• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Kerbau dan Proses Penelitian

Ternak kerbau donor yang terpilih telah teradaptasi dengan lingkungan dengan sumber pakan berupa rumput lapang tanpa konsentrat selama hidupnya yang lebih dari satu tahun, sehingga diyakini kerbau tersebut mempunyai mikroba rumen yang unggul dalam mencerna serat. Kondisi dalam satu tahun di wilayah tersebut mempunyai karakter pakan yang cukup bervariasi. Pada musim hujan pakan hijauan dengan kualitas baik tersedia cukup banyak. Namun pada musim kemarau ketersediaan pakan terbatas dan kualitasnya sangat rendah dan sangat tinggi akan komponen serat. Kerbau yang digunakan pada saat akan disembelih berada dalam kondisi sehat (Gambar 2), demikian juga dengan kondisi rumennya diperkirakan dalam kondisi baik.

(A) (B)

(C)

Gambar 2. Kerbau A, B dan C asal Jonggol yang Digunakan Sebagai Sumber Inokulum

Pada penelitian ini dilakukan isolasi bakteri dari cairan rumen yang diperoleh dari kerbau tersebut. Bakteri yang terisolasi diyakini adalah bakteri rumen yang hidup mendominasi cairan rumen kerbau tersebut. Teknik isolasi dan

pengembangbiakan bakteri rumen telah didasarkan pada teknik yang telah dikembangkan dari teknik awal yang diperkenalkan Hungate sejak tahun 1966 (Hobson dan Stewart, 1992). Metode isolasi bakteri rumen kerbau pada penelitian ini menggunakan metode tabung berputar dimana mikroorganisme dibiakkan dalam tabung yang berisi media padat dan menempel tipis pada dinding tabung. Perkembangan bakteri selama seleksi telah dijamin melalui pengaliran CO2 selama proses inokulasi untuk menjaga kondisi tetap dalam keadaan anaerob. Selama masa inkubasi tabung ditutup dengan penutup karet untuk menjaga kondisi agar tetap anaerob.

Masa inkubasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu selama 3 hari, disesuaikan dengan capaian pertumbuhan bakteri yang optimum (Widyastuti, 2004). Lama inkubasi tersebut untuk menjamin bahwa pertumbuhan bakteri telah optimum. Pertumbuhan bakteri cukup lamban karena media yang digunakan adalah pakan sumber serat. Semakin kompleks struktur substrat yang didegradasi, maka masa inkubasi untuk pertumbuhan bakteri juga semakin lama (Fondevila dan Dehority, 1995).

Isolat Bakteri yang Diperoleh

Isolasi bakteri dari tiga cairan rumen kerbau diperoleh 48 isolat. Isolat tersebut diyakini mampu hidup dalam media sumber serat. Namun isolat tersebut belum dapat dipastikan tingkat kemampuannya dalam mencerna serat. Untuk mengetahui hal tersebut isolat tersebut kemudian diseleksi kemampuan tumbuhnya dalam media tumbuh yang mengandung berbagai serat. Indikasi adanya bakteri yang hidup dalam media ditandai dengan timbulnya kekeruhan (Wulandari et al., 2005). Pertumbuhan bakteri dapat diamati melalui pengukuran dengan turbidimeter, dimana pertumbuhan bakteri yang dibiakkan sebanding dengan tingkat kekeruhan (Suyasa, 2007). Dari hasil seleksi tersebut diperoleh 17 isolat unggul (Tabel 4) yang dipilih berdasarkan tingkat kekeruhan secara kuantitatif berdasarkan OD 600 nm.

Tabel 4. Isolat Bakteri Terpilih dari Rumen Kerbau dengan Berbagai Substrat Serat Sebagai Media Tumbuh

Keterangan: kode isolat berdasarkan sumber cairan rumen (A, B, C) dan sumber serat (L: alang-alang, J: jerami padi, S: serat sawit) sebagai substrat. Contoh: AJ6 yaitu isolat ke-6 dari cairan rumen kerbau A dengan substrat jerami padi.

Populasi Bakteri Total

Pertumbuhan mikroba rumen merupakan fungsi dari pemanfaatan jumlah nutrien dan senyawa yang dihasilkannya dalam rumen. Produksi nutrien dan energi dalam cairan rumen sangat tergantung pada interaksi yang kompleks antara substrat yang difermentasi dan jenis mikroorganisme yang terlibat. Keseluruhan hasil fermentasi dalam rumen merupakan wujud saling ketergantungan di antara mikroorganisme rumen.

Dalam penelitian ini pengukuran populasi bakteri menggunakan metode turbidimetri. Metode ini berlandaskan pada kenyataan bahwa suatu populasi sel dalam medium cair akan menahan cahaya yang sebanding dengan total masanya atau konsentrasi sel dalam biakan. Dalam penggunaan turbidimetri, kekeruhan biakan bakteri dikorelasikan dengan beberapa metode penentuan lain seperti penentuan jumlah mikroba dengan metode penaburan. Maka setiap pengenceran yang telah diukur “optical density” nya dapat dihitung jumlah mikrobanya masing-masing

Kode Isolat OD 600 nm Jumlah Bakteri (10

8 CFU/ml) AJ6 0,827 1,11 AJ7 0,398 0,39 AS2 0,735 0,96 AS3 0,879 1,20 AS7 0,628 0,79 BL1 0,743 0,97 BL3 0,847 1,15 BL5 0,854 1,16 BL7 0,715 0,92 BJ1 0,814 1,09 BJ2 0,885 1,21 BJ3 0,438 0,46 BS3 0,860 1,17 BS4 0,896 1,23 CL2 0,354 0,32 CL4 0,561 0,67 CJ6 0,691 0,88 23

berdasarkan jumlah mikroba yang telah diperoleh dari metode penaburan tersebut (Muchtady dan Laksmi, 1980).

Pada penelitian ini populasi bakteri tidak dipengaruhi secara nyata oleh jenis serat maupun antar isolat (Tabel 5). Hal ini mengindikasikan bahwa isolat-isolat tersebut memiliki kemampuan yang sama dan konsisten dalam mencerna pakan sumber serat. Jenis isolat dengan substrat alang-alang menunjukkan jumlah populasi bakteri total yang lebih tinggi daripada isolat dengan substrat jerami padi dan serat sawit, seperti terlihat pada tabel 5. Hal ini diduga karena kandungan lignin pada serat alang-alang yang rendah (3,28%) sehingga isolat-isolat tersebut dapat membelah diri dengan cepat. Kandungan lignin pada serat jerami padi dan serat sawit berturut-turut adalah 21,75% dan 31,8%.

Tabel 5. Populasi Bakteri Total (108 CFU/ml) dari Isolat dalam Media Berupa Pakan Sumber Serat yang Berbeda

Keterangan: Tidak ada perbedaan nyata pada jenis serat maupun antar isolat bakteri. Kode

Isolat

Sumber Serat

Rataan Serat Sawit Jerami Padi Alang-Alang

AJ6 1,35 ± 0,29 1,49 ± 0,83 2,82 ± 0,52 1,89 ± 0,81 AJ7 1,39 ± 0,22 1,03 ± 0,40 1,87 ± 0,12 1,43 ± 0,42 AS2 1,24 ± 0,20 1,42 ± 0,38 2,45 ± 0,93 1,71 ± 0,64 AS3 1,19 ± 0,29 1,28 ± 0,27 1,85 ± 0,62 1,44 ± 0,36 AS7 1,36 ± 0,44 0,94 ± 0,48 1,56 ± 0,07 1,29 ± 0,31 BL1 1,41 ± 0,26 1,84 ± 0,81 2,63 ± 0,12 1,96 ± 0,61 BL3 1,50 ± 0,44 1,93 ± 0,42 2,18 ± 0,20 1,87 ± 0,34 BL5 1,47 ± 0,29 1,79 ± 0,24 2,48 ± 0,63 1,91 ± 0,52 BJ1 1,28 ± 0,47 1,79 ± 0,37 1,79 ± 0,87 1,62 ± 0,29 BL7 1,41 ± o,23 1,71 ± 0,49 2,63 ± 0,54 1,92 ± 0,63 BJ2 1,58 ± 0,34 1,60 ± 0,43 1,88 ± 0,68 1,69 ± 0,17 BJ3 1,26 ± 0,29 1,85 ± 0,54 1,28 ± 1,22 1,46 ± 0,33 BS3 1,09 ± 0,46 1,67 ± 0,59 1,17 ± 0,39 1,31 ± 0,31 BS4 1,16 ± 0,20s 1,28 ± 0,15 1,09 ± 0,45 1,17 ± 0,97 CL2 0,91 ± 0,36 0,89 ± 0,38 1,67 ± 0,92 1,16 ± 0,44 CL4 1,13 ± 0,37 0,96 ± 1,12 1,53 ± 0,38 1,21 ± 0,29 CJ6 1,58 ± 0,47 1,49 ± 0,15 2,08 ± 0,36 1,71 ± 0,31 Rataan 1,31±0,18 1,47±0,34 1,94±0,53 1,58 ± 0,28 24

Populasi bakteri paling tinggi terdapat pada biakan isolat BL7, BL1, BL5, dan AJ6. Hal ini menggambarkan bahwa isolat berkemampuan untuk tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan media berupa pakan sumber serat. Selain itu, populasi bakteri yang tumbuh pada serat alang-alang ini lebih tinggi dari pada populasi yang tumbuh pada sumber serat jerami padi dan serat sawit, tetapi aktivitas CMC-ase pada serat alang-alang lebih kecil. Hal ini diduga karena jumlah bakteri yang hidup pada serat alang-alang sedikit sehingga menyebabkan total enzim yang diproduksi bakteri menjadi rendah. Vanadianingrum (2008), menyatakan bahwa aktivitas enzim tidak dipengaruhi oleh jumlah populasi bakteri.

Aktivitas Enzim CMC-ase Isolat Bakteri pada Substrat Jerami Padi, Serat Sawit dan Alang-Alang

Enzim merupakan katalis hayati yang berupa senyawa organik dan dihasilkan oleh sel hidup (Pelczar dan Chan, 1986). Enzim dapat diproduksi dengan cara mengekstraksi sel tanaman, hewan, dan mikroorganisme (Darwis dan Sukara, 1990). Selulase adalah enzim yang dapat mendegradasi selulosa menjadi gula sederhana atau glukosa (Mulyanto, 2005). Enzim selulase terdiri atas tiga komponen enzim utama yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan β-glukosidase (Irawadi, 1990). Pengukuran aktivitas enzim CMC-ase dilakukan dengan cara mengukur banyaknya gula pereduksi berupa glukosa yang dihasilkan selama hidrolisis substrat CMC. Isolat bakteri dalam penelitian ini menghasilkan aktivitas enzim selulase yang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa isolat tersebut termasuk golongan bakteri selulolitik karena bakteri tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan proses pemecahan selulosa menjadi struktur yang lebih sederhana.

Isolat yang diperoleh menunjukkan perbedaan aktivitas CMC-ase pada pakan serat yang berbeda (Tabel 6). Aktivitas CMC-ase rata-rata yang paling tinggi ditemukan pada pakan serat jerami padi sebesar 8,62 unit/ml dan diikuti pada serat sawit sebesar 8,41 unit/ml. Aktivitas selulase isolat bakteri yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh kadar selulosa yang lebih mudah terhidrolisis dan jumlahnya cukup tinggi yaitu 43,67% pada jerami padi dan 39,04% pada serat sawit, sehingga bakteri rumen tersebut menghasilkan selulase dalam jumlah yang tinggi pula untuk menghidrolisis selulosa pada jerami padi dan serat sawit. Aktivitas CMC-ase pada alang-alang paling kecil diantara serat yang lainnya. Hal ini sesuai dengan

kandungan selulosa alang-alang yaitu 31,77% lebih rendah dari pada dua serat lainnya.

Tabel 6. Aktivitas CMC-ase dari Isolat Bakteri pada Berbagai Substrat Serat

Keterangan: Kode isolat berdasarkan sumber cairan rumen (A, B, C) dan sumber serat (L: alang-alang, J: jerami padi, S: serat sawit) sebagai substrat. Contoh: AJ6 yaitu isolat ke-6 dari cairan rumen kerbau A dengan substrat jerami padi; Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan (P<0.05)

Hasil penelitian Sekarsari (2003) yang mengukur aktivitas CMC-ase pada jerami padi oleh isolat bakteri selulolitik rumen bernilai 0,00959 unit/ml, hasilnya lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Selulosa pada substrat pakan dapat menginduksi bakteri untuk menghasilkan selulase. Suryahadi et al. (1996) menyatakan bahwa aktivitas bakteri selulolitik dari ternak kerbau lebih tinggi dibanding ternak sapi (43,2% vs 16,3%/hari).

Jenis isolat bakteri juga memberikan respon yang berbeda pada serat. Isolat BJ1 yang berasal dari cairan rumen kerbau B dengan media tumbuh jerami padi diketahui memiliki nilai paling tinggi (9,74 unit/ml/jam) dibanding isolat-isolat lain yang berkisar antara 6,86-8,89 unit/ml/jam. Perbedaan nilai aktivitas enzim selulase

Isolat Sumber Serat Rataan

Serat Sawit Jerami Padi Alang-Alang

---Unit/ml/jam--- AJ6 9,46 ± 1,85 8,07 ± 0,70 9,15 ± 1,24 8,89 ± 0,73 AJ7 7,46 ± 1,30 8,13 ± 1,85 5,77 ± 0,98 7,12 ± 1,22 AS2 8,25 ± 1,90 7,60 ± 1,02 6,84 ± 0,90 7,57 ± 0,70 AS3 6,80 ± 0,72 7,79 ± 1,54 6,00 ± 0,95 6,86 ± 0,90 AS7 7,58 ± 1,28 6,36 ± 1,38 7,05 ± 2,86 7,00 ± 0,61 BL1 8,16 ± 0,35 10,33 ± 4,45 6,84 ± 1,34 8,44 ± 1,76 BL3 7,28 ± 1,40 8,07 ± 4,02 6,47 ± 0,85 7,27 ± 0,80 BL5 9,96 ± 2,29 7,08 ± 1,18 8,65 ± 0,90 8,57 ± 1,44 BL7 9,35 ± 1,54 8,54 ± 1,56 7,52 ± 1,64 8,47 ± 0,92 BJ1 8,62 ± 0,90 14,31 ± 4,73 6,28 ± 2,63 9,74 ± 4,13 BJ2 9,43 ± 2,44 8,19 ± 0,82 6,72 ± 1,06 8,11 ± 1,36 BJ3 8,11 ± 0,77 6,66 ± 1,08 6,48 ± 0,80 7,08 ± 0,90 BS3 9,25 ± 1,71 8,90 ± 3,43 5,85 ± 0,66 8,00 ± 1,87 BS4 9,37 ± 0,90 7,49 ± 2,08 6,12 ± 1,61 7,66 ±1 ,64 CL2 8,08 ± 1,13 9,05 ± 3,61 6,71 ± 0,11 7,95 ± 1,18 CL4 7,90 ± 1,32 9,03 ± 3,85 6,46 ± 1,37 7,79 ± 1,29 CJ6 7,90 ± 1,50 8,11 ± 2,91 7,69 ± 0,76 7,90 ± 0,21 Rataan 8,41 ± 0,91a 8,45 ± 1,78a 6,86 ± 0,93b 7,91 ± 0,91 26

dari masing-masing isolat bakteri menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh berasal dari spesies bakteri yang berbeda. Isolat bekteri yang diperoleh mempunyai sifat spesifik dalam mendegradasi komponen-komponen substrat. Isolat JB1 diduga memiliki kemampuan mendegradasi substrat secara optimal dengan menggunakan selulosa sebagai komponen utama media dan memiliki kemampuan mensekresikan enzim dalam jumlah yang banyak. Kemampuan isolat bakteri memproduksi enzim selulase menjadikannya mampu menghidrolisis selulosa yang terdapat pada substratnya menjadi glukosa yang dapat dijadikan sumber karbon bagi pertumbuhannya.

Pertumbuhan Isolat Bakteri

Pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel (pertambahan total massa sel) dan bukan perubahan individu organisme. Selama fase pertumbuhan seimbang, pertambahan massa bakteri berbanding lurus dengan pertambahan komponen selular yang lain seperti DNA, RNA dan protein (Pelczar dan Chan, 1986).

Berdasarkan kurva pertumbuhan terlihat bahwa setelah bakteri diinokulasi terdapat periode dimana tidak tampak adanya suatu pertumbuhan, yang dikenal sebagai fase lamban atau lag phase. Kemudian diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang cepat (fase logaritma). Pada fase ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan dan pertumbuhannya mencapai maksimum (Stanbury dan Whitaker, 1984). Fase berikutnya adalah fase tetap atau stationary phase, pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Pada fase tersebut sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan bahan kimia. Kemudian fase kematian atau fase penurunan, dimana laju pertumbuhan diperlambat karena jumlah nutrisi berkurang dan adanya hasil metabolisme yang beracun.

Fase pertumbuhan logaritma atau eksponensial tidak mewakili pola pertumbuhan yang normal, melainkan hanya merupakan satu bagian terpilih dari kurva pertumbuhan normal. Pada fase logaritma populasi bertambah secara teratur menjadi dua kali lipat pada interval waktu tertentu. Fase pertumbuhan ini disebut juga pertumbuhan seimbang. Berdasarkan hasil pengamatan pola pertumbuhan 17

isolat dalam medium cair (Tabel 7) menunjukkan rata-rata fase adaptasi hingga jam keempat, hal ini disebabkan bakteri mengalami proses adaptasi terhadap lingkungannya yang cukup lama, karena pada fase ini tidak ada pertambahan populasi bakteri, hanya terjadi penambahan komposisi kimiawi dan bertambah ukurannya saja.

Tabel 7. Pertumbuhan Isolat dengan Pengukuran Nilai Absorbansi

Isolat Pengamatan jam ke

2 4 6 8 10 12 BL7 0,034 0,464 0,520 0,519 0,500 0,501 BS4 0,008 0,207 0,478 0,445 0,410 0,424 BJ1 0,028 0,268 0,426 0,465 0,431 0,397 BL3 0,029 0,282 0,422 0,408 0,435 0,423 BL1 0,009 0,079 0,472 0,473 0,477 0,480 AS7 0,003 0,141 0,301 0,316 0,340 0,373 AS3 0,009 0,159 0,295 0,381 0,391 0,407 BJ3 0,023 0,223 0,401 0,429 0,427 0,421 BL5 0,004 0,021 0,259 0,385 0,423 0,546 AJ6 0,014 0,132 0,430 0,447 0,463 0,506 BJ2 0,042 0,262 0,415 0,420 0,424 0,412 BS3 0,017 0,289 0,448 0,456 0,400 0,458 CL2 0,009 0,164 0,324 0,391 0,409 0,424 AS2 0,005 0,026 0,198 0,320 0,410 0,438 CJ6 0,010 0,053 0,276 0,361 0,401 0,423 AJ7 0,001 0,014 0,191 0,449 0,419 0,455 CL4 0,009 0,054 0,250 0,354 0,392 0,429

Fase logaritmik terjadi antara jam ke empat dan jam ke enam dan tingkat pertumbuhan konstan (µ) yang terjadi yaitu berkisar dari 0,110 sampai 0,416/jam (Tabel 8). Sel membelah dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama, sehingga keadaan pertumbuhan menjadi seimbang. Menurut Lay (1994), tinggi rendahnya laju pertumbuhan dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi, suhu, tekanan osmotik, pH dan kadar O2. Isolat yang memiliki waktu generasi tercepat terjadi pada isolat CL2 yaitu isolat yang berasal dari rumen kerbau B dengan media tumbuh serat alang-alang.

Tabel 8. Kinetika Pertumbuhan Isolat

Keterangan : k = konstanta kecepatan pertumbuhan rata (jam-1); g = waktu generasi (jam); μ = instantaneous growth rate constant (jam-1

).

Pada jam ke enam terjadi puncak petumbuhan untuk beberapa isolat. Pada waktu tersebut telah terjadi penumpukan produk beracun atau kehabisan nutrien sehingga jumlah sel hidup menjadi tetap. Tabel 7 menunjukkan bahwa isolat-isolat bakteri tersebut pada jam ke enam nilai absorbansinya mengalami peningkatan dan ini merupakan akhir fase eksponensial dan mengalami penurunan pada jumlah bakteri, namun pada isolat AS3, BL5, AS2, CJ6, AJ7 dan CL4 pada jam keenam masih mengalami peningkatan nilai absorbansi hingga jam ke delapan dan jam kesepuluh. Hal ini dikarenakan kemampuan dari tiap individu isolat yang berbeda-beda sehingga mengalami masa adaptasi yang berberbeda-beda pula.

Isolat K g (jam) µ /jam

BL3 0,794 6,300 0,110 BS3 0,807 6,192 0,112 BJ1 0,848 5,896 0,118 BJ3 1,170 4,273 0,162 BL5 1,170 4,273 0,162 BJ2 1,379 3,627 0,191 AS3 1,460 3,426 0,202 AJ7 1,585 3,154 0,220 BL7 1,585 3,154 0,220 CL4 2,170 2,304 0,301 CJ6 2,415 2,070 0,335 AJ6 2,701 1,851 0,374 AS2 2,808 1,781 0,389 AS7 2,808 1,781 0,389 BS4 2,808 1,781 0,389 BL1 3,000 1,667 0,416 CL2 3,000 1,667 0,416 29

Dokumen terkait