• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Inventarisasi Tanaman Aren

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inventarisasi aren yang dilakukan di Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan, ditemukan banyak tanaman aren pada setiap plot contoh pengamatan, yang dilakukan melalui kegiatan inventarisasi dengan 3 interval kelas ketinggian tempat yang berbeda, nilai kerapatan aren pada setiap ketinggian dapat dilihat pada gambar 1, dan jumlah tanaman per plot disajikan pada tabel 2.

Gambar 3. Grafik Kerapatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman aren pada setiap interval ketinggian memiliki nilai kerapatan yang berbeda. Total rata-rata kerapatan memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 25 batang/ha. Selain itu hasil pengamatan di lapangan yang telah dilakukan, banyak anakan tanaman aren yang tumbuh dengan baik, hal ini menunjukkan reproduksi tanaman aren cukup baik. Menurut Subahar (1995) bahwa suatu populasi dikatakan memiliki kerapatan tinggi atau besar disebabkan oleh pertumbuhan populasi tiap-tiap jenis

0 10 20 30 40 450-550 550-650 650-750 K e ra p a ta n Ketinggian Tempat

kerapatan

sehingga taman tersebut akan bertambah banyak dan menyebabkan kerapatan tinggi.

Tabel 2. Inventarisasi Tanaman Aren

Ketinggian Tempat (Mdpl) Plot (20 x 20 m) Jumlah (Tanaman) Kerapatan (Ind/ha) Titik Koordinat 450-550 1 2 02°15'00.0" E/098°28'43.2" N 2 1 02°15'03.5" E/098°28'43.8" N 3 1 02°15'06.7" E/098°28'48.8" N 4 1 02°15'09.7" E/098°28'40.3" N 5 - 02°15'11.5" E/098°28'34.1" N 6 - 02°15'10.5" E/098°28'34.1" N 7 1 02°15'07.0" E/098°28'28.5" N 8 - 02°15'10.2" E/098°28'29.1" N 9 1 02°15'12.5" E/098°28'34.4" N 10 2 02°15'14.1”E/098°29'50.4" N 11 1 02°15'11.3" E/098°29'32.6" N 12 1 02°15'08.1" E/098°28'32.0" N Jumlah 12 11 22.916 550-650 1 1 02°15'15.3" E/098°29'50.8" N 2 2 02°15'18.1" E/098°29'49.5" N 3 1 02°15'18.4" E/098°29'47.6" N 4 3 02°15'18.8" E/098°29'45.5" N 5 2 02°15'18.6" E/098°29'43.4" N 6 - 02°15'17.2" E/098°29'41.6" N 7 1 02°14'22.8" E/098°30'42.5" N 8 1 02°14'22.5" E/098°30'40.0" N 9 1 02°14'22.0" E/098°30'38.1" N 10 1 02°14'22.1" E/098°30'36.1" N 11 - 02°14'23.3" E/098°30'34.0" N 12 4 02°13'29.6" E/098°31'32.2" N Jumlah 12 17 35.416 650-750 1 1 02°15'11.9" E/098°29'18.6" N 2 2 02°15'11.4" E/098°29'17.0" N 3 1 02°15'10.0" E/098°29'15.9" N 4 - 02°15'08.1" E/098°29'14.0" N 5 1 02°15'06.3" E/098°29'12.4" N 6 - 02°15'03.9" E/098°29'11.9" N 7 - 02°14'36.6" E/098°31'13.5" N 8 2 02°14'16.5" E/098°31'13.8" N 9 1 02°14'13.4” E/098°31'12.8" N 10 - 02°14'10.2" E/098°31'11.5" N 11 1 02°14'17.0" E/098°31'09.7" N 12 - 02°14'04.9" E/098°31'08.4" N Jumlah 12 9 18.75 Total 36 37 25.694

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inventarisasi yang telah dilakukan di lapangan, pada 3 kelas interval ketinggian tempat (450-550, 550-650, 650-750 mdpl), yang memiliki sebanyak 12 jumlah plot contoh pengamatan setiap interval ketinggian diperoleh hasil bahwa pada setiap ketinggian dapat ditemukan tanaman aren yang tumbuh dengan baik, hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto (1993) yang menyatakan tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 m di atas permukaan laut. Sedangkan pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m dan lebih dari 800m di atas permukaan laut, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun kurang berproduksi dengan baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas interval pada ketinggian 650-750 mdpl, ditemukan jumlah individu tanaman aren terendah dibanding dengan interval ketinggian tempat 450-550, 550-650 mdpl, hal ini mungkin dipengaruhi oleh lingkungan, iklim sekitar, suhu, maupun tanaman (vegetasi) yang tumbuh disekitar tanaman aren. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto (1993) menyatakan semakin tinggi tempatnya maka akan semakin lambat proses pertumbuhannya khususnya pembentukan bunga. Selain itu faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan. Daerah-daerah perbukitan yang lembab, dimana di sekelilingnya tumbuh berbagai tanaman keras, tanaman aren dapat tumbuh dengan subur. Dengan demikian tanaman aren tidak membutuhkan sinar matahari yang terik sepanjang hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman aren banyak ditemukan di daerah berlereng yang dekat dengan aliran air dan memiliki kelembapan yang tinggi yang tumbuh secara individu dan berkelompok. Hal ini sesuai dengan

Sunanto (1993) yang mengatakan di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan tersebar di seluruh wilayah nusantara khususnya di daerah-daerah perbukitan yang lembab dan tumbuh secara individu maupun berkelompok dan di daerah tepian sungai yang merupakan tempat ideal untuk pertumbuhan tanaman aren.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebaran tanaman aren pada lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh satwa yaitu musang (Paradoxorus sp.) yang merupakan jenis satwa yang sangat berperan dalam penyebaran tanaman aren. Satwa musang merupakan satwa pemakan biji-bijian yang beraktivitas di malam hari yang habitatnya berada di dahan-dahan pepohonan yang suka berpindah tempat, sehingga tanaman aren juga dapat ditemukan di setiap tempat. Hal ini sesuai dengan perilaku satwa musang yang habitatnya berpindah-pindah ke semua tempat, maka tanaman aren juga mengikuti habitat musang. Dari total plot contoh pengamatan yang berjumlah 36 plot, tanaman aren dapat ditemukan pada 26 plot contoh pengamatan, jadi tanaman aren juga tumbuh menyebar hampir pada setiap plot contoh pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto (1993) yang menyatakan tanaman aren dikembangkan secara alami oleh binatang yaitu luwak. Binatang ini sangat menyukai biji aren yang sudah tua yang kemudian biji aren tersebut ikut termakan luwak dan keluar dari tubuh luwak bersama kotoran, luwak mengeluarkan kotoran di sembarang tempat, terutama di tempat yang terlindung dan lembab.

Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan pada lokasi penelitian merupakan milik keluarga yang diperoleh secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Keberadaan lahan

tersebut baik yang masih berupa hutan maupun yang telah terdapat tanaman pertanian dipertahankan kepemilikannya berdasarkan sejarah atau adat. Dalam pembagian lahan sepenuhnya diputuskan oleh ahli waris yang bersangkutan atau atas dasar kesepakatan bersama-sama semua anggota rumah tangga yang bersangkutan. Namun status kawasan tersebut yang sesungguhnya merupakan Hutan Produksi Terbatas, yang ditetapkan oleh pemerintah yang bersangkutan, tetapi masyarakat masih kurang memahami hal tersebut, hal ini dilihat dari masyarakat masih tetap mengelola kawasan tersebut sebagai mata pencaharian utama. Hasil wawancara yang dilakukan kepada Dinas Kehutanan terhadap status kawasan Hutan Produksi Terbatas dan pemanfaatannya oleh masayarakat sekitar hutan sudah dapat dikatakan melanggar hukum, tetapi pihak terkait tidak memproses hal tersebut karena masyarakat sekitar hutan memungut hasil hutan non kayu hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja bukan untuk diperjual belikan.

Kepemilikan tanaman aren pada dasarnya sama dengan status kepemilikan lahan. Umumnya tanaman aren yang tumbuh dengan alaminya di lokasi tertentu, maka kepemilikan tanaman aren tersebut sudah dikatakan sah menjadi milik si pemilik lahan tersebut. Kepemilikan tanaman aren dapat dipindah tangankan kepada penyadap untuk satu kali periode penyadapan atau lebih. Penyadap yang tidak memiliki tanaman aren yang siap untuk disadap dapat meminta tanaman aren tersebut kepada si pemilik tanaman aren dengan sukarela. Namun biasanya jika terjadi status pindah tangan maka diterapkan sistem bagi hasil dengan ketentuan-ketentuan tertentu sesuai kesepakatan bersama.

Pemanfaatan Tanaman Aren oleh Masyarakat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aren yang produktif memulai perbungaan pada umur lebih dari 15 tahun, sedangkan tanaman aren yang kurang produktif berbunga mulai umur 7-8 tahun. Tanaman aren memiliki panjang tandan (panggkal bunga) berkisar 60-90 cm dan memiliki bunga jantan (arirang) dan bunga betina (Halto). Tetapi yang berproduksi menghasilkan air nira ialah bunga jantan, sedangkan bunga betina tidak menghasilkan air nira melainkan akan menghasilkan buah yang dapat dijadikan kolang-kaling. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadani (2008) yang mengatakan bahwa untuk tanaman aren yang pertumbuhannya dikatakan baik, biasnya memiliki panjang tandan sekitar 90 cm, dan Sunanto (1993) yang mengatakan bahwa pada umumnya tanaman aren mulai membentuk bunga pada umur sekitar 12-16 tahun.

a b

Gambar 4. Aren berproduksi (a), tidak berproduksi (b)

Pemanfaatan tanaman aren oleh masyarakat pada lokasi penelitian sangat memanfaatkan tanaman aren mulai dari ijuk, daun, batang dan air nira (dapat dilihat pada gambar 5). Namun yang paling bernilai ekonomis yang laku

dipasaran ialah air nira yang difermentasikan menjadi tuak. Pemanfaatan sapu lidi tidak terlalu laku dipasaran sehingga pemanfaatan sapu lidi oleh masyarakat hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja, tidak untuk diperjual-belikan.

Gambar 5. Bagan alir pemanfaatan aren

Ijuk atau atap juga tidak terlalu diminati oleh pasar dikarenakan konsumen sudah lebih memilih atau memanfaatkan teknologi yang lebih maju dalam pemanfaatan atap dari ijuk atau daun, masyarakat di sekitar hutan lebih memanfaatkannya hanya untuk kebutuhan rumah tangga, yang kapan saja dibutuhkan dapat di ambil pada saat itu juga.

Air nira atau tuak paling diminati dipasaran, selain memiliki nilai ekonomis yang tinggi juga proses pengelolaannya lebih sederhana, maka masyarakat sekitar hutan lebih besar memanfaatkan air nira, karena lebih

AREN

Daun Tandan

Sapu lidi Jantan Betina

Nira Kolang-kaling Gula Tuak Atap RUMAH TANGGA PAS AR Ijuk

menguntungkan dibanding produk lain. Pembuatan gula dari olahan air nira tidak terlalu diminati msyarakat sekitar hutan dalam pemanfaatannya karena dipengaruhi oleh faktor kurangnya modal dan pengetahuan yang cukup oleh masyarakat terhadap pengelolaan dan pemanfaatan gula dari air nira. Masyarakat juga tidak memanfaatkan buah kolang-kaling dikarenakan masyarakat beranggapan dapat menimbulkan rasa gatal-gatal dan alergi pada kulit. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 5.

Proses Produksi Air Nira

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunga betina terlebih dahulu muncul sebanyak 2-3 kali pada pelepah daun, yang dimulai dari ujung (pucuk) kemudian diikuti hingga ke bawah menuju pusat bumi. Setelah munculnya bunga betina maka tinggi tanaman aren tersebut sudah mencapai titik tinggi maksimum, setelah 2-3 kali tandan bunga betina muncul maka bunga jantan akan muncul, dan menurut kepercayaan atau pengetahuan masyarakat penyadap aren, ketika bunga sudah mulai gerai (mekar) dan sudah jatuh ke permukaan tanah, maka bunga jantan tersebut siap untuk disadap. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang menyatakan bahwa bunga betina pertama kali muncul pada puncak pohon (dibawah tempat tumbuh daun muda), sekitar 6 bulan kemudian, bunga jantan tumbuh dibawah bunga betina.

Umur bunga jantan untuk menghasilkan air nira yang produktif berkisar 8-9 bulan, kemudian akan memunculkan lagi tunas bunga jantan yang baru yang tepat di bawah pelepah atau tandan yang sebelumnya, yang kemudian terus menerus hingga menghasilkan 3-4 bunga jantan pada setiap batang tanaman aren,

yang dimulai dari ujung hingga panggkal batang tanaman aren. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang mengatakan bahwa cirri khas pohon aren adalah tumbuhnya bunga-bunga yang berawal dari puncak pohon, kemudian disusul tumbuhnya bunga-bunga yang semakin ke bawah pada batang pohon dan yang terakhir tumbuhnya bunga sudah mendekati permukaan tanah dan Ramadani (2008) yang menyatakan bahwa untuk tanaman aren yang pertumbuhannya dikatakan baik, biasanya menghasilkan 4-5 tandan bunga jantan dengan panjang tandan sekitar 90 cm.

Gambar 6. Bagan alir proses produksi air nira

Proses pengelolaan air nira sepenuhnya menjadi tuak masih dilakukan oleh

T andan bunga jantan

Dipukul-Dibungkus Dipotong Digoyang Dibersihkan Diiris Ditampung Tuak Air Nira Fermentasi 3 Hari dengan daun sejenis pakis-pakisan 12 hari 2 hari dalam 1 minggu, 2 x dalam 1 hari (pagi dan sore).

diperoleh secara turun-temurun dari generasi sebelumnya dan sampai saat ini belum banyak mengalami perubahan baik dari teknik maupun alat dan bahan yang digunakan, dapat dilihat pada gambar 6.

Bagan pada gambar 6 dapat di lihat bahwa proses pengolahan nira hingga menjadi tuak sangat sederhana, 12 hari sebelum penyadapan harus terlebih dahulu dimulai persiapan berupa pembersihan tandan bunga jantan yang akan disadap (hanya bunga jantan). Selama persiapan hingga proses penyadapan akan dimulai, setiap 2 hari dalam 1 minggu dan 2 kali dalam 1 hari (pagi dan sore) tandan tersebut diberikan perlakuan pemukulan dan goyangan dengan jumlah 8-9 kali, dengan menggunakan alat kayu yang dibuat secara khusus dan dengan teknik tertentu yang dipercayai akan memberikan hasil yang maksimal. Tandan yang siap sadap dapat dikenali dengan ciri-ciri:

- bunga mulai merekah (mekar) - mengeluarkan aroma nira

- bunga dikerumuni oleh serangga (lebah) - jika diiris akan mengeluarkan cairan

Setelah tandan bunga jantan memperlihatkan ciri-ciri seperti di atas maka tandan tersebut dapat segera dipotong (disadap) berkisar 10 cm dari tangkai bunga paling atas. Kemudian diolesi dengan sabun batangan yang dipercaya dapat memperlancar proses keluarnya cairan nira. Berikutnya tandan tersebut ujungnya dipotong dibungkus dengan daun yang dikenal masyarakat dengan sebutan ’tanggiang’ selama 3 hari. Setelah itu siap untuk dipanen atau ditampung yang dilakukan setiap pagi dan sore. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang menyatakan bahwa setiap melakukan penyadapan terlebih dahulu mengiris

tongkol aren tempat keluarnya nira agar saluran atau pembuluh kapiler terbuka, sehingga nira dapat keluar dengan lancar.

Setelah penampungan di pagi hari maka tandan tersebut diiris setipis mungkin yang bertujuan untuk memperlancar pemanenan di sore harinya. Pemanenan tersebut dapat dilakukan setiap pagi dan sore selama 6-8 bulan dalan 1 tandan bunga jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (1993) yang mengatakan bahwa penyadapan air nira dapat dilakukan 2 kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari karena tandan aren cepat mengalami pengeringan.

Tanaman aren yang baik adalah tanaman yang tumbuh normal (alami) dengan penampakan yang baik, mempunyai tajuk, diameter, dan tinggi yang baik. Air nira yang baik dihasilkan dari tanaman aren yang tumbuh pada kawasan yang masih merupakan hutan alami dimana terdapat banyak pohon besar yang menaunginya. Keunggulan dari air nira yang disadap dari tanaman aren yang baik ialah memiliki rasa yang lebih manis dan memiliki aroma yang lebih tajam dan warna yang lebih keruh.

Pemanfaatan Air Nira

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan air nira hanya dimanfaatkan menjadi minuman tradisional atau tuak, yang diproses melalui fermentasi. Pengelolaan tuak yang dilakukan oleh penyadap aren sangatlah sederhana, air nira yang telah siap dipanen di masukkan kedalam wadah penampung dan dicampurkan dengan kulit batang nyiri gundik (Xylocarpus moluccensis) atau yang disebut masyarakat lokal ’raru’ dengan tujuan untuk menghilangkan rasa manis dan memunculkan rasa pekat dan pahit pada air nira,

lalu dibiarkan selama 7-8 jam maka tuak sudah siap saji, namun jika dibiarkan terus menerus maka akan memiliki rasa asam yang disebut masyarakat lokal dengan ’basi’. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang mengatakan bahwa jika proses fermentasi tersebut dibiarkan berlangsung terus, akan terbentuk asam cuka yang rasanya sangat asam.

Pemanfaatan air nira menjadi minuman tradisional atau tuak merupakan produk yang paling banyak dan diutamakan oleh penyadap, karena proses pengelolaannya sangat sederhana, tidak membutuhkan waktu yang lama dan di dukung oleh tingkat permintaan konsumen yang tinggi. selain itu minuman tradisional atau tuak mempunyai harga yang terjangkau sehingga banyak diminati kalangan masyarakat, pada umumnya selain sebagai kebutuhan minuman sehari-hari, tuak dipergunakan juga dalam beberapa upacara adat-istiadat masyarakat lokal.

Gambar 6. Pemanfaatan Air Nira

Pemanfaatan Buah

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa buah tanaman aren tidak dimanfaatkan oleh petani aren, hal ini dikarenakan buah tanaman aren

mengandung zat yang dapat menimbulkan penyakit gatal atau alergi pada kulit manusia, sehingga buah tidak diminati masyarakat, selain itu kandungan gizi yang ada dalam buah aren sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Lutony (1993) yang menyatakan dari segi komposisi kimia, buah aren yang dijadikan kolang-kaling memiliki nilai gizi yang sangat rendah, akan tetapi seratnya baik untuk kesehatan. Serat kolang-kaling masuk kedalam tubuh menyebabkan proses pembuangan air besar teratur sehingga bisa mencegah kegemukan, penyakit jantung koroner, kanker usus dan penyakit kencing manis.

Pemanfaatan Daun

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa daun tanaman aren yang sudah tua dapat digunakan untuk atap rumah dan daun yang masih muda dapat digunakan sebagai pembungkus rokok dan digunakan juga untuk upacara adat tertentu, namun kini pemanfaatan daun tanaman aren sebagai atap rumah dan pembungkus rokok tidak dimanfaatkan lagi dikarenakan produk tersebut sudah digantikan di pasaran dengan produk yang lebih baik. Masyarakat juga memanfaatkan batang daun menjadi sapu lidi yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.

Gambar 7. Pemanfaatan Daun tanaman aren Pemanfaatan Batang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan batang aren yang sudah tua dapat diolah menjadi tangkai cangkul dan kampak dan sebagai bahan baku dalam pembuatan jembatan jalan yang rusak, karena batang aren sangat kuat dan keras dan tahan lama. Petani aren juga memanfaatkan batang aren yang sudah tua sebagai kayu bakar yang terlebih dahulu dijemur hingga kering sebelum digunakan. Masyarakat tidak menjual hasil olahan dari batang aren, tetapi hanya dimanfaatkan dalam kebutuhan sehari-hari saja, hal ini dikarenakan dalam proses pengolahan produk dari batang aren tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama.

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang mengatakan bahwa batang aren banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan banyak pula sebagai peralatan rumah tangga seperti tangkai kampak, wadung, dan cangkul dan alat pemukul. Peralatan-peralatan yang dibuat dari batang aren yang sudah tua tersebut sangat kuat dan keras, yang ditandai dengan warna agak kehitam-hitaman.

Pemanfaatan Ijuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman aren dapat menghasilkan ijuk pada umur 5 tahun. Dalam satu batang aren dapat dihasilkan 30 kg ijuk, dan ijuk yang berkualitas baik dapat dihasilkan dari tanaman aren yang telah berumur 20 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (1993) yang mengatakan bahwa tanaman aren dapat menghasilkan ijuk setelah berumur lebih dari 5 tahun, pada fase 4 atau 5 tahun sebelum tongkol-tongkol bunganya tumbuh. Pada fase tersebut dapat dipastikan akan menghasilkan 20-50 lempengan (lembaran) ijuk tergantung besar dan umur tanaman aren. Kualitas ijuk yang baik berasal dari tanaman aren yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

Pemanenan ijuk dapat dilakukan dengan cara memanjat tanaman aren atau dengan cara menggunakan peralatan tradisional berupa bambu yang telah di berikan lobang pada setiap ruas, dan kemudian disandarkan dan di ikat ke batang aren agar tidak roboh, dan sebelum melakukan pemanenan terlebih dahulu pelepah dibersihkan. Ijuk hanya dimanfaatkan masyarakat petani sebagai atap kandang ternak dan sebagai atap tempat penyimpanan kayu bakar, selain itu dimanfaatkan juga sebagai tali dan sapu rumah. Petani aren hanya memanfaatkan ijuk untuk kebutuhan rumah tangga saja tidak untuk di jual. Petani aren juga membatasi dalam pemungutan ijuk karena dapat merusak kualitas produksi air nira.

a b

c

Gambar 8. Pemanfaatan Ijuk (a) atap kandang ternak, (b) sapu rumah, (c) penyimpanan kayu bakar

Potensi Produksi Air Nira

Pendapatan utama tanaman aren dan dijadikan sumber pendapatan tunai utama bagi penduduk setempat ialah tuak. Pemanfaatan diluar dari air nira dianggap penyadap sangat tidak menguntungkan karena dapat menurunkan produksi air nira bahkan dapat menyebabkan kematian dini pada tanaman aren. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap penyadap aren, pendapatan ekonomi

dari produksi air nira dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan merupakan mata pencaharian utama.

Lamanya penyadapan aren untuk satu kali perbungaan jantan berkisar 6-8 bulan (hasil wawancara dari masyarakat penyadap aren), produktivitas aren per tandan per batang per hari didapat penyadap berkisar 5-15 liter yang dipanen 2 kali dalam 1 hari yaitu pagi dan sore. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto (1993) yang menyatakan bahwa satu tongkol bunga dapat menghasilkan 4-5 liter nira per hari (dua kali penyadapan), tergantung dari tingkat kesuburan aren. Dengan demikian dalam 1 perbungaan jantan berhasil memproduksi paling sedikit 900 liter. Jika harga 1 liter dipasaran Rp 6000 maka pendapatan penyadap dari 1 periode perbungaan (6-8 bulan) sebesar Rp 5.400.000, maka nilai ekonomis air nira dalam 1 batang tanaman aren dengan kisaran umur 15-20 tahun dan menghasilkan 4 tandan perbungaan jantan sebesar 2000 liter dengan nilai rupiah sebesar Rp 12.000.000.

Tanaman aren yang sehat setiap tandan bunga jantan menghasilkan air nira sebanyak 900-1800 liter/tandan, sedangkan pada tanaman aren yang pertumbuhannya kurang baik hanya rata-rata 300-400 liter/tandan (Lutony,1993). Soeseno (1992) mengemukakan bahwa dari setiap tandan bunga jantan yang disadap seharinya hanya dapat dikumpulkan 2-4 liter/tandan, sedangkan Sunanto (1992) menyatakan bahwa satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 4-5 liter per harinya dan hasil penelitian Lempang dan Soenarno (1999) menyatakan bahwa volume produksi nira setiap tandan bunga jantan rata-rata 4,5 liter/hari-7,0 liter/hari.

Potensi Produksi Ijuk

Serat ijuk merupakan salah satu produk dari tanaman aren yang diminati di pasar. Produk serat ijuk dapat digunakan dalam pembuatan berbagai peralatan rumah tangga dan atap rumah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa serat ijuk tanaman aren dapat di panen pada waktu umur 5 tahun, dalam satu batang tanaman aren dapat mengahasilkan 30 kg serat ijuk, jika harga dipasar 1 kg serat ijuk sebesar Rp 15.000 maka dalam satu batang tanaman aren dapat menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp 450.000 dan tidak memiliki biaya luaran.

Dokumen terkait