• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Vegetasi Pakan Gajah dan Kelimpahannya Berdasarkan Pengetahuan Lokal Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Di Resort Sei Lepan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Inventarisasi Vegetasi Pakan Gajah dan Kelimpahannya Berdasarkan Pengetahuan Lokal Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Di Resort Sei Lepan)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI VEGETASI PAKAN GAJAH DAN

KELIMPAHANNYA BERDASARKAN PENGETAHUAN

LOKAL DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

(Studi Kasus di Resort Sei Lepan)

SKRIPSI

Oleh:

WILLIAM SITORUS

071201025/ MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

INVENTARISASI VEGETASI PAKAN GAJAH DAN

KELIMPAHANNYA BERDASARKAN PENGETAHUAN

LOKAL DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

(Studi Kasus di Resort Sei Lepan)

SKRIPSI

Oleh:

WILLIAM SITORUS

071201025/ MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : Inventarisasi Vegetasi Pakan Gajah dan Kelimpahannya Berdasarkan Pengetahuan Lokal Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Di Resort Sei Lepan)

Nama : William Sitorus

NIM : 071201025

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Pindi Patana, S.Hut., M.Sc. Ir. Ma’rifatin Zahra., M.Si. Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

WILLIAM SITORUS: Inventarisasi Vegetasi Pakan Gajah Dan Kelimpahannya

Berdasarkan Pengetahuan Lokal Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Di Resort Sei Lepan). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan MA’RIFATIN ZAHRA.

Meningkatnya kebutuhan lahan untuk dijadikan pemukiman, lahan pertanian, perkebunan atau perambahan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lahan menjadi terbuka. Penyusutan lahan hutan atau hilangnya habitat satwa liar khususnya Gajah sumatera memaksa mereka masuk kedalam areal pemukiman masyarakat, sehingga memicu konflik manusia dengan gajah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai jenis pakan Gajah sumatera berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal serta menganalisa kelimpahannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di Resort Sei Lepan, Taman Nasional Gunung Leuser yang menggunakan analisis vegetasi dengan penentuan jalur atas dasar titik keluar-masuknya gajah dengan arah memotong kontur.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 17 jenis vegetasi pakan Gajah sumatera di Resort Sei Lepan. Di areal budidaya masyarakat lokal juga didapati 6 jenis vegetasi pakan gajah. Rambutan hutan (Nephelium mutabile) merupakan vegetasi pakan gajah yang paling banyak dijumpai di lokasi penelitian dan Cekapung (Oroxylum indicum) merupakan vegetasi pakan yang paling disukai Gajah sumatera.

(5)

ABSTRACT

WILLIAM SITORUS: Inventory of vegetation and abundance of Sumatran elephants feed based on local knowledge in the Gunung Leuser National Park (A case study in Resort Sei Lepan). Guided by PINDI PATANA and MA'RIFAATIN ZAHRA.

Increasing need for land to be used as residential, agricultural land, plantation or encroachment can lead to changes in the condition of land into the opened area. Shrinkage or disappearance of forest land of wildlife habitat of Sumatran elephants in particular force them into residential areas of society, and trigger the human elephant conflict. Purpose of this study was to obtain data on the type of feed Sumatran elephants based on their knowledge of local

communities as well as analyze abundance. Study was conducted in April 2011 in the Resort Sei Lepan, Gunung Leuser National Park using vegetation analysis by

determining the path on the basis of entry points to the direction of cutting elephant contours.

The results showed there are 17 types of vegetation of Sumatran elephants feed, at Resort Sei Lepan. In the cultivation area of local communities were also

found 6 types of elephants vegetation feeds. Rambutan hutan (Nephelium mutabile) is the vegetation that elephants feed most often found

location of research and Cekapung (Oroxylum indicum) was the most preferred vegetation feed of Sumatran elephants.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 24 Juni 1989 dari Ayah Alfred L

Sitorus dan Ibu RH Idawaty Silalahi. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga

bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Nasrani I Medan dan lulus tahun 2001.

Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Katolik Tri Sakti I Medan dan lulus

tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Cahaya Medan dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui

jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program

Studi Manajemen Hutan, Depertemen Kehutanan.

Selain mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten

Praktik Pengenalana Ekosistem Hutan (PEH) tahun 2010 dan asisten praktikum

Silvikultur tahun 2010.

Penulis melaksanakan Praktik pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di

hutan mangrove Pulau Sembilan, Pangkalan Susu dan hutan dataran rendah Aras

Napal, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada tanggal 8 sampai 19 Juni 2009.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum PERHUTANI

Unit II (KPH Madiun) Jawa Timur, pada tanggal 8 Januari sampai 8 Februari

2011. Penulis melaksanakan penelitian mulai bulan April 2011di Taman Nasional

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang

berjudul ”Inventarisasi Vegetasi Pakan Gajah dan Kelimpahannya Berdasarkan

Pengetahuan Lokal Di Taman Nasional Gunung Leuser

(Studi Kasus Di Resort Sei Lepan)” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua penulis

A. Sitorus dan RH. Idawati Silalahi yang sampai sekarang terus memberi

dukungan moral dan terus bekerja keras untuk kelanjutan studi penulis saat ini,

dan kepada Darwin Silalahi (Tulang Tania) yang memberi dukungan materil

sampai sekarang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing skripsi Pindi Patana, S.Hut., M.Sc dan Ir. Ma’rifatin Zahra., M.Si

yang telah mengarahkan penulisan hasil penelitian ini hingga dapat diselesaikan.

Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kondisi Lokasi Penelitian ... 3

Gajah Sumatera Taksonomi ... 6

Morfologi dan Anatomi ... 6

Habitat ... 7

Pakan ... 8

Daya Dukung Habitat ... 10

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Pengumpulan data ... 12

Metode Penelitian ... 12

Analisis data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Jenis Vegetasi Pakan Gajah ... 17

Keanekaragaman JenisVegetasi Pakan Gajah ... 24

Kelimpahan Jenis Vegetasi Pakan Gajah ... 26

Faktor Pemicu Konflik Gajah ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Titik keluar masuknya gajah di Resort Sei Lepan ... 13

2. Ukuran sub-petak permudaan ... 14

3. Jenis vegetasi pakan gajah berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal dan data sekunder ... 17

4. Jenis pakan gajah di areal pertanian masyarakat ... 20

5. Nilai keanekaragaman Shannon-wiener vegetasi hutan ... 25

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Peta perubahan penutupan hutan TNGL ... 4

2. Peta SPTN VI besitang ... 11

3. Metode kombinasi jalur dan garis berpetak ... 13

4. Kurva luas petak contoh ... 16

5. Histogram persentase komposisi jenis vegetasi pakan gajah dengan vegetasi non-pakan gajah lokasi penelitian ... 21

6. Histogram keanekaragaman jenis setiap vegetasi tiap tingkatan ... 25

7. Kotoran gajah (Elephant dung)... 27

8. Gesekan badan gajah ... 27

9. Bekas kubangan gajah ... 27

10. Jejak kaki gajah ... 27

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat

tumbuhan bawah ... 32

2. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat semai... 34

3. Index Shannon-Weiner dan Index kekayaan jenis Menhinick tingkat pancang ... 36

4. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat tiang ... 38

5. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat Pohon ... 40

6. Foto tumbuhan bawah ... 43

7. Foto tumbuhan berkayu ... 45

8. Daftar nama tumbuhan di lokasi penelitian ... 50

9. Peta komposisi jenis vegetasi pakan gajah sumatera di Resort Sei Lepan ... 51

10. Peta komposisi vegetasi non pakan gajah sumatera di Resort Sei Lepan ... 52

(12)

ABSTRAK

WILLIAM SITORUS: Inventarisasi Vegetasi Pakan Gajah Dan Kelimpahannya

Berdasarkan Pengetahuan Lokal Di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus Di Resort Sei Lepan). Dibimbing oleh PINDI PATANA dan MA’RIFATIN ZAHRA.

Meningkatnya kebutuhan lahan untuk dijadikan pemukiman, lahan pertanian, perkebunan atau perambahan dapat mengakibatkan perubahan kondisi lahan menjadi terbuka. Penyusutan lahan hutan atau hilangnya habitat satwa liar khususnya Gajah sumatera memaksa mereka masuk kedalam areal pemukiman masyarakat, sehingga memicu konflik manusia dengan gajah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data mengenai jenis pakan Gajah sumatera berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal serta menganalisa kelimpahannya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 di Resort Sei Lepan, Taman Nasional Gunung Leuser yang menggunakan analisis vegetasi dengan penentuan jalur atas dasar titik keluar-masuknya gajah dengan arah memotong kontur.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 17 jenis vegetasi pakan Gajah sumatera di Resort Sei Lepan. Di areal budidaya masyarakat lokal juga didapati 6 jenis vegetasi pakan gajah. Rambutan hutan (Nephelium mutabile) merupakan vegetasi pakan gajah yang paling banyak dijumpai di lokasi penelitian dan Cekapung (Oroxylum indicum) merupakan vegetasi pakan yang paling disukai Gajah sumatera.

(13)

ABSTRACT

WILLIAM SITORUS: Inventory of vegetation and abundance of Sumatran elephants feed based on local knowledge in the Gunung Leuser National Park (A case study in Resort Sei Lepan). Guided by PINDI PATANA and MA'RIFAATIN ZAHRA.

Increasing need for land to be used as residential, agricultural land, plantation or encroachment can lead to changes in the condition of land into the opened area. Shrinkage or disappearance of forest land of wildlife habitat of Sumatran elephants in particular force them into residential areas of society, and trigger the human elephant conflict. Purpose of this study was to obtain data on the type of feed Sumatran elephants based on their knowledge of local

communities as well as analyze abundance. Study was conducted in April 2011 in the Resort Sei Lepan, Gunung Leuser National Park using vegetation analysis by

determining the path on the basis of entry points to the direction of cutting elephant contours.

The results showed there are 17 types of vegetation of Sumatran elephants feed, at Resort Sei Lepan. In the cultivation area of local communities were also

found 6 types of elephants vegetation feeds. Rambutan hutan (Nephelium mutabile) is the vegetation that elephants feed most often found

location of research and Cekapung (Oroxylum indicum) was the most preferred vegetation feed of Sumatran elephants.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat, maka

kebutuhan lahan untuk dijadikan pemukiman, lahan pertanian serta perkebunan

dirasakan semakin meningkat pula. Hal tersebut menyebabkan konversi-konversi

lahan, baik dari lahan pertanian menjadi daerah pemukiman maupun dari lahan

hutan menjadi areal perkebunan dan pertanian. Berbagai kegiatan yang ada di

sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) telah mengubah kondisi

penggunaan lahan. Kondisi open acces telah terjadi beberapa tahun yang lalu

sehingga pendudukan, perambahan, dan spekulasi lahan menjadi suatu

keniscayaan (Rahmi, 2009).

Penyusutan atau hilangnya habitat satwa besar ini telah memaksa mereka

masuk ke dalam kawasan berpenduduk sehingga memicu konflik manusia dengan

gajah, yang sering berakhir dengan kematian gajah atau manusia, kerusakan

kebun dan lahan pertanian, serta harta benda. Pembangunan industri pulp dan

kertas serta industri kelapa sawit adalah salah satu pemicu hilangnya habitat gajah

di Sumatera. Pembangunan perkebunan kelapa sawit memicu terjadinya konflik

manusia-satwa yang setiap hari semakin memuncak. Pohon-pohon sawit muda

adalah makanan kesukaan gajah dan kerusakan yang ditimbulkan gajah ini dapat

menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penangkapan

(World Wild Life-Indonesia, 2010).

Kelompok gajah bergerak dari satu wilayah ke wilayah yang lain, dan

memiliki daerah jelajah (home range) yang terdeterminasi mengikuti ketersediaan

(15)

habitat serta menurunnya kualitas habitat gajah karena konversi hutan atau

pemanfaatan sumberdaya hutan untuk keperluan pembangunan non kehutanan

maupun industri kehutanan merupakan ancaman serius terhadap kehidupan gajah

dan ekosistemnya. Ancaman lain yang tidak kalah serius adalah perburuan ilegal

gading gajah (Sukumar, 2003 dalam Sinaga, 2004).

Karena kondisi hutan yang sudah terfragmentasi dan koridor yang

menghubungkan hutan yang satu dengan hutan lainnya tidak berfungsi, sehingga

untuk mempertahankan populasi gajah perlu dilakukan pengayaan dan perbaikan

habitat. Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan guna untuk mengetahui

keanekaragaman dan kelimpahan jenis pakan alami gajah di kawasan Taman

Nasional Gunung Leuser (Resort Sei Lepan).

Tujuan

1. Mendapatkan data mengenai jenis pakan yang disukai gajah di dalam

habitatnya (kawasan konservasi) berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal.

2. Menganalisa kelimpahan pakan yang disukai gajah di Resort Sei Lepan.

Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan referensi mengenai jenis

vegetasi pakan gajah di TNGL yang dapat digunakan sebagai data pemilihan

tumbuhan untuk ditanam sebagai upaya pengayaan pakan gajah dan

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Kondisi Lokasi Penelitian

Kawasan konservasi merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu,

yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa

serta ekosistemnya. Penetapan kawasan konservasi merupakan implementasi

strategi konservasi ekosistem dan strategi konservasi in-situ yang diarahkan

sebagai fungsi pokok perlindungan/suaka dan pelestarian alam. Taman Nasional

(TN) merupakan kawasan pelestarian alam, yang mempunyai ekosistem asli,

dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Adapun Kawasan Pelestarian Alam didefinisikan sebagai kawasan dengan ciri

khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi

perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman jenis

Tumbuhan dan Satwa Liar (Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, 2011).

Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat TNGL adalah salah satu

Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 Hektar yang secara

administrasi pemerintahan terletak di dua Provins

Provinsi Aceh yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten

sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten

laut di Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai

(17)

dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi

(Joewono, 2011).

Gambar 1. Peta perubahan penutupan hutan TNGL

Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu :

a. perlindungan sistem penyangga kehidupan; b. pengawetan keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; c. pemanfaatan secara lestari

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (BBTNGL, 2011).

Alih fungsi hutan dan aksi illegal logging di kawasan hutan Taman

Nasional Gunung Leuser (TNGL) Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN)

Wilayah VI Besitang merupakan masalah ekologis yang belum dapat teratasi

(18)

pembahasan seiring berlalunya peristiwa bencana. Hampir di sepanjang pinggiran

sungai kondisi tanah longsor (Hakim, 2010).

Kasus alih fungsi hutan tidak hanya terjadi di lokasi pengungsian di

kawasan Resort Sei Lepan dan Resort Sekoci. Di kawasan ini, ada sekira 400 ha

kawasan hutan ditanami kelapa sawit oleh dua perusahaan perkebunan. Tidak

hanya kedua perusahaan swasta, tapi kasus alih fungsi hutan yang melibat tiga

usaha perkebunan juga sudah lama berlangsung di kawasan Resort Sekoci dan Sei

Lepan. Ratusan hektar kawasan di zona inti TNGL kini telah beralih fungsi

menjadi areal perkebunan (Hakim, 2010).

Sekitar 19.000 hektar areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang

ada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mengalami rusak parah, terutama

yang berada di Besitang dan Sei Lepan. Sekitar 19.000 hektar areal hutan di

Taman Nasional Gunung Leuser benar-benar telah rusak, untuk itulah akan

dilakukan restorasi, dengan menghijaukan kembali dengan tanaman hutan.

Kerusakan hutan tersebut terjadi karena maraknya aksi perambahan oleh

masyarakat sekitar hutan sehingga saat ini pihaknya melakukan pendataan

terhadap masyarakat yang masuk ke daerah TNGL, yang berada di Sei Siminyak,

Barak Induk dan Damar Hitam. Ditemukan ada 480 KK yang bermukim di

kawasan TNGL. Eks pengungsi yang masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser

(TNGL) selama ini hanya dijadikan "tameng" oleh para perambah yang ada. Dari

kerusakan hutan yang mencapai 19.000 hektar tersebut, eks pengungsi hanya

menguasai lahan sekitar 10 persen saja, selebihnya dirambah oleh penggarap liar

(19)

Gajah Sumatera

A. Taksonomi

Gajah yang ada di dunia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu gajah afrika

(Loxodanta africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Sementara gajah

sumatera dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847

adalah adalah sub species dari gajah asia dengan klasifikasi gajah sumatera

adalah :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Proboscidae

Family : Elephantidae

Genus : Elephas

Spesies : Elephas maximus sumatranus

B. Morfologi dan Anatomi

Gajah sumatera memiliki tubuh yang gemuk dan besar tetapi ukuran tubuh

lebih kecil bila dibandingkan dengan gajah afrika. Berat gajah asia dapat

mencapai 5.000 kg, sementara menurut Arief et al. (2003) bobot gajah betina

rata-rata 2.720 Kg dan gajah jantan dewasa dapat mencapai 5.400 Kg.

Gajah memiliki belalai yang berfungsi sebagai tangan, alat penciuman,

bernafas dan sangat elastis. Telinga berfungsi sebagai alat komunikasi dan

(20)

hitam dan sangat sensitif dengan tebal 2 – 4 cm. Gajah tidak memiliki kelenjar

keringat dan hanya memiliki kelenjar susu dan dua buah kelenjar temporal pada

setiap bagian samping kepala (Arief et al., 2003).

C. Habitat

Gajah Sumatera dapat ditemukan di berbagai tipe ekosistem mulai dari

pantai sampai ketinggian diatas 1.750 meter. Satwa gajah menyukai daerah

ekoton, yaitu daerah peralihan antara bukit dan hutan dataran rendah, juga antara

hutan sekunder dengan daerah terbuka. Konversi hutan untuk keperluan

perkebunan, pemukiman, pertanian dan pertambangan menyebabkan hutan

terfragmentasi sehingga gajah tidak dapat bergerak dari satu wilayah hutan ke

wilayah hutan lainnya. Hal ini menyebabkan fragmentasi habitat gajah, dari

populasi yang besar menjadi kelompok-kelompok kecil (Haryanto, 1984).

Terjadinya gangguan satwa liar dengan manusia dipengaruhi oleh

beberapa faktor sebagai berikut:

1. Manusia merusak dan mengganggu habitat-habitat alam satwa liar.

2. Perburuan satwa secara liar.

3. Terpecahnya wilayah jelajah atau teritori satwa liar akibat gangguan ekosistem

hutan.

4. Pengembangan wilayah budidaya yang letaknya berdekatan dengan habitat

satwa liar.

5. Keterbatasan kawasan menyediakan kebutuhan yang sukup bagi satwa liar

yang berhabitat didalam kawasan.

(21)

D. Pakan

Gajah di alam mengkonsumsi makanan sebanyak 250 Kg per hari untuk

gajah dewasa dengan berat 3.000 – 4.000 Kg. Sementara seekor gajah dewasa

menghabiskan makanan sebanyak 4 % dari berat tubuhnya, sementara gajah

betina yang sedang menyusui menghabiskan pakan sebanyak 6 % dari berat

tubuhnya. Jenis yang paling sering dimakan adalah dari ordo Malvales (Suku

Malvaceae, Strerculiaceae, dan Tilliaceae), kemudian dari suku Leguminoceae,

Palmae, Cyperaceae dan Graminae (Sukumar, 2003 dalam Sinaga, 2004).

Gajah memilih rumput berhubungan dengan kesukaannya pada tahap

tertentu pertumbuhan rumput tersebut. Gajah sangat menyukai rumput-rumput

pada awal musim hujan dimana bermunculan rumput baru karena mengandung

karbohidrat yang mudah dipecahkan dan mengandung serat dan silikanya rendah.

Sedangkan kandungan nutrisi pada rumput tua berlaku sebaliknya. Gajah

mempunyai strategi memilih dalam menentukan konsumsi antara rumput dan

daun-daunan yang sangat terkait dengan kandungan protein tumbuhan. Selama

musim kering tingkat protein rumput turun dibawah 2,5%. Sebaliknya pada

daun-daunan mempunyai kandungan protein yang tinggi pada musim kering, sehingga

pada musim kering gajah lebih menyukai daun-daunan

(Sukumar, 1985 dalam Zahra, 2002).

Pada tipe vegetasi semak belukar yang cenderung didominasi oleh jenis

rumput-rumput, semak dan herba, berdasakan laporan dari penduduk dan pawang

gajah biasanya aktifitas makan lebih intensif dilakukakn pada awal musim hujan

(22)

vegetasi hutan lainnya yang banyak menyediakan daun-daun dan jenis-jenis rotan

akan lebih intensif digunakan pada musim kemarau (Zahra, 2002).

Sumber pakan merupakan kebutuhan pokok atau komponen utama dalam

suatu habitat untuk memenuhi kebutuhan hidup satwa. Ketersediaan pakan

dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan, seperti iklim dan tanah sebagai media

pertumbuhan. Untuk mengetahui pakan gajah dapat dilihat dari patahan batang,

patahan cabang, kupasan kulit, dorongan dan tusukan gading

(Sukumar, 2003 dalam Sinaga, 2004).

Tumbuhan pakan merupakan salah satu komponen biotik dari habitat gajah

sumatera yang sangat penting bagi penunjang hidup dan kehidupan sebagaimana

herbivora lainya. Hal ini disebabkan karena tumbuhan pakan merupakan faktor

pembatas bagi pertumbuhan populasi satwa liar termasuk gajah sumatera

(Supartono, 2007).

Diduga gajah sumatera menyukai jenis tumbuhan dari suku poaceae

karena selain memiliki tekstur morfologi yang lunak, perawakannya berupa semak

atau perdu sehingga lebih mudah untuk menjangkaunya dari pada daun-daunan

pada pohon-pohon tinggi yang sulit dijangkau didalam hutan. Untuk mendapatkan

daun-daun muda pada pepohonan, gajah sering merobohkan pohon-pohon dengan

cara menabraknya dengan menggunakan dahi dibantu oleh songketan gadingnya

untuk mengambil buah dan beberapa daun muda dari pohon pakan gajah.

Terkadang gajah sumatera juga harus menubrukkan batang pohon yang besar

untuk mendapatkan buahnya sebagai upaya dalam memenuhi nutrisi yang

(23)

Daya Dukung Habitat

Estimasi daya dukung pakan pada di hutan sekunder lebih tinggi

dibandingkan dengan tipe hutan lain. Gajah lebih banyak melakukan aktivitasnya

di hutan primer yaitu untuk beristirahat, interaksi sosial atau reproduksi,

menggosokan badan dan makan, sisa waktu hariannya dihabiskan di hutan

sekunder untuk makan dan berjalan sedangkan padang rumput lebih banyak

digunakan untuk berjalan (Abdullah, 2008).

Hutan sekunder adalah fase pertumbuhan hutan dari keadaan tapak gundul,

karena alam, sampai menjadi klimaks kembali. Sifat-sifat hutan sekunder pada

umumnya memiliki tegakan muda berkomposisi dan memiliki struktur lebih

seragam dibandingkan hutan alam aslinya dan biasanya akan didominasitingkatan

vegetasi pancang dan tiang serta tumbuhan perdu lainnya (Deni, 2011).

Nilai keanekaragaman jenis flora yang tinggi dari berbagi tingkatan

vegetasi diduga berbanding lurus dengan keanekaragaman fungsinya sebagai

habitat gajah di dalam ekosistem hutan. Lokasi-lokasi yang tinggi

keanekaragaman jenis tumbuhan pada tingkatan tumbuhan bawah, semai dan

pancang memiliki fungsi utama sebagai tempat mencari makan. Gajah lebih

banyak mengkonsumsi tumbuhan pakan pada tingkatan tersebut sedangkan yang

keanekaragaman jenisnya tinggi pada tingkatan tiang dan tingkatan pohon

berfungsi sebagai pelindung antara lain sebagai tempat berlindung, beristirahat

menjalani hubungan sosial dan berkembang biak

(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 dan bertempat di Taman

Nasional Gunung Leuser, Resort Sei Lepan.

Gambar 2. Peta SPTN VI Besitang

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Peta dan data topografi Sei Lepan.

2. Peta penggunaan lahan dan data kondisi umum Sei Lepan.

3. Data sekunder mengenai jenis vegetasi pakan gajah sumatera.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, meteran,

phiband, kamera digital, tally sheet, alat tulis, kalkulator, parang, tali rafiah, dan

(25)

Pengumpulan data

Data-data yang akan dikumpulkan dalam kegitan penelitian ini diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data jenis vegetasi diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung

bersama masyarakat lokal sebagai sumber utama informasi mengenai pakan

gajah melalui identifikasi vegetasi pada garis transek yang dibuat.

2. Data Sekunder

Data ini diperoleh dari studi pustaka dan dari berbagai informasi yang

diperoleh dari lembaga sosial dan masyarakat sekitar hutan.

Metode

Analisis vegetasi terhadap tumbuhan yang diduga sebagai pakan gajah

dilakukan dengan menggunakan metode garis berpetak (Kusmana, 1997) yaitu

dengan membuat garis transek yang memotong kontur untuk mendapatkan data

jenis vegetasi pakan gajah pada berbagai ketinggian tempat.

Penentuan titik-titik jalur transek menggunakan teknik ”Elephant Entry

Point”. Teknik ini digunakan untuk menentukan titik-titik transek berdasarkan

titik-titik keluar masuknya gajah ke dalam dan ke luar habitatnya. Sementara

untuk menentukan panjang jalur yang digunakan, didasarkan pada pertambahan

vegetasi antar plot.

Penentuan jenis atau identifikasi jenis vegetasi pakan gajah didasarkan atas

pengetahuan lokal, melalui tanya jawab langsung kepada masyarakat lokal

(26)

Tabel 1. Titik keluar masuknya gajah di Resort Sei Lepan

No Lokasi Koordinat Ketinggian Keterangan

1 Lubuk Simpur

50’ 06.1’’ 07’ 55.7’’

104 mdpl

Merupakan suatu titik akses masuk utama gajah dari arah Taman Nasional kearah perkebunan masyrakat yang hanya dibatasi oleh sungai. Lokasi ini cocok dijadikan lokasi monitoring.

2 Tualang Jerigen

50’ 18.7’’ E 07’ 53.2’’

37 mdpl

Titik ini merupakan akses alternative gajah keluar masuk dalam perkebunan masyarakat yang dibatasi oleh penghalang alami berupa sungai. Memiliki 3 koridor berdekatan satu sama lain dengan jarak 30-50 m.

3 Lubuk bulat

N 49’ 42.2’’ E 07’ 33.2’’

37 mdpl Titik ini memiliki kondisi yang sama pada point ke-2 yakni sebagai akses alternatif.

4 Aras Jahanam

49’ 52.9’’ 07’ 54.1’’

36 mdpl

Titik ini memiliki kondisi yang sama pada point ke-1 dan ke-4 yakni sebagai akses utama yang sering dimonitoring.

Sumber: Modifikasi data CRU, 2009

Ukuran permudaan yang digunakan dalam kegiatan dalam analisis

vegetasi pakan gajah adalah sebagai berikut:

1. Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi ≤ 1, 5 m.

2. Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter

kurang dari 10 cm.

3. Tiang : Pohon berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.

4. Pohon : Pohon memiliki diameter ≥ 20 cm.

Arah Jalur d

c

a b

(27)

Selanjutnya ukuran-ukuran sub-petak untuk setiap permudaan adalah

sebagai berikut:

Tabel 2. Ukuran sub-petak permudaan

No Ukuran Permudaan Ukuran Sub-Petak

A Semai dan tumbuhan bawah (2 x 2) m

B Pancang (5 x 5) m

C Tiang (10 x 10) m

D Pohon (20 x 20) m

Analisis Data

Seluruh data-data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis

dengan analisis data sebagai berikut:

1. Data analisis jenis vegetasi sebagai pakan gajah pada masing-masing tingkat

pertumbuhan adalah:

• Frekuensi kehadiran suatu jenis organisme di suatu habitat menunjukkan

kesering-hadiran jenis tersebut di habitat itu. Berdasarkan frekuensi

kehadiran itu dapat tergambar penyebaran jenis tersebut di habitat itu.

Frekuensi kehadiran dihitung dengan rumus seperti di bawah ini :

Frekuensi (F) = ∑ Sub petak ditemukan suatus spesies ∑ Seluruh sub petak contoh

F Relatif (FR) = F Suatu Jenis x 100% F Total seluruh jenis

• Dominansi adalah merupakan suatu proporsi tanah yang ditutupi oleh

suatu jenis di dalam plot.

Dominansi (D) = Luas bidang dasar suatu spesies Luas petak contoh

(28)

• Kerapatan atau jumlah individu pada satu unit area, kerapatan relatif atau

proporsi kerapatan jenis i dari kerapatan seluruh jenis. :

Kerapatan (K) = ∑ Individu Luas petak contoh

K Relatif (KR) = K Suatu Jenis x 100% K Total seluruh jenis

• Indeks Nilai Penting (INP) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu

jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting

menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas.

(Latifah, 2005).

2. Menentukan luas minimum petak contoh:

Data jumlah jenis vegetasi yang didapatkan pada masing-masing tipe vegetasi,

akhirnya dapat dibuat prakiraan luas petak minimum berdasarkan:

• Membuat kurva lengkung spesies area berdasarkan data yang diperoleh. • Menentukan angka 10% dari jumlah jenis yang tercatat dan 10 % dari

ukuran petak terluas.

• Membuat garis yang melalui titik pusat dan titik dengan koordinat (10%

jumlah jenis, 10% luas petak).

• Membuat garis lai yang sejajar dengan garis P dan menyinggung garis

lengkung kurva.

• Titik singgung antara garis Q dengan kurva diproyeksikan ke sumbu X dan

titik proyeksinya L. Sehingga titik L akan menunjukkan ukuran luas petak

(29)

Gambar 4. Kurva luas petak contoh

3. Menghitung keanekaragaman jenis pakan yang di inventarisasi dengan

menggunakan index Shannon-wiener, yaitu:

H’ = - Σpi ln pi pi= ni/n

dimana H’ adalah index Shannon-wiener, ni merupakan jumlah vegetasi suatu

jenis dalam petak ukur, n adalah jumlah seluruh jenis vegetasi dalam petak

ukur. Keanekaragaman jenis memaparkan gambaran berbagai ragam spesies

dalam hutan. Parameter index Shannon-wiener : • H’ < 1, keanekaragaman rendah

• 1-3 keanekaragaman tergolong sedang • 3 >, keanekaragaman tergolong tinggi.

4. Untuk mengetahui nilai kekayaan digunakan indeks kekayaan jenis Menhinick

(Menhinick’s index). Indeks kekayaan digunakan untuk menduga jenis atau

topologi hutan. Menurut Ludwig dan Reynold (1988) hal ini disebabkan

karena hubungan antara S dan jumlah total individu yang diobservasi , n, yang

meningkat dengan meningkatnya ukuran sampel. Berikut rumusannya:

R = S / n

dimana R adalah indeks kekayaan Menhinick, S adalah jumlah jenis dalam

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Jenis Vegetasi Pakan Gajah

Berdasarkan observasi di lokasi penelitian (Resort Sei Lepan), diperoleh

59 jenis vegetasi. Adapun jenis vegetasi pakan gajah yang ditemukan di lokasi

transek penelitian berdasarkan pengetahuan lokal masyarakat yang didasarkan

pada pengalamannya, diperoleh 12 jenis vegetasi pakan gajah. Di lokasi transek

penelitian juga ditemukan 5 jenis vegetasi pakan gajah yang belum diketahui

masyarakat lokal namun telah diketahui berdasarkan berbagai data penelitian

mengenai pakan gajah di TNGL (data sekunder). Jenis vegetasi pakan gajah

tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jenis vegetasi pakan gajah berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal dan data sekunder

No Nama local Nama ilmiah Famili Bagian yang

dimakan

1* Bamban batu Donax cannaeformis Daun

2* Tepos Elasteriospermum tapos Zingiberaceae Daun 3* Liana (Urot

Kembung)

Merremia peltata Convolvulaceae Batang

4* Kania Mikania micrantha Daun

5* Rambe hutan Buah

6* Rambutan hutan Nephelium mutabile Sapindaceae Buah 7* Cekapung Oroxylum indicum Bignoniaceae Daun

8* Glagah Saccharum spontaneum Poaceae Daun

9* Tampoi Baccaurea macrocarpa Kulit batang

10* Langsat hutan Aglaia tomentosa Meliaceae Buah 11* Cempedak air Artocarpus rigidus Moraceae Buah 12* Trap/bendo Artocharpus elasticus Moraceae Daun

13*** Tampu tapak gajah Macaranga gigantae Euphorbiaceae Kulit batang

14** Medang kuli Daun

15** Jarum-jaruman Sporobulus diander Poaceae Daun 16*** Tiga urat Cinnamomum Merr Lauraceae Seluruhnya 17** Pandan hutan Pandanus sp Pandanaceae Daun Keterangan:

* Jenis vegetasi berdasarkan pengetahuan lokal.

(31)

Jenis vegetasi yang menjadi pakan gajah sumatera di lokasi penelitian ini

didominasi oleh tumbuhan berkayu (pohon). Hal ini berarti bahwa di musim

kemarau gajah sumatera lebih menyukai daun-daun muda pada pepohonan atau

buahnya. Karena pada musim kemarau jenis rerumputan hanya sedikit terdapat

pada areal tapak hutan. Dimusim kemarau pohon dalam hutan akan semakin

banyak memproduksi daun-daun baru dan buah sebagai respon dari fotosintesis.

Daun-daun muda ini masih bersifat lunak dan mengandung protein yang tinggi.

Menurut Sukumar (1985) dalam Zahra (2002) gajah memilih rumput

berhubungan dengan kesukaannya pada tahap tertentu pertumbuhan rumput

tersebut. Gajah sangat menyukai rumput-rumput pada awal musim hujan dimana

bermunculan rumput baru karena mengandung karbohidrat yang mudah

dipecahkan dan mengandung serat dan silikanya rendah, sedangkan kandungan

nutrisi pada rumput tua berlaku sebaliknya. Gajah mempunyai strategi memilih

dalam menentukan konsumsi antara rumput dan daun-daunan yang sangat terkait

dengan kandungan protein tumbuhan. Selama musim kering tingkat protein

rumput turun dibawah 2,5%, sebaliknya pada daun-daunan mempunyai

kandungan protein yang tinggi pada musim kering.

Upaya masyarakat sekitar Sei Lepan dalam menanggapi isu perambahan

yang gencar dilaksanakan di areal hutan yang berbatasan langsung dengan lahan

masyarakat serta isu perambah yang berasal dari Sei Lepan adalah membangun

suatu lembaga yang LPRD Damar hitam guna mengatasi berbagai isu tersebut.

LPRD ini beranggotakan masyarakat lokal yang bertugas langsung dalam

pengawasan hutan TNGL dan sebagian pernah bekerja sama dengan CRU dan

(32)

Sei Lepan merupakan wilayah jelajah dari gajah sumatera. Pengetahuan akan

konservasi gajah juga telah dimiliki oleh anggota LPRD yang bertugas dalam

pengawasan hutan karena telah dibekali pengalaman serta berbagai penyuluhuan

oleh pemerintah setempat mengenai gajah sumatera. Pengetahuan masyarakat

inilah yang ingin digali mengenai kemampuan masyarakat dalam pengenalan jenis

pakan gajah.

Penelitian ini menggunakan pengetahuan lokal masyarakat Damar hitam

untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan vegetasi pakan gajah, karena masyarakat

sekitar hutan mampu mengidentifikasi vegetasi berdasarkan berbagai pengalaman

yang dimilikinya. Identifikasi juga didukung oleh berbagai literatur mengenai

jenis vegetasi pakan gajah sehingga dapat menguatkan kemampuan identifikasi

masyarakat lokal. Namun, kemapuan masyarakat lokal masih terbatas sehingga,

terbukti bahwa ada jenis vegetasi yang ditemukan di lokasi penelitian yang bukan

pakan gajah menurut pengetahuan lokal, namun merupakan pakan gajah

berdasarkan berbagai penelitian.

Dilokasi penelitian juga dijumpai adanya rotan (Callamus sp), bambu

(Bambusa sp), dan pisang hutan (Musa sp) sebagai pakan gajah, namun karena

titik dijumpainya tumbuhan itu diluar dari petak analisis vegetasi yang diteliti

sehingga tumbuhan ini tidak dianalisis kelimpahannya. Semakin terbatasnya jenis

vegetasi pakan gajah yang tersedia di dalam hutan mengakibatkan gajah masuk ke

lahan pertanian masyarakat yang lokasinya berbatasan langsung dengan ekosistem

hutan. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat setempat (Damar hitam),

(33)

Tabel 4. Jenis pakan gajah di areal pertanian masyarakat

No Nama lokal Nama ilmiah Famili Bagian yang

dimakan 1 Anggrong Trema orientalis Cannabaceae Daun

2 Rambung Ficus sp Moraceae Daun

3 Sawit Elaeis guineensis Arecaceae Daun

4 Pisang Musa paradisiacal Musaceae Buah/daun

5 Kelapa Coco nucifera Arecaceae Daun

6 Durian Durio sp Bombacaceae Buah

Jenis-jenis tanaman budidaya yang menjadi jenis vegetasi pakan gajah

diatas juga dibuktikan oleh Sukumar (2003) dalam Sinaga (2004) bahwa jenis

pakan yang sering dimakan gajah sumatera adalah jenis rerumputan, daun-daunan,

ranting dan kulit batang, batang pisang serta tanaman budidaya. Jenis yang paling

sering dimakan adalah dari ordo Malvales (Suku Malvaceae, Strerculiaceae, dan

Tiliaceae), kemudian dari suku Leguminoceae, Palmae, Cyperaceae dan

Graminae, sedangkan gajah kalimantan, lebih menyukai tumbuhan sebagai pakan

dari suku Lauraceae, Moraceae dan Musaceae.

Penelitian yang dilakukan di Resort Sei Lepan memperoleh 8 jenis

tumbuhan bawah sebagai vegetasi pakan gajah dari 21 jenis total keseluruhan

tumbuhan bawah di lokasi penelitian, sementara untuk tanaman berkayu diperoleh

9 jenis tumbuhan berkayu sebagai vegetasi pakan gajah dari 38 jenis total

tumbuhan berkayu di lokasi penelitian. Berdasarkan fakta tersebut bahwa

ketersediaan jenis pakan gajah di lokasi penelitian masih tergolong rendah. Hal ini

menyebabkan gajah mencari pakan keluar hutan dan masuk ke areal pertanian

masyarakat yang dapat mengakibatkan konflik gajah dengan masusia. Berikut

dipaparkan persentase jenis pakan di masing-masing lokasi dengan total non

(34)

Gajah sumatera akan keluar dari ekosistem hutan menuju lahan pertanian

masyarakat yang termasuk didalam wilayah jelajahnya, untuk mendapatkan

makan guna memenuhi kebutuhan nutrisinya. Menurut WWF (2010) Sebelum ada

gangguan terhadap habitat gajah sumatera, gajah memiliki ekosistem yang luas.

Tetapi saat ini habitat gajah telah terfragmentasi menjadi habitat-habitat kecil dan

sempit, antara satu habitat dengan yang lainnya tidak berhubungan, menyebabkan

daerah home range semakin sempit. Hal ini membuat kecenderungan gajah akan

keluar dari habitat alaminya untuk mencari pakan.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Tumbuhan bawah Tumbuhan berkayu

Lubuk simpur Tualang jeregen Lubuk bulat Aras jahanam Non pakan

Gambar 5 . Histogram persentase komposisi jenis vegetasi pakan gajah dengan vegetasi non-pakan gajah lokasi penelitian

Jumlah tumbuhan bawah sebagai pakan gajah di Lubuk simpur dan Aras

Jahanam disebabkan lokasi penelitian yang lebih terbuka, karena dekat dengan

aliran sungai. Sehingga jenis tumbuhan bawah lebih mendominasi di ke-2 lokasi

penelitian tersebut. Perbedaan jumlah jenis vegetasi pakan dimasing-masing

lokasi juga disebabkan oleh luasan lokasi yang berbeda dan letak titik yang

berbeda, hal ini didasarkan pada penggunaan metode kurva luas minimum.

P

e

rs

e

nt

a

se

(35)

Penelitian mengenai jenis pakan gajah yang sudah dilakukan di Taman

Nasional Gunung Leuser pada lokasi yang berbeda, ditemukan 55 jenis di Aras

napal dan Sei Badak (Zahra, 2002); 49 jenis di areal hutan Sikundur

(Yansyah, 2005); dan peneliti menemukan 17 jenis di Sei Lepan. Ketiga hasil

penelitian yang dilakukan oleh peneliti tudak dapat dibandingkan, karena luasan

dan tempat dari masing-masing penelitian berbeda satu sama lain. Setelah

dianalisis dari ke 17 jenis vegetasi pakan gajah yang didapatkan, sebagian data ini

juga diperoleh pada penemuan jenis vegetasi pakan gajah di areal Aras napal, Sei

Badak dan Sikundur.

Hal ini menjelaskan bahwa sebagian besar dari jenis vegetasi pakan gajah

di Taman Nasional Gunung Leuser tersebar hampir merata. Asumsinya bahwa

jumlah jenis pakan gajah pada TNGL bukan semakin berkurang hanya saja

kuantitas dari masing-masing jenis yang semakin berkurang. Hal ini menjadi salah

satu faktor yang mendorong gajah dan manusia mengalami konflik karena

keterbatasan jumlah pakan gajah akibat dibukanya areal hutan yang mungkin

merupakan habitat gajah sumatera sehingga ruang gerak dan habitatnya

terganggu. Sesuai dengan pernyataan Alikodra (2010) bahwa kasus gangguan

gajah di Pulau Sumatera terutama disebabkan karena dibukanya hutan-hutan alam

yang secara kebetulan habitat gajah, sehingga ruang gerak mereka semakin sempit

dan terganggunya habitat gajah karena adanya pengusahaan hutan. Dalam

keadaan seperti ini gajah seringkali menimbulkan gangguan.

Penelitian ini seharusnya dilakukan di 5 titik keluar masuknya gajah

(elephant entry point), namun karena kondisi pada 2 titik elephant entry point

(36)

elephant entry point mula-mula ditambah 1 titik lagi dari rujukan pembimbing

lapangan. Panjang masing masing jalur yaitu; Lubuk Simpur 60 m, Tualang

Jeregen 60 m, Lubuk Bulat 80 m, dan Aras Jahanam 60 m. Panjang

masing-masing jalur penelitian berbeda-beda satu sama lain karena metode penentuan

panjang jalur yang digunkan didasarkan oleh pertambahan jumlah jenis tumbuhan

sebanyak 10% dari petak sebelumnya. Hal yang sama juga dilakukan dalam

penelitian Zahra (2002) yang menentukan panjang dari garis transek berdasarkan

pertambahan 10% dari jumlah jenis vegetasi tiap plot contoh.

Perubahan titik penelitian ini membuktikan bahwa titik-titik habitat gajah

sudah mulai dirambah untuk penggunaan lahan lain selain hutan. Hal ini membuat

habitat yang satu dengan yang lain terpecah, kelompok gajah semakin terpisah,

dan gajah masuk dalam lahan pertanian masyarakat yang memungkinkan

timbulnya konflik gajah-manusia. Menurut Joewono (2011) bahwa Sekitar 19.000

hektar areal TNGL yang ada di Kabupaten Langkat, mengalami rusak parah,

terutama yang berada di Besitang dan Sei Lepan. Kerusakan hutan tersebut terjadi

karena maraknya aksi perambahan oleh masyarakat sekitar hutan sehingga saat ini

pihaknya melakukan pendataan terhadap masyarakat yang masuk ke daerah

TNGL, yang berada di Sei Siminyak, Barak Induk dan Damar Hitam.

Hasil analisis vegetasi di Taman Nasional Gunung Leuser didapat data

jenis pakan gajah (Lampiran 1, 2, 3, 4, 5) dimana kerapatan yang paling tinggi di

lokasi penelitian, pada tingkat tumbuhan bawah adalah Sporobulus diander

(30.000 ind/ha) pada tingkat semai adalah

(37)

tiang adalah Nephelium mutabile (66,67 ind/ha) dan pada pohon adalah

Nephelium mutabile dan Macaranga gigantae (16,67 ind/ha).

Nilai frekuensi vegetasi pakan gajah tertinggi di lokasi penelitian

(Lampiran 1, 2, 3, 4, 5) pada tingkat tumbuhan bawah adalah Sporobulus diander,

pada tingkat semai adalah

pohon adalah Macaranga gigantae, Artocharpus elasticus dan Artocarpus rigidus

sebesar 0,67.

Dominansi tumbuhan pakan gajah yang paling tinggi di lokasi penelitian

(Lampiran 4, 5) pada tingkat tiang adalah Nephelium mutabile (0,00018) dan pada

tingkat pohon adalah Nephelium mutabile (0,0028). Berdasarkan data tersebut INP

vegetasi pada masing-masing tingkatan lebih tinggi dari vegetasi lain. Hal ini

membuktikan bahwa Nephelium mutabile merupakan vegetasi yang mendominasi

suatu jenis terhadap jenis lainnya. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan pakan

gajah yang paling banyak dijumpai yang berada di Resort Sei Lepan adalah

Nephelium mutabile.

Keanekaragaman Jenis Vegetasi Habitat Gajah

Data inventarisasi yang diperoleh dari seluruh vegetasi di Taman Nasional

Gunung Leuser, didapatkan nilai keanekaragaman jenis (H’) flora pada tingkatan

sedang yaitu berkisar 1-3. Berikut dipaparkan data mengenai nilai

keanekaragaman jenis vegetasi habitat gajah pada masing-masing lokasi

(38)

Tabel 5. Nilai keanekaragaman Shannon-Wiener vegetasi hutan

No Nama Lokasi Tumbuhan

bawah Semai Pancang Tiang Pohon

1 Lubuk Simpur 2,24335 1,52231 2,24555 1,75551 1,98016

2 Tualang Jeregen 1,68656 1,89362 2,21503 2,02226 2,20471 3 Lubuk Bulat 2,21425 2,19845 2,39402 1,92476 2,04976 4 Aras Jahanam 2,44517 2,30416 2,42126 1,81486 1,8037

Vegetasi yang memiliki rata-rata tingkat keanekaragaman tertinggi

diperoleh pada tingkat vegetasi pancang yang diduga jenis pakan gajah yang

paling banyak di konsumsi oleh gajah di lokasi penelitian ini.

Menurut Eltringham (1982) dalam Zahra (2002) bahwa nilai keanekaragaman

jenis flora yang tinggi dari berbagi tingkat vegetasi diduga berbanding lurus

dengan keanekaragaman fungsinya sebagai habitat gajah. Lokasi-lokasi yang

tinggi keanekaragaman jenis tumbuhan pada tingkat tumbuhan bawah, semai dan

pancang; fungsi utamanya sebagai tempat mencari makan. Gajah lebih banyak

mengkonsumsi tumbuhan pakan pada tingkatan tersebut sedangkan yang

keanekaragaman jenisnya tinggi pada tingkat tiang dan pohon berfungsi sebagai

pelindung antara lain sebagai tempat berlindung, beristirahat dan menjalani

hubungan sosial.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Tumbuhan bawah

Semai Pancang Tiang

Lubuk simpur Tualang jeregen

Lubuk bulat Aras jahanam

Gambar 6. Histogram keanekaragaman jenis vegetasi tiap tingkatan

K

e

a

n

e

k

a

ra

g

a

m

a

n

(

H

(39)

Data ini menunjukkan bahwa pakan gajah yang paling banyak dikonsumsi

berada pada tingkat pancang, data hasil penelitian Zahra (2002) juga menunjukkan

nilai keanekaragaman tertinggi pada seluruh lokasi penelitian diperoleh pada

tingkat pancang. Hal ini sebanding dengan data yang diperoleh pada penelitian ini,

sehingga dapat diasumsikan bahwa pada lokasi penelitian jenis pakan gajah

berasal dari tumbuhan berkayu bukan rerumputan. Tingkat pancang dengan tinggi

yang relatif dapat dijangkau gajah, memungkinkan gajah untuk mengkonsumsi

dedaunan mudanya dari pada harus merobohkan pepohonan seperti yang

dinyatakan oleh Yansyah (2005) bahwa gajah lebih menyukai vegetasi yang

perawakannya lebih pendek sehingga lebih mudah menjangkaunya dari pada

daun-daunan pada pohon-pohon tinggi yang sulit dijangkau didalam hutan. Untuk

mendapatkan daun-daun muda pada pepohonan, gajah sering merobohkan

pohon-pohon dengan cara menabraknya dengan dahi dibantu oleh songketan gadingnya

untuk mengambil buah dan beberapa daun muda.

Kekayaan Jenis Vegetasi Pakan Gajah

Data yang di identifikasi dari seluruh vegetasi pakan gajah pada lokasi

Taman Nasional Gunung Leuser didapati bahwa indeks kekayaan jenis paling

rendah diperoleh pada tingkatan vegetasi tumbuhan bawah.

Tabel 6. Indeks kekayaan jenis Menhinick

No Nama Lokasi Tumbuhan

bawah Semai Pancang Tiang Pohon

1 Lubuk Simpur 0,883541 0,780869 1,195229 2,020726 2,309401

2 Tualang

(40)

Kekayaan jenis spesies pada tingkat tiang merupakan tingkat kekayaan

jenis yang paling tinggi. Asumsinya bahwa didalam masing-masing titik

penelitian dijumpai jenis tingkatan tiang yang terbanyak diantara jenis tingkatan

vegetasi lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kawasan hutan yang diteliti

merupakan jenis hutan sekunder yang telah lama mengalami suksesi sehingga

tiang lebih mendominasi dari pada pohon. Menurut Deni (2011) hutan sekunder

adalah fase pertumbuhan hutan dari keadaan tapak gundul, karena alam ataupun

antropogen, sampai menjadi klimaks kembali. Sifat-sifat hutan sekunder; tegakan

muda berkomposisi dan struktur lebih seragam dibandingkan hutan aslinya

biasanya didominasi pancang dan tiang serta tumbuhan perdu lainnya. Kondisi

hutan sekunder inilah yang dijadikan gajah sebagai areal untuk mencari makan

dan berjalan, sehingga gajah lebih menyukai hutan sekunder dibandingkan hutan

primer. Berikut dipaparkan hasil temuan-temuan jejak gajah di lokasi penelitian:

Gambar 7. Kotoran gajah Gambar 8. Gesekan badan gajah

(41)

Faktor Pemicu Konflik Gajah-Manusia

Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara masyarakat, bahwa gajah

lebih sering memasuki lahan pertanian masyarakat pada musim kering, hal ini

diakibatkan oleh:

1. Pada musim kering gajah membutuhkan dedaunan muda untuk memenuhi

nutrisinya, namun dengan kondisi areal penelitian yang telah terkonversi

sehingga kebutuhan pakan di areal hutan tidak terpenuhi dan mengakibatkan

gajah masuk kedalam areal pertanian masyarakat.

2. Pada musim kering aksesibilitas gajah menuju lahan pertanian masyarakat

lebih mudah, karena sungai mulai surut. Akibatnya pada musim kering gajah

lebih suka melewati jalur sungai karena relatif dangkal dan dapat dilaluinya.

Hal ini juga dilakukan gajah guna memperoleh pemenuhan air dalam

tubuhnya, mendinginkan badan serta untuk membersihkan tubuhnya.

Lokasi : Tualang Jeregen Lokasi : Lubuk Bulat

( 07’ 53.5’’) 07’ 33.2’’) Gambar 11. Titik keluar masuknya gajah

Pada musim penghujan gajah hanya berada didalam hutan karena

rerumputan muda yang mulai tumbuh sebagai makanan gajah, gajah juga

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis vegetasi pakan gajah sumatera yang didapatkan di Taman Nasional

Gunung Leuser adalah 17 jenis spesies yaitu ; Bamban batu, Tepos, Liana

(Urot Kembung), Kania, Rambe hutan, Rambutan hutan, Cekapung, Glagah,

Tampoi, Langsat hutan, Cempedak air, Trap/bendo, Tampu, Medang kuli,

Jarum-jaruman, Pandan hutan dan Tiga urat.

2. Jenis vegetasi pakan gajah yang memiliki kelimpahan tertinggi yang tersedia

di Taman Nasional Gunung Leuser, Resort Sei Lepan adalah Rambutan hutan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penduggaan kemampuan

hutan menyediakan makanan bagi gajah sumatera, mengingat pentingnnya

pengetahuan mengenai kelayakan daya dukung hutan saat ini terhadap pemenuhan

kebutuhan nutrisi gajah sumatera. Kemudian jenis vegetasi pakan gajah harus

dipertahankan bahkan ditingkatkan biodiversitasnya melalui berbagai kegiatan

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2008. Strategies Of Habitat And Resources Use by Sumatran Elephants (Elephas maximus sumatranus Temminck). Dissertation Doctor’s Program In Biology, School Of Life Sciences And Technology-ITB. Bandung.

Adiputra, I.N. 2003. Strategi Pelestarian Tanaman Obat Dalam Perspektif Budaya. Bali-HESG. Denpasar.

Alikodra, H.S. 2010. Teknik Pengelolaan Satwa Liar. IPB Press. Bogor.

Ardi, R. 2011. Nama Latin Pohon Hutan. [1 Mei 2011].

Arief H,T. 2003. Studi Ekologi dan Pengelolaan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian IPB.

[BBTNGL]. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Tentang TNGL. http//:www.gunungleuser.or.id.tentang-kamitentang-tngl.htm. [9 Mei 2011].

[CRU]. Conservation Response Union. 2009. Capacity Building in Mitigation of Human – Elephant Conflict to Reduce the Negative Impact to the Elephant and to the Community in Langkat District North Sumatra. FFI-SECP. 2009.

Deni. 2011. Budidaya Hutan. http://www.denny-denny.blogspot.com/2009/12/budidaya-hutan-2.html. [20 Juni 2011].

Eltringham, S.K. 1982. Elephants. Dalam tesis Zahra. Blanford Press Book. Dorset.

Hakim, A. 2010.

Haryanto. 1984. Studi Pengaruh Pembukaan Wilayah Hutan Terhadap Penyebaran dan Habitat Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Sumatera Bagian Selatan. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Diterbitkan.

Joewono, B.N. 2011. 19000 Hutan TNGL, Rusak Parah.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. IPB Press. Bogor.

(44)

[MZI]. Masyarakat Zoologi Indonesia. 2009. Biodiversitas Mamalia di Tesso Nilo. Vol 18. (2):45-103.

Noertjahja. 2009. Antimicrobial of Kembu-kembu And Rintih Belung to The Pathogenic. Vol 1. (1):54-57.

Noor, Y.S dan Enis. W.H. 1992. Survei Pendahuluan Areal Lahan Basah di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Selatan. AWB-Indonesia. Bogor.

Rahmi, J. 2009. Hubungan Kerapatan Tajuk dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Analisa Satelit dan Sistem Informasi Geografis di TNGL. Skripsi Dephut USU. Medan.

Setyowaty, F.M. 2007. Keanekaragaman Pemanfaatan Tumbuhan Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. PUSLIT, Bidang Botani LIPI. Bogor.

Sinaga WH. 2004. Pelestarian Gajah Sumatera, Antara Harapan Dengan Kenyataan. Laporan Utama Alam Semesta dan Pembangunan. III. (10):16 – 20.

Smith, T. M. and Robert. L. S. 2009. Elements of Ecology. Sixth edition. Pearson Benjamin Cummings. New York.

Soepartono, T. 2007. Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah Sumatera dan Gajah Kalimantan. Ditjen PHKA RI. Nangroe Aceh Darusalam.

Sukumar, R. 1985. The Asian Elephant Ecology and Management. Cambridge Dalam tesis Zahra, W.H. University Press.

_______. 2003. The Living Elephants. Evolutionary Ecology, Behavior, and Conservation. Dalam jurnal Sinaga. Oxford University Press.

[USAID]. United States Agency for International Development. 2007. Biodiversity Kawasan Ekosistem Seulawah. USAID archive. Aceh.

[WWF]. World Wild Life-Indonesia. 2010. Protokol Pengurangan Konflik Gajah di Riau. www.savesumatera.org. [01 Juli 2010].

______. 2010. Gajah Sumatera. www.savesumatera.org. [28 Januari 2010].

Yansyah, D. 2005. Inventarisasi Jenis Pakan Gajah Sumatera di Pos Penelitian Sikundur, Ekosistem Leuser. Skripsi Universitas Syah Kuala. Banda Aceh.

(45)

Lampiran 1. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat tumbuhan bawah

A. Lubuk simpur

N o

Nama

Ilmiah Famili

Juml

1 Selaginella doederleinii

aduncum Piperaceae 50

41.666

4 Elasteriospe rmum tapos

Zingiberac

7 Cycas sp2 Cycadacea e 5

spontaneum Poaceae 20 16.666 ,67

Index kekayaan jenis menhinick = 0,883541

B. Tualang Jeregen

N o

Nama

Ilmiah Famili

Jumla

3 Elasteriospe rmum tapos

(46)

cannaeformi

Index kekayaan jenis menhinick = 0,534522

C. Lubuk Bulat

N o

Nama

Ilmiah Famili

Jumla

4 Colocasi

a sp Arecaceae 32 20.000

7 Dioscore a hispida

Index kekayaan jenis menhinick = 0,681994

D. Aras Jahanam

N o

Nama

Ilmiah Famili

Jumla

1 Cycas sp2 Cycadacea e 20

aduncum Piperaceae 27

(47)

5 Mikania

8 Elasteriospe rmum tapos

Zingiberac

9 Cycas sp1 Cycadacea e 28

Index kekayaan jenis menhinick = 0,828079

Lampiran 2. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat semai

A. Lubuk simpur

N o

Nama

Ilmiah Famili

Jumla

Indeks kekayaan menhinick = 0,780869

B. Tualang Jeregen

N o

Nama

Ilmiah Famili

(48)

spp, ,67 12,

pinnata Sapindaceae 13

10.833

7 Melanorr hoea sp1

Indeks kekayaan menhinick = 0,602464

C. Lubuk Bulat

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

Individu Kerapatan KR Frekuensi FR 1 Myristicaceae 17 10.625 8,46 0,25 7,14

Indeks kekayaan menhinick = 0,705346

D. Aras Jahanam

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

Individu Kerapatan KR Frekuensi FR 1 Pometia pinnata Sapindaceae 14 11.666,67 11,57 0,33 8,31

(49)

Lampiran 3. Index Shannon-Weiner dan Index kekayaan jenis Menhinick tingkat pancang

A. Lubuk simpur

N o

Nama

Ilmiah Famili

Jumla

2 Polyalth

ia sp Annonaceae 7

6 Lithocar

pus sp Fagaceae 4

Indeks kekayaan menhinick = 1,195229

B. Tualang Jeregen

N o

Nama

Ilmiah Famili

Jumla

4 Melanorr hoea sp1

a Verbenacea

(50)

7

Indeks kekayaan menhinick = 1,889822

C. Lubuk Bulat

N o

Nama

Ilmiah Famili

Jumla

6 Melanorr hoea sp1

Indeks kekayaan menhinick = 1,562267

D. Aras Jahanam

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

(51)

3 2 266,67 4,17 0,33 7,07

Indeks kekayaan menhinick = 1,809068

Lampiran 4. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat tiang

A. Lubuk Simpur

N o

Nama

Ilmiah Famili Jum

Indeks kekayaan menhinick = 2,020726

B. Tualang jeregen

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

8 Azadirachta

(52)

C. Lubuk bulat

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

Individu Kerapatan KR Frekuensi FR Dominansi DR 1 Polyalthia sp Annonaceae 2 50 11,76 0,25 7,69 0,00027 15

2 Diospiros

ebenum Ebenaceae 2 50 11,76 0,5 15,38 0,00012 6,67 3 Myristicaceae 4 100 23,53 1 30,77 0,00069 28,3 4 Lithocarpus sp Fagaceae 3 75 17,65 0,5 15,38 0,00043 23,89

5 Macaranga

gigantae Euphorbiaceae 1 25 5,88 0,25 7,69 0,00004 2,22

6 Melanorrhoea

sp1 Anacardiaceae 2 50 11,76 0,25 7,69 0,00013 7,22 7 Petungah spp Rubiaceae 2 50 11,76 0,25 7,69 0,000098 5,44 8 Jackia ornate Guttiferae 1 25 5,88 0,25 7,69 0,000038 2,11 H max = -1,92476

Indeks kekayaan menhinick = 1,940285

D. Aras jahanam

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

Individu Kerapatan KR Frekuensi FR Dominansi DR 1 Mallotus sp Euphorbiaceae 3 100 27,27 0,67 22,33 0,00053 40,77 2 Rubiaceae 1 33,33 9,09 0,33 11 0,000097 7,46

3 Nephelium

mutabile Sapindaceae 2 66,67 18,18 0,67 22,33 0,00018 13,85 4 Myristicaceae 2 66,67 18,18 0,33 11 0,00028 21,54

5 Diospiros

ebenum Ebenaceae 1 33,33 9,09 0,33 11 0,00006 4,62

6 Melanorrhoe

a sp1 Anacardiaceae 1 33,33 9,09 0,33 11 0,00007 5,38

7

1 33,33 9,09 0,33 11 0,000047 3,62 H max = -1,81486

Indeks kekayaan menhinick = 2,110579

Lampiran 5. Index Shannon-Weiner dan index kekayaan jenis Menhinick tingkat pohon

A. Lubuk Simpur

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

Individu Kerapatan KR Frekuensi FR Dominansi DR

1

javanicum Sterculiaceae 2 16,67 16,67 0,63 18,26 0,00023 23,47 2 Pometia pinnata Sapindaceae 2 16,67 16,67 0,63 18,26 0,00019 19,39

3 Nephelium

mutabile Sapindaceae 1 8,33 8,33 0,33 9 0,00003 3,06

4 Macaranga

gigantae Euphorbiaceae 1 8,33 8,33 0,33 9 0,00002 2,04

5

1 8,33 8,33 0,33 9 0,00004 4,08 6 Cannna edulis 2 16,67 16,67 0,63 18,26 0,00018 18,37

7 Aglaia

tomentosa Meliaceae 1 8,33 8,33 0,33 9 0,00009 9,18

8 Nothopanax

scutellarium Araliaceae 2 16,67 16,67 0,63 18,26 0,0002 20,41 H max = -1,98016

(53)

B. Tualang jeregen

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

Individu Kerapatan KR Frekuensi FR Dominansi DR

1 Artocarpus

rigidus Moraceae 3 25 18,75 0,67 14,35 0,00068 38,2

2

javanicum Sterculiaceae 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00007 3,93 3 Mallotus sp Euphorbiaceae 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00003 1,68 4 Polyalthia sp Annonaceae 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00004 2,25

5 Artocharpus

elasticus Moraceae 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00007 3,93

6 Macaranga

gigantae Euphorbiaceae 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00012 6,74

7 Sappium

baccatum Euphorbiaceae 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00009 5,06 8 Myristicaceae 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00003 1,68

9

palembanica 1 8,33 6,25 0,33 7,07 0,00003 1,68

10 Azadirachta

indica Meliaceae 3 25 18,75 0,67 14,35 0,0004 22,47 11 Jackia ornate Guttiferae 2 16,67 12,5 0,67 14,35 0,00023 12,36 H max = -2,20471

Index kekayaan manhinick = 2,75

C. Lubuk bulat

No Nama Ilmiah Famili Jumlah

Individu Kerapatan KR Frekuensi FR Dominansi DR 1 Pometia pinnata Sapindaceae 3 18,75 8,82 0,5 9,52 0,00094 9,59 2 Myristicaceae 3 18,75 8,82 0,5 9,52 0,0004 4,08 3 Lithocarpus sp Fabaceae 10 62,5 29,41 4 19,05 0,0055 56,12 4 2 12,5 5,88 0,5 9,52 0,00028 2,86 5 Jackia ornate Guttiferae 5 31,25 14,71 0,5 9,52 0,0011 11,22 6 Shorea sp Dipterocarpaceae 4 25 11,76 0,75 14,28 0,0012 12,24 7 Polyalthia sp Annonaceae 2 12,5 5,88 0,25 4,76 0,00009 0,92 8 Melanorrhoea sp1 Anacardiaceae 1 6,25 2,94 0,25 4,76 0,00002 0,2

9 Pithecellobium

ellipticum Mimosacea 1 6,25 2,94 0,25 4,76 0,000047 0,47

10 Artocharpus

(54)

H max = -2,04976

Index kekayaan manhinick = 1,886484

D. Aras jahanam

N o

Nama

Ilmiah Famili Juml

(55)

Lampiran 6. Foto tumbuhan bawah

Pandan Hutan* Pakis Combengan (Pandanus sp) (Cycas sp1)

Gagatan harimau Lompong-lompongan Bunga saroja (Vitis gracilis) (Colocasia sp) (Nelumbo nucifera)

Jarum-jaruman* Panggang babi Pakis gila

(Sporobulus diander) (Leea Indica) (Cycas sp2)

(56)

Ganyong Bamban batu* Kania*

(Cannna edulis) (Donax cannaeformis) (Mikania micrantha)

Cakar ayam Tepos* Gadung

(Selaginella doederleinii) (Elasteriospermum tapos) (Lannea grandis)

Rumput glagah* Cekapung* Leana*

(Saccharum spontaneum) (Oroxylum indicum) (Merremia peltata)

Keterangan

(57)

Patikan Sangkot Sirih hutan (Euphorbia hirta) (Litsea firma) (Piper aduncum)

Lampiran 7. Foto tumbuhan berkayu

Cempedak air* Trep/Bendo* Asam-asam

(Artocarpus rigidus) (Artocharpus elasticus) (Canarium spp2)

Medang Keladi Tetel Air-air

(Ryparosa caesia) (Jackia ornata)

(58)

Manggis hutan Terempinis Meranti gembung

(Garcinia mangostana) (Shorea Sp)

Cep cepan Kopi-kopi Cengal

(Castanopsis costata) (Petungah spp) (Hope sangal)

Tiga urat* Lema sawah Jerit

(Cinnamomum sp) (Aporosa falcifera) (Melanorrhoea sp.1)

Keterangan

(59)

Darah-darah Kembu Rambutan hutan* (Callicarpa candicans) (Nephelium mutabile)

Bawang-bawang Pakam menggang Banditan (Azadirachta indica) (Pometia pinnata) (Polyalthia sp)

Katol biang Rambe hutan* Kruing air

(Pithecellobium ellipticum

Keterangan

(60)

Arang-arang Tampoi* Tampu tapak gajah*

(Diospiros ebenum) (Baccaurea macrocarpa) (Macaranga gigantae)

Gempol Bayur Jeluak

Risung Marak Segeseng

(Canarium spp1) (Sappium baccatum) (Lithocarpus sp)

Keterangan

(61)

Langsat hutan* Mangkok-mangkok Medang kuli*

(Aglaia tomentosa) (Nothopanax scutellarium

Gambar

Gambar 1. Peta perubahan penutupan hutan TNGL
Gambar 2. Peta SPTN VI Besitang
Gambar 3. Metode kombinasi jalur dan garis berpetak (Kusmana, 1997)
Tabel 2. Ukuran sub-petak permudaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada empat item Relationship Marketing yaitu Understanding Customer Expectation (UCE) , Building Service Partnership (BSP) , Total Quality management (TQM) dan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengembangkan penelitian terdahulu dengan inovasi penambahan cita rasa pedas, bawang, dan pencampuran antara pedas dan bawang

Windmill Water Flow Top benefited from the force of gravity to the ater entering the turbine blade, so that power is generated not only from the kinetic energy comes

Tabel Hasil Output Uji Multikolinearitas Setelah Mengeluarkan Variabel Pengeluaran

Todeusz Kontor (..g. Dormon come to theotre thcl. to teoching; his storting poini wos

Terdapat perbedaan kualitas hidup pasien skizofrenia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi ketepatan minum obat di ruang rawat inap RS Jiwa Grhasia Pemda DIY

[r]

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya, sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “ Penerapan Sistem Informasi Akutansi Berbasis