INVENTARISASI DAN PEMANFAATAN AREN (Arenga pinnata Merr) OLEH MASYARAKAT SEKITAR HUTAN
(Studi Kasus: Hutan Produksi Terbatas Desa Sihombu, Kec. Tarabintang, Kab. Humbang Hasundutan)
SKRIPSI
Oleh:
Rionaldo Damanik
091201146/ Teknologi Hasil Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren
(Arenga pinnata Merr) oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan)
Nama Mahasiswa : Rionaldo Damanik
NIM : 091201146
Program Studi/ Minat : Kehutanan/ Teknologi Hasil Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Irawati Azhar, S.Hut, M.Si Riswan, S.Hut
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
RIONALDO DAMANIK, stock taking and utilization Aren (A. pinnata) by forest communities widely (study case: Sihombu Village, Tarabintang District, Humbang Hasundutan Regency). Under yhe guidance of IRAWATI AZHAR and RISWAN.
Aren (A. pinnata) are included in the arecaceae (areca nut) and are included in the inclosed seed plants (angiospermae). Aren is a forest plant that has many benefits but is not yet used by forest communities widely. The purpose of this study is to elevate the potential, distribution and utilization of aren. This research was using compartment sampling with compartment strip technique. The result showed that optimal growth of aren in elevate 550-560 mdpl and the utilization of aren such as, sugar palm juice, palm wine, palm fiber, leaf adnd steam. The sugar processing plants by the human in this area is steal simple and production potential processing has not been abel to be treated optimally.
ABSTRAK
RIONALDO DAMANIK, Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (A. pinnata) oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi kasus Hutan Produksi Terbatas Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan. Dibawah bimbingan IRAWATI AZHAR dan RISWAN.
Aren (A. pinnata) termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan) merupakan tumbuhan berbiji tertutup. Aren merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi, sebaran dan tingkat pemanfaatan aren. Pengambilan sampel dilakukan dengan petak sampling dengan teknik jalur berpetak. Hasil penelitian dilapangan diketahui pada setiap interval ketinggian dapat ditemukan tanaman aren yang tumbuh dengan baik, dan dominan tumbuh pada ketinggian 550-650 mdpl, sedangkan pemanfaatan aren berupa air nira, tuak, ijuk, daun dan batang. Pengelolaan pemanfaatan tanaman aren yang dilakukan masih tergolong sederhana dan potensi produksinya belum diolah dengan maksimal.
RIWAYAT HIDUP
memasuki perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) di Universitas Sumatera Utara. Penulis memilih
Program Studi Kehutanan, Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi baik
itu organisasi intra kampus maupun organisasi ekstra kampus. Tahun 2012 penulis
melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosisten Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya
dan Hutan Pegunungan Barus Berastagi, Kabupaten Karo. Tahun 2013, penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru Malang, Jawa Timur. Dalam Rangka Menyelesaikan pendidikan dan
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan penulis melakukan
penelitian di Desa Sihombu dengan judul ” Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren
(Arenga pinnata Merr) Oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi Kasus: Hutan
Produksi Terbatas Desa Sihombu, Kec. Tarabintang, Kab. Humbang
Hasundutan)” yang dibimbing oleh Ibu Irawati Azhar S.Hut., M.Si dan Bapak
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan, yang telah
melimpahkan kasih, pertolongan dan memberikan berkat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan hasil penelitian ini, dengan judul ” Inventarisasi dan
Pemanfaatan Aren (Arenga pinnata Merr) Oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi
Kasus Desa Sihombu, Kec. Tarabintang, Kab. Humbang Hasundutan)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan pemanfaatan aren
yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai aren dan pola pemanfaatan aren oleh
masyarakat sekitar hutan, sehingga dapat memberikan masukan bagi para
pengambil kebijakan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Irawati Azhar S.Hut., M.Si dan Bapak Riswan S.Hut selaku ketua
komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing atas waktu,
bimbingan, arahan dan kesabarannya dalam proses penyelesaian
penelitian ini
2. Orangtua tercinta, B. Damanik dan L. Simanjuntak yang selalu
memberikan dukungan, doa dan kasih sayang serta motivasi untuk tetap
semangat dalam menyelesaikan hasil penelitian ini
3. Bapak Baris Malau selaku kepala Desa Sihombu dan masyarakat Sihombu
yang telah memberikan waktu dan tempat untuk membantu dalam
4. Keluarga besar bapak Basar Marbun dan Ibu Nainggolan beserta Andi
Marbun dan Benny Marbun, yang sangat memberikan bantuan untuk
menyelesaikan penelitian ini.
5. Teman-teman seperjuangan (team) penelitian, Donni Pakpahan, Intan
Debora Sihombing, Marta Kristina Purba dan Linda Renta Marbun, atas
keraja team yang sangat membantu dalam penelitian ini
6. Teman-teman satu jurusan Teknologi Hasil Hutan angkatan 2009, Citra
Dewi Turnip, Mikael Imanuel, Joy Yusran Simamora, Lia Andriani
Tarigan, Tambahot Siallagan, Vicky Fadlyansah Sihombing dan Purnama
Sari Sagala.
7. Teman-teman Kehutanan angkatan 2009 yang telah memberikan semangat
dan dukungan
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis memohon maaf atas
kekurangan tersebut. Penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat
menjadi panduan belajar dan bacaan yang bermanfaat bagi mahasiswa kehutanan
secara khususnya dan masyarakat secara umum. Akhir kata penulis mengucapkan
Teknik Pengumpulan Data ...17
Status Kepemilikan Lahan dan Tanaman Aren ...24
Pemenfaatan Tanaman Aren O leh Masyarakat ...25
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Jumlah tanaman aren berdasarkan ketinggian...20
2. Grafik kerapatan ...21
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Peta lokasi penelitian...16
2. Sistematik jalur plot tanaman Aren ...19
3. Aren berproduksi dan tidak berproduksi ...26
4. Bagan alir pemanfaatan aren ...27
5. Bagan alir proses produksi air nira...29
6. Pemanfaatan air nira ...32
7. Pemanfaatan daun tanaman aren ...33
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Daftar pertanyaan (kuisioner) untuk wawancara dengan responden...41
2. Karakteristik responden pemanfaat aren ...43
3. Pemanfaatan jenis produk aren...44
ABSTRACT
RIONALDO DAMANIK, stock taking and utilization Aren (A. pinnata) by forest communities widely (study case: Sihombu Village, Tarabintang District, Humbang Hasundutan Regency). Under yhe guidance of IRAWATI AZHAR and RISWAN.
Aren (A. pinnata) are included in the arecaceae (areca nut) and are included in the inclosed seed plants (angiospermae). Aren is a forest plant that has many benefits but is not yet used by forest communities widely. The purpose of this study is to elevate the potential, distribution and utilization of aren. This research was using compartment sampling with compartment strip technique. The result showed that optimal growth of aren in elevate 550-560 mdpl and the utilization of aren such as, sugar palm juice, palm wine, palm fiber, leaf adnd steam. The sugar processing plants by the human in this area is steal simple and production potential processing has not been abel to be treated optimally.
ABSTRAK
RIONALDO DAMANIK, Inventarisasi dan Pemanfaatan Aren (A. pinnata) oleh Masyarakat Sekitar Hutan (Studi kasus Hutan Produksi Terbatas Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan. Dibawah bimbingan IRAWATI AZHAR dan RISWAN.
Aren (A. pinnata) termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan) merupakan tumbuhan berbiji tertutup. Aren merupakan tumbuhan hutan yang memiliki banyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi, sebaran dan tingkat pemanfaatan aren. Pengambilan sampel dilakukan dengan petak sampling dengan teknik jalur berpetak. Hasil penelitian dilapangan diketahui pada setiap interval ketinggian dapat ditemukan tanaman aren yang tumbuh dengan baik, dan dominan tumbuh pada ketinggian 550-650 mdpl, sedangkan pemanfaatan aren berupa air nira, tuak, ijuk, daun dan batang. Pengelolaan pemanfaatan tanaman aren yang dilakukan masih tergolong sederhana dan potensi produksinya belum diolah dengan maksimal.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem pada hamparan lahan yang luas
yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan yang
berperan sangat penting bagi kehidupan di muka bumi ini. Paradigma baru sektor
kehutanan telah memandang hutan sebagai multi fungsi, baik fungsi ekonomi,
ekologi dan sosial. Selain multifungsi, sumberdaya hutan juga bersifat multi
komoditas berupa barang dan jasa. Adapun komoditas barang yaitu manfaat yang
dapat dirasakan secara langsung berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non
kayu. Sedangkan, komoditas jasa adalah manfaat yang dirasakan secara tidak
langsung (Arief, 2001).
Sebagai negara mega biodiversity, Indonesia memiliki kekayaan hayati
yang sangat beragam sekitar 30.000 - 40.000 jenis tumbuhan yang tersebar di
hutan tropis di tiap pulau. Dari jenis tersebut yang tersebar di hutan tropis, 5%
diantaranya memberikan hasil hutan berupa kayu dan lainnya justru memiliki
potensi memberikan hasil hutan bukan kayu. Selain itu, Indonesia memiliki fauna
berupa satwa liar yang juga sangat beranekaragam. Hasil hutan non kayu yang
selanjutnya disebut dengan HHNK adalah hasil yang bersumber dari hutan selain
kayu baik berupa benda-benda nabati seperti rotan, nipah, sagu, aren, bambu,
getah-getahan, biji-bijian, daun-daunan, obat-obatan dan lain-lain maupun berupa
hewani seperti satwa liar dan bagian-bagian satwa liar tersebut (tanduk, kulit, dan
Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) merupakan salah satu tanaman yang
termasuk kedalam hasil hutan non kayu, dari suku Palmae yang memiliki nilai
ekonomis dan bernilai tinggi, karena seluruh bagian dari tanaman baik batang,
daun, buah, ijuk yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan kehidupan
manusia. Pemanfaatan tanaman aren di Indonesia sudah berlangsung lama,
namun perkembangannya sangat lambat.
Di Indonesia, tanaman aren tumbuh di daerah-daerah perbukitan dengan
curah hujan yang relatif tinggi dan merata sepanjang tahun. Sentra pertanaman
aren mencakup provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jawa Barat, Banten, Jawa tengah, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Papua. Tahun
2003 areal tanaman aren di Indonesia 60.482 ha dengan produksi 30.376 t/th
(Helianto, 2011).
Kawasan hutan produksi terbatas (HPT), yang berlokasi di Desa Sihombu,
Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki banyak
kekayaan flora dan fauna, salah satu jenisnya yaitu aren (A. pinnata Merr).
Tanaman aren sudah tidak asing lagi dan sudah lama dikenal oleh masyarakat
lokal. Sejauh ini masih sedikit informasi / laporan dokumentasi dan gambar yang
mengungkapkan potensi tegakan aren di kawasan hutan produksi terbatas (HPT),
kususnya di Desa Sihombu. Untuk menggali dan kemudian memanfaatkan
tanaman aren yang ada, usaha eksplorasi dan inventarisasi masih sangat
diperlukan. Kegiatan inventarisasi ini sendiri sangat berguna untuk melihat
ketersediaan tegakan aren yang terdapat di kawasan hutan produksi terbatas
sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan masyarakat setempat, bahwa di
Desa Sihombu terdapat banyak ketersediaan tegakan aren. Masyarakat kurang
mengetahui potensi tegakan aren dikarenakan kurangnya pengetahuan msyarakat
tentang tumbuhan aren. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui ketersediaan tegakan aren di hutan produksi terbatas
(HPT) khususnya Desa Sihombu.
Inventarisasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi kesediaan tegakan, dan sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend)
kelestarian kesediaan tegakan hutan disuatu kawasan tertentu. Kesediaan tegakan
merupakan kondisi tegakan yang ada pada saat dilaksanakan inventarisasi hutan,
yang dinyatakan dalam komposisi jenis, penyebaran, ukuran diameter, tinggi
pohon, luas areal serta bentang lahan dari areal yang diinventarisasikan.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui potensi tegakan aren (A. pinnata Merr), yang ada di hutan
produksi terbatas Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten
Humbang Hasundutan
2. Mengetahui tingkat pemanfaatan dan pemahaman masyarakat desa sekitar
hutan terhadap aren (A. pinnata Merr)
Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi dan data potensi tegakan Aren (A. pinnata Merr) yang
2. Meningkatan ketertarikan masyarakat untuk membudidayakan aren dalam
skala yang lebih luas.
3. Mengkaji secara umum, tentang pemanfaatan Aren (A. pinnata Merr) oleh
masyarakat sekitar hutan
4. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat sekitar hutan
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK)
Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, hasil hutan non
kayu yang selanjutnya disingkat HHNK adalah hasil hutan hayati baik nabati
maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu sebagai segala
sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dimanfaatkan bagi kegiatan
ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Sihombing, 2011)
Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction
menuju sustainable forest management, hasil hutan non kayu (HHNK) atau Non
Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis. Hasil hutan
non kayu (HHNK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki
keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar
hutan. Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun di
sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan hasil
hutan bukan kayu (Sihombing, 2011).
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan
dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) yang tertuang pada Pasal 1 (13) dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, adalah izin usaha
yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam
pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan,
Sumberdaya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi kepentingan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan
Kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat hasil
hutan non kayu (HHNK) dan jasa lingkungan, yang memberikan sumbangan
terbesar yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHNK tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa
produk HHNK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki
keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar
hutan. HHNK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan
masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi
penambahan devisa Negara (RPI, 2010).
Klasifikasi Hasil Hutan Non Kayu
Tidak ada standar yang dipakai dalam pengklasifikasian hasil hutan non
kayu. Ada tiga contoh pengklasifikasian tipe produk yaitu:
1. Pancel (1993)
Karet dan damar, bahan celup dan penyamak. Bahan celup bersal dari
campuran berbagai macam tumbuhan, kulit kayu, daun dan buah. Penyemak
berasal dari phenols yang dapat larut yang berasal dari bagian tumbuhan seperti
kayu dan kulit kayu, tumbuhan yang dapat dimakan, bahan serat , obat-obatan,
2. Qwist-Hoffman (1998)
Serat dan benang, produk yang dapat dimakan , berupa ekstrak dan cairan,
tumbuhan obat-obatan, tumbuhan ornament/pohon hias, hasil dari binatang.
3. Profounds (2001)
Tumbuhan yang dapat dimakan: makanan, bambu, minyak, makanan
ternak, tumbuhan lain yang dapat dikonsumsi, tumbuhan lain yang tidak dapat
dikonsumsi. Tumbuhan yang tidak dapat dikonsumsi: rotan, bambu, aren, produk
kayu, pohon hias, bahan kimia. Bahan obat-obatan: semua bahan obat-obatan
(Baharudin dan Taskirawati, 2009).
Aren (Arenga pinnata Meer)
Aren (A. pinnata Merr) termasuk suku arecaceae (pinang-pinangan),
merupakan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya
Spesies : A. pinnata ( Soeseno, 1995).
2. Aren gelora (Arenga undulatifolia) dari suku aracaceae. Aren jenis ini
mempunyai batang tegak, pendek, dan ramping. Pangkal batang bertunas
sehingga tanaman ini tampak berumpun. Daunnya tersusun teratur dalam
satu bidang datar, sisi daunnya bercuping banyak dan bergelombang.
3. Aren sagu (Arenga microcarpa) dari suku aracaceae. Aren sagu adalah
suatu jenis tumbuhan aren yang berbatang tinggi, sangat ramping dan
berumpun banyak.
Morfologi Tanaman Aren
Aren merupakan jenis tanaman tahunan, berukuran besar, berbentuk pohon
soliter tinggi hingga 12 m, diameter setinggi dada (DBH) hingga 60 cm tanaman
mulai kelihatan. Permukaan batang ditutupi oleh serat ijuk berwarna hitam yang
daun aren disebut bersirip ganjil. Pada bagian pangkal pelepah daun diselimuti
oleh ijuk yang berwarna hitam kelam dan dibagian atasnya berkumpul suatu
massa yang mirip kapas yang berwarna coklat, sangat halus dan mudah terbakar
(Lempang, 1996).
Bunga aren berbentuk tandan dengan malai bunga yang menggantung.
Bunga tersebut tumbuh pada ketiak-ketiak pelepah atau ruas-ruas batang bekas
tempat tumbuh pelepah. Proses pembentukan bunga mula-mula muncul dari
pucuk, kemudian disusul oleh tunas-tunas berikutnya ke arah bawah pohon.
Dalam hal ini bunga aren tumbuh secara basiferal, yaitu bunga yang paling awal
terletak di ujung batang, sedangkan bunga yang tumbuh belakangan terletak pada
tunas berikutnya ke arah bawah. Tandan bunga yang ada di bagian atas terdiri dari
bunga betina, sedangkan yang di bagian bawah, biasanya terdiri dari bunga jantan.
Jadi pada satu pohon aren terdapat bunga jantan dan bunga betina, hanya saja
berada pada tandan yang berbeda (Ramadani et al., 2008)
Penyebaran dan Tempat Tumbuh Aren
Pada umumnya tanaman Aren tidak membutuhkan kondisi tanah yang
Tetapi tanaman ini tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya terlalu tinggi (ph
tanah terlalu asam). Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan
berproduksi pada daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 mdpl.
Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 m dan lebih dari
800 m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi buahnya kurang
memuaskan. Banyaknya curah hujan juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman aren. Tanaman aren menghendaki curah hujan yang merata sepanjang
tahun, yaitu minimum sebanyak 1200 mm setahun (Hatta, 1993).
Manfaat Aren
Berbagai jenis produk yang dipasarkan, yang bahan bakunya berasal dari
pohon aren dan permintaan produk-produk tersebut baik untuk kebutuhan dalam
negeri maupun untuk ekspor semakin meningkat. Hampir semua bagian tanaman
aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, baik bagian fisik
(daun, batang, ijuk, akar, dan lain-lain.) maupun bagian produksinya (buah, nira
dan pati atau tepung). Tanaman aren adalah salah satu jenis tumbuhan palmae
yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang. Hasil
produksi aren ini semuanya dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi
(Lempang, 1996).
Aren mempunyai banyak manfaat bagi manusia, antara lain: dari kelopak
bunga jantan dapat menghasilkan nira sebagai bahan untuk pembuatan gula aren
dan minuman beralkohol (tuak), buahnya dapat dibuat kolang-kaling untuk
rumah tradisional. Aren yang sudah berusia 15-20 tahun dapat menghasilkan nira
sebanyak 8 liter tiap hari (Efendi, 2010).
Potensi Aren
Data tentang jumlah populasi tanaman aren di Indonesia hingga tahun
2010 belum ada, namun yang pasti tanaman ini tumbuh tersebar di berbagai pulau
dan sebagian besar populasinya masih merupakan tumbuhan liar yang hidup subur
dan tersebar secara alami pada berbagai tipe hutan. Areal hutan aren umumnya
berada dalam kawasan hutan negara yang dikelola masyarakat secara turun
temurun dan hanya sebagian kecil yang berada pada tanah milik (Lempang,1999).
Inventarisasi
Inventarisasi hutan adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data
dan fakta mengenai sumber daya hutan untuk perencanan pengelolaan sumber
daya tersebut. Ruang lingkup inventarisasi hutan meliputi survei mengenai status
dan keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi
sosial masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Inventarisasi hutan wajib
dilaksanakan karena hasilnya digunakan sebagai bahan perencanan pengelolaan
hutan agar diperoleh kelestarian hasil. Secara umum, inventarisasi hutan
didefinisikan sebagai pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai
sumberdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya tersebut bagi
kesejahteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna. Inventarisasi hutan
dilakukan untuk mengetahui kondisi biofisik lapangan serta kondisi sosial
Kegiatan pengelolaan dan pengusahaan hutan harus berdasarkan pada
prinsip kelestarian hutan (Suistanable Forest Management). Prinsip
kelestarian hutan yang dimaksud adalah kelestarian fungsi produksi, fungsi
ekologis, dan fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa pengelolaan hutan tersebut
harus menjamin keberlanjutan pemanfaatan hasil hutan, fungsi hutan sebagai
sistem penyangga kehidupan berbagai spesies asli beserta ekosistemnya dan
kehidupan masyarakat setempat yang tergantung kepada hutan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kegiatan inventarisasi hutan sangat
berperan dalam menyajikan informasi yang akurat tentang keadaan tegakan
hutan, baik keadaan pohon-pohon maupun berbagai karakteristik areal
tempat tumbuh. Informasi tersebut digunakan untuk menyusun perencanaan
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis
Desa Sihombu merupakan salah satu desa terpencil di Sumatera Utara
yang terletak di Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan Yang
terdiri dari 5 dusun yaitu: Dusun Pinim, Dusun Muara Tolu, Dusun Sitonong,
Dusun Simatongtong, Dusun Hutarambi. Daerah ini terletak pada garis ± 98° 27'
40'' BT - 98° 31' 20'' BT dan ± 02° 13' 58,8'' LU - 02° 16' 34'' LU.
Luas dan Batas Wilayah
Menurut Surat Keterangan Tanah Adat No.470/077/VII/2010 pada tanggal
26 Juli 2010, luas Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang
Hasundutan adalah sebesar 4.000 Ha. Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai
berikut :
a. Sebelah utara : Desa Sihastoruan
b. Sebelah timur : Desa Sijarango
c. Sebelah selatan : Desa Sihorbo Tanjung
d. Sebelah barat :Desa Tarabintang
Topografi
Kondisi Fisik Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada ketinggian
antara 500-670 m di atas permukaan laut. Kelerengan tanah yang tergolong curam
Aksesibilitas
Desa sihombu dapat di jangkau dengan menggunakan kendaraan umum,
baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Namun di beberapa
dusun, seperti dusun Simatabo dan dusun Simatongtong transportasi masih belum
memadai. Jalan menuju dusun tersebut hanyalah jalan setapak yang hanya
biasanya dilalui melalui jalan kaki. Hal ini disebabkan kurangnya sarana dan
prasarana yang memadai, yang masih kurang efektif pengelolaannya oleh
pemerintah setempat.
Kependudukan
Jumlah penduduk Desa Sihombu adalah berjumlah 289 kepala keluarga.
Pada umumnya penduduk desa ini memiliki hubungan kekerabatan satu sama lain,
baik hubungan darah maupun hubungan dari pernikahan. Selain yang bermukim
di desa, banyak pula penduduk yang merantau baik untuk melanjutkan pendidikan
maupun bekerja, yang pada waktu tertentu dapat kembali ke kampung halaman.
Suku bangsa penduduk desa Sihombu mayoritas suku Batak Toba.
Penduduk desa ini mayoritas menganut agama Kristen Protestan dan
Kristen Katolik dan hanya sebahagian kecil menganut agama Islam. Kerukunan
perguruan tinggi belum ada, sehingga warga desa ini harus merantau untuk
melanjutkan ke pendidikan jenjang yang lebih tinggi.
Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk desa Sihombu adalah bermata pencaharian
sebagai petani, beternak, berdagang, dan penyadap aren. Peruntukan lahan
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT),
Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Penelitian ini telah dilaksanakan mulai Bulan Mei-juni 2013.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Luas kawasan Hutan Produksi Terbatas adalah sebesar 1440 Ha, dengan
kelerengan tanah tergolong curam. Adapun batas-batas wilayah hutan produksi
terbatas tersebuit adalah:
a. Sebelah utara : Napahorsik
b. Sebelah timur : Pusuk dan baringin
c. Sebelah selatan : Sijarango
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan Hutan
Produksi Terbatas (HPT), Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten
Humbang Hasundutan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera
digital, alat tulis, meteran, kompas, GPS (Global Positioning system), penggaris,
tali rafia, kuisioner.
Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian yang diamati adalah masyarakat sekitar hutan terutama
masyarakat Desa Sihombu yang menggunakan atau memanfaatkan hasil hutan
non kayu berupa aren, sedangkan obyek yang diamati dalam penelitian ini adalah
hasil hutan non kayu berupa aren yang ada di kawasan Hutan Produksi Terbatas
(HPT), Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang
Hasundutan.
Penentuan Responden
Penentuan responden dibagi menjadi dua, yaitu responden umum
dan responden kunci. Responden umum adalah masyarakat Desa Sihombu. yang
memiliki jasmani dan rohani yang sehat, serta mampu berkomunikasi dengan
baik, yang berada di sekitar Hutan Produksi Terbatas dan terkhusus masyarakat
yang memanfaatkan tanaman aren dari kawasan hutan produksi terbatas..
Sedangkan responden kunci sebagai sumber informasi adalah kepala kampong
(desa), tokoh agama, tokoh adat dan isntansi terkait. Penentuan responden kunci
penelitian (Usman dan Purnomo, 2001), namun apabila jumlah kepala keluarga >
100 KK, maka yang diwawancarai adalah 10-15 % dari jumlah kepala keluarga
tersebut, dan apabila jumlah kepala keluarga < 100 KK, maka yang diwawancarai
adalah seluruh kepala keluarga yang ada.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan adalah dengan pengumpulan data
primer maupun data sekunder, yaitu:
a. Observasi lapangan
Observasi lapangan bertujuan memperoleh informasi yang tidak dapat
diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuisioner. Observasi dilapangan
ini akan diketahui gambaran umum lokasi penelitian, kehidupan ekonomi, sosial
budaya masyarakat.
b. Inventarisasi Aren
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode petak
sampling, dengan teknik jalur berpetak, dengan intensitas sampling 0,1% dari
total luas kawasan penelitian yaitu 1440 ha. Pengambilan data sampel aren
dilakukan dengan membuat jalur berpetak berukuran 20m x 240 m yang mewakili
pada setiap ketinggian tempat yang ditentukan yaitu 3 interval ketinggian tempat
yang berbeda yang diletakkan secara representative (dianggap sukup mewakili).
Masing-masing petak contoh dibagi menjadi 12 plot contoh pengamatan yang
Gambar 2. Sistematik Jalur Plot Aren
240 m 20 m
20 m
450-550 mdpl
240 m 20 m
20 m
550-650mdpl
240 m 20 m
20 m
c. Kuisioner dan Wawancara
Kuisioner diajukan kepada seluruh responden masyarakat Desa Sihombu
khususnya yang memanfaatkan aren yang berasal dari Hutan Produksi Terbatas
(HPT). Masing-masing responden diberikan pertanyaan (kuisioner) yang sama
sesuai keperluannya. Data yang diharapkan dari kuisioner ini antara lain adalah
identitas responden, keadaan umum daerah, sosial ekonomi masyarakat dan data
pemanfaatan tanaman aren. Data tersebut diperoleh melalui tindakan wawancara
yang di berikan terhadap masyarakat.
Analisis Data
a. Hasil Inventarisi Potensi Tanaman Aren
Dari hasil inventarisasi yang telah dilakukan di lapangan dengan
menggunakan metode petak sampling, dengan teknik jalur berpetak. Data tersebut
akan di tabulasikan dalam bentuk tabel, yang mencakup data ketinggian tempat,
plot, jumlah pohon dan kerapatan. Untuk menentukan potensi (kesediaan) tegakan
aren menggunakan metode deskriptif yaitu penentuan lokasi berdasarkan
perbedaan ketinggian antara 450-750 mdpl. Jumlah aren dihitung berdasarkan
ketinggian yang disajikan dalam tabel 1.
Untuk menentukan rumus kerapatan (K) aren pada setiap plot dan
ketinggian dapat dihitung dengan rumus :
K = ∑ individu suatu jenis
Luas petak contoh
b. Analisis Hasil Wawancara
Setelah dilakukan pengumpulan data wawancara, akan dilakukan analisis
pendekatan kualitatif yaitu dengan mendeskripsikan hasil wawancara dengan
bantuan kuisioner mengenai inventarisasi dan pemanfaatan aren oleh masyarakat..
Data hasil wawancara yang terdapat di dalam kuisioner akan di analisis untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Inventarisasi Tanaman Aren
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inventarisasi aren yang dilakukan di
Desa Sihombu, Kecamatan Tarabintang, Kabupaten Humbang Hasundutan,
ditemukan banyak tanaman aren pada setiap plot contoh pengamatan, yang
dilakukan melalui kegiatan inventarisasi dengan 3 interval kelas ketinggian tempat
yang berbeda, nilai kerapatan aren pada setiap ketinggian dapat dilihat pada
gambar 1, dan jumlah tanaman per plot disajikan pada tabel 2.
Gambar 3. Grafik Kerapatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan tanaman aren pada setiap
interval ketinggian memiliki nilai kerapatan yang berbeda. Total rata-rata
kerapatan memiliki nilai yang cukup tinggi yaitu 25 batang/ha. Selain itu hasil
pengamatan di lapangan yang telah dilakukan, banyak anakan tanaman aren yang
tumbuh dengan baik, hal ini menunjukkan reproduksi tanaman aren cukup baik.
Menurut Subahar (1995) bahwa suatu populasi dikatakan memiliki kerapatan
tinggi atau besar disebabkan oleh pertumbuhan populasi tiap-tiap jenis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inventarisasi yang telah dilakukan di
lapangan, pada 3 kelas interval ketinggian tempat (450-550, 550-650, 650-750
mdpl), yang memiliki sebanyak 12 jumlah plot contoh pengamatan setiap interval
ketinggian diperoleh hasil bahwa pada setiap ketinggian dapat ditemukan tanaman
aren yang tumbuh dengan baik, hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto (1993)
yang menyatakan tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada
daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800 m di atas permukaan
laut. Sedangkan pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500
m dan lebih dari 800m di atas permukaan laut, tanaman aren tetap dapat tumbuh
namun kurang berproduksi dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas interval pada ketinggian
650-750 mdpl, ditemukan jumlah individu tanaman aren terendah dibanding dengan
interval ketinggian tempat 450-550, 550-650 mdpl, hal ini mungkin dipengaruhi
oleh lingkungan, iklim sekitar, suhu, maupun tanaman (vegetasi) yang tumbuh
disekitar tanaman aren. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto (1993)
menyatakan semakin tinggi tempatnya maka akan semakin lambat proses
pertumbuhannya khususnya pembentukan bunga. Selain itu faktor lingkungan
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan. Daerah-daerah perbukitan yang lembab,
dimana di sekelilingnya tumbuh berbagai tanaman keras, tanaman aren dapat
tumbuh dengan subur. Dengan demikian tanaman aren tidak membutuhkan sinar
matahari yang terik sepanjang hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman aren banyak ditemukan di
daerah berlereng yang dekat dengan aliran air dan memiliki kelembapan yang
Sunanto (1993) yang mengatakan di Indonesia tanaman aren banyak terdapat dan
tersebar di seluruh wilayah nusantara khususnya di daerah-daerah perbukitan yang
lembab dan tumbuh secara individu maupun berkelompok dan di daerah tepian
sungai yang merupakan tempat ideal untuk pertumbuhan tanaman aren.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebaran tanaman aren pada
lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh satwa yaitu musang (Paradoxorus sp.)
yang merupakan jenis satwa yang sangat berperan dalam penyebaran tanaman
aren. Satwa musang merupakan satwa pemakan biji-bijian yang beraktivitas di
malam hari yang habitatnya berada di dahan-dahan pepohonan yang suka
berpindah tempat, sehingga tanaman aren juga dapat ditemukan di setiap tempat.
Hal ini sesuai dengan perilaku satwa musang yang habitatnya berpindah-pindah
ke semua tempat, maka tanaman aren juga mengikuti habitat musang. Dari total
plot contoh pengamatan yang berjumlah 36 plot, tanaman aren dapat ditemukan
pada 26 plot contoh pengamatan, jadi tanaman aren juga tumbuh menyebar
hampir pada setiap plot contoh pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sunanto (1993) yang menyatakan tanaman aren dikembangkan secara alami oleh
binatang yaitu luwak. Binatang ini sangat menyukai biji aren yang sudah tua yang
kemudian biji aren tersebut ikut termakan luwak dan keluar dari tubuh luwak
bersama kotoran, luwak mengeluarkan kotoran di sembarang tempat, terutama di
tempat yang terlindung dan lembab.
Status Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan pada lokasi penelitian merupakan milik keluarga
tersebut baik yang masih berupa hutan maupun yang telah terdapat tanaman
pertanian dipertahankan kepemilikannya berdasarkan sejarah atau adat. Dalam
pembagian lahan sepenuhnya diputuskan oleh ahli waris yang bersangkutan atau
atas dasar kesepakatan bersama-sama semua anggota rumah tangga yang
bersangkutan. Namun status kawasan tersebut yang sesungguhnya merupakan
Hutan Produksi Terbatas, yang ditetapkan oleh pemerintah yang bersangkutan,
tetapi masyarakat masih kurang memahami hal tersebut, hal ini dilihat dari
masyarakat masih tetap mengelola kawasan tersebut sebagai mata pencaharian
utama. Hasil wawancara yang dilakukan kepada Dinas Kehutanan terhadap status
kawasan Hutan Produksi Terbatas dan pemanfaatannya oleh masayarakat sekitar
hutan sudah dapat dikatakan melanggar hukum, tetapi pihak terkait tidak
memproses hal tersebut karena masyarakat sekitar hutan memungut hasil hutan
non kayu hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja bukan untuk diperjual belikan.
Kepemilikan tanaman aren pada dasarnya sama dengan status kepemilikan
lahan. Umumnya tanaman aren yang tumbuh dengan alaminya di lokasi tertentu,
maka kepemilikan tanaman aren tersebut sudah dikatakan sah menjadi milik si
pemilik lahan tersebut. Kepemilikan tanaman aren dapat dipindah tangankan
kepada penyadap untuk satu kali periode penyadapan atau lebih. Penyadap yang
tidak memiliki tanaman aren yang siap untuk disadap dapat meminta tanaman
aren tersebut kepada si pemilik tanaman aren dengan sukarela. Namun biasanya
jika terjadi status pindah tangan maka diterapkan sistem bagi hasil dengan
Pemanfaatan Tanaman Aren oleh Masyarakat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aren yang produktif memulai
perbungaan pada umur lebih dari 15 tahun, sedangkan tanaman aren yang kurang
produktif berbunga mulai umur 7-8 tahun. Tanaman aren memiliki panjang tandan
(panggkal bunga) berkisar 60-90 cm dan memiliki bunga jantan (arirang) dan
bunga betina (Halto). Tetapi yang berproduksi menghasilkan air nira ialah bunga
jantan, sedangkan bunga betina tidak menghasilkan air nira melainkan akan
menghasilkan buah yang dapat dijadikan kolang-kaling. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ramadani (2008) yang mengatakan bahwa untuk tanaman aren yang
pertumbuhannya dikatakan baik, biasnya memiliki panjang tandan sekitar 90 cm,
dan Sunanto (1993) yang mengatakan bahwa pada umumnya tanaman aren mulai
membentuk bunga pada umur sekitar 12-16 tahun.
a b
Gambar 4. Aren berproduksi (a), tidak berproduksi (b)
Pemanfaatan tanaman aren oleh masyarakat pada lokasi penelitian sangat
memanfaatkan tanaman aren mulai dari ijuk, daun, batang dan air nira (dapat
dipasaran ialah air nira yang difermentasikan menjadi tuak. Pemanfaatan sapu lidi
tidak terlalu laku dipasaran sehingga pemanfaatan sapu lidi oleh masyarakat
hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja, tidak untuk diperjual-belikan.
Gambar 5. Bagan alir pemanfaatan aren
Ijuk atau atap juga tidak terlalu diminati oleh pasar dikarenakan konsumen
sudah lebih memilih atau memanfaatkan teknologi yang lebih maju dalam
pemanfaatan atap dari ijuk atau daun, masyarakat di sekitar hutan lebih
memanfaatkannya hanya untuk kebutuhan rumah tangga, yang kapan saja
dibutuhkan dapat di ambil pada saat itu juga.
Air nira atau tuak paling diminati dipasaran, selain memiliki nilai
ekonomis yang tinggi juga proses pengelolaannya lebih sederhana, maka
menguntungkan dibanding produk lain. Pembuatan gula dari olahan air nira tidak
terlalu diminati msyarakat sekitar hutan dalam pemanfaatannya karena
dipengaruhi oleh faktor kurangnya modal dan pengetahuan yang cukup oleh
masyarakat terhadap pengelolaan dan pemanfaatan gula dari air nira. Masyarakat
juga tidak memanfaatkan buah kolang-kaling dikarenakan masyarakat
beranggapan dapat menimbulkan rasa gatal-gatal dan alergi pada kulit. Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada gambar 5.
Proses Produksi Air Nira
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunga betina terlebih dahulu muncul
sebanyak 2-3 kali pada pelepah daun, yang dimulai dari ujung (pucuk) kemudian
diikuti hingga ke bawah menuju pusat bumi. Setelah munculnya bunga betina
maka tinggi tanaman aren tersebut sudah mencapai titik tinggi maksimum, setelah
2-3 kali tandan bunga betina muncul maka bunga jantan akan muncul, dan
menurut kepercayaan atau pengetahuan masyarakat penyadap aren, ketika bunga
sudah mulai gerai (mekar) dan sudah jatuh ke permukaan tanah, maka bunga
jantan tersebut siap untuk disadap. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993)
yang menyatakan bahwa bunga betina pertama kali muncul pada puncak pohon
(dibawah tempat tumbuh daun muda), sekitar 6 bulan kemudian, bunga jantan
tumbuh dibawah bunga betina.
Umur bunga jantan untuk menghasilkan air nira yang produktif berkisar
8-9 bulan, kemudian akan memunculkan lagi tunas bunga jantan yang baru yang
tepat di bawah pelepah atau tandan yang sebelumnya, yang kemudian terus
yang dimulai dari ujung hingga panggkal batang tanaman aren. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sunanto (1993) yang mengatakan bahwa cirri khas pohon aren
adalah tumbuhnya bunga-bunga yang berawal dari puncak pohon, kemudian
disusul tumbuhnya bunga-bunga yang semakin ke bawah pada batang pohon dan
yang terakhir tumbuhnya bunga sudah mendekati permukaan tanah dan Ramadani
(2008) yang menyatakan bahwa untuk tanaman aren yang pertumbuhannya
dikatakan baik, biasanya menghasilkan 4-5 tandan bunga jantan dengan panjang
tandan sekitar 90 cm.
Gambar 6. Bagan alir proses produksi air nira
Proses pengelolaan air nira sepenuhnya menjadi tuak masih dilakukan oleh
diperoleh secara turun-temurun dari generasi sebelumnya dan sampai saat ini
belum banyak mengalami perubahan baik dari teknik maupun alat dan bahan yang
digunakan, dapat dilihat pada gambar 6.
Bagan pada gambar 6 dapat di lihat bahwa proses pengolahan nira hingga
menjadi tuak sangat sederhana, 12 hari sebelum penyadapan harus terlebih dahulu
dimulai persiapan berupa pembersihan tandan bunga jantan yang akan disadap
(hanya bunga jantan). Selama persiapan hingga proses penyadapan akan dimulai,
setiap 2 hari dalam 1 minggu dan 2 kali dalam 1 hari (pagi dan sore) tandan
tersebut diberikan perlakuan pemukulan dan goyangan dengan jumlah 8-9 kali,
dengan menggunakan alat kayu yang dibuat secara khusus dan dengan teknik
tertentu yang dipercayai akan memberikan hasil yang maksimal. Tandan yang siap
sadap dapat dikenali dengan ciri-ciri:
- bunga mulai merekah (mekar)
- mengeluarkan aroma nira
- bunga dikerumuni oleh serangga (lebah)
- jika diiris akan mengeluarkan cairan
Setelah tandan bunga jantan memperlihatkan ciri-ciri seperti di atas maka
tandan tersebut dapat segera dipotong (disadap) berkisar 10 cm dari tangkai bunga
paling atas. Kemudian diolesi dengan sabun batangan yang dipercaya dapat
memperlancar proses keluarnya cairan nira. Berikutnya tandan tersebut ujungnya
dipotong dibungkus dengan daun yang dikenal masyarakat dengan sebutan
’tanggiang’ selama 3 hari. Setelah itu siap untuk dipanen atau ditampung yang
dilakukan setiap pagi dan sore. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993)
tongkol aren tempat keluarnya nira agar saluran atau pembuluh kapiler terbuka,
sehingga nira dapat keluar dengan lancar.
Setelah penampungan di pagi hari maka tandan tersebut diiris setipis
mungkin yang bertujuan untuk memperlancar pemanenan di sore harinya.
Pemanenan tersebut dapat dilakukan setiap pagi dan sore selama 6-8 bulan dalan 1
tandan bunga jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (1993) yang
mengatakan bahwa penyadapan air nira dapat dilakukan 2 kali dalam satu hari
yaitu pagi dan sore hari karena tandan aren cepat mengalami pengeringan.
Tanaman aren yang baik adalah tanaman yang tumbuh normal (alami)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan air nira hanya
dimanfaatkan menjadi minuman tradisional atau tuak, yang diproses melalui
fermentasi. Pengelolaan tuak yang dilakukan oleh penyadap aren sangatlah
sederhana, air nira yang telah siap dipanen di masukkan kedalam wadah
penampung dan dicampurkan dengan kulit batang nyiri gundik (Xylocarpus
moluccensis) atau yang disebut masyarakat lokal ’raru’ dengan tujuan untuk
lalu dibiarkan selama 7-8 jam maka tuak sudah siap saji, namun jika dibiarkan
terus menerus maka akan memiliki rasa asam yang disebut masyarakat lokal
dengan ’basi’. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang mengatakan
bahwa jika proses fermentasi tersebut dibiarkan berlangsung terus, akan terbentuk
asam cuka yang rasanya sangat asam.
Pemanfaatan air nira menjadi minuman tradisional atau tuak merupakan
produk yang paling banyak dan diutamakan oleh penyadap, karena proses
pengelolaannya sangat sederhana, tidak membutuhkan waktu yang lama dan di
dukung oleh tingkat permintaan konsumen yang tinggi. selain itu minuman
tradisional atau tuak mempunyai harga yang terjangkau sehingga banyak diminati
kalangan masyarakat, pada umumnya selain sebagai kebutuhan minuman
sehari-hari, tuak dipergunakan juga dalam beberapa upacara adat-istiadat masyarakat
lokal.
Gambar 6. Pemanfaatan Air Nira
Pemanfaatan Buah
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa buah tanaman aren tidak
mengandung zat yang dapat menimbulkan penyakit gatal atau alergi pada kulit
manusia, sehingga buah tidak diminati masyarakat, selain itu kandungan gizi yang
ada dalam buah aren sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Lutony (1993)
yang menyatakan dari segi komposisi kimia, buah aren yang dijadikan
kolang-kaling memiliki nilai gizi yang sangat rendah, akan tetapi seratnya baik untuk
kesehatan. Serat kolang-kaling masuk kedalam tubuh menyebabkan proses
pembuangan air besar teratur sehingga bisa mencegah kegemukan, penyakit
jantung koroner, kanker usus dan penyakit kencing manis.
Pemanfaatan Daun
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa daun tanaman aren yang sudah
tua dapat digunakan untuk atap rumah dan daun yang masih muda dapat
digunakan sebagai pembungkus rokok dan digunakan juga untuk upacara adat
tertentu, namun kini pemanfaatan daun tanaman aren sebagai atap rumah dan
pembungkus rokok tidak dimanfaatkan lagi dikarenakan produk tersebut sudah
digantikan di pasaran dengan produk yang lebih baik. Masyarakat juga
memanfaatkan batang daun menjadi sapu lidi yang digunakan untuk kebutuhan
Gambar 7. Pemanfaatan Daun tanaman aren Pemanfaatan Batang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan batang aren yang sudah
tua dapat diolah menjadi tangkai cangkul dan kampak dan sebagai bahan baku
dalam pembuatan jembatan jalan yang rusak, karena batang aren sangat kuat dan
keras dan tahan lama. Petani aren juga memanfaatkan batang aren yang sudah tua
sebagai kayu bakar yang terlebih dahulu dijemur hingga kering sebelum
digunakan. Masyarakat tidak menjual hasil olahan dari batang aren, tetapi hanya
dimanfaatkan dalam kebutuhan sehari-hari saja, hal ini dikarenakan dalam proses
pengolahan produk dari batang aren tersebut membutuhkan waktu yang cukup
lama.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang
mengatakan bahwa batang aren banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan
banyak pula sebagai peralatan rumah tangga seperti tangkai kampak, wadung, dan
cangkul dan alat pemukul. Peralatan-peralatan yang dibuat dari batang aren yang
sudah tua tersebut sangat kuat dan keras, yang ditandai dengan warna agak
Pemanfaatan Ijuk
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman aren dapat menghasilkan
ijuk pada umur 5 tahun. Dalam satu batang aren dapat dihasilkan 30 kg ijuk, dan
ijuk yang berkualitas baik dapat dihasilkan dari tanaman aren yang telah berumur
20 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (1993) yang mengatakan bahwa
tanaman aren dapat menghasilkan ijuk setelah berumur lebih dari 5 tahun, pada
fase 4 atau 5 tahun sebelum tongkol-tongkol bunganya tumbuh. Pada fase tersebut
dapat dipastikan akan menghasilkan 20-50 lempengan (lembaran) ijuk tergantung
besar dan umur tanaman aren. Kualitas ijuk yang baik berasal dari tanaman aren
yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Pemanenan ijuk dapat dilakukan dengan cara memanjat tanaman aren atau
dengan cara menggunakan peralatan tradisional berupa bambu yang telah di
berikan lobang pada setiap ruas, dan kemudian disandarkan dan di ikat ke batang
aren agar tidak roboh, dan sebelum melakukan pemanenan terlebih dahulu
pelepah dibersihkan. Ijuk hanya dimanfaatkan masyarakat petani sebagai atap
kandang ternak dan sebagai atap tempat penyimpanan kayu bakar, selain itu
dimanfaatkan juga sebagai tali dan sapu rumah. Petani aren hanya memanfaatkan
ijuk untuk kebutuhan rumah tangga saja tidak untuk di jual. Petani aren juga
membatasi dalam pemungutan ijuk karena dapat merusak kualitas produksi air
a b
c
Gambar 8. Pemanfaatan Ijuk (a) atap kandang ternak, (b) sapu rumah, (c) penyimpanan kayu bakar
Potensi Produksi Air Nira
Pendapatan utama tanaman aren dan dijadikan sumber pendapatan tunai
utama bagi penduduk setempat ialah tuak. Pemanfaatan diluar dari air nira
dianggap penyadap sangat tidak menguntungkan karena dapat menurunkan
produksi air nira bahkan dapat menyebabkan kematian dini pada tanaman aren.
dari produksi air nira dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
merupakan mata pencaharian utama.
Lamanya penyadapan aren untuk satu kali perbungaan jantan berkisar 6-8
bulan (hasil wawancara dari masyarakat penyadap aren), produktivitas aren per
tandan per batang per hari didapat penyadap berkisar 5-15 liter yang dipanen 2
kali dalam 1 hari yaitu pagi dan sore. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunanto
(1993) yang menyatakan bahwa satu tongkol bunga dapat menghasilkan 4-5 liter
nira per hari (dua kali penyadapan), tergantung dari tingkat kesuburan aren.
Dengan demikian dalam 1 perbungaan jantan berhasil memproduksi paling sedikit
900 liter. Jika harga 1 liter dipasaran Rp 6000 maka pendapatan penyadap dari 1
periode perbungaan (6-8 bulan) sebesar Rp 5.400.000, maka nilai ekonomis air
nira dalam 1 batang tanaman aren dengan kisaran umur 15-20 tahun dan
menghasilkan 4 tandan perbungaan jantan sebesar 2000 liter dengan nilai rupiah
sebesar Rp 12.000.000.
Tanaman aren yang sehat setiap tandan bunga jantan menghasilkan air
nira sebanyak 900-1800 liter/tandan, sedangkan pada tanaman aren yang
pertumbuhannya kurang baik hanya rata-rata 300-400 liter/tandan (Lutony,1993).
Soeseno (1992) mengemukakan bahwa dari setiap tandan bunga jantan yang
disadap seharinya hanya dapat dikumpulkan 2-4 liter/tandan, sedangkan Sunanto
(1992) menyatakan bahwa satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 4-5 liter
per harinya dan hasil penelitian Lempang dan Soenarno (1999) menyatakan
bahwa volume produksi nira setiap tandan bunga jantan rata-rata 4,5 liter/hari-7,0
Potensi Produksi Ijuk
Serat ijuk merupakan salah satu produk dari tanaman aren yang diminati di
pasar. Produk serat ijuk dapat digunakan dalam pembuatan berbagai peralatan
rumah tangga dan atap rumah. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa serat ijuk
tanaman aren dapat di panen pada waktu umur 5 tahun, dalam satu batang
tanaman aren dapat mengahasilkan 30 kg serat ijuk, jika harga dipasar 1 kg serat
ijuk sebesar Rp 15.000 maka dalam satu batang tanaman aren dapat menghasilkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil inventarisasi yang dilakukan di Desa Sihombu Kecamatan
Tarabintang Kabupaten Humbang Hasundutan diperoleh data potensi
tanaman aren dengan nilai kerapatan rata-rata 25 batang/ha.
2. Pemanfaatan aren oleh masyarakat sekitar hutan belum optimal karena
masih banyak potensi aren yang belum dimanfaatkan, dikarenakan
kurangnya ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakat.
3. Pemanfaatan aren oleh masyarakat khususnya dalam pemanfaatan air nira
sangat meningkatkan kesejahteraan dan merupakan pencaharian utama.
Saran
Potensi dan kegunaan yang dimiliki tanaman aren masih sangat banyak, di
harapkan peran serta pemerintah setempat atau instansi terkait dalam pemanfaatan
DAFTAR PUSTAKA
Allorerung, Davi., 2007. Aren Tanaman Serbaguna. Dari http://www.Google.com/Workshop/Aren_Tanaman_Serbaguna.htm. 27 September 2010
Arief. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta.
Aredhieanverne. 2010. Pengaruh Ketinggian Tempat. Dari http://aredhienverne. com/2010/12/pengaruh-ketinggian-tempat-suhu.html
Baharuddin, dan I. Taskirawati. 2009. Hasil Hutan Bukan Kayu. Makasar. Universitas Hasanuddin.
Efendi, D. S. 2010. Prospek Pengem bangan tanaman Aren (Aenga pinnata ) Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia. Manado. www. Perkebunan. Litbang. Deptan. go. id.
Hadi, S. 1991.Distribusi dan Potensi Aren di Indonesia (Edisi khusus) No. 15 Tahun 1991. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Hatta, Sunant.1993. Aren Budidaya dan Multi Gunanya. Yogyakarta. Fanisius
Heliyanto. 2011. Prospek Agro-Industri Aren (Aenga pinnata). Manado. www. Perkebunan. Litbang. Deptan. go. id.
Lempang, M. dan soenarno, 1999. Teknik penyadapan aren untuk meningkatkan produksi nira. Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Padang.
Lutony, T. L. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. P.T Penebar Swadaya, Jakarta.
Muhamein. 2012. Budidaya Aren. http:// ditjenbun. Deptan. go. id/budtan
Pamulardi. 1995. Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Peraturan Menteri Kehutanan No. P 35/Menhut-II/2007, Tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta
Prasetyo, Bambang dan Jannah, LM. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ramadani P. I. Khaeruddin, A. Tjoa dan I. F. Baharuddin. 2008. Pengenalan Jenis- Jenis Pohon Yang Umum di Sulaweasi. UNTAD Press, Palu.
RPI. 2010. Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta
Sihombing. J. A. 2011. Pemanfaatan hasil Hutan Non Kayu (HHNK) oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Samarinda, Kalimantan Timur [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
Soeseno, S., 1995. Bertanam Aren. Penebar Swadaya. Jakarta
Sunanto, H. 1993. Aren (Budidaya dan Multigunanya). Kanisius, Yogyakarta.
Subahar, Tati. 1995. Kerapatan dan Pola Distribusi. Bandung
Usman, H. dan Purnomo Setiady Akbar. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan (kuisioner) untuk Wawancara Dengan Responden
Kuisoner Untuk Mengetahui Tingkat Pemanfaatan Aren Oleh Masyarakat
I. Identitas Responden
2. Adakah kepemilikan khusus aren? a. Ada
4. Bagaimana pengaturan dan status kepemilikannya?
e. Lainnya
2. Manfaat aren untuk apa saja a. Peralatan rumah
b. Perabot rumah c. Kerajinan
3. Apakah saudara memanfaatkan aren dalam kehidupan sehari-hari? a. Ya
b. Tidak
4. Apakah aren dimanfaatkan juga dalam komponen bangunan rumah? a. Ya
b. Tidak
IV. Penyadapan
1. Alat apa saja yang saudara gunakan dalam penyadapan aren? 2. Bagaimana cirri-ciri aren yang siap untuk disadap?
3. Bagaimana system penyadapan aren? a. Perorangan
5. Adakah peraturan dalam menyadap aren? a. Ya
b. Tidak
6. Berapa lama aren dapat disadap?
7. Adakah teknik dalam penyadapan aren?
8. Berapa tanaman aren yang dapat disadap sehari? 9. Berapa banyak nira yang dihasilkan dalam sehari?
10.Apakah saudara menjualnya atau hanya untuk kebutuhan sehari-hari? 11.Kemana saudara memasarkannya?
a. Pengumpul b. Agen