebaran spora dari buah yang terinfeksi oleh angin atau hujan. Pertumbuhan penyakit pada cuaca basah dan suhu sangat tinggi 25-30ºC (Ponti et al., 2000). Menurut Lawley (2006) cendawan A. alternata menginfeksi buah menyebabkan bercak pada buah baik sebelum maupun setelah dipanen.
Pengamatan mikroskopis konidia berwarna coklat muda, berwarna kuning langsat-hitam atau keabu-abuan,berantai, bersel banyak, kadang-kadang bercabang, pendek atau memanjang, bulat telur atau elips (Gambar 18) .
A B
Gambar 17. Gejala busuk hitam alternaria alternata pada buah pir (A) dan buah apel (B)
Gambar 18. Konidia cendawan Alternaria alternata pada buah jeruk (perbesaran : 100 x 10 kali) (A)
5. Busuk cendawan biru Penicillium expansum ( apel, pir dan anggur )
Klasifikasi cendawan Penicillium expansum adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisio : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales Family : Trichocomaceae Genus : Penicillium
Spesies : Penicillium expansum Link
(Johnston, 2008)
Hasil penelitian yang didapat dari sampel pasar tradisional dan pasar swalayan menunjukkan bahwa buah apel, pir dan anggur terinfeksi cendawan P. expansum dengan gejala buah menjadi busuk, lunak, berair, dan berwarna coklat bercahaya. Permukaan pada lesi yang sudah lama tertutup oleh spora, berwarna hijau kebiruan dan memasuki warna putih salju (Gambar 19). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mansilla (2008) buah yang terinfeksi akan membentuk lesi berwarna coklat, memiliki karakteristik bau yang apek, kumpulan dari tumpukan konidia pada permukaannya akan berkembang menjadi lesi. Apabila disimpan pada kondisi dingin, lesi kapang biru yang disebabkan oleh P. expansum diameternya berkembang sekitar 3 cm selama 8 sampai 10 minggu setelah infeksi.
Banyaknya buah yang terinfeksi cendawan ini disebabkan kemampuan cendawan yang banyak terdapat di setiap bahan organik serta spora yang berada di udara mempunyai kemampuan untuk terbawa oleh angin. Disamping itu kemampuan untuk dapat hidup pada kondisi kelembaban yang sangat rendah menyebabkan buah terkontamiasi dari buah yang terinfeksi . Bezirtzoglou (2000) melaporkan P. expansum umumnya merupakan penyebab busuknya buah apel dan dapat mengkontaminasi sari buah apel dan produk apel lainnya. Penicillium expansum diketahui dapat memproduksi mikotoksin patulin (4-hidroksi-4Hfuro(3,2-C)-piran-2(6H)-satu). Patulin merupakan mikotoksin yang mempunyai efek karsinogen yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Adanya patulin pada buah atau jus apel dapat dijadikan sebagai indikator rendahnya kualitas buah tersebut
Berdasarkan pengamatan buah yang dijual dipasar swalayan dengan suhu rata-rata 23,6 ˚C–25 ˚C, dimana pada suhu tersebut cendawan tersebut masih dapat tumbuh dan berkembang. Buah apel, pir dan anggur yang di jual di supermarket lebih banyak terinfeksi dibanding di pasar tradisional. Hal ini disebabkan buah yang dijual di pasar swalayan dalam temperatur yang stabil dan rendah dan cendawan P.expansum masih dapat bertahan pada suhu yang rendah.
Doyle (2001) melaporkan P. expansum dapat tumbuh pada suhu sekitar -3 sampai 35 ˚C, dengan suhu optimal sekitar 25 ˚C. Spora yang dihasilkan dapat
menginfeksi apel pada suhu 0ºC dan bergerminasi pada suhu penyimpanan 0ºC. Pengamatan mikroskopis konidia berbentuk ellips, phialides seperti silinder, stipe halus dan berdinding memliki konidiofor yang berada di bawah permukaan tunggal dalam faskula (Gambar 20)
A. B.
Gambar 19. Gejala busuk kapang biru Penicillium expansum pada buah apel (A) dan buah pir (B)
Gambar 20. Cendawan Penicillium expansum pada buah apel ( A: ciri khas dari branche atau cabang)
6. Busuk kering Fusarium solani ( strawberry, pisang, pepaya )
Klasifikasi cendawan Fusarium solani adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisio : Ascomycota Kelas : Sordariomycetes Subkelas : Hypicreomycetidae Ordo : Hypocreales Family : Nectriaceae Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium solani (Mart.) Sacc. (Luginbuhl,
Hasil pengamatan mikroskopis mikrokonidia F. solani hialin bersepta 1-3 dan makrokonidia biasa bersepta 3,
2010).
Hasil penelitian pada sampel yang di dapat pada buah di pasar tradisional lebih banyak terinfeksi F. solani dibandingkan dengan buah yang di jual di pasar swalayan. F. solani dan dapat menyerang buah strawberry, pepaya dan pisang. Nelson et al. (1983) melaporkan bahwa F. solani merupakan spesies yang kosmopolit bagi tanaman. Pada buah pepaya yang terserang menunjukkan buah ditutupi oleh miselium berwarna putih kemerahan dan lunak yang diakibatkan adanya kontaminasi dari yang terinfeksi (Gambar 21).
miselium berwarna krem, makrokonidia rata-rata memiliki 3-4 septa, sedikit melengkung, agak lebar, ujung apikal sedikit
tumpul. Mikrokonidia cukup banyak berbentuk oval berbentuk ginjal, klamidospora berlimpah (Gambar 22).
Gambar 21. Gejala serangan Fusarium solani pada buah pepaya
Gambar 22. Konidia cendawan Fusarium solani pada buah pepaya (perbesaran: 100 x 10 kali), mikrokonidia (A),
Ellis (2013) menyatakan koloni cendawan F. solani berkembang sangat cepat dengan miselium berwarna putih krem, menjadi kebiruan-coklat bila sporodochia ada. Terdiri atas 3-5 septa (biasanya 3 septa), fusiform, silinder, seringkali melengkung, dengan sel kaki tak jelas pedicellate dan sel apikal pendek tumpul. Mikrokonidia biasanya cukup banyak, silindris sampai oval, satu-dua-bersel dan terbentuk dari phialides lateral yang panjang. Klamidospora yang hialin, bulat, halus sampai kasar berdinding, tunggal atau berpasangan pada cabang-cabang lateral yang pendek
7. Busuk Rhyzopus stolonifer ( strawberry )
Klasifikasi cendawan Rhyzopus stolonifer adalah sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisio : Zygomycota Kelas : Zygomycetes Ordo : Mucorales Family : Mucoraceae Genus : Rhyzopus
Spesies : Rhyzopus stolonifer (Foody dan Tong, 2008)
Hasil penelitian didapat pada buah strawberry yang berasal dari pasar tradisional dan pasar swalayan terserang oleh R. stolonifer dengan gejala buah menjadi busuk, berair, berwarna coklat muda dan bila ditekan akan mengeluarkan cairan keruh,
Nishijima (1993) menyatakan Rhizopus penyebab busuk lunak ditandai dengan busuk lunak dan berair, spora menyebar dengan cepat ke buah yang berdekatan. Buah yang terinfeksi sering kelihatan kasar, abu-abu, miselia berbulu yang membentuk massa hitam sporangia di ujungnya. Buah yang terkena menjadi cepat dimasuki oleh bakteri dan bau asam. Cendawan cepat tumbuh, awalnya seperti kapas putih kemudian gelap berubah abu-abu sampai hitam tergantung pada jumlah sporulasi. Hifa mensekresikan enzim pektinolitik yang memecah lamella tengah jaringan yang terinfeksi dan menyebabkan lembut, membusuk berair. Rhyzopus stolonifer menginfeksi buah melalui luka pada buah selama