• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Wilayah Penelitian

Kecamatan Anreapi merupakan salah satu dari enam belas kecamatan yang berada di Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Luas Kecamatan Anreapi kurang lebih 124,62 kilometer persegi atau 6,16 persen dari luas Kabupaten Polewali Mandar. Secara geografis Kecamatan Anreapi terletak diantara 3˚ 23‟ 01,03‟ Lintang Selatan dan 119˚ 21‛ 04,7‟ Bujur Timur. Kecamatan Anreapi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Mamasa. - Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Matakali. - Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Binuang. - Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Polewali.

Kecamatan Anreapi merupakan daerah kawasan perkebunan yang secara administratif mewadahi empat desa dan satu kelurahan yaitu Kelurahan Anreapi, Desa Duampanua, Desa Kelapa Dua, Desa Kunyi, dan Desa Pappandangan. Kecamatan Anreapi sendiri, terdiri dari 20 Dusun, 3 Lingkungan, dan 54 Rukun Tangga. Desa Pappadangan merupakan desa terluas dengan luas 35,82 kilometer persegi. Jarak Kecamatan Anreapi dari ibukota Polewali Mandar sekitar 7 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 12 menit menggunakan kendaraan bermotor.

Menurut data kependudukan Kecamatan Anreapi 2016, jumlah penduduk di Kecamatan Anreapi sebanyak 11.044 jiwa yang terdiri dari 5.330 laki-laki dan 4.854 perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.610 jiwa. Sebaran penduduk di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah penduduk tiap-tiap kelurahan/desa lokasi penelitian menurut jenis kelamin 2016 No Kelurahan/ Desa Jumlah penduduk Persentase (%) Kepala Keluarga Laki-

laki perempuan Jumlah

1 Anreapi 460 866 853 1.719 15,57 2 Duampanua 778 1.765 1.801 3.566 32,29 3 Pappandangan 406 651 1.117 1.768 16,01 4 Kelapa Dua 504 1077 982 2.059 18,64 5 Kunyi 462 971 961 1.932 17,49 Jumlah 2.610 5.330 5.714 11.044 100,00 Sumber : Data kecamatan Anreapi, 2016

Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Anreapi 2016 diketahui kelurahan/desa dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu di Desa Duampanua sebanyak 3.566 jiwa atau 32,29 persen, sedangkan kelurahan/desa dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah di Kelurahan Anreapi yaitu sebanyak 1.719 Jiwa atau 15,57 persen.

Secara klimatologi Kecamatan Anreapi, dapat mendukung sektor perkebunan menjadi salah satu sektor yang berpotensi besar untuk dikembangkan.

30

Selama tahun 2014, curah hujan yang terjadi di Kecamatan Anreapi bervariasi pada setiap bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November (327 mm). sebaliknya, curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari (99 mm). Berikut ini disajikan tabel produksi tanaman perkebunan di Kecamatan Anreapi.

Tabel 7 Produksi tanaman perkebunan rakyat Kecamatan Anreapi 2014 No Jenis Tanaman Produksi

(Ton) Persentase (%) Produktivitas (Kg/Ha) Persentase (%) 1 Kelapa dalam 282,24 6,55 849,99 14,49 2 Kelapa hibrida 210,15 4,88 1.869,16 31,87 3 Kopi robusta 54,90 1,27 900,00 15,35 4 Kopi arabika 37,38 0,87 600,00 10,23 5 Kakao 3.696,68 85,81 929,00 15,84 6 Cengkeh 17,75 0,41 284,91 4,86 7 Lada 1,38 0,03 250,91 4,28 8 Kemiri 7,32 0,17 180,07 3,07 Total 4307,80 100,00 5.864,04 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Polewali Mandar, 2015

Sebagaimana terlihat pada Tabel 7, jenis tanaman perkebunan dengan hasil produksi tertinggi pada tahun 2014 di Kecamatan Anreapi adalah tanaman kakao (cocoa) dengan jumlah produksi sebesar 3.696,68 ton atau 85,81 persen dan hasil produksi terendah berasal dari tanaman lada (pepper) dengan jumlah produksi 1,38 ton atau 0,03 persen. Untuk produktivitas tanaman perkebunan, kelapa hibrida (hibrida palm) menempati urutan produktivitas tertinggi yaitu sebesar 1.869,16 kg/ha atau 31,87 persen dan tanaman kemiri (candlenut) menempati urutan terendah dengan produktivitas sebesar 180,07 kg/ha atau 3,07 persen.

Potensi Kecamatan Anreapi dalam bidang pertanian khususnya perkebunan memiliki harapan yang tinggi untuk maju ditinjau dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor perkebunan dan luas lahan perkebunan. Penduduk di Kecamatan Anreapi mayoritas bekerja di sektor perkebunan, baik yang mengusahakan di lahan sendiri maupun dilahan milik orang lain. selain itu fungsi lahan di Kecamatan Anreapi yang sebagian besar digunakan untuk lahan perkebunan. Berikut ini jumlah petani dan luas lahan berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan.

Tabel 8 Jumlah petani dan luas lahan menurut jenis tanaman yang diusahakan Kecamatan Anreapi 2014

No Jenis Tanaman Luas Lahan (Ha) Persentase (%) Petani (KK) Persentase (%)

1 Kelapa dalam 596,75 10,17 845 17,40 2 Kelapa hibrida 151,79 2,59 151 3,11 3 Kopi robusta 104,00 1,77 314 6,47 4 Kopi arabika 131,05 2,23 96 1,98 5 Kakao 4.385,20 74,75 3.319 68,36 6 Cengkeh 111,15 1,89 17 0,35 7 Lada 8,25 0,14 19 0,39 8 Kemiri 378,04 6,44 94 1,94 Jumlah 5.866,23 100,00 4.855 100,00

31

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa jumlah petani untuk budidaya tanaman perkebunan didominasi oleh petani kakao dengan jumlah 3.319 orang atau 68,36 persen sedangkan yang terkecil yaitu petani cengkeh yang hanya berjumlah 17 orang atau 0,35 persen. Untuk luas lahan perkebunan juga didominasi oleh tanaman kakao dengan luas lahan 4.385,20 Ha atau 74,75 persen dan lahan perkebunan paling sedikit yaitu tanaman lada dengan luas 8,25 Ha atau 0,14 persen. Beberapa petani di daerah ini juga melakukan tumpangsari untuk kebun mereka seperti pisang, buah langsat, rambutan, durian, dan lain-lain.

Pemasaran Petani Kakao di Kecamatan Anreapi

Masalah yang dihadapi petani kakao di Kecamatan Anreapi sama seperti masalah-masalah yang dihadapi di daerah lain di Indonesia. Masalah tersebut antara lain: serangan hama dan penyakit, penurunan tingkat produktivitas, rendahnya kualitas biji kakao yang dihasilkan karena praktek pengelolaan usahatani yang kurang baik maupun sinyal pasar dari rantai tataniaga yang kurang menghargai biji bermutu, tanaman sudah tua, dan pengelolaan sumber daya tanah yang kurang tepat. Pemerintah Sulawesi Barat memahami kompleksitas persoalan kakao yang akan berdampak pada pendapatan masyarakat, khususnya pada wilayah sentra produksi komoditas kakao, serta potensi besar komoditas ini sebagai komoditas perkebunan andalan. Dibutuhkan intervensi dan pemihakan dari pemerintah dan berbagai pihak, baik dari aspek budidaya dan perubahan teknologi, manajemen usahatani, dan pemasaran kakao.

Untuk masalah pemasaran kakao pada khususnya, banyak petani yang mengeluarkan dana yang cukup besar untuk usahatani kakao, namun seringkali mereka dikecewakan karena pada musim panen, penjualan hasil panen mereka tidak menguntungkan atapun harga yang diperoleh jauh dari harapan. Dalam usahatani kakao, para petani pada umumnya melakukan penjualan biji kakao kepada pedagang pengumpul yang berada di desa ataupun pedagang pengumpul yang ada di kecamatan dan banyak pula petani yang melakukan sistem ijon dengan pedagang pengumpul tersebut sehingga petani hanya sedikit menerima manfaat dari usahataninya, hal ini membuat rantai pemasaran masih sangat panjang untuk sampai kepada pabrik pengolahan kakao dan eksportir. Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani.

Keberhasilan pemasaran biji kakao merupakan kunci majunya kelompok dan anggota kelompok. Masalah yang dihadapi oleh kelompok tani dalam aspek pemasaran biji kakao di Indonesia pada umumnya, dan di Kecamatan Anreapi pada khususnya menurut SCPP, antara lain:

1. Rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan para anggota terhadap pemasaran serta pemahaman pasar, karena sebagian besar anggota kelompok adalah para petani kecil. Pihak kelompok sendiri belum memiliki tenaga pemasaran yang profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai koordinator pemasaran.

2. Kurangnya informasi pasar bagi kelompok yang meliputi informasi pilihan produk (misal biji asalan atau fermentasi) para pembeli, informasi harga, informasi mengenai jenis dan kualitas biji kakao yang sesuai dengan SNI.

32

3. Para anggota lebih menyukai untuk menjual sendiri hasil produksinya dan belum banyak yang memanfaatkan keuntungan dengan menjual bersama, atau melalui kelompok. Pihak kelompok sendiri juga belum banyak berinisiatif menampung hasil produksi para anggota untuk dijual bersama-sama dengan harga yang lebih tinggi.

4. Daerah pemasarannya masih bersifat lokal dan belum mampu menembus pasaran yang lebih luas lagi.

Oleh karena itu, Kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh anggota kelompok tani harus dapat berorientasi pada efisiensi. Untuk mencapai efisiensi ini menurut SCPP harus memperhatikan dua hal pokok: 1) Memantapkan loyalitas anggota dalam hal jual beli barang yang dibutuhkan oleh anggota melalui kelompok, 2) Memantapkan partisipasi anggota dalam akumulasi modal, penghasilan dan inisiatif perbaikan produk , pelayanan, harga, dan biaya.

Karakteristik Petani Kakao

Petani kakao di Kecamatan Anreapi merupakan petani yang memiliki karakteristik personal yang beragam, baik karakteristik material maupun non- material. Perilaku komunikasi dan hubungan sosial yang terjalin dari hasil interaksi antar anggota kelompok tani tidak terlepas dari karakteristik personal yang melekat pada diri individu. Adapun karakteristik sumberdaya individu yang digunakan pada penelitian ini meliputi: usia, tingkat pendidikan formal, luas lahan, pengalaman berusahatani, dan pengalaman berkelompok.

Tabel 9 Karakteristik individu anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan

No Karakterisitik individu Tunas Harapan Bunga Harapan u-test Orang % Orang %

1 Umur

Tua (lebih dari 55) 5 15,2 4 16,7 0,846**

Dewasa (40-54) 22 66,7 16 66,7

Muda (25-39) 6 18,2 4 16,7

2 Pendidikan formal

Tinggi (SMA/Sarjana) 6 18,2 6 25,0 0,541**

Sedang (SMP) 4 12,1 3 12,5

Rendah (tidak tamat/ tamat SD) 23 69,7 15 62,5 3 Luas lahan

Luas (lebih dari 2 Ha) 4 12,1 0 0,0 0,003** Sedang (1-2 Ha) 26 78,8 15 62,5

Sempit (kurang dari 1 Ha) 3 9,1 9 37,5 4 Pengalaman berusahatani Tinggi (21-34) 17 51,5 16 66,7 0,341** Sedang (11-20) 12 36,4 5 20,8 Rendah (1-10) 4 12,1 3 12,5 5 Pengalaman berkelompok Tinggi (10-14) 24 72,7 0 0,0 0,000** Sedang (5-9) 3 9,1 22 91,7 Rendah (1-4) 6 18,2 2 8,3

33

Umur

Umur adalah salah satu faktor sosial yang berpengaruh terhadap aktivitas manusia dalam bekerja guna untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Soekartawi (2005) makin muda umur petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui. Oleh karena itu, umur merupakan salah satu karakteristik responden yang penting untuk diketahui.

Umur responden dalam penelitian dihitung dari tanggal dilahirkan sampai dengan saat dilakukan wawancara. Dilihat dari data yang diperoleh sebagian besar umur responden baik pada Kelompok Tani Tunas harapan dan Bunga Harapan, berada pada kategori dewasa yaitu sekitar 78,8 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 83,3 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan (Tabel 9). Rendahnya responden yang berusia muda mengindikasikan petani kakao Kecamatan Anreapi membutuhkan regenerasi petani dalam mendukung keberlangsungan Kecamatan Anreapi sebagai salah satu penghasil biji kakao di Sulawesi Barat. Hasil perhitungan uji beda rata-rata usia petani memperlihatkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara usia petani anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan. Hal ini menunjukkan bahwa usia petani di kedua kelompok relatif homogen berada pada kategori dewasa dengan rentang umur 40 sampai 54 tahun.

Pendidikan Formal

Individu yang memiliki jenjang pendidikan yang tinggi cenderung untuk lebih mampu menyerap berbagai informasi yang diperoleh. Dalam prosesnya, komunikasi merupakan suatu proses sosial untuk mentranmisikan atau menyampaikan perasaan atau informasi baik yang berupa ide-ide atau gagasan- gagasan dalam rangka mempengaruhi orang lain. Adapun kategori jenjang pendidikan formal yang telah diikuti oleh responden pada saat penelitian dilakukan yaitu tinggi apabila responden tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat maupun sarjana, sedang apabila responden tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat, dan rendah apabila responden tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar (SD) atau sederajat.

Pada Tabel 9 terlihat bahwa sebagian besar responden di kedua kelompok tani berada pada kategori rendah yaitu mempunyai latar pendidikan tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat Sekolah Dasar dengan persentase 69,7 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 62,5 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan. Berdasarkan hasil perhitungan uji beda Mann-Whitney, diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara petani anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dengan petani anggota Kelompok Tani Bunga Harapan dalam hal pendidikan formal yang ditempuh oleh responden. Hal ini menandakan bahwa kesadaran akan pentingnya pendidikan di kedua kelompok tani masih sangat rendah. Responden masih memandang bahwa pekerjaan sebagai petani tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi.

Luas Lahan

Luas lahan berpengaruh terhadap produksi kakao. Semakin luas lahan yang ditanami, maka jumlah pohon yang dimiliki akan semakin banyak yang memberikan hasil panen yang banyak pula. Semakin banyak hasil produksi yang

34

diperoleh, mendorong petani untuk memperoleh informasi tentang pemasaran kakao dalam meningkatkan keuntungan usahatani.

Tabel 9 menunjukkan rata-rata luas lahan kakao petani di dua kelompok tani. Rata-rata responden di kedua kelompok tani lebih banyak berada pada kategori sedang yaitu memiliki luas lahan 1 sampai 2 Hektar dengan persentase 78,8 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 62,5 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, semua lahan yang digarap oleh responden merupakan lahan milik sendiri. Hasil uji beda Mann-Whitney yang dilakukan diperoleh nilai probabilitas 0,003 dibawah taraf signifikansi 0,05. Hal ini diartikan terdapat perbedaan luas lahan antara petani di Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan. Beberapa responden di Kelompok Tani Tunas Harapan memiliki luas lahan diatas 2 Hektar. Pengalaman Berusahatani

Pengalaman berusahatani menunjukkan lamanya responden bekerja sebagai petani. Semakin petani memiliki pengalaman di dalam berusahatani, maka semakin mampu ia untuk memahami berbagai masalah yang berkaitan dengan kegiatan usahatani secara keseluruhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani di wilayah penelitian, kakao pertama kali dibudidayakan di Kecamatan Anreapi sekitar tahun 1980an. Oleh karena itu, mayoritas petani senior di Kecamatan Anreapi memiliki pengalaman berusahatani yang tinggi.

Dilihat dari data yang diperoleh rata-rata responden baik dari Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan memiliki pengalaman lebih dari tiga puluh tahun yaitu sekitar 51,5 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 66,7 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan (Tabel 9). Hal ini disebabkan responden penelitian rata-rata merupakan petani senior yang pertama kali membudidayakan kakao di Kecamatan Anreapi. Hasil uji beda pengalaman berusahatani petani di Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata, maka dapat disimpulkan bahwa petani di kedua kelompok tani sama-sama mempunyai pengalaman yang tinggi dalam berusahatani.

Pengalaman Berkelompok

Petani yang tergabung di dalam kelompok memiliki kesempatan untuk memperoleh dan berbagi informasi dan saling bertukar pendapat (berkomunikasi) tentang segala hal, terutama menyangkut informasi pemasaran dan budidaya kakao. Pemasaran hasil kakao secara bersama oleh anggota kelompok akan memberikan banyak kelebihan. Disamping akan menghemat biaya transportasi, posisi tawar menawar petani juga akan menjadi kuat, karena mereka bersatu dan punya hasil produksi yang banyak, sehingga harga di tingkat petani tidak akan dipermainkan pedagang.

Tabel 9 memperlihatkan rata-rata responden anggota Kelompok Tani Tunas Harapan, memiliki pengalaman berkelompok yang tinggi dengan persentase 72,7 persen sedangkan Kelompok Tani Bunga Harapan dominan berada pada kategori sedang dengan persentase 91 persen. Perbedaan ini disebabkan Kelompok Tani Tunas Harapan merupakan kelompok tani kakao pertama yang terbentuk di Kecamatan Anreapi yaitu sekitar tahun 2002 sedangkan Kelompok Tani Bunga Harapan adalah kelompok tani yang terbentuk pada tahun 2008 bertepatan dengan

35

diselenggarakannya Program Gernas kakao. Petani-petani di Kecamatan Anreapi yang dahulunya belum pernah berada di dalam kelompok dihimbau untuk masuk ke dalam kelompok atau membentuk kelompok tani baru agar dapat mengakses informasi maupun bantuan-bantuan dari pelaksanaan Program Gernas Kakao.

Hasil uji beda yang dilakukan, diperoleh p-value 0,000. Hal ini dimaknai terdapat perbedaan dalam hal pengalaman berkelompok petani di Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan. Rata-rata anggota Kelompok Tani Tunas Harapan adalah masih anggota pertama yang tergabung di kelompok tani yang memiliki pengalaman empat belas tahun dalam berkelompok.

Keterdedahan Terhadap Media Massa

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang baik dapat menjadi peluang dalam peningkatan kapasitas individu dan sosial individu. Petani pada faktanya lemah terhadap akses sumber informasi, kesadaran akan pentingnya kebutuhan informasi perlu ditingkatkan oleh petani. Tanpa informasi, petani dapat mengalami kesulitan dalam pengembangan kegiatan usahatani dan pemasaran. Selama ini kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani belum berorientasi mutu. Perbaikan mutu penting untuk meningkatkan pendapatan. Kegiatan usahatani sebaiknya didukung dengan ketersediaan informasi pemasaran, sehingga petani dapat berorientasi pada keuntungan. Konten dalam media massa memiliki fungsi mendidik yang dapat mendorong perkembangan intelektual, membentuk watak dan dapat meningkatkan keterampilan serta kemampuan yang dibutuhkan para khalayaknya (Sudarman 2008). Keterdedahan terhadap media massa pada penelitian ini diukur berdasarkan jumlah kepemilikan media massa, frekuensi menggunakan media massa dan durasi menggunakan media massa. Kepemilikan Media

Jenis media diukur berdasarkan jumlah media yang dimiliki oleh petani, semakin banyak media yang dimiliki maka semakin banyak informasi yang diterima oleh petani. Dengan banyaknya kepemilikan sarana media massa maka kesempatan petani untuk terdedah dan mendapatkan informasi dalam hal pertanian khususnya informasi pemasaran kakao akan semakin tinggi.

Tabel 10 Kepemilikan media anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan

No Kepemilikan media Tunas Harapan Bunga Harapan u-test Orang % Orang %

1 Tinggi (≥5) 1 3,0 0 0 0,970

2 Sedang (3-4) 6 18,2 4 16,7

3 Rendah (≤ 2) 26 78,8 20 83,3

Jumlah 33 100,0 24 100,0

Berdasarkan Tabel 10, diketahui baik pada anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan kepemilikan media massa dominan berada pada kategori rendah atau sekitar 78,8 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan

36

87,5 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan. Rata-rata petani hanya memiliki sekurang-kurangnya dua media komunikasi. Hal ini disebabkan beberapa media massa seperti koran dan majalah sulit untuk diakses di wilayah ini. Untuk bisa membeli koran dan majalah mengharuskan untuk membelinya di kota dan beberapa petani kesulitan untuk mengeluarkan dana untuk pembelian media ini dan memilih untuk mengalihkan pada kebutuhan rumah tangga yang lebih mendesak.

Uji beda (u-test) yang dilakukan menghasilkan nilai probabilitas 0,970 lebih tinggi dari taraf signifikansi 0,05 yang diartikan tidak terdapat perbedaan dalam kepemilikan media oleh responden di masing-masing kelompok tani (Tabel 10). Hasil uji beda yang dilakukan memperkuat data bahwa kepemilikan media responden rendah di Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan. Kepemilikan media yang tinggi membantu petani dalam memperoleh informasi pemasaran kakao dengan lebih mudah.

Frekuensi media

Frekuensi menunjukkan seberapa sering petani menonton televisi, mendengarkan radio, membaca koran, menggunakan telepon selular dan mangakses internet. Semakin banyak petani yang terdedah dengan media massa, maka berkorelasi terhadap perilaku petani untuk memperoleh informasi tentang pemasaran kakao. Frekuensi di sini diukur berdasarkan berapa kali responden menggunakan media dalam satu bulan.

Tabel 11 Frekuensi menggunakan media anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan

No Media massa Frekuensi Tunas Harapan Bunga Harapan u-test Orang % Orang % 1 Televisi Tinggi 6 18,2 6 25,0 0,055** Sedang 1 3,0 6 25,0 Rendah 26 78,8 12 50,0 2 Radio Tinggi 2 6,1 0 0 0,080* Sedang 2 6,1 0 0 Rendah 29 87,9 24 100,0

3 Surat kabar Tinggi 1 3 0 0 0,394*

Sedang 0 0 0 0

Rendah 32 97 24 100,0

4 Telepon selular Tinggi 6 18,2 7 29,2 0,255*

Sedang 3 9,1 3 12,5

Rendah 24 72,7 14 58,3

5 Internet Tinggi 0 0,0 3 12,5 0,348*

Sedang 2 6,1 0 0

Rendah 31 93,9 21 87,5 Keterangan: *=berbeda nyata padap≤0,05

Tabel 11 menunjukkan frekuensi penggunaan media komunikasi pada masing-masing anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan dengan kategori penilaian tinggi, sedang, dan rendah. Pada media televisi, frekuensi penggunaannya sama-sama berada pada kategori rendah, yaitu 26 orang

37

atau 78,8 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 12 orang atau 50 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan. Penyebab rendahnya frekuensi penggunaan televisi di kedua kelompok disebabkan aktivitas petani yang lebih banyak dihabiskan di kebun kakao daripada di rumah. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak B salah satu petani responden.

Bapak B (47 tahun) :

“Saya jarang menonton TV karena seharian saya berada di kebun

mulai pagi hari hingga menjelang magrib. Pada malam hari, saat berada di rumah, istri dan anak-anak lebih sering menonton acara hiburan seperti musik dangdut sehingga kesempatan saya untuk menonton TV, terutama tayangan berita cukup jarang”

Selanjutnya pada frekuensi penggunaan radio, baik pada Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan juga sama-sama berada pada kategori rendah, yaitu 29 orang atau 87,9 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 24 orang atau 100 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan. Penyebabnya adalah jarangnya petani memiliki media radio, dan beberapa petani menganggap bahwa media televisi yang memuat tayangan berita sudah cukup mampu untuk menyajikan informasi yang penting bagi petani khususnya informasi pertanian.

Frekuensi penggunaan media surat kabar responden anggota Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan dominan berada pada kategori rendah. Diketahui terdapat 32 orang atau 93,9 persen di Kelompok Tani Tunas Harapan berada pada frekuensi penggunaan yang rendah dan 24 orang atau 100 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan. Hanya ada 1 responden petani yang frekuensi membaca korannya tinggi. Tentunya frekuensi penggunaan media massa ini menjadi rendah oleh karena kepemilikan medianya yang rendah pula.

Pada media telepon selular, frekuensi penggunaannya baik pada Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan tergolong rendah yaitu 24 orang atau 72,7 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 15 orang atau 58,3 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan. Penggunaan media telepon selular di kedua kelompok ini lebih banyak digunakan untuk menghubungi kerabat di tempat yang jauh namun ada beberapa responden yang menggunakan media ini untuk kebutuhan pemasaran kakao.

Frekuensi penggunaan media internet tergolong sangat rendah di kedua kelompok tani yaitu 93,9 persen untuk Kelompok Tani Tunas Harapan dan 87,5 persen untuk Kelompok Tani Bunga Harapan (Tabel 11). Diketahui pula, tidak terdapat perbedaan nyata dalam mengakses internet responden di kedua kelompok. Diketahui rata-rata anggota petani yang berumur muda yang sering mengakses internet namun konten informasi yang diakses belum spesifik mengarah ke konten pertanian, yang mana penggunaannya lebih kearah konten- konten media sosial. Untuk yang berumur tua, masih banyak yang gagap dengan teknologi ini.

Tabel 11 menunjukkan hasil uji beda Mann-Whitney yang dilakukan, diperoleh nilai probabilitas 0,055 dalam taraf signifikansi 0,05 untuk frekuensi menonton televisi yang dimaknai terdapat perbedaan dalam frekuensi menonton televisi Kelompok Tani Tunas Harapan dan Bunga Harapan yang mana Kelompok

38

Tani Bunga Harapan frekuensi menonton televisinya lebih tinggi. Untuk indikator frekuensi penggunaan media yang lain nilai probabilitas yang diperoleh di atas taraf signifikansi 0,05. Hal ini diartikan tidak terdapat perbedaan dalam frekuensi mendengar radio, membaca koran, menggunakan telepon selular, mengakses

Dokumen terkait