ANALISIS MAKNA KALIMAT DUGAAN Y
Ō
DAN S
Ō
DALAM NOVEL “NORUWEI NO MORI” KARYA HARUKI
MURAKAMI
SKRIPSI
Skripsi ini Diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu
Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
OLEH
DINI HIDAYATI
040708022
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA JEPANG
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ...1
1.2. Perumusan Masalah ...4
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan...5
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...6
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...9
1.6. Metode Penelitian ...10
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ 2.1. Studi Semantik Makna Kalimat ...12
2.2. Jenis-jenis Makna...14
2.3. Makna dalam Gaya Bahasa ...17
2.4. Makna Kalimat Dugaan Yō ...18
BAB III ANALISIS MAKNA BENTUK KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ DALAM NOVEL “NORUWEI NO MORI” KARYA HARUKI MURAKAMI
3.1. Makna Bentuk Kalimat Dugaan YŌ ...27
3.1.1. Sebagai Kata Benda ...27
3.1.2. Sebagai Kata Kerja ...28
3.2. Makna Bentuk Kalimat Dugaan SŌ ...31
3.2.1. Sebagai Kata Benda ...31
3.2.2. Sebagai Kata Sifat ...32
3.3.3. Sebagai Kata Kerja ...35
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan ...38
4.2. Saran ...39
DAFTAR PUSTAKA ...40
ABSTRAK
Sebagai guru bahasa, penerjemah, pengarang, penyusun kamus, dan
wartawan, dan lain-lain perlu mengetahui linguistik. Tanpa pengetahuan yang
baik tentang linguistik mungkin akan mengalami kesulitan. Tetapi kalau
memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan linguistik, maka akan
mendapat kemudahan. Mengapa?. Karena linguistik adalah ilmu tentang
bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.
Dengan bahasa, ide, pikiran, hasrat, dan keinginan dapat disampaikan
kepada seseorang baik secara lisan maupun tulisan, lawan bicara tersebut
dapat menangkap apa yang kita maksud. Mempelajari makna merupakan
kajian semantik.
Keanekaragaman bahasa di dunia ini menyebabkan manusia mengenal
berbagai bahasa. Dalam mempelajari bahasa, diperlukan pemahaman tentang
aturan dan kaidah-kaidah yang ada untuk menghasilkan suatu bahasa yang
baik. Bahasa terdiri dari kalimat yang mengandung makna dan tersusun
menurut pola dan bentuk kalimatnya.
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris
semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina). Istilah tersebut digunakan para
pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna.
Semantik memegang peranan penting dalam suatu komunikasi karena
menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara kemudian dipahami oleh
lawan bicaranya. Dikatakan, bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan
dengan bahasa, apakah itu struktur kalimat, kosakata, atau pun bunyi-bunyi
bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna.
Kajian semantik antara lain makna kata (go no imi) dan makna kalimat
(bun no imi). Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian semantik,
karena komunikasi dengan suatu bahasa seperti bahasa Jepang akan
berlangsung dengan baik jika maknanya dipahami oleh kedua belah pihak.
Makna dapat dibagi menjadi dua yaitu makna leksikal dan makna
gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus (jisho
teki imi) atau makna kata (goi teki imi), sedangkan makna gramatikal dalam
bahasa Jepang disebut makna kalimat (bunpou teki imi).
Dalam skripsi ini, Penulis ingin menjelaskan makna kalimat dugaan yō
dan sō yang mempunyai makna hampir sama tetapi berbeda cara
penggunaannya. Contoh kalimatnya diambil dari novel “Noruwei No Mori”
karya Haruki Murakami.
Dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami, terdapat
contoh bentuk yō dan sō yang dikelompokkan sebagai kata benda, kata sifat,
dan kata kerja.
Yō dan sō memiliki makna yang sama yaitu menjelaskan suatu dugaan
atau prasangka (kelihatannya, sepertinya, tampaknya) tetapi sedikit berbeda
Pada kata benda bentuk yō desu menjadi [kata benda (no/datta) + yō
desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + yō desu] dan pada kata kerja
menjadi [kata kerja + yō desu].
Yō digunakan pada saat pembicara menyatakan perkiraan berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra. Adapun informasi yang ia terima
adalah informasi secara langsung.
Yō juga digunakan untuk menyatakan suatu dugaan yang berasal dari
apa yang dilihat dan dirasakan, dan diterima oleh akal.
Sō digunakan untuk menyatakan dugaan berdasarkan informasi yang
dilihat oleh pembicara pada saat kejadian dan dugaan pembicara yang tampak
dari luar, seperti suara atau sifat seseorang.
Pada bentuk sō1 kata benda menjadi [kata benda + kopula da + sō
desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu] dan pada kata kerja
menjadi [kata kerja + sō desu].
Pada sō2 kata benda sama seperti sō1 [kata benda + kopula da + sō
desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu], dan pada kata kerja
menjadi [kata kerja masu + sō desu].
Perbedaan antara yō dan sō yang mengungkapkan suatu hal atau
keadaan terletak pada tingkat kepastian atau perasaan yakin akan kebenaran
hal tersebut. Apabila diurutkan maka akan menjadi; pertama bentuk yō
Agar tidak terjadi “kesamaran pengertian” para pelajar perlu
memahami kata-kata yang mempunyai kemiripan arti dan dibedakan secara
semantis. Sebab, dalam bahasa Jepang banyak sekali terdapat kata-kata seperti
ini.
Untuk menggunakan bentuk yō dan sō, hendaknya memahami teori
BAB I
PENDAHULUAN
.1. Latar Belakang Masalah
Dalam tugas sehari-hari, baik sebagai guru bahasa, sebagai penerjemah,
sebagai pengarang, sebagai penyusun kamus, sebagai wartawan, atau sebagai
apapun yang berkenaan dengan bahasa, tentu akan menghadapi
masalah-masalah linguistik atau yang berkaitan dengan linguistik. Tanpa pengetahuan
yang memadai mengenai linguistik mungkin akan didapat kesulitan dalam
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Tetapi kalau memahami masalah-masalah
linguistik, maka akan didapat kemudahan dalam melaksanakan tugas tersebut.
Mengapa?. Karena linguistik akan memberi pemahaman mengenai hakikat
dan seluk beluk bahasa sebagai satu-satunya alat komunikasi terbaik yang
hanya dimiliki manusia, serta bagaimana bahasa itu menjalankan peranannya
dalam kehidupan manusia.
Dedi Sutedi dalam bukunya Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang
(2003:2), berpendapat bahwa ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat,
dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun tulisan, lawan
bicara tersebut dapat menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia
memahami makna yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Mempelajari
usaha untuk mengelompokkan, membedakan, dan menghubungkan
masing-masing hakikat makna.
Keanekaragaman bahasa yang terdapat di dunia ini menyebabkan
manusia dapat mengenal banyak bahasa-bahasa yang ada. Dalam mempelajari
bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing diperlukan pemahaman
tentang aturan dan kaidah-kaidah yang terdapat pada bahasa tersebut. Hal ini
dilakukan untuk menghasilkan suatu bahasa yang komunikatif. Bahasa tidak
terlepas dari kalimat yang mengandung makna dan akan lebih jelas apabila
tersusun menurut pola dan bentuk kalimatnya.
Demikan juga dengan bahasa Jepang, salah satu contohnya bentuk
kalimat yō dan sō yang mempunyai makna “seperti”, “kelihatannya”,
“tampaknya” harus ditempatkan dalam kalimat sesuai dengan situasi
pemakaiannya. Jika tidak, kalimat akan mengalami kerancuan. Untuk
menghindari hal ini, seseorang perlu mempelajari tata bahasa yang baik dan
benar, terutama pada saat berbicara dengan orang asing. Hal ini juga penting
untuk menjalin suatu komunikasi yang baik..
Dalam buku-buku pelajaran bahasa Jepang, tidak sedikit siswa
menemukan kalimat yang mengandung bentuk yō dan sō. Dalam proses
belajar memang diberikan penjelasan tentang kedua makna tersebut. Akan
tetapi, yang dapat dipahami oleh siswa, pada umumnya, adalah makna leksikal
sebab terdapat dalam kamus. Sedangkan makna yang lebih mendalam lagi
pikiran, dan perasaan agak sulit dipahami oleh siswa yang dapat menyebabkan
terjadinya kesamaran pengertian Sedangkan secara semantis yang
berhubungan dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata atau bahkan
kalimat/teks, di antara kedua bentuk kalimat tersebut terdapat perbedaan. Hal
ini merupakan hambatan bagi siswa dalam menggunakannya, bahkan dalam
menterjemahkannya.
Setelah melihat uraian di atas, sebagai mahasiswa bahasa Jepang yang
sedang mempelajari bahasa tersebut, Penulis merasa tertarik untuk membahas
makna yang terkandung dalam bentuk kalimat yō dan sō yang memiliki
pengertian sejenis tapi berbeda cara penggunaannya. Contoh:
1. ミラーさんは忙しそうです。
Mira san wa isogashi sō desu
Tuan Miller kelihatannya sibuk (Minna No Nihon Go II 2004:143)
2. ミラーさんは忙しいようです。
Mira san wa isogashii yō desu
Tuan Miller sepertinya sibuk (Minna No Nihon Go II 2004:143)
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwasanya makna kedua kalimat
tersebut hampir sama. Akan tetapi, bila ditelaah lebih jauh lagi akan terdapat
perbedaan pada kedua kalimat tersebut. Pada contoh (1) kalimat menyatakan
perilaku tuan Miller. Sedangkan pada contoh (2) kalimat menyatakan
pertimbangan yang didasari oleh apa yang telah dilihat atau didengar oleh
pembicara sendiri. Oleh karena itu, hal tersebut di atas menjadi alasan bagi
Penulis untuk mengambil pokok bahasan mengenai “Analisis Makna Kalimat
Dugaan Yō dan Sō dalam Novel “Noruwei No Mori” Karya Haruki
Murakami”.
.2. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya adalah makna
yang terdapat dalam bentuk kalimat yō dan sō yang secara leksikal
mempunyai kemiripan makna. Leksikal berarti yang berhubungan dengan
kamus, dengan kata lain makna tersebut dapat dilihat dalam kamus.
Untuk melihat bagaimana sebenarnya makna yang terkandung dalam
bentuk kalimat dugaan yō dan sō terutama dalam novel “Noruwei No Mori”
karya Haruki Murakami, Penulis akan mencoba membahasnya dalam tulisan
ini. Novel ini terdiri dari dari dua bagian yaitu pada bagian pertama sebanyak
300 halaman dan pada bagian kedua sebanyak 292 halaman yang
diterjemahkan oleh Jonjon Johana. Bila diuraikan dalam bentuk pertanyaan
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penggunaan bentuk kalimat dugaan yō dan sō dalam
2. Apakah makna yang terkandung dalam bentuk kalimat dugaan yō dan
sō yang terdapat dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki
Murakami?
.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka Penulis menganggap
perlu adanya ruang lingkup pembahasan permasalahan agar masalah penelitian
tidak terlalu luas dan berkembang jauh sehingga masalah yang akan
dikemukan lebih dapat terarah dalam penulisan.
Bentuk kalimat dugaan yō dan sō dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia yang berarti “kelihatannya”, “sepertinya”, “tampaknya”.
Akan tetapi, kedua bentuk kalimat dugaan ini tidak dapat dipergunakan begitu
saja karena harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Sebelum membahas
inti permasalahan, Penulis juga akan menjelaskan pengertian dan jenis-jenis
bentuk kalimat dugaan yō dan sō. Oleh karena itu, Penulis membatasi
permasalahan sebagai berikut:
.4. Jenis-jenis bentuk kalimat dugaan yō dan sō
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1. Tinjauan Pustaka
Nagano Masaru dalam Hamzon Situmorang (2007:1) mengatakan
berarti tata bahasa adalah aturan yang berhubungan dengan struktur
pengutaraan bahasa. Dalam hal ini tidak dijelaskan apakah dalam bahasa
tulisan atau dalam bahasa lisan. Selanjutnya dijelaskan bahwa unit-unit tata
bahasa tersebut adalah paragrap, kalimat, penggalan kalimat, dan kata. Akan
tetapi, masing-masing bidang tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri.
Kesemuanya itu mempunyai hubungan yang tidak dapat terpisahkan satu sama
lainnya.
Penulisan skripsi ini fokusnya adalah analisis makna kalimat dugaan
yō dan sō dalam novel “Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami. Oleh
karena itu, Penulis menggunakan konsep atau defenisi yang berhubungan
dengan linguistik terutama dalam bidang semantik. Linguistik adalah ilmu
tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya
(Abdul Chaer, 2007:1). Dalam hal ini Penulis ingin menjelaskan makna
kalimat dugaan yō dan sō yang mempunyai makna yang hampir sama tetapi
berbeda cara penggunaannya. Hal ini berkaitan dengan cabang linguistik yaitu
semantik yang mengkaji tentang makna. Makna yang sama namun nuansanya
berbeda dalam kalimat berkaitan dengan relasi makna. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, kata relasi berarti hubungan. Sedangkan kata makna
Relasi makna adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan
bahasa yang satu dengan satuan bahasa yang lainnya. Satuan bahasa dalam hal
ini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat dan relasi semantik itu juga dapat
menyatakan kesamaan makna, pertentangan makna, ketercakupan makna,
kegandaan makna, atau juga kelebihan makna.
2. Kerangka Teori
Menurut pendapat Bambang Yudi Cahyono (1995:188) dalam bukunya
Kristal-Kristal Ilmu Bahasa menyatakan bahwa dalam perkembangan
semantik terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan hakekat suatu
makna. Teori-teori itu antara lain teori makna sebagai hakekat yang
dimaksudkan, teori makna sebagai suatu gagasan, teori makna sebab akibat,
teori makna beragam, dan teori makna fungsional.
Dari pendapat ahli di atas, dalam penulisan skripsi ini, Penulis merujuk
pada teori makna sebab akibat yang menekankan pentingnya proses
perenungan yang dilakukan oleh seseorang pada saat dia menyadari suatu hal
yang perlu ditanggapi dan dimengerti maksudnya. Hal tersebut mengandung
maksud karena pada saat hal itu ditangkap oleh indra penglihatan atau
pendengaran, sebenarnya ada sesuatu yang terjadi dan dialami oleh indra
penerima itu. Kejadian yang dialami oleh indra itu disebut penafsiran. Dengan
yakni aspek-aspek atau komponen-komponen penting dari makna yang
ditangkap oleh indra tersebut dengan suatu penafsiran.
Abdul Chaer (2007:290) berpendapat bahwa dalam penulisan ini dapat
digunakan teori makna kontekstual yakni makna sebuah leksem atau kata yang
berbeda di dalam satu konteks, termasuk juga dapat berkenaan dengan
situasinya, atau dengan kata lain makna kontekstual adalah makna yang
didasarkan atas hubungan antar ujaran dan situasi yang menggunakan ujaran
tersebut. Beliau juga mengungkapkan bahwa makna kontekstual dapat berupa
konteks kalimat, konteks situasi, konteks bidang pemakaian, atau konteks
wacana.
Teori kontekstual mengisyaratkan pula bahwa sebuah kata atau simbol
ujaran tidak mempunyai makna jika ia terlepas dari konteks.
Dalam bukunya Teori Semantik JD. Parera (1991:18) menyatakan
bahwa terdapat teori makna yang lain, yaitu teori pemakaian dari makna.
Teori ini dikembangkan oleh filsuf Jerman Wittgenstein. Ia berpendapat
bahwa kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks karena
konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu.
Dari teori yang dikemukakan tersebut, maka sudah pasti kata yō dan sō
memiliki perbedaan makna dan tidak digunakan dalam konteks yang sama.
Untuk itulah Penulis akan membahas makna yang terkandung dalam kalimat
Menurut Chaer (2007:289) makna dapat dibagi menjadi dua yaitu
makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal
disebut makna kamus (jisho teki imi) atau makna kata (goi teki imi) yang
sesuai dengan hasil pengamatan indra terlepas dari unsur gramatikal dan dapat
juga dikatakan sebagai makna asli dari suatu kata. Sedangkan makna
gramatikal dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat (bunpou teki imi).
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan Penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui penggunaan bentuk kalimat dugaan yō dan sō dalam
kalimat bahasa Jepang
2. Mengetahui makna bentuk kalimat dugaan yō dan sō dalam novel
“Noruwei No Mori” karya Haruki Murakami
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai bentuk kalimat dugaan yō dan sō.
2. Agar pembaca dapat memahami dengan mudah makna yang
terkandung dalam bentuk yō dan sō
.6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode deskriptif. Kata deskriptif berasal dari bahasa latin ”descriptivus”
yang berarti uraian. Data dalam metode deskriptif yang dikumpulkan adalah
berupa kata–kata bukan angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan
berisi kutipan–kutipan kata untuk memberi gambaran penyajian laporan
tersebut. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan
untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.(M.
Nazir, 1999:63)
Metode lain yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode
penelitian kepustakaan (library research), yaitu studi kepustakaan atau
pengumpulan data–data dan informasi yang bersumber dari buku–buku
kepustakaan yang berkaitan dengan makna kalimat dugaan yō dan sō. Buku–
buku yang digunakan diperoleh dari perpustakaan umum maupun pribadi.
Dalam hal ini, Penulis melakukan beberapa tahap sebagai berikut:
1. Mengkaji ulang, menganalisis, dan menyimpulkan literatur yang
berkaitan dengan masalah yang akan diteliti sehingga menjadi suatu
kerangka tulisan dan kerangka berpikir yang konstruktif yang dapat
menunjang pemecahan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Setelah menganalisis data-data, dilanjutkan dengan membaca novel
bahasa Jepang dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
Jonjon Johana.
3. Mencari, mengumpulkan, dan mengklasifikasikan kalimat-kalimat
yang menggunakan bentuk kalimat dugaan yō dan sō.
4. Merangkum dan menyusun data-data dalam satuan-satuan untuk
dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab.
5. Menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari
kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP MAKNA KALIMAT DUGAAN YŌ
DAN SŌ
2.1. Studi Semantik Makna Kalimat
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris
semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’ atau dari verba samaino
‘menandai’, ‘berari’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk
menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Pengertian makna
(sense – bahasa Inggris) adalah pertautan yang ada diantara unsure-unsur
bahasa itu sendiri terutama kata-kata. Makna menurut Palmer (1976:30) dalam
Fatimah Djajasudarma (1999:5) hanya menyangkut intrabahasa. Sejalan
dengan pendapat tersebut, disebutkan juga bahwa mengkaji atau memberikan
makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan
hubungan-hubungan makna yang membuat kata-kata tersebut berbeda.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut de Saussure dalam Abdul
Chaer (2007:287) bahwa makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki
yang terdapat pada sebuah tanda linguistik.
Semantik memegang peranan penting dalam suatu komunikasi karena
bahasa yang digunakan dalam hal ini tidak lain hanya untuk menyampaikan
suatu makna. Misalnya seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada
ia bisa menyerap apa yang disampaikannya. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa setiap jenis penelitian yang berhubungan dengan bahasa, apakah itu
struktur kalimat, kosakata, atau pun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya
tidak terlepas dari makna.
Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi) dan makna
kalimat (bun no imi). Makna setiap kata merupakan salah satu objek kajian
semantik, karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama
seperti bahasa Jepang baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang
digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya
sama dengan yang digunakan oleh lawan bicaranya.
Di dalam bahasa terutama bahasa Jepang banyak terdapat sinonim
(ruigigo) dan sangat sulit untuk bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia
satu persatu. Ditambah dengan masih minimnya buku-buku atau kamus yang
bertuliskan bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang
makna
Makna kalimat merupakan kajian semantik karena suatu kalimat
ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Misalnya kalimat
“Watashi wa Yamada san ni megane wo ageru” (saya memberikan kacamata
pada Yamada) dengan kalimat “Watashi wa Yamada san ni tokei wo ageru”
(saya memberikan jam pada Yamada). Jika dilihat dari strukturnya kedua
kalimat tersebut sama, yaitu “A wa B ni C wo ageru”, akan tetapi mempunyai
yang menjadi unsur dalam kalimat tersebut. Bersamaan dengan pendapat
tersebut, kalimat yang sama jika diucapkan pada situasi dan kondisi yang
berbeda akan berbeda pula maknanya yang berhubungan dengan pragmatik.
Akan tetapi dalam hal ini Penulis hanya akan membahas makna kalimat yang
ditinjau dari segi semantik yang menyangkut makna kalimat secara aslinya
(makna dalam bahasa) (Dedi Sutedi, 2003:106).
2.2. Jenis-jenis Makna
Terdapat beberapa pendapat mengenai jenis-jenis makna. Palmer
(1976:34) mengemukakan jenis-jenis makna terdiri dari makna kognitif,
makna ideasional, makna denotasi, makna proposisi. Sedangkan Shipley
(1962:261) menyatakan bahwa yang termasuk jenis makna yaitu makna emotif,
makna kognitif atau deskriptif, makna referensial, makna piktorial, makna
kamus, makna samping, dan makna inti.
Verhaar dalam Mansoer Pateda (2001:96) mengemukakan istilah
makna leksikal dan makna gramatikal, sedangkan Boomfield mengemukakan
istilah makna sempit dan makna luas. Pateda menambahkan
pendapat-pendapat sebelumnya bahwa yang termasuk jenis-jenis makna yaitu makna
afektif, makna denotatif, makna deskriptif, makna ekstensi, makna emotif,
makna gereflekter, makna gramatikal, makna leksikal, makna ideasional,
makna intensi, makna khusus, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi,
makna lokusi, makna luas, makna piktorial, makna proposisional, makna pusat,
makna referensial, makna sempit, makna stilistika, makna tematis, dan makna
tekstual. Dalam hal ini Penulis akan menjelaskan beberapa dari jenis-jenis
makna tersebut.
1. Makna leksikal
Makna leksikal (lexical meaning), atau makna semantik (semantic
meaning), atau makna eksternal (external meaning) adalah makna kata ketika
kata tersebut berdiri sendiri baik itu dalam bentuk leksem atau berimbuhan
yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang terdapat dalam kamus bahasa
tertentu. Dapat dimengerti juga bahwa makna leksikal adalah makna yang
terdapat dalam kamus.
Mansoer Pateda dalam bukunya Semantik Leksikal (2001:96)
menyatakan bahwa makna leksikal suatu kata terdapat dalam kata yang berdiri
sendiri. Dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat berubah
apabila kata tersebut telah berada dalam kalimat. Dengan demikian terdapat
kata-kata yang makna leksikalnya dapat dipahami jika kata-kata tersebut
dihubungkan dengan kata-kata yang lain seperti kata yang termasuk dalam
kata tugas atau partikel, misalnya yang, dan, ke.
Beberapa kata tersebut memperlihatkan bahwa maknanya hanya dapat
diketahui jika sudah termasuk dalam konteks kalimat. Kata-kata tersebut
2. Makna gramatikal
Makna gramatikal (grammatical meaning) atau makna fungsional
(fungtional meaning), atau makna struktural (structural meaning), atau makna
internal (internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat
berfungsinya kata dalam kalimat.
Kata mata mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat di
kepala berfungsi untuk melihat. Namun setelah kata mata ditempatkan dalam
kalimat, seperti “Hei, mana matamu?” kata mata tidak lagi mengacu pada
makna alat untuk melihat akan tetapi menunjuk pada cara bekerja, cara
mengerjakan yang hasilnya kurang baik. Pada contoh lain kata mata
digabungkan dengan kata yang lain seperti mata duitan, mata keranjang, telur
mata sapi, mata pisau, dan lain-lain yang kesemuanya mengandung makna
yang berbeda dan makna inilah yang disebut dengan makna gramatikal.
3. Makna kontekstual
Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional
(situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan
konteks. Diketahui bahwa konteks berhubungan dalam banyak hal. Konteks
yang dimaksud dalam hal ini adalah konteks orangan,dalam hal ini berkaitan
dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara/pendengar, latar
belakang sosial ekonomi pembicara/pendengar; konteks tujuan seperti
meminta, mengharapkan sesuatu; konteks situasi, misalnya situasi aman, ribut,
tempat; konteks objek, apa yang sedang dibicarakan; konteks kebahasaan,
apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak; dan
konteks bahasa, bahasa yang digunakan.
4. Makna tekstual
Makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah
seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperoleh
hanya melalui makna setiap kata atau makna setiap kalimat, akan tetapi makna
tekstual dapat ditemukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks.
Dengan demikian makna tekstual berhubungan dengan bahasa tertulis.
Seseorang harus membaca teks terlebih dahulu barulah maknanya dapat
ditentukan. Makna tekstual lebih berhubungan dengan amanat, pesan, dan
tema yang ingin disampaikan melalui teks.
2.3. Makna dalam Gaya Bahasa
Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa adalah
pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu;
keseluruhan ciri khas bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam
menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan (Depdikbud
Gaya bahasa termasuk dalam stilistika yakni makna yang mempunyai
hubungan timbal-balik dengan lambang, yang berarti bahwa setiap lambang
mengandung makna, baik makna leksikal maupun gramatikal.
Gaya bahasa banyak dan biasanya dibicarakan dalam bidang sastra.
Permasalahannya terletak pada makna kata atau kalimat yang menggunakan
gaya bahasa. Misalnya dalam kalimat “Pak Ali membeli lima ekor kambing”,
dapat diketahui bahwa makna yang terkandung dalam gabungan kata ini ialah
lima kambing bukan ekor kambing sebanyak lima. Jadi yang dimaksud dalam
kalimat ini adalah lima kambing seluruhnya, bukan ekor kambing yang
sebanyak lima.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat makna yang
berhubungan dengan gaya personifikasi, metonimia, dan seterusnya. Juga
dapat dilihat dari segi kedekatan antar makna.
2.4. Makna Kalimat Dugaan Yō
Menurut Seichii Makino dan Michio Tsutsui (1997 :549) dalam
bukunya A Dictionary of Basic Japanese Grammar mengatakan:
“Yō expresses the likelihood of something/someone or the likeness of something/someone to something/someone. In either case when the speaker uses it, his statement is based on first hand, reliable information”.
Bahwa bentuk yō digunakan untuk menyatakan sesuatu yang mirip atau kemiripan terhadap sesuatu/seseorang. Beliau juga mengatakan ketika menggunakan bentuk yō, pernyataan pembicara berdasarkan
Dalam buku terjemahan Nihon Go No Kiso II (1984:48) dijelaskan
bahwa bentuk yōmempunyai beberapa arti, yaitu:
1. General Conjecture/Dugaan Umum
Contoh:
1) 人が大勢集まっていますね。。。
事故があったようですね。パトカーと救急車が来ていますよ。
Hito ga oozei atsumatte imasu ne..
Jiko ga atta yō desune. Patoka- to kyuukyuusha ga kite imasu yo..
Banyak orang berkumpul ya..
Sepertinya terjadi kecelakaan. Mobil polisi dan ambulans sudah datang (Minna No Nihon Go II 2004:135)
Pada saat ini pembicara menduga bahwa dengan ”banyaknya orang
yang berkumpul sepertinya telah terjadi kecelakaan”. Hal ini berdasarkan pada
pertimbangan si pembicara oleh apa yang telah dilihat atau didengarnya.
2. Euphemistic Expression/Ungkapan Halus
Pemakaian yōdapat digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang
masih samar atau kurang jelas meskipun dapat dinyatakan secara positif.
Contoh:
2) 彼は漢字が読めないようです。.
Kare wa kanji ga yomenai yō desu.
Sepertinya dia tidak bisa membaca kanji。 (Nihon Go No Kiso II 1984:48)
Dalam hal ini menurut si pembicara, dia tidak bisa membaca kanji tapi
hal itu belum tentu benar, karena mungkin saja dia dapat membaca kanji
2.4.1. Makna Yō Sebagai Kata Benda
Bentuknya adalah sebagai berikut:
[Kata benda (no / datta) yō desu]
Contoh:
3) ここは昔学校だったようです。
Koko wa mukashi gakkō datta yō desu
Dulu di sini sepertinya sekolah
(A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)
4) この酒は水のようです。
Kono sake wa mizu no yō desu ne.
Sake ini seperti air
(A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)
2.4.2. Makna Yō Sebagai Kata Sifat
Bentuknya adalah sebagai berikut:
[kata sifat i/na + yō desu]
Contoh:
5) この問題は学生にちょっと難しいようです。
Kono mondai wa gakusei ni chotto muzukashii yōdesu.
Bagi siswa soal ini sepertinya sangat susah
2.4.3. Makna Yō Sebagai Kata Kerja
Bentuknya adalah sebagai berikut:
[kata kerja + yō desu].
Contoh:
6) 木村さんはきのうお酒を飲んだようです。
Kimura san wa kinō osake wo nonda yō desu
Kemarin, tuan kimura sepertinya minum sake
(A Dictionary of Basic Japanese Grammar, 1997:549)
2.5. Makna Kalimat Dugaan Sō
Menurut Seiichi Makino dan Michio Tsuitsui dalam bukunya A
Dictionary of Basic Japanese Language (1997:409) mengemukakan bahwa
sō memiliki dua macam makna, yaitu:
a. Bentuk sō1
1. Menunjukkan suatu kabar atau informasi. Bentuk ini dipakai
ketika pembicara menyampaikan sumber informasi yang
diperoleh tanpa mengubahnya
2. Sumber informasi yang dinyatakan dengan bentuk kata benda
ni yoru to ‘menurut kata benda’
Contoh:
7) 新聞によるとフロリダに雪が降ったそうです。
Shinbun ni yoru to Furorida ni yuki ga futta sō desu。
(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:409)
b. Bentuk sō2
1. Digunakan untuk menunjukkan dugaan pembicara berdasarkan
informasi yang dilihatnya. Dengan demikian ungkapan ini
hanya digunakan ketika pembicara mengamati sesuatu secara
langsung.
2. Digunakan untuk mengungkapkan dugaan pembicara
mengenai kemampuannya di masa yang akan datang
berdasarkan atas apa yang dirasakannya
Contoh:
8) 僕はこのケーキをのこしそうです。
Boku wa kono ke-ki wo nokoshi sō desu
Aku takut sepertinya tidak bisa menghabiskan kue ini (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:412)
Makna Sō Sebagai Kata Benda
Pada sō1 bentuknya adalah sebagai berikut:
[kata benda + kopula da + sō desu]
Contoh:
9) キングさんは英語の先生だそうです
King san wa eigo no sensei da sōdesu
Contoh (8) di atas menjelaskan tentang makna sō sebagai kata benda
karena bentuk sō tersebut diawali dengan kata benda “sensei/guru”. Dalam
hal ini pembicara melihat penampilan tuan King yang seperti seorang guru
yang mengajarkan bahasa Inggris dan ia berpendapat berdasarkan atas apa
yang dilihatnya.
Makna Sō Sebagai Kata Sifat
Pada sō1 bentuknya adalah sebagai berikut:
[kata sifat i/na + sō desu]
Contoh:
10)日本に肉はとても高いそうです。
Nihon ni niku wa totemo takai sō desu
Katanya di Jepang daging sangat mahal
(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:408)
Pada sō2bentuknya adalah sebagai berikut:
[kata sifat i/na +sō desu ]
Contoh:
11) あのステーキはおいしそうです。
Ano sute-ki wa oishi sō desu
Steak itu kelihatannya enak
(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411)
Pada bentuk sō2 ini terdapat pengecualian pada kata sifat ii/bagus yang
12) このアパートは良さそうです。
Kono apaato wa yosa sō desu
Apartemen ini kelihatannya bagus
(A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411)
Kata sifat yang menunjukkan perasaan seperti “ureshii”, “kanashii”,
dan “sabishii” tidak dapat digunakan begitu saja pada saat ingin menunjukkan
perasaan orang lain. Kita menduga perasaan orang lain dari penampilan
luarnya dan menyatakan dugaan tersebut dengan cara menambahkan sō desu
pada kata sifat.
Tuan Miller kelihatannya gembira (Minna No Nihon Go II 2004:110)
Makna Sō Sebagai Kata Kerja
Pada sō1 bentuknya adalah sebagai berikut:
[kata kerja +sō desu]
Contoh:
14) しみずさんはお酒を飲まないそうです。
Shimizu san wa osake wo nomanai sō desu
Katanya tuan Shimizu tidak minum sake
Pada sō2 bentuknya adalah sebagai berikut:
[kata kerja masu + +sō desu]
Contoh:
15) この家は強い風がふいたらたおれそうです
Kono ie wa tsuyoi kaze ga fuitara taore sō desu
Rumah ini kelihatannya jatuh kalau ada angin kencang (A Basic of Grammar Japanese Language, 1997:411)
2.6. Manfaat Mempelajari Semantik
Manfaat yang dapat dipetik dari studi semantic sangat bergantung pada
apa yang digeluti dalam tugas sehari-hari. Bagi seorang wartawan, reporter,
atau orang-orang yang berkecimpung di dunia pemberitaan seperti dalam surat
kabar, majalah, dan lain-lain, mereka akan memperoleh manfaat praktis dari
pengetahuan mengenai semantik yang akan memudahkan mereka dalam
menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi
kepada masyarakat umum.
Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa,
pengetahuan tentang semantik akan banyak memberi bekal teoritis kepadanya
untuk menganalisa bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya.
Sedangkan bagi para pengajar akan mendapatkan manfaat teoritis dan praktis.
Manfaat teoritis karena sebagai pengajar dia harus mempelajari
dipeoleh berupa kemudahan bagi dirinya untuk mengajarkan bahasa tersebut
kepada murid-muridnya.
Bagi masyarakat awam atau orang kebanyakan pada umumnya,
pengetahuan tentang teori semantik tidaklah begitu diperlukan. Tetapi
pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat
memahami hal-hal di sekelilingnya yang penuh dengan informasi. Semua
informasi yang ada berlangsung dengan bahasa. Sebagai masyarakat, tanpa
bahasa, tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekitar yang
BAB III
ANALISIS MAKNA BENTUK KALIMAT DUGAAN YŌ DAN SŌ
DALAM NOVEL “NORUWEI NO MORI” KARYA HARUKI
MURAKAMI
3.1. Makna Bentuk Kalimat Dugaan YŌ
3.1.1. Sebagai Kata Benda
1. 私の個人的感情を言えば、緑さんというのは
なかなか素敵な女の子のようですね。あなたが彼女に心
をまかれるというのは手紙を読んでいてもよく
わかります
(Hal 245 bag 2)
Watashi no kojin teki kanjō wo ieba, Midori san to iu no wa
nakanaka suteki na onna no ko no yō desu ne.Anata ga kanojo
ni kokoro wo makareru to iu no wa tegami wo yonde ite mo
yoku wakarimasu.
Kalau aku harus mengungkapkapkan perasaanku sendiri,
tampaknya Midori perempuan yang sangat baik ya. Dengan
Analisis:
Menurut Penulis, makna yō desupada contoh tersebut sudah tepat. Hal
ini sesuai dengan pengertian yō yang terdapat dalam buku terjemahan Minna
No Nihon Go (1998:135) bahwa yō digunakan untuk menyatakan suatu
perkiraan berdasarkan informasi yang dilihat pembicara sendiri secara
langsung dan juga contoh tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Seiichi Makino dan Michio Tsutsui bahwa bentuk yō digunakan untuk
menyatakan sesuatu yang mirip atau kemiripan terhadap sesuatu/seseorang.
Juga dijelaskan ketika menggunakan bentuk yō, pernyataan pembicara secara
langsung merupakan informasi yang dapat dipercaya. Pada contoh, menurut
Penulis bahwa Midori baik terhadapnya dan itu semua sesuai dengan apa yang
dirasakan oleh pembicara.
3.1.2. Sebagai Kata Kerja
1. ちょうど三階建てのビルのかげになっていて、くわしい
状況は分からなかったけれど、消防車が三台四台集まっ
て消火を続けているようだった。
(Hal 154 bag 1)
Chōdo sankai tate no biru no kage ni natte ite, kuwashii jōkyō wa
wakaranakatta keredo, shōbōsha ga sandai yondai atsumatte
Karena berada di samping bangunan berlantai tiga, jelas aku tidak
bisa melihat bagaimana kondisinya, tetapi di situ ada tiga-empat
mobil pemadam kebakaran tampaknya sedang berusaha
memadamkan api.
Analisis:
Makna yō dalam contoh tersebut menurut Penulis adalah benar karena
sesuai dengan teori Seichii Makino dan Michio Tsutsuji (1996 :549) yang
menjelaskan bahwa bentuk yō dapat digunakan untuk menjelaskan suatu
keadaan yang mengandung dugaan berdasarkan pertimbangan atas apa yang
dilihat oleh si pembicara dan pernyataan pembicara yang secara langsung,
dalam hal ini dia melihat tiga sampai empat mobil pemadam kebakaran dan
menurut dugaan si pembicara mobil-mobil itu sedang berusaha memadamkan
api.
2.警官は僕に対してもキズキに対してもあまり良い印象は
持たなかったようだった。
(Hal 52 bag 1)
Keisatsu kan wa boku ni tai shite mo Kizuki ni tai shite mo amari
yoi inshō wa motanakatta yō datta.
Polisi tampaknya tidak punya kesan baik terhadapku, juga
Analisis:
Dari contoh tersebut makna yō sudah benar karena sesuai dengan teori
yang terdapat dalam A Basic of Grammar Japanese Language oleh Seiichi
Makino dan Michio Tsutsui menjelaskan bahwa yō dapat digunakan untuk
menjelaskan suatu keadaan yang mengandung dugaan berdasarkan
pertimbangan atas apa yang dilihat oleh si pembicara dan pernyataan
pembicara yang secara langsung. Menurut Penulis, si pembicara menyatakan
pertimbangannya didasari oleh informasi yang ia terima berdasarkan panca
indranya.
3.誰も僕の方をじろじろとは見なかったし、僕がそこ
に加えていることにさえ気づかないようだった。僕の参
入は彼らにとってはごく自然な出来事である
ようだった。
(Hal 218 bag 1)
Dare mo boku no kata wo jirijiro to wa minakatta shi, boku ga
soko ni kuwaete ,iru koto ni sae kizukanai yōdatta. Boku no
sannyuu wa karera ni totte wa goku shizen na deki koto de aru
yōdatta.
Siapa pun tak melihat ke arahku dan sepertinya tidak seorang pun
menyadari keberadaanku di situ. Tampaknya kunjunganku bagi
Analisis:
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa ketika si pembicara
memasuki suatu tempat, menurutnya orang-orang di sekitarnya tidak
menyadari akan kedatangannya karena sibuk dengan aktifitasnya
masing-masing. Akan tetapi, menurut Penulis hal ini belum tentu benar, karena
mungkin saja mereka menyadari kedatangan si pembicara hanya saja ia tidak
menyadari kalau ada orang yang melihatnya masuk dan setelah itu kembali
pada aktifitasnya. Jadi, menurut Penulis makna yōpada kalimat di atas adalah
benar karena sesuai dengan teori Seichii Makino dan Michio Tsutsuji
(1996 :549) yang menjelaskan bahwa makna yō dapat digunakan untuk
menjelaskan suatu keadaan yang mengandung dugaan berdasarkan
pertimbangan atas apa yang dilihat oleh si pembicara.
3.2. Makna Bentuk Kalimat Dugaan SŌ
3.2.1. Sebagai Kata Benda
このあいだのワインもそうだったし、市内でちょっとした買い
物もしてきてもらえるしね。。
(Hal 145 bag 2)
Kono aida no wain mo sōdattashi, shinai de chotto shita kaimono
Sebagai imbalannya ia memberiku anggur seperti anggur yang kita
minum itu. Kadang-kadang mereka mau bebelanja juga buatku.
Analisis:
Contoh tersebut menjelaskan makna sō sebagai kata benda. Menurut
Penulis makna sō pada contoh adalah benar karena sesuai dengan teori yang
terdapat dalam buku terjemahan Minna No Nihon Go (1998:110), menjelaskan
bahwa sō digunakan untuk memperkirakan suatu gejala berdasarkan pada
keadaan yang sedang dilihatnya sekarang. Dalam buku A Basic of Grammar
Japanese Language (1997:407) dijelaskan bahwa makna sō menunjukkan
suatu kabar atau informasi dan dipakai ketika pembicara menyampaikan
sumber informasi yang diperoleh tanpa mengubahnya. Pada contoh, pembicara
menduga bahwa anggur yang diminumnya sekarang sama seperti anggur yang
pernah diminumnya dulu.
3.2.2. Sebagai Kata Sifat
1. どの店も建物は旧く、中は暗そうだった。
(Hal 136 bag 1)
Dono mise mo tatemono wa furuku, naka wa kura sōdatta.
Hampir semua bangunan dan toko sudah tua dan di dalamnya
Analisis:
Contoh tersebut menjelaskan bahwa ketika si pembicara memasuki
sebuah kota, terlihat olehnya hampir seluruh bangunan sudah tua dan di
dalamnya gelap. Menurut Penulis, makna sō datta dalam kalimat tesebut
adalah benar sesuai dengan teori Seiichi Makino dan Michio Tsutsui
(1997:407) bahwa makna sō digunakan untuk menyatakan perkiraan atau
ramalan pembicara dari pengamatan secara langsung pada saat kejadian,
informasi yang diperoleh si pembicara dapat diterima oleh umum. Maksudnya
adalah siapa saja yang melihat bangunan tua akan menyangka bahwa
bangunan tersebut gelap karena tidak ada yang menempati.
2. こうなったら、彼女にしゃべりないだけしゃべらせた方が
良さそうだった。
(Hal 83 bag 1)
Kōnattara, kanojo ni shaberinai dake shaberaseta kata ga yosa sō
datta.
Kalau sudah begini tidak ada cara lain lagi sepertinya harus terus
membiarkannya bicara sesuai keinginannya.
Analisis:
Contoh di atas menjelaskan sō sebagai kata sifat. Menurut Penulis
Minna No Nihon Go menjelaskan bahwa sō digunakan untuk memperkirakan
sesuatu berdasarkan penglihatan dan dalam hal ini pembicara melihat bahwa
temannya tersebut sudah tidak tahu apa yang dilakukannya mungkin karena
mabuk dan pembicara membiarkannya berbicara sesuai dengan keinginannya.
3. 綺麗なアパートで緑も小林書店にいるときよりはそこでそ
の生活の方がずっと楽しそうだった。
(Hal 181 bag 2)
Kirei na apaato de Midori mo Kobayshi shoten ni iru toki yori wa
soko de sono seikatsu no hōga zutto tanoshi sō datta.
Apartemennya cantik, Midori sendiri tampaknya jauh lebih senang
hidup di situ dari pada ketika hidup di toko buku Kobayashi.
Analisis:
Contoh di atas menjelaskan bahwa menurut pendapat si pembicara
Midori lebih senang hidup di apartemen dari pada hidup di toko buku
Kobayashi. Contoh tersebut sesuai dengan yang dijelaskan dalam terjemahan
Minna No Nihon Go sō digunakan untuk mempertimbangkan suatu keadaan
berdasarkan pengamatan dalam hal ini pengamatan si pembicara terhadap
3.2.3. Sebagai Kata Kerja
1. 三人とも帽子をかぶっていたので、顔つきや年齢はよくわ
からなかったけれど、声のかんじからするとそれほど若く
はなさそうだった。
(Hal 216 bag 1)
San nin tomo bōshi wo kabutte ita no de, kao tsuki ya nenrei wa
yoku wakaranakatta keredo, koe no kanji kara suru to sore hodo
wakaku wa nasa sō datta.
Karena ketiganya memakai topi , aku tidak bisa mengetahui wajah
dan usianya, tapi kalau dari suaranya kelihatannya mereka tidak
begitu muda.
Analisis:
Contoh di atas menjelaskan bahwa pembicara tidak mengetahui
dengan pasti bagaimana wajah dan berapa usia ketiga orang yang dilihatnya
itu karena mereka memakai topi. Akan tetapi menurut pengetahuan si
pembicara kalau dari suaranya, mereka tidak begitu muda. Pendapatnya sesuai
dengan teori yang ada pada terjemahan buku Minna No Nihon Go bahwa sō
2. 午後の穏やかな日差しが部屋の中にたっぷりと入りこんで
いて、僕も丸椅子の上で思わず舐り込んでしまい
そうだった。
(Hal 86 bag 2)
Gogo no odayakana hizashi ga heya no naka ni tappuri to hairi
konde ite, boku mo maru isu no ue de omowazu neburi konde
shimai sō datta
Cahaya matahari sore yang lembut meruah ke dalam kamar, aku
sendiri tanpa terasa hampir saja tertidur di kursi bulat.
Analisis:
Pada contoh tersebut dijelaskan bahwa si pembicara seolah-olah hampir
tertidur karena dia sangat menikmati cahaya sore yang masuk ke dalam kamar.
Pendapat Penulis terhadap makna sō tersebut adalah benar karena pembicara
menyampaikan informasi tanpa menambahkan pendapatnya sendiri.
3. 「あまり良く死に方じゃなさそうですね。」と僕は言った。
(Hal 14 bag 1)
“Amari yoku shinikata ja nasasō desu ne”to boku wa itta
Analisis:
Pada contoh dijelaskan bahwa si pembicara melihat cara kematian
seseorang yang menurutnya tidak mengenakkan. Makna sō pada contoh
tersebut adalah benar karena sesuai dengan teori yang terdapat dalam
terjemahan buku Minna No Nihon Go bahwa sō menyatakan pertimbangan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.KESIMPULAN
Dari hasil analisa data pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Yō dan sō memiliki makna yang sama yaitu menjelaskan suatu dugaan
atau prasangka (kelihatannya, sepertinya, tampaknya) tetapi berbeda
ketika digabungkan dengan kata benda, kata sifat, dan kata kerja.
2. Pada kata benda menjadi [kata benda (no/datta) + yō desu], pada kata
sifat menjadi [kata sifat i/na + yō desu] dan pada kata kerja menjadi
[kata kerja + yō desu].
3. Yō digunakan pada saat pembicara menyatakan perkiraan subjektif
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Adapun
informasi yang ia terima adalah informasi secara langsung.
4. Yō juga digunakan untuk menyatakan suatu dugaan yang berasal dari
apa yang dilihat dan dirasakan, dan diterima oleh akal sehat.
5. Sō digunakan untuk menyatakan dugaan berdasarkan informasi yang
dilihat oleh pembicara pada saat kejadian dan dugaan pembicara yang
6. Pada sō1 kata benda menjadi [kata benda + kopula da + sō desu], pada
kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu] dan pada kata kerja
menjadi [kata kerja + sō desu].
7. Pada sō2 kata benda sama seperti sō1 [kata benda + kopula da + sō
desu], pada kata sifat menjadi [kata sifat i/na + sō desu], dan pada kata
kerja menjadi [kata kerja masu + sō desu].
8. Perbedaan antara yō dan sō yang mengungkapkan suatu hal atau
keadaan terletak pada tingkat kepastian atau perasaan yakin akan
kebenaran hal tersebut. Apabila diurutkan maka akan menjadi, pertama
bentuk yō kemudian sō.
4.2. SARAN
1. Agar tidak terjadi “kesamaran pengertian” para pelajar perlu
memahami kata-kata yang mempunyai kemiripan arti dan
dibedakan secara semantis. Sebab, dalam bahasa Jepang banyak
sekali terdapat kata-kata seperti ini.
2. Untuk menggunakan bentuk yō dan sō, hendaknya memahami teori
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul.2005. Bahasa Indonesia dalam Masyarakat: Telaah
Semantik. Jakarta: Rineka Cipta.
____________.2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1993. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Depdikbud
Djajasudarma, T.Fatimah.1999. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu
Makna. Bandung: Reffika Aditama.
1984. Nihon Go No Kiso II, Gramatical Notes In English. Japan: The
Association for Overseas Technical Scholarship (Kaigai
Gijutsusha Kenshuu Kyōkai)
2001. Minna No Nihon Go II, Terjemahan dan Keterangan
Tatabahasa. Terj Etsuko Yazawa. Jakarta: Pustaka Lintas
Budaya
Henderson, Harold G. 1976. Handbook of Japanese Language.
London: George Allen and Unwin LTD
Makino, Seiichi dan Michio Tsuitsui. 1997. A Dictionary of Basic
Japanese Grammar. Tokyo: The Japan Times
Matsura, Kenji.1994. Kamus Jepang-Indonesia. Jepang: Kyoto Sangyo
Murakami, Haruki. 2005. Noruwei No Mori Terj Jonjon Johana
Norwegian Wood. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia)
Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Nelson, Andrew Nathaniel. 1989. The Modern Reader’s
Japanese-English Character Dictionary, Second Revised Edition. Jepang:
Charles E Tuttle Company
_____________ . 2001. Kamus Kanji Modern Jepang-Indonesia.
Jakarta: Kesaint Blanc
Parera, J.D. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta
Salim, Peter. 1991. The Contemporary English Indonesian Dictionary.
Jakarta: Modern English Press
Situmorang, Hamzon. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.
Medan: USU Press
Sudjianto.2000. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint
Blanc
________.2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint
Blanc
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung:
Tadashi, Yoshida Dkk. 1986. Tata Bahasa Jepang. Jakarta:
CV.Akadoma
Verhaar, J.M.W. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Wahab, Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University
Press
Yudi Cahyono, Bambang. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa.