• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Jenis Vegetasi Pakan Gajah

Berdasarkan observasi di lokasi penelitian (Resort Sei Lepan), diperoleh 59 jenis vegetasi. Adapun jenis vegetasi pakan gajah yang ditemukan di lokasi transek penelitian berdasarkan pengetahuan lokal masyarakat yang didasarkan pada pengalamannya, diperoleh 12 jenis vegetasi pakan gajah. Di lokasi transek penelitian juga ditemukan 5 jenis vegetasi pakan gajah yang belum diketahui masyarakat lokal namun telah diketahui berdasarkan berbagai data penelitian mengenai pakan gajah di TNGL (data sekunder). Jenis vegetasi pakan gajah tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jenis vegetasi pakan gajah berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal dan data sekunder

No Nama local Nama ilmiah Famili Bagian yang

dimakan

1* Bamban batu Donax cannaeformis Daun

2* Tepos Elasteriospermum tapos Zingiberaceae Daun 3* Liana (Urot

Kembung)

Merremia peltata Convolvulaceae Batang

4* Kania Mikania micrantha Daun

5* Rambe hutan Buah

6* Rambutan hutan Nephelium mutabile Sapindaceae Buah 7* Cekapung Oroxylum indicum Bignoniaceae Daun

8* Glagah Saccharum spontaneum Poaceae Daun

9* Tampoi Baccaurea macrocarpa Kulit batang

10* Langsat hutan Aglaia tomentosa Meliaceae Buah 11* Cempedak air Artocarpus rigidus Moraceae Buah 12* Trap/bendo Artocharpus elasticus Moraceae Daun 13*** Tampu tapak gajah Macaranga gigantae Euphorbiaceae Kulit batang

14** Medang kuli Daun

15** Jarum-jaruman Sporobulus diander Poaceae Daun 16*** Tiga urat Cinnamomum Merr Lauraceae Seluruhnya 17** Pandan hutan Pandanus sp Pandanaceae Daun Keterangan:

* Jenis vegetasi berdasarkan pengetahuan lokal.

** Jenis vegetasi berdasarkan data sekunder (Zahra, 2002). *** Jenis vegetasi berdasarkan data sekunder (Yansyah, 2005).

Jenis vegetasi yang menjadi pakan gajah sumatera di lokasi penelitian ini didominasi oleh tumbuhan berkayu (pohon). Hal ini berarti bahwa di musim kemarau gajah sumatera lebih menyukai daun-daun muda pada pepohonan atau buahnya. Karena pada musim kemarau jenis rerumputan hanya sedikit terdapat pada areal tapak hutan. Dimusim kemarau pohon dalam hutan akan semakin banyak memproduksi daun-daun baru dan buah sebagai respon dari fotosintesis. Daun-daun muda ini masih bersifat lunak dan mengandung protein yang tinggi. Menurut Sukumar (1985) dalam Zahra (2002) gajah memilih rumput berhubungan dengan kesukaannya pada tahap tertentu pertumbuhan rumput tersebut. Gajah sangat menyukai rumput-rumput pada awal musim hujan dimana bermunculan rumput baru karena mengandung karbohidrat yang mudah dipecahkan dan mengandung serat dan silikanya rendah, sedangkan kandungan nutrisi pada rumput tua berlaku sebaliknya. Gajah mempunyai strategi memilih dalam menentukan konsumsi antara rumput dan daun-daunan yang sangat terkait dengan kandungan protein tumbuhan. Selama musim kering tingkat protein rumput turun dibawah 2,5%, sebaliknya pada daun-daunan mempunyai kandungan protein yang tinggi pada musim kering.

Upaya masyarakat sekitar Sei Lepan dalam menanggapi isu perambahan yang gencar dilaksanakan di areal hutan yang berbatasan langsung dengan lahan masyarakat serta isu perambah yang berasal dari Sei Lepan adalah membangun suatu lembaga yang LPRD Damar hitam guna mengatasi berbagai isu tersebut. LPRD ini beranggotakan masyarakat lokal yang bertugas langsung dalam pengawasan hutan TNGL dan sebagian pernah bekerja sama dengan CRU dan FFI. LPRD Damar hitam juga bertugas dalam pencegahan konflik gajah karena

Sei Lepan merupakan wilayah jelajah dari gajah sumatera. Pengetahuan akan konservasi gajah juga telah dimiliki oleh anggota LPRD yang bertugas dalam pengawasan hutan karena telah dibekali pengalaman serta berbagai penyuluhuan oleh pemerintah setempat mengenai gajah sumatera. Pengetahuan masyarakat inilah yang ingin digali mengenai kemampuan masyarakat dalam pengenalan jenis pakan gajah.

Penelitian ini menggunakan pengetahuan lokal masyarakat Damar hitam untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan vegetasi pakan gajah, karena masyarakat sekitar hutan mampu mengidentifikasi vegetasi berdasarkan berbagai pengalaman yang dimilikinya. Identifikasi juga didukung oleh berbagai literatur mengenai jenis vegetasi pakan gajah sehingga dapat menguatkan kemampuan identifikasi masyarakat lokal. Namun, kemapuan masyarakat lokal masih terbatas sehingga, terbukti bahwa ada jenis vegetasi yang ditemukan di lokasi penelitian yang bukan pakan gajah menurut pengetahuan lokal, namun merupakan pakan gajah berdasarkan berbagai penelitian.

Dilokasi penelitian juga dijumpai adanya rotan (Callamus sp), bambu (Bambusa sp), dan pisang hutan (Musa sp) sebagai pakan gajah, namun karena titik dijumpainya tumbuhan itu diluar dari petak analisis vegetasi yang diteliti sehingga tumbuhan ini tidak dianalisis kelimpahannya. Semakin terbatasnya jenis vegetasi pakan gajah yang tersedia di dalam hutan mengakibatkan gajah masuk ke lahan pertanian masyarakat yang lokasinya berbatasan langsung dengan ekosistem hutan. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat (Damar hitam), tanaman pertanian yang sering di gunakan gajah sebagai pakan adalah:

Tabel 4. Jenis pakan gajah di areal pertanian masyarakat

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang

dimakan 1 Anggrong Trema orientalis Cannabaceae Daun

2 Rambung Ficus sp Moraceae Daun

3 Sawit Elaeis guineensis Arecaceae Daun

4 Pisang Musa paradisiacal Musaceae Buah/daun

5 Kelapa Coco nucifera Arecaceae Daun

6 Durian Durio sp Bombacaceae Buah

Jenis-jenis tanaman budidaya yang menjadi jenis vegetasi pakan gajah diatas juga dibuktikan oleh Sukumar (2003) dalam Sinaga (2004) bahwa jenis pakan yang sering dimakan gajah sumatera adalah jenis rerumputan, daun-daunan, ranting dan kulit batang, batang pisang serta tanaman budidaya. Jenis yang paling sering dimakan adalah dari ordo Malvales (Suku Malvaceae, Strerculiaceae, dan Tiliaceae), kemudian dari suku Leguminoceae, Palmae, Cyperaceae dan Graminae, sedangkan gajah kalimantan, lebih menyukai tumbuhan sebagai pakan dari suku Lauraceae, Moraceae dan Musaceae.

Penelitian yang dilakukan di Resort Sei Lepan memperoleh 8 jenis tumbuhan bawah sebagai vegetasi pakan gajah dari 21 jenis total keseluruhan tumbuhan bawah di lokasi penelitian, sementara untuk tanaman berkayu diperoleh 9 jenis tumbuhan berkayu sebagai vegetasi pakan gajah dari 38 jenis total tumbuhan berkayu di lokasi penelitian. Berdasarkan fakta tersebut bahwa ketersediaan jenis pakan gajah di lokasi penelitian masih tergolong rendah. Hal ini menyebabkan gajah mencari pakan keluar hutan dan masuk ke areal pertanian masyarakat yang dapat mengakibatkan konflik gajah dengan masusia. Berikut dipaparkan persentase jenis pakan di masing-masing lokasi dengan total non pakan.

Gajah sumatera akan keluar dari ekosistem hutan menuju lahan pertanian masyarakat yang termasuk didalam wilayah jelajahnya, untuk mendapatkan makan guna memenuhi kebutuhan nutrisinya. Menurut WWF (2010) Sebelum ada gangguan terhadap habitat gajah sumatera, gajah memiliki ekosistem yang luas. Tetapi saat ini habitat gajah telah terfragmentasi menjadi habitat-habitat kecil dan sempit, antara satu habitat dengan yang lainnya tidak berhubungan, menyebabkan daerah home range semakin sempit. Hal ini membuat kecenderungan gajah akan keluar dari habitat alaminya untuk mencari pakan.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Tumbuhan bawah Tumbuhan berkayu

Lubuk simpur Tualang jeregen Lubuk bulat Aras jahanam Non pakan

Gambar 5 . Histogram persentase komposisi jenis vegetasi pakan gajah dengan vegetasi non-pakan gajah lokasi penelitian

Jumlah tumbuhan bawah sebagai pakan gajah di Lubuk simpur dan Aras Jahanam disebabkan lokasi penelitian yang lebih terbuka, karena dekat dengan aliran sungai. Sehingga jenis tumbuhan bawah lebih mendominasi di ke-2 lokasi penelitian tersebut. Perbedaan jumlah jenis vegetasi pakan dimasing-masing lokasi juga disebabkan oleh luasan lokasi yang berbeda dan letak titik yang berbeda, hal ini didasarkan pada penggunaan metode kurva luas minimum.

P e rs e nt a se (%)

Penelitian mengenai jenis pakan gajah yang sudah dilakukan di Taman Nasional Gunung Leuser pada lokasi yang berbeda, ditemukan 55 jenis di Aras

napal dan Sei Badak (Zahra, 2002); 49 jenis di areal hutan Sikundur (Yansyah, 2005); dan peneliti menemukan 17 jenis di Sei Lepan. Ketiga hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti tudak dapat dibandingkan, karena luasan dan tempat dari masing-masing penelitian berbeda satu sama lain. Setelah dianalisis dari ke 17 jenis vegetasi pakan gajah yang didapatkan, sebagian data ini juga diperoleh pada penemuan jenis vegetasi pakan gajah di areal Aras napal, Sei Badak dan Sikundur.

Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar dari jenis vegetasi pakan gajah di Taman Nasional Gunung Leuser tersebar hampir merata. Asumsinya bahwa jumlah jenis pakan gajah pada TNGL bukan semakin berkurang hanya saja kuantitas dari masing-masing jenis yang semakin berkurang. Hal ini menjadi salah satu faktor yang mendorong gajah dan manusia mengalami konflik karena keterbatasan jumlah pakan gajah akibat dibukanya areal hutan yang mungkin merupakan habitat gajah sumatera sehingga ruang gerak dan habitatnya terganggu. Sesuai dengan pernyataan Alikodra (2010) bahwa kasus gangguan gajah di Pulau Sumatera terutama disebabkan karena dibukanya hutan-hutan alam yang secara kebetulan habitat gajah, sehingga ruang gerak mereka semakin sempit dan terganggunya habitat gajah karena adanya pengusahaan hutan. Dalam keadaan seperti ini gajah seringkali menimbulkan gangguan.

Penelitian ini seharusnya dilakukan di 5 titik keluar masuknya gajah (elephant entry point), namun karena kondisi pada 2 titik elephant entry point yang telah dikonversi menjadi kebun karet, maka peneliti menggunakan 3 titik

elephant entry point mula-mula ditambah 1 titik lagi dari rujukan pembimbing lapangan. Panjang masing masing jalur yaitu; Lubuk Simpur 60 m, Tualang Jeregen 60 m, Lubuk Bulat 80 m, dan Aras Jahanam 60 m. Panjang masing-masing jalur penelitian berbeda-beda satu sama lain karena metode penentuan panjang jalur yang digunkan didasarkan oleh pertambahan jumlah jenis tumbuhan sebanyak 10% dari petak sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan dalam penelitian Zahra (2002) yang menentukan panjang dari garis transek berdasarkan pertambahan 10% dari jumlah jenis vegetasi tiap plot contoh.

Perubahan titik penelitian ini membuktikan bahwa titik-titik habitat gajah sudah mulai dirambah untuk penggunaan lahan lain selain hutan. Hal ini membuat habitat yang satu dengan yang lain terpecah, kelompok gajah semakin terpisah, dan gajah masuk dalam lahan pertanian masyarakat yang memungkinkan timbulnya konflik gajah-manusia. Menurut Joewono (2011) bahwa Sekitar 19.000 hektar areal TNGL yang ada di Kabupaten Langkat, mengalami rusak parah, terutama yang berada di Besitang dan Sei Lepan. Kerusakan hutan tersebut terjadi karena maraknya aksi perambahan oleh masyarakat sekitar hutan sehingga saat ini pihaknya melakukan pendataan terhadap masyarakat yang masuk ke daerah TNGL, yang berada di Sei Siminyak, Barak Induk dan Damar Hitam.

Hasil analisis vegetasi di Taman Nasional Gunung Leuser didapat data jenis pakan gajah (Lampiran 1, 2, 3, 4, 5) dimana kerapatan yang paling tinggi di lokasi penelitian, pada tingkat tumbuhan bawah adalah Sporobulus diander (30.000 ind/ha) pada tingkat semai adalah pada tingkat pancang adala

tiang adalah Nephelium mutabile (66,67 ind/ha) dan pada pohon adalah Nephelium mutabile dan Macaranga gigantae (16,67 ind/ha).

Nilai frekuensi vegetasi pakan gajah tertinggi di lokasi penelitian (Lampiran 1, 2, 3, 4, 5) pada tingkat tumbuhan bawah adalah Sporobulus diander, pada tingkat semai adalah pohon adalah Macaranga gigantae, Artocharpus elasticus dan Artocarpus rigidus sebesar 0,67.

Dominansi tumbuhan pakan gajah yang paling tinggi di lokasi penelitian (Lampiran 4, 5) pada tingkat tiang adalah Nephelium mutabile (0,00018) dan pada tingkat pohon adalah Nephelium mutabile (0,0028). Berdasarkan data tersebut INP vegetasi pada masing-masing tingkatan lebih tinggi dari vegetasi lain. Hal ini membuktikan bahwa Nephelium mutabile merupakan vegetasi yang mendominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan pakan gajah yang paling banyak dijumpai yang berada di Resort Sei Lepan adalah Nephelium mutabile.

Keanekaragaman Jenis Vegetasi Habitat Gajah

Data inventarisasi yang diperoleh dari seluruh vegetasi di Taman Nasional Gunung Leuser, didapatkan nilai keanekaragaman jenis (H’) flora pada tingkatan sedang yaitu berkisar 1-3. Berikut dipaparkan data mengenai nilai keanekaragaman jenis vegetasi habitat gajah pada masing-masing lokasi penelitian.

Tabel 5. Nilai keanekaragaman Shannon-Wiener vegetasi hutan

No Nama Lokasi Tumbuhan

bawah Semai Pancang Tiang Pohon

1 Lubuk Simpur 2,24335 1,52231 2,24555 1,75551 1,98016 2 Tualang Jeregen 1,68656 1,89362 2,21503 2,02226 2,20471 3 Lubuk Bulat 2,21425 2,19845 2,39402 1,92476 2,04976 4 Aras Jahanam 2,44517 2,30416 2,42126 1,81486 1,8037

Vegetasi yang memiliki rata-rata tingkat keanekaragaman tertinggi diperoleh pada tingkat vegetasi pancang yang diduga jenis pakan gajah yang

paling banyak di konsumsi oleh gajah di lokasi penelitian ini. Menurut Eltringham (1982) dalam Zahra (2002) bahwa nilai keanekaragaman

jenis flora yang tinggi dari berbagi tingkat vegetasi diduga berbanding lurus dengan keanekaragaman fungsinya sebagai habitat gajah. Lokasi-lokasi yang tinggi keanekaragaman jenis tumbuhan pada tingkat tumbuhan bawah, semai dan pancang; fungsi utamanya sebagai tempat mencari makan. Gajah lebih banyak mengkonsumsi tumbuhan pakan pada tingkatan tersebut sedangkan yang keanekaragaman jenisnya tinggi pada tingkat tiang dan pohon berfungsi sebagai pelindung antara lain sebagai tempat berlindung, beristirahat dan menjalani hubungan sosial. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Tumbuhan bawah

Semai Pancang Tiang

Lubuk simpur Tualang jeregen Lubuk bulat Aras jahanam

Gambar 6. Histogram keanekaragaman jenis vegetasi tiap tingkatan

K e a n e k a ra g a m a n ( H ’)

Data ini menunjukkan bahwa pakan gajah yang paling banyak dikonsumsi berada pada tingkat pancang, data hasil penelitian Zahra (2002) juga menunjukkan nilai keanekaragaman tertinggi pada seluruh lokasi penelitian diperoleh pada tingkat pancang. Hal ini sebanding dengan data yang diperoleh pada penelitian ini, sehingga dapat diasumsikan bahwa pada lokasi penelitian jenis pakan gajah berasal dari tumbuhan berkayu bukan rerumputan. Tingkat pancang dengan tinggi yang relatif dapat dijangkau gajah, memungkinkan gajah untuk mengkonsumsi dedaunan mudanya dari pada harus merobohkan pepohonan seperti yang dinyatakan oleh Yansyah (2005) bahwa gajah lebih menyukai vegetasi yang perawakannya lebih pendek sehingga lebih mudah menjangkaunya dari pada daun-daunan pada pohon-pohon tinggi yang sulit dijangkau didalam hutan. Untuk mendapatkan daun-daun muda pada pepohonan, gajah sering merobohkan pohon-pohon dengan cara menabraknya dengan dahi dibantu oleh songketan gadingnya untuk mengambil buah dan beberapa daun muda.

Kekayaan Jenis Vegetasi Pakan Gajah

Data yang di identifikasi dari seluruh vegetasi pakan gajah pada lokasi Taman Nasional Gunung Leuser didapati bahwa indeks kekayaan jenis paling rendah diperoleh pada tingkatan vegetasi tumbuhan bawah.

Tabel 6. Indeks kekayaan jenis Menhinick

No Nama Lokasi Tumbuhan

bawah Semai Pancang Tiang Pohon

1 Lubuk Simpur 0,883541 0,780869 1,195229 2,020726 2,309401 2 Tualang

Jeregen 0,534522 0,602464 1,889822 2,666667 2,75 3 Lubuk Bulat 0,681994 0,705346 1,562267 1,940285 1,886484 4 Aras Jahanam 0,828079 1 1,809068 2,110579 1,885618

Kekayaan jenis spesies pada tingkat tiang merupakan tingkat kekayaan jenis yang paling tinggi. Asumsinya bahwa didalam masing-masing titik penelitian dijumpai jenis tingkatan tiang yang terbanyak diantara jenis tingkatan vegetasi lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kawasan hutan yang diteliti merupakan jenis hutan sekunder yang telah lama mengalami suksesi sehingga tiang lebih mendominasi dari pada pohon. Menurut Deni (2011) hutan sekunder adalah fase pertumbuhan hutan dari keadaan tapak gundul, karena alam ataupun antropogen, sampai menjadi klimaks kembali. Sifat-sifat hutan sekunder; tegakan muda berkomposisi dan struktur lebih seragam dibandingkan hutan aslinya biasanya didominasi pancang dan tiang serta tumbuhan perdu lainnya. Kondisi hutan sekunder inilah yang dijadikan gajah sebagai areal untuk mencari makan dan berjalan, sehingga gajah lebih menyukai hutan sekunder dibandingkan hutan primer. Berikut dipaparkan hasil temuan-temuan jejak gajah di lokasi penelitian:

Gambar 7. Kotoran gajah Gambar 8. Gesekan badan gajah

Faktor Pemicu Konflik Gajah-Manusia

Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara masyarakat, bahwa gajah lebih sering memasuki lahan pertanian masyarakat pada musim kering, hal ini diakibatkan oleh:

1. Pada musim kering gajah membutuhkan dedaunan muda untuk memenuhi nutrisinya, namun dengan kondisi areal penelitian yang telah terkonversi sehingga kebutuhan pakan di areal hutan tidak terpenuhi dan mengakibatkan gajah masuk kedalam areal pertanian masyarakat.

2. Pada musim kering aksesibilitas gajah menuju lahan pertanian masyarakat lebih mudah, karena sungai mulai surut. Akibatnya pada musim kering gajah lebih suka melewati jalur sungai karena relatif dangkal dan dapat dilaluinya. Hal ini juga dilakukan gajah guna memperoleh pemenuhan air dalam tubuhnya, mendinginkan badan serta untuk membersihkan tubuhnya.

Lokasi : Tualang Jeregen Lokasi : Lubuk Bulat

( 07’ 53.5’’) 07’ 33.2’’) Gambar 11. Titik keluar masuknya gajah

Pada musim penghujan gajah hanya berada didalam hutan karena rerumputan muda yang mulai tumbuh sebagai makanan gajah, gajah juga menggunakan air hujan untuk minum dan mendinginkan badannya, sehingga tidak

Dokumen terkait