• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengukuran kadar air tepung putih telur dapat dilihat pada Tabel 5. Secara statistik didapat hasil yang berbeda sangat nyata (P<0.01) untuk kadar air dengan waktu desugarisasi berbeda.

Tabel 5. Kadar Air Tepung Putih Telur pada berbagai Lama Desugarisasi Berbeda Desugarisasi (Jam) Ulangan 0 1 2,5 4 1 2 3 7,5 6,75 7,5 (%) 6 6,25 6,5 6,5 6,5 7 7,25 7,5 8 Rataan+sd 7,25+0.43A 6,25+0.25B 6,66+0.28B 7,58+0.38A

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan Sangat Berbeda Nyata (P<0.01)

Rataan nilai kadar air tepung putih telur yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 6,25-7,58%. Nilai yang dihasilkan tersebut sesuai dengan standar nilai kadar air tepung putih telur. Menurut SNI 01-4323-1996 nilai kadar air tepung putih telur maksimal adalah sebesar 8%.

Perlakuan desugarisasi 0 jam tidak terjadi perombakan glukosa jika dibandingkan dengan perlakuan desugarisasi 1; 2.5 dan 4 jam. Hal ini terjadi karena kandungan air awal pada perlakuan desugarisasi 0 jam relatif masih sama dengan kandungan air pada putih telur segar. Menurut Poedjiadi (1994) air yang terkandung dalam putih telur segar mencapai 87% . Proses pengeringan yang dilakukan dapat pula mengurangi jumlah air yang terdapat dalam putih telur. Nilai kadar air pada perlakuan desugarisasi 0 jam mencapai 7,25%.

Proses desugarisasi akan mempengaruhi kandungan air yang terdapat dalam tepung putih telur. Hasil nilai Kadar air tepung putih telur dengan perlakuan desugarisasi 1 jam sebesar 6,25%. Penurunan kadar air yang dihasilkan pada perlakuan desugarisasi 1 jam terjadi karena dalam pertumbuhannya, Saccharomyces

sp. memerlukan air. Hal ini menyebabkan kandungan air yang lebih rendah pada perlakuan desugarisasi 1 jam.

Nilai kadar air pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada perlakuan desugarisasi 1 jam. Hal ini terjadi karena pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam pertumbuhan Saccharomyces sp. berada dalam fase pertumbuhan tetap (statis) sehingga air yang dibutuhkan lebih sedikit. Keadaan ini menyebabkan penggunaan air dalam pertumbuhan Saccharomyces sp. semakin berkurang sehingga kadar air tepung putih telur yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan desugarisasi 1 jam.

Perlakuan desugarisasi 4 jam mengandung air lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan desugarisasi 0; 1 dan 2.5 jam. Pada perlakuan ini, pertumbuhan

Saccharomyces sp. berada pada fase menuju kematian sehingga nutrisi yang dibutuhkan lebih rendah. Selain itu, perombakan glukosa yang terjadi menghasilkan senyawa berupa karbondioksida dan air. Jumlah air yang tinggi pada perlakuan desugarisasi 4 jam kemungkinan berasal dari hasil perombakan glukosa tersebut. Proses pertumbuhan jasad renik menurut Fardiaz (1992) dibagi menjadi lima fase yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan logaritmik, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, dan fase kematian.

Sifat Fisik Tepung Putih Telur Ayam Ras Nilai pH

Nilai pH Setelah Desugarisasi. Hasil pengujian nilai pH setelah desugarisasi dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai pH setelah desugarisasi yang dihasilkan berbeda sangat nyata secara statistik (P<0.01).

Nilai pH pada perlakuan desugarisasi 0; 1; 2.5 dan 4 jam relatif rendah. Hal ini terjadi karena pada awal proses sebelum desugarisasi dilakukan penurunan pH terlebih dahulu dengan menambahkan asam sitrat konsentrasi 5% sebanyak 3,33% dari bobot putih telur untuk mendapatkan kondisi yang sesuai dalam pertumbuhan

Saccharomyces sp.

Nilai pH pada perlakuan desugarisasi 0 jam sebesar 6,19. Nilai pH yang rendah pada perlakuan ini terjadi karena pada proses tersebut tidak menghasilkan senyawa berupa karbondioksida dan air akibat perombakan glukosa. Nilai pH pada

perlakuan desugarisasi 1 jam lebih tinggi dari pada perlakuan desugarisasi 0 jam. Hal ini terjadi karena pada perlakuan desugarisasi 1 jam telah terjadi perombakan glukosa akibat penambahan Saccharomyces sp. yang menghasilkan karbondioksida. Hilangnya karbondioksida selama proses pengeringan akan menyebabkan peningkatan nilai pH. Perlakuan desugarisasi 2,5 jam menyebabkan tingginya karbondioksida yang dihasilkan sehingga menyebabkan nilai pH pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam lebih tinggi dari perlakuan desugarisasi 1 jam. Nilai pH pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam sebesar 6,91. Desugarisasi 4 jam menghasilkan karbondioksida yang lebih tinggi dari perlakuan desugarisasi 0; 1 dan 2.5 jam. Hal ini menyebabkan nilai pH pada perlakuan desugarisasi 4 jam paling tinggi.

Tabel 6. pH Awal, pH Setelah Penambahan Asam Sitrat 5%, pH Setelah Desugarisasi, pH Tepung, Rendemen, Waktu Rehidrasi, Kecerahan Tepung Putih Telur pada berbagai Lama Desugarisasi Berbeda

Desugarisasi (Jam) Peubah 0 1 2,5 4 pH Awal pH Setelah Penambahan Asam Sitrat 5% pH Setelah Desugarisasi pH Tepung Rendemen (%) Waktu Rehidrasi (detik) Kecerahan 8,28+0 6,14+0,03 6,19+0.36A 8,82+0.01A 12,38+0.21A 41,00+1.32 64,84+0.84a 8,26+0.09 6,24+0,05 6,76+0.14BC 8,64+0.01B 12,51+0.26A 38,16+2.30 65,10+0.62ab 8,36+0.07 6,26+0,05 6,91+0.14CD 8,73+0.01C 13,00+0.67A 37,50+1.00 65,50+0.74bc 8,38+0.08 6,25+0,04 7,07+0.27D 8,85+0.03D 11,75+0.31B 40,16+1.25 65,55+0.86bc

Keterangan: Superskrip yang A berbeda pada baris yang sama menunjukkan Sangat Berbeda Nyata (P<0.01)

Superskrip a yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan Berbeda Nyata (P<0.05)

Nilai pH Tepung Putih Telur. Hasil pengujian nilai pH tepung putih telur dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai pH tepung putih telur yang dihasilkan berbeda sangat nyata secara statistik (P<0.01).

Nilai pH tepung putih telur pada perlakuan desugarisasi 0 jam yaitu 8,82. Nilai pH pada perlakuan desugarisasi 0 jam lebih tinggi dari pada perlakuan

desugarisasi 1 dan 2,5 jam. Hal ini terjadi akibat tidak adanya proses desugarisasi pada perlakuan tersebut. Tidak adanya proses desugarisasi pada proses pembuatan tepung putih telur menyebabkan kondisi putih telur yang tidak stabil. Proses pengeringan hanya menguapkan air yang terkandung dalam putih telur. Nilai pH yang dihasilkan pada perlakuan desugarisasi 0 jam mendekati nilai pH putih telur segar.

Perlakuan lama desugarisasi 1; 2.5 dan 4 jam telah mengalami perombakan glukosa sebelum pengeringan. Proses pengeringan yang dilakukan akan menyebabkan komponen-komponen seperti karbondioksida ikut menguap. Hal ini menyebabkan tingginya nilai pH yang dihasilkan. Perlakuan desugarisasi 1 jam menghasilkan nilai pH tepung putih telur yang paling rendah dari pada perlakuan lainnya. Nilai pH tepung putih telur dengan desugarisasi 1 jam adalah sebesar 8,64. Perlakuan desugarisasi 2,5 jam menghasilkan nilai pH yang lebih tinggi dari perlakuan desugarisasi 1 jam akan tetapi lebih rendah dari perlakuan desugarisasi 4 jam. Nilai pH tepung putih telur dengan lama desugarisasi 2,5 jam adalah sebesar 8,73. Perlakuan lama desugarisasi 4 jam, tepung putih telur memiliki nilai pH paling tinggi yaitu mencapai 8,85. Hal ini terjadi akibat proses desugarisasi, menghasilkan karbondioksida semakin tinggi sehingga pada saat pemanasan penguapan karbondioksida yang terjadi semakin banyak dan mempengaruhi nilai pH yang dihasilkan.

Peningkatan nilai pH tepung putih telur terjadi karena semakin lama desugarisasi, perombakan glukosa yang terjadi semakin tinggi sehingga penguapan karbondioksida (CO2) yang terjadi selama proses pengeringan semakin tinggi. Hal ini

menyebabkan nilai pH tepung putih telur pada perlakuan lama desugarisasi 4 jam menjadi lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya. Pernyataan ini didukung oleh Meyer dan Hood (1973) bahwa kehilangan karbondioksida (CO2) dalam telur akan

menyebabkan meningkatnya nilai pH. Hal yang terjadi pada masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan pH tepung putih telur yang sesuai dengan SNI 01-4323-1996, nilai pH setelah desugarisasi harus lebih rendah dari 6,19-7,07 dan pH setelah penambahan asam sitrat 5% harus lebih rendah dari 6,14-6,26.

Rendeman

Hasil pengujian rendemen dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai rendemen yang dihasilkan berbeda sangat nyata secara statistik (P<0.01). Analisis ragam yang dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk perlakuan lama desugarisasi 4 jam.

Perbedaan tersebut terjadi karena semakin lama waktu desugarisasi yang dilakukan maka perombakan glukosa akan semakin banyak. Nilai rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 11,75%-13,00%. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan nilai rendemen bahan kering putih telur ayam ras menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1979) yaitu sebesar 12,20%.

Proses pengeringan yang dilakukan menyebabkan terjadinya penguapan karbondioksida (CO2) dan air sehingga persentase nilai rendemen akan berkurang

untuk perlakuan lama desugarisasi 4 jam. Nilai rendemen dengan lama desugarisasi 4 jam memiliki nilai rendemen paling rendah karena pada perlakuan ini proses perombakan glukosa menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O) yang terjadi akan

semakin banyak sehingga pada proses pengeringan, terjadi penguapan komponen tersebut yang akan mengurangi kandungan air dalam putih telur.

Perombakan glukosa menjadi karbondioksida dan air yang terjadi pada proses lama waktu desugarisasi 0; 1; dan 2.5 jam belum banyak sehingga penguapan karbondioksida dan air yang terjadi tidak terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan hasil nilai rendemen yang relatif sama antara lama desugarisasi 0; 1 dan 2.5 jam.

Waktu Rehidrasi

Hasil pengukuran waktu rehidrasi dapat dilihat pada Tabel 6. Waktu rehidrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan tepung. Pengukuran waktu rehidrasi dilakukan dalam satuan detik. Waktu rehidrasi yang terjadi pada setiap perlakuan secara statistik tidak berbeda nyata.

Hasil yang tidak berbeda ini terjadi akibat proses penggilingan yang dilakukan pada masing-masing perlakuan sama sehingga ukuran partikel yang terbentuk pada masing-masing perlakuan relatif sama. Ukuran partikel tepung akan mempengaruhi daya larut tepung tersebut. Perbedaan tingkat kekeringan tepung putih telur akan mempengaruhi waktu rehidrasi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Romanoff dan Romanoff (1963) bahwa daya rehidrasi

dipengaruhi oleh kesempurnaan fermentasi, lama dan suhu pengeringan. Waktu rehidrasi tepung putih telur pada penelitian ini memiliki nilai rata-rata 39,2 detik.

Kecerahan

Hasil uji kecerahan dapat dilihat pada Tabel 6. Secara statistik didapat hasil yang berbeda nyata (P<0.05) untuk nilai kecerahan. Hasil analisis ragam yang dilakukan didapat hasil yang berbeda antara perlakuan waktu desugarisasi 4 jam dan waktu desugarisasi 0 jam.

Tepung putih telur dengan lama desugarisasi 0 jam merupakan tepung yang memiliki nilai kecerahan paling rendah dari pada perlakuan lainnya. Nilai kecerahan pada perlakuan ini adalah 64,84. Hal ini terjadi karena pada perlakuan ini tidak terjadi perombakan glukosa akibat proses desugarisasi. Proses pengeringan akan menyebabkan perubahan kecerahan yang terjadi. Kecerahan tepung putih telur dipengaruhi oleh glukosa yang terdapat dalam putih telur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stuart dan Goresline (1942) yang menyatakan bahwa tepung putih telur yang telah mengalami desugarisasi memiliki nilai kecerahan yang lebih tinggi akan tetapi, tepung putih telur yang tidak mengalami proses desugarisasi memiliki warna merah kecoklatan setelah dilakukan penyimpanan selama empat bulan.

Desugarisasi 1 jam menghasilkan nilai kecerahan yang lebih tinggi dari pada perlakuan desugarisasi 0 jam. Hal ini terjadi karena pada perlakuan ini telah terjadi perombakan glukosa sehingga pada saat pengeringan dapat mengurangi terjadinya reaksi Maillard. Desugarisasi 2,5 jam menghasilkan nilai kecerahan yang lebih tinggi dari pada desugarisasi 0 dan 1 jam. Nilai yang lebih tinggi ini disebabkan proses desugarisasi yang terjadi telah merombak glukosa lebih banyak sehingga nilai kecerahan yang terbentuk menjadi lebih tinggi.

Nilai kecerahan tepung putih telur yang dihasilkan semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu desugarisasi. Nilai kecerahan tertinggi yang didapat mencapai 65,55 pada perlakuan lama desugarisasi 4 jam. Nilai kecerahan yang semakin tinggi disebabkan karena adanya perombakan glukosa yang semakin banyak sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi Maillard. Kandungan glukosa akan mempengaruhi kecerahan tepung putih telur. Desugarisasi yang lama (4 jam) akan menyebabkan karbohidrat yang dirombak semakin banyak sehingga warna yang dihasilkan menjadi lebih cerah.

Sifat Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras Daya Buih

Hasil pengukuran daya buih dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan analisis ragam, daya buih tepung putih telur ayam ras sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh lama desugarisasi yang berbeda. Nilai daya buih tertinggi yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 511,10%.

Tabel 7. Daya dan Tirisan Buih Tepung Putih Telur pada berbagai Lama Desugarisasi Berbeda Desugarisasi (Jam) Peubah 0 1 2,5 4 Daya Buih 405,55+9.61A 511,10+9.61B (%) 433,33+16.66C 349,99+16.67D Tirisan Buih 8,05+0.47A 3,23+0B 3,77+0.28C 4,45+0.34D

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan Sangat Berbeda Nyata (P<0.01)

Nilai daya buih tepung putih telur tertinggi pada penelitian ini didapat dari perlakuan lama desugarisasi 1 jam yaitu sebesar 511,10%. Hal ini didukung oleh pernyataan Sa`id (1987) dan Feed (1991) bahwa proses desugarisasi terjadi secara optimal selama 45 menit. Daya buih yang tinggi pada perlakuan lama desugarisasi 1 jam dipengaruhi oleh kandungan air (Tabel 5.) dan pH (Tabel 6.) yang terdapat dalam tepung putih telur. Kandungan air dan pH pada perlakuan ini dicapai paling rendah dari pada perlakuan lainnya. Air merupakan faktor yang mempengaruhi daya buih yang dihasilkan. Semakin rendah kandungan air dalam tepung putih telur maka akan memudahkan tepung putih telur untuk membuih. Nilai pH menyebabkan protein pembentuk putih telur semakin mudah untuk menangkap udara sehingga daya buih yang dihasilkan semakin tinggi. Namun demikian, volume buih yang didapat tersebut masih dibawah daya buih yang dapat dicapai pada putih telur segar yaitu mencapai 6 hingga 8 kali dari volume awal putih telur (Georgia Egg Commission, 2005). Hal ini karena nilai pH tepung putih telur yang dicapai 8,64 sedangkan menurut Stadelman dan Cotterill (1995) volume buih tertinggi terjadi pada pH 8,0. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut daya buih tepung putih telur dengan pH 8,0 atau dibawah 8,0 sesuai dengan persyaratan tepung putih telur menurut SNI 01-4323-1996 yaitu sebesar 6,5-7,5.

Nilai daya buih pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam lebih rendah dari pada perlakuan desugarisasi 1 jam akan tetapi lebih tinggi dari perlakuan desugarisasi 4 jam. Hal ini terjadi karena pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam jumlah air yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan pada perlakuan desugarisasi 1 jam. Selain air, nilai pH juga mempengaruhi rendahnya daya buih yang terbentuk. Nilai pH yang dihasilkan pada perlakuan ini sebesar 8,73. Nilai pH tepung putih telur yang mendekati 9,0 menyebabkan sulitnya proses pembentukan buih.

Daya buih tepung putih telur terendah pada penelitian ini dihasilkan pada perlakuan lama desugarisasi 4 jam yaitu mencapai 349,99%. Hasil daya buih tepung putih telur yang rendah pada perlakuan lama desugarisasi 4 jam disebabkan oleh kandungan air pada perlakuan lama desugarisasi 4 jam sangat tinggi mencapai 7,58%. Air yang tinggi pada perlakuan tersebut menyebabkan sulitnya proses pembentukan buih. Nilai pH yang tinggi mendekati 9,0 pada tepung putih telur dengan perlakuan lama desugarisasi 4 jam menyebabkan daya buih yang dihasilkan rendah. Rendahnya daya buih terjadi akibat pada nilai pH 9,0 kondisi protein putih telur terutama globulin akan pecah, sehingga akan menurunkan kemampuan untuk mengikat udara dalam proses pembentukan buih. Hal ini didukung oleh pernyataan Seidemen et al. (1963) yang menyatakan bahwa peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur.

Proses pengeringan akan merubah beberapa komponen penyusun putih telur. Protein ovomucin yang menstabilkan struktur buih dan ovalbumin yang membentuk buih akan mengalami kerusakan akibat pengeringan sehingga akan mempengaruhi daya buih yang dihasilkan. Proses pemanasan akan merusak konsentrasi globulin. Proses pemanasan akan mempercepat pecahnya ovomucin-lysozyme diikuti dengan terjadinya denaturasi yang dapat menyebabkan menurunnya daya buih yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Slosberg et al. (1947) bahwa proses pemanasan yang dilakukan terhadap putih telur pada suhu lebih dari 57,2oC dengan waktu yang relatif singkat dapat mempengaruhi sifat fungsional putih telur terutama dalam pembentukan buih.

Kestabilan Buih

Hasil tirisan buih dapat dilihat pada Tabel 7. Persentase tirisan buih yang rendah menunjukkan tingginya nilai kestabilan buih yang terjadi. Berdasarkan

analisis ragam, kestabilan buih tepung putih telur ayam ras dipengaruhi sangat nyata (P<0.01) oleh lama desugarisasi berbeda.

Tirisan buih yang terbentuk pada perlakuan lama desugarisasi 0 jam memiliki nilai paling tinggi diantara perlakuan lainnya. Tingginya tirisan buih yang terbentuk menunjukkan nilai kestabilan buih yang semakin rendah. Hal ini terjadi karena pada perlakuan desugarisasi 0 jam kondisi komponen pembentuk buih tidak stabil akibat tidak dilakukannya proses desugarisasi serta adanya pengeringan dalam pembuatan tepung putih telur. Proses pemanasan yang lama akan mengubah viskositas protein pembentuk buih terutama ovomucin yang berperan dalam kestabilan buih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stadelman dan Cotterril (1995) bahwa semakin banyak

ovomucin maka kestabilan buih akan semakin tinggi. Peningkatan suhu juga akan mengakibatkan transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin (Alleoni dan Antunes, 2004). Kandungan s-ovalbumin yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya tirisan buih yang menimbulkan kestabilan buih yang rendah.

Nilai kestabilan buih tertinggi dihasilkan pada perlakuan lama desugarisasi 1 jam dengan nilai persentase tirisan buih sebesar 3,23%. Proses desugarisasi akan menghasilkan komponen berupa air. Tingginya nilai kestabilan buih pada perlakuan lama desugarisasi 1 jam dipengaruhi oleh nilai kadar air pada perlakuan tersebut. Kandungan air dalam perlakuan ini adalah sebesar 6,25%. Air akan menghambat proses pembentukan buih yang terjadi. Jumlah air yang rendah pada tepung putih telur dengan lama desugarisasi 1 jam mengakibatkan buih yang terbentuk menjadi lebih baik.

Nilai tirisan buih pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam lebih tinggi dari pada perlakuan desugarisasi 1 jam. Nilai tirisan buih pada perlakuan desugarisasi 2,5 jam mencapai 3,77%. Nilai tirisan buih yang tinggi pada perlakuan ini menyebabkan semakin rendah kestabilan buih yang dihasilkan. Air yang terkandung dalam tepung putih telur dengan lama desugarisasi 2,5 jam lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah air pada perlakuan desugarisasi 1 jam. Kadar air tepung putih telur dengan lama desugarisasi 2,5 jam adalah 6,66%. Kandungan air yang lebih tinggi pada perlakuan lama desugarisasi 2,5 jam menyebabkan tirisan buih yang terbentuk lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lama desugarisasi 1 jam.

Perlakuan lama desugarisasi 4 jam memiliki nilai kestabilan buih yang rendah. Nilai kadar air yang tinggi menyebabkan sulitnya proses pembentukan buih. Perlakuan desugarisasi akan menghasilkan senyawa berupa air. Semakin lama desugarisasi yang dilakukan menyebabkan jumlah kadar air yang terbentuk semakin tinggi. Nilai kadar air pada perlakuan desugarisasi 4 jam adalah 7,58%. Nilai kadar air pada perlakuan desugarisasi 4 jam lebih tinggi dari pada perlakuan desugarisasi 1 dan 2,5 jam. Hal ini menyebabkan nilai tirisan buih pada perlakuan desugarisasi 4 jam lebih tinggi dari perlakuan desugarisasi 1 dan 2,5 jam.

Dokumen terkait