• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dan secara geografis terletak diantara 6o 57’ - 7o 25’ Lintang Selatan dan 106o49’ - 107o00’ Bujur Timur dengan luas daerah 412799.54 Ha. Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah dengan ketinggian berkisar antara 0 – 2960 m. Kabupaten Sukabumi beriklim tropis

12

dengan curah hujan di bagian utara berkisar antara 2000–4000 mm/tahun, sementara di bagian selatan berkisar 2000–3000 mm/tahun. Suhu udara berkisar 19.7o–31.3o C dengan suhu rata-rata 24o C serta kelembaban rata-rata sebesar 86.2 % (Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2012). Jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi sebanyak 2383450 jiwa pada tahun 2011 berdasarkan data dari survei sosial ekonomi nasional dalam Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2012, BPS.

Berdasarkan RTRW Kabupaten Sukabumi tahun 2012-2032, Kabupaten Sukabumi memiliki potensi air yang berasal dari air tanah, mata air, dan air permukaan berupa sungai dan anak-anak sungainya. Air permukaan yang sebagian besar terdiri atas sungai-sungai membentuk 6 daerah aliran sungai (DAS) utama, yaitu DAS Cimandiri, DAS Ciletuh, DAS Cipelang, DAS Cikaso, DAS Cibuni, dan DAS Cibareno. Wilayah ini juga memiliki dua cekungan air tanah (CAT) yaitu, CAT Jampangkulon yang berada di bagian selatan dan CAT Sukabumi yang berada dibagian utara.

Data penggunaan lahan di Kabupaten Sukabumi untuk lahan hutan, ladang/tegalan, perkebunan, permukiman, sawah, semak belukar, dan sungai serta badan air pada tahun 2006 disajikan pada Tabel 6. Peta penggunaan lahan pada tahun 2006 disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 6 Klasifikasi penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi Tahun 2006

Keterangan Luas (ha) (%) Hutan 77113.03 18.50 Perkebunan 136269.70 32.70 Permukiman 8040.81 1.90 Semak belukar 64984.32 15.60 Tegalan/ladang 90448.15 21.70 Sawah 34603.79 8.30

Sungai dan badan air Tidak teridentifikasi

566.86 4145.75

0.10 1.00 Sumber : Bappeda Kabupaten Sukabumi (2008)

Status Daya Dukung Lingkungan

Status daya dukung lingkungan di Kabupaten Sukabumi deketahui dengan membandingkan nilai ketersediaan air dan kebutuhan air (water footprint) pada wilayah tersebut. Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50% (Prastowo 2010). Kebutuhan air (water footprint) ditentukan dengan menggunakan persamaan 1, dengan asumsi kebutuhan air untuk hidup layak sebesar 1600 m3 air/kapita/tahun.

CHandalan dalam penelitian ini berdasarkan data curah hujan dari satelit TRMM selama 10 tahun (2004-2013) dan dihitung dengan peluang kejadian 80%. Metode yang digunakan dalam penentuan CHandalan dengan peluang 80% yaitu metode W.Bull. Perhitungan curah hujan andalan Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Lampiran 2.

13 Nilai ketersediaan air diperoleh dengan mengalikan CHandalan dengan luas total wilayah. Kabupaten Sukabumi memiliki luas sebesar 4128 km2 dengan jumlah penduduk total pada tahun 2011 sebanyak 2393450 jiwa. Nilai ketersediaan air di wilayah Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011 sebesar 1.1 x 1010 m3/tahun. Analisis kebutuhan air pada tahun 2011 yaitu sebesar 3.8 x 109 m3/tahun dengan jumlah penduduk 2393450 jiwa. Selisih dari ketersediaan dan kebutuhan air menggambarkan adanya surplus curah hujan sebesar 6.8 x 109 m3/tahun. Rasio antara ketersediaan dan kebutuhan air di Kabupaten Sukabumi tahun 2011 sebesar 2.79. Dilihat dari nilai rasio tersebut Kabupaten Sukabumi berada dalam status aman (sustain). Maksud dari status sustain ini adalah wilayah Kabupaten Sukabumi dapat mendukung kebutuhan air untuk hidup layak penduduknya.

Untuk melihat status daya dukung lingkungan Kabupaten Sukabumi setiap bulannya, nilai ketersediaan air setiap bulan dibandingkan dengan nilai kebutuhan air setiap bulan. Nilai ketersediaan air setiap bulan didapat dengan mengalikan CHandalan setiap bulan dengan luas wilayah total. Kebutuhan air setiap bulan ditentukan dengan mengalikan asumsi kebutuhan air setiap bulan dengan jumlah penduduk total. Asumsi kebutuhan air untuk hidup layak sebesar 133.33 m3 air/kapita/bulan. Hasil dari analisis status daya dukung lingkungan setiap bulan yaitu Kabupaten Sukabumi berada dalam status aman pada bulan Oktober sampai Mei, aman bersyarat pada bulan Juni, dan terlampaui pada bulan Juli sampai September. Maksud dari status terlampaui (overshoot) ini adalah wilayah Kabupaten Sukabumi tidak dapat mendukung kebutuhan air untuk hidup layak penduduknya. Nilai rasio dan status daya dukung lingkungan setiap bulan di Kabupaten Sukabumi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis status daya dukung lingkungan Bulan Ketersediaan Air (m3) Kebutuhan Air (m3) Rasio Status Jan 1.72 x 109 3.18 x 108 5.40 Aman Feb 9.31 x 108 3.18 x 108 2.93 Aman Mar 1.34 x 109 3.18 x 108 4.22 Aman Apr 1.17 x 109 3.18 x 108 3.69 Aman Mei 8.15 x 108 3.18 x 108 2.56 Aman

Jun 4.42 x 108 3.18 x 108 1.39 Aman bersyarat

Jul 2.33 x 108 3.18 x 108 0.73 Terlampaui Agu 1.20 x 108 3.18 x 108 0.38 Terlampaui Sep 1.38 x 108 3.18 x 108 0.43 Terlampaui Okt 6.98 x 108 3.18 x 108 2.20 Aman Nov 1.29 x 108 3.18 x 108 4.06 Aman Des 1.75 x 108 3.18 x 108 5.51 Aman

Sumber : Hasil perhitungan

Pengelolaan surplus curah hujan dapat dilakukan untuk membantu defisit air pada bulan Juli-september dengan rasio ketersediaan dan kebutuhan air hujan kurang dari satu. Pengelolaan surplus curah hujan yang selanjutnya menjadi limpasan dan pengisian air tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara baik

14

berupa struktural ataupun vegetasi. Salah satu cara pengelolaan dengan struktural yaitu dengan dan pengelolaan terhadap bendungan/waduk yang sudah ada yaitu waduk citepus, waduk ciletuh, waduk cikarang, waduk cikaso, waduk warungkiara, dan waduk cibareno. Pengelolaan bendungan yang sudah dapat mengoptimalkan fungsi dan manfaat bendungan tersebut. Bendungan dapat dijadikan penampung curah hujan lebih saat musim hujan yang kemudian dapat digunakaan saat musim kemarau. Hal tersebut juga dapat mengurangi resiko terjadinya banjir akibat hujan deras.

Penetapan status daya dukung lingkungan dengan mengghunakan nomogram yang menghubungkan antara curah hujan dalam satu tahun dengan kepadatan penduduk disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan hasil perhitungan, curah hujan andalan dalam satu tahun yaitu sebesar 2579 mm/tahun dengan kepadatan penduduk sebesar 577 jiwa/km2. Berdasarkan nomogram tersebut, wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki status aman. Hal tersebut sesuai dengan hasil perhitungan dengan membandingkan nilai ketersediaan dan kebutuhan air. Untuk mempertahankan status aman berdasarkan nomogram, kepadatan penduduk maksimum di Kabupaten Sukabumi yaitu sebesar 780 jiwa/km2.

Gambar 2 Penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan nomogram

Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian

Curah hujan yang turun pada suatu wilayah akan berproses dalam bentuk evapotranspirasi, limpasan, dan air tanah. Proses dan besaran evapotranspirasi sangat tergantung pada kondisi penggunaan lahan untuk pertanian, hutan, dan tumbuhan lain. Dalam kaitannya dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman, khususnya tanaman pangan pada suatu wilayah, Oldeman (1975) telah mengembangkan konsep zona agroklimat, seperti yang disajikan pada Tabel 2 dan

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Cu rah H u jan ( mm/tah u n )

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

DDL-aman (Sustain) DDL-aman Bersyarat (Conditional Sustain) DDL-telah terlampaui (Overshoot) DDL Kab Sukabumi

15 Tabel 3. Zona agroklimat suatu wilayah dapat memperkirakan daya dukung sumberdaya iklim untuk peengembangan pertanian di wilayah tersebut.

Zona agroklimat Oldeman ditentukan dengan cara menghitung jumlah bulan basah dan bulan kering pada suatu wilayah. Penentuan bulan basah dan bulan kering dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan curah hujan rata-rata wilayah selama 10 tahun. Curah hujan rata-rata Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik curah hujan rata-rata 2004-2013

Bulan basah merupakan bulan yang memiliki curah hujan diatas 200 mm sedangkan bulan kering memiliki curah hujan dibawah 100 mm. Dilihat dari curah hujan rata-rata Kabupaten Sukabumi selama 10 tahun, wilayah ini memiliki bulan basah sebanyak 8 bulan dan bulan kering sebanyak 1 bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Sukabumi masuk dalam zona agroklimat Oldeman tipe B1. Tipe B1 merupakan daerah yang sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada kemarau (Oldeman 1957 dalam Prastowo 2010). Tipe iklim Oldeman B1 sesuai untuk 3 kali padi umur pendek atau 2 kali padi dan 1 kali palawija. Hal tersebut menunjukkan apabila pertanian adaptif (tanpa irigasi) yang akan dikembangkan maka pola tanam yang disarankan yaitu sesuai dengan tipe Oldeman B1 yang cocok untuk padi terus menerus atau padi dua kali dan palawija satu kali.

Neraca Air

Perhitungan neraca air pada penelitian ini menggunakan metode Thornthwaite. Metode Thornthwaite dapat memberikan gambaran tentang CHlebih dan defisit air pada suatu wilayah. Nilai CHlebih merupakan kelebihan curah hujan setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity). Dengan demikian, nilai CHlebih dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. CHlebih tersebut selanjutnya akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah (Prastowo 2010). 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 JAN FE B MAR APR ME I JU N JU L AG U SE P OKT NOV DE S CH ra ta -ra ta (mm ) Bulan CH rata-rata

16

Presipitasi, Evapotranspirasi, dan Kapasitas Simpan Air

Berdasarkan perhitungan neraca air dengan menggunakan persamaan 2, dapat diketahui parameter yang dibutuhkan dalam neraca air, yaitu presipitasi, evapotranspirasi, dan kapasitas simpan air. Presipitasi (P) atau curah hujan yang digunakan adalah curah hujan andalan dengan peluang 80% menggunakan metode

W.Bull, yang berarti nilai andalan satu bulan memiliki peluang terlampaui 80%. Perhitungan curah hujan andalan di wilayah Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Parameter berikutnya yaitu evapotranspirasi potensial (ETp). Salah satu cara penentuan evapotranspirasi yaitu dengan menggunakan metode Thornthwaite. Data suhu Kabupaten Sukabumi yang digunakan untuk perhitungan evapotranspirasi dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 3. Nilai ETp didapat dengan mengalikan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) dengan koefisien tanaman (Kc). Koefisien tanaman (Kc) yang digunakan besarnya sesuai dengan penggunaan lahan di wilayah tersebut. Nilai Kc dapat dilihat pada Tabel 4. Perhitungan nilai ETo disajikan pada Lampiran 3. Gambaran grafik CHandalan dan nilai ETp tahun 2006 disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik curah hujan andalan 80% dan nilai ETp

Dari Gambar 4, dapat dilihat bahwa dalam setiap bulannya nilai curah hujan dan evapotranspirasi tidak sama. Bulan Juli, Agustus, dan September memiliki nilai curah hujan yang lebih kecil dibanding nilai ETp, hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi defisit curah hujan pada bulan tersebut.

Perhitungan nilai ETp juga dilakukan pada berbagai komposisi luas hutan. Nilai ETp berdasarkan komposisi luas hutan disajikan pada Gambar 5. Perhitungan ETp berdasarkan komposisi luas hutan dapat dilihat pada Lampiran 4.

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 450.00 Jan Feb Ma r Ap r Me i Ju n Ju l Agu Se p Ok t N o v De s (m m /tah u n ) Bulan CH Andalan ETp

17

Gambar 5 Grafik nilai ETp berdasarkan komposisi luas hutan

Nilai Kc yang digunakan untuk skenario komposisi luas hutan dianggap sama yakni sebesar 0.9 untuk wilayah hutan, dengan asumsi seluruh tanaman hutan merupakan tanaman sejenis, dan 0.4 untuk wilayah lainnya. Gambar 5 menunjukkan nilai ETp berbanding lurus dengan persentase komposisi luas hutan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas hutan akan meningkatkan nilai ETp di wilayah tersebut.

Nilai kapasitas simpan air (STo) akan sangat dipengaruhi oleh jenis penutupan lahan. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957) kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah tersebut. Nilai STo dalam penelitian ini ditentukan dengan cara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan lahan. Nilai STo yang digunakan pada skenario luas hutan dengan jenis tanah liat sebesar 375 mm untuk wilayah hutan dan 87.5 mm untuk wilayah lainnya. Dari Gambar 6 terlihat bahwa nilai STo berbanding lurus dengan persetase luas hutan. Perhitungan nilai Kc, STo, dan C dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 6 Grafik nilai STo berdasarkan luasan hutan

0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 1600.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 E vap ot ran sp iras i (m m /tah u n )

Persentase Luas Hutan (%)

ETp 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 S To ( m m )

Persentase Luas Hutan (%)

18

Analisis Neraca Air

Analisis neraca air dilakukan pada Kabupaten Sukabumi dengan luas 412026.7 ha pada tahun 2006. Hasil analisis neraca air tahun 2006 dengan beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 8. Perhitungan lengkap neraca air untuk tahun 2006 terdapat pada Lampiran 6.

Besarnya limpasan sebanding dengan nilai koefisien limpasan di wilayah tersebut sedangkan besarnya pengisian air tanah merupakan selisih dari CHlebih dan limpasan. Nilai koefisien limpasan tergantung dengan jenis tutupan lahan di daerah tersebut. Hasil dari analisis neraca air dari Tabel 8 menunjukkan bahwa total nilai pengisian air tanah lebih besar dibanding dengan total nilai limpasan. Pada bulan Juli-september terjadi defisit air karena curah hujan yang terjadi lebih kecil dibanding dengan nilai evapotranspirasi aktual. Sedangkan pada bulan November-Juni terjadi surplus curah hujan.

Tabel 8 Hasil analisis neraca air pada Kabupaten Sukabumi tahun 2006 (mm) Bulan CH ETp Defisit CHlebih Limpasan Pengisian Air Tanah

Jan 416 112 0 304 121 182 Feb 225 101 0 124 50 74 Mar 325 109 0 216 86 130 Apr 284 105 0 179 72 108 Mei 197 106 0 91 36 55 Jun 107 101 0 6 3 4 Jul 57 104 6 0 0 0 Agu 29 106 28 0 0 0 Sep 33 104 41 0 0 0 Okt 169 111 0 0 0 0 Nov 312 109 0 142 57 85 Des 424 112 0 312 125 187 Total 2579 1279 75 1375 550 825

Sumber : Hasil Perhitungan

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa total nilai defisit lebih kecil dari total nilai surplus atau curah hujan lebih. Hal tersebut menunjukkan dengan adanya pengelolaan yang baik terhadap curah hujan lebih, defisit air pada bulan Juli-September dapat tertutupi dengan adanya cadangan air dari curah hujan lebih. Pengelolaan curah hujan lebih dapat dilakukan dengan dua cara yaitu struktural atau vegetasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi limpasan yaitu dengan membuat sumur resapan dan kolam resapan. Sumur resapan dan kolam resapan dapat digunakan untuk menampung curah hujan lebih yang menjadi limpasan kemudian meresapkannya ke dalam tanah sehingga terjadi peningkatan pengisian air tanah.

Analisis neraca air dengan berbagai komposisi luas hutan dilakukan dengan skenario luas hutan 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Hasil analisis neraca air Kabupaten Sukabumi dari beberapa skenario luas hutan dapat dilihat pada Tabel 9. Perhitungan lengkap neraca air untuk setiap komposisi luas hutan disajikan pada Lampiran 7.

19 persentase luas hutan, nilai pengisian air tanah juga semakin tinggi. Peningkatan persentase luas hutan menyebabkan nilai CHlebih dan limpasan akan semakin menurun. Kurva perubahan nilai CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 menunjukkan perpotongan antara limpasan dan juga pengisian air tanah terjadi pada persentase luas hutan sebesar 30%.

Tabel 9 Hasil analisis neraca air Kabupaten Sukabumi pada berbagai komposisi luas hutan (mm)

Luas Hutan (%)

CH Etp CHlebih Limpasan Pengisian Air Tanah

0 2579 602 1984 1289 694 10 2579 677 1911 1152 758 18.7 2579 743 1849 1039 809 20 2579 753 1839 1023 817 30 2579 828 1769 900 868 40 2579 903 1698 785 914 50 2579 978 1628 675 952 60 2579 1054 1557 573 984 70 2579 1129 1487 477 1009 80 2579 1204 1416 388 1028 90 2579 1279 1346 305 1040 100 2579 1355 1275 230 1046

Sumber : Hasil Perhitungan

Gambar 7 Kurva nilai CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah berbagai persentase luas hutan

Wilayah Sukabumi pada tahun 2006, memiliki persentase luas hutan sebesar 18.5%. Skenario proporsi luas hutan aktual Kabupaten Sukabumi sebesar 18.5% pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai limpasan masih lebih tinggi dari nilai

0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 1600.00 1800.00 2000.00 2200.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 (m m /tah u n )

Persentase Luas Hutan (%)

CHlebih Limpasan

Pengisian Air Tanah Ideal 38%

20

pengisian air tanah. Menurut Falkenmark and Rockström (2004) dalam Fitriana (2011), perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah terhadap CHlebih adalah 50:50. Jika dilihat dari hasil perpotongan antara limpasan dan pengisian air tanah pada kurva yang disajikan pada Gambar 7, komposisi luas hutan yang baik minimal 30%. Hal tersebut sesuai dengan isi dari UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, yaitu luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Sehingga wilayah ini sebaiknya memiliki luas hutan minimal sebesar 30% dari luas daratan. Namun untuk memenuhi defisit sebesar 75 mm/tahun berdasarkan hasil analisis neraca air pada Tabel 8, dibutuhkan luas hutan ideal sebesar 38%.

Potensi Suplai Air

Menurut Prastowo (2010), dari hasil analisis neraca air, nilai CHlebih selanjutnya diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan nilai koefisien limpasan di wilayah tersebut, sedangkan besarnya pengisian air tanah sebesar nilai CHlebih dikurangi limpasan. Besaran limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan didayagunakan sebagai potensi suplai air (water supply).

Dalam praktek pengembangan sistem suplai air, potensi sumberdaya air permukaan maupun airtanah dapat diketahui dari data pengamatan maupun peta-peta yang telah tersedia. Data potensi air permukaan antara lain dapat berupa data debit sungai, debit intake, volume dan muka air waduk/reservoir, danau, situ, dan embung (Prastowo 2010).

Berdasarkan materi teknis RTRW Kabupaten Sukabumi 2012-2032, potensi sumberdaya air pada salah satu wilayah sungai yang mengalir di Kabupaten Sukabumi, yaitu WS Cisadea-Cibareno, rata-rata mencapai 10987.47 juta m3/tahun pada kondisi normal. Selain air permukaan, wilayah ini juga memiliki potensi air yang berasal dari air tanah. Di wilayah ini terdapat 2 cekungan air tanah (CAT) yaitu CAT Sukabumi yang terletak dibagian utara dan CAT Jampangkulon yang terletak di bagian selatan wilayah Kabupaten Sukabumi. Peta CAT dan DAS Kabupaten Sukabumi yang didapat dari RTRW Kabupaten Sukabumi tahun 2012-2032 disajikan pada Gambar 8.

Analisis potensi suplai air juga dapat dilakukan dengan menghitung kebutuhan air di suatu wilayah. Perhitungan kebutuhan air di wilayah Kabupaten Sukabumi dihitung berdasarkan kebutuhan air berupa kebutuhan air domestik, irigasi, peternakan, industri, dan juga non-domestik. Data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan air berupa data jumlah penduduk 2011, luas lahan sawah 2011, dan ternak 2011 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukabumi dalam dokumen Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2012. Data jumlah penduduk, luas lahan sawah, dan ternak kemudian dikalikan dengan masing-masing standar kebutuhan air untuk mendapatkan nilai kebutuhan air domestik, irigasi, peternakan, dan non-domestik. Untuk data kebutuhan air industri didapat berdasarkan jumlah pemanfaatan air tanah untuk sektor industri yang tercata pada BKSDA Kabupaten Sukabumi dalam dokumen materi teknis RTRW Kabupaten Sukabumi 2012-2032.

23 Standar kebutuhan air yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 10 untuk standar kebutuhan non domestik sedangkan untuk jenis domestik, ternak, dan irigasi pada Tabel 11. Hasil dari kebutuhan air untuk jenis domestik, ternak, dan irigasi disajikan pada Tabel 12.

Tabel 10 Standar kebutuhan air non-domestik menurut jumlah penduduk Kriteria

(Jumlah Penduduk)

Jumlah Kebutuhan Air Domestik (% kebutuhan Air Rumah Tangga)

>500000 40

100000-500000 35

<100000 25

Sumber : Direktorat Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS dalam Hasibuan (2013) Tabel 11 Standar kebutuhan air

Jenis Standar

Kebutuhan

Satuan Sumber

Domestik 100 liter/orang/hari Direktorat Pengairan dan Irigasi, BAPPENAS, 2006 dalam Hasibuan, 2006 Ternak 1. Sapi/kerbau/kuda 40 Idem 2. Kambing/domba 5 liter/ekor/hari 3. Babi 6 4. Unggas 0.6

Irigasi 1.2 liter/detik/ha Balitbang Padi, 2007 dalam Hasibuan, 2013

Tabel 12 Data kebutuhan air Kabupaten Sukabumi Tahun 2011 Kebutuhan Air (m3/detik)

Domestik 2.76

Irigasi 79.03

Peternakan 0.13

Industri 0.14

Non-domestik 1.10

Sumber : Hasil Perhitungan

Dari hasil perhitungan pada Tabel 12 terlihat bahwa kebutuhan air terbesar yaitu untuk jenis penggunaan sawah. Kebutuhan irigasi sebesar 79.03 m3/detik dihitung berdasarkan luas total lahan sawah pada tahun 2011 yaitu sebesar 65855 ha. Kebutuhan domestik sebesar 2.76 m3/detik digunakan untuk memenuhi jumlah penduduk pada tahun 2011 sebesar 2383450 jiwa. Sedangkan kebutuhan air terkecil yaitu sebesar 0.13 m3/detik untuk penggunaan peternakan yang berasal dari ternak besar yaitu sapi, kerbau, kuda dengan jumlah ternak sebanyak 36332 ekor, kemudian ternak kecil yaitu kambing dan domba dengan jumlah ternak sebanyak 522132 ekor, serta unggas dengan jumlah ternak sebanyak 11289052 ekor pada tahun 2011. Jumlah penduduk, sawah, dan ternak didapat dari dokumen Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2012.

24

Data potensi air di wilayah Kabupaten Sukabumi yang digunakan yaitu berupa data air permukaan berupa data debit andalan 80% 6 sungai yaitu sungai Citarik, Cicatih, Cibareno, Cisolok, Cidadap, dan Cimandiri (DAS Cimandiri dan Cibareno). Data debit sungai tersebut didapatkan dari Laporan Kajian Sumberdaya Air dalam RTRW Kabupaten Sukabumi 2012-2032. Hasil perhitungan debit sungai andalan 80% disajikan pada Lampiran 8.

Gambar 9 Grafik nilai debit sungai andalan minimum dan kebutuhan air Dari gambar 9 terlihat bahwa nilai debit sungai andalan minimum tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan air irigasi di Kabupaten Sukabumi. Total kebutuhan air domestik, irigasi, peternakan, industri, dan non-domestik yaitu sebesar 83.16 m3/detik dan nilai debit minimum sebesar 38.33 m3/detik. Debit andalan dari 6 sungai ini dapat memenuhi kebutuhan domestik untuk 238350 jiwa, peternakan, industri, kebutuhan non domestik, serta kebutuhan irigasi untuk 28500 ha atau sekitar 44% luas sawah tahun 2011.

Total kekurangan air saat debit minimum yaitu sebesar 44.83 m3/detik. Kekurangan air saat terjadi debit sungai minimum dapat diatasi dengan pengelolaan debit air sungai saat terjadi kelebihan debit air. Salah satunya yaitu dengan melakukan pengelolaan terhadap bendungan/waduk yang sudah ada di Kabupaten Sukabumi yaitu waduk citepus, waduk ciletuh, waduk cikarang, waduk cikaso, waduk warungkiara, dan waduk cibareno. Bendungan dapat berfungsi menyimpan air saat aliran deras dan mengalirkan air saat air tersebut dibutuhkan atau saat terjadi debit minimum. Selain itu, yaitu dengan memanfaatkan potensi air permukaan yang berasal dari sungai lain.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 (m 3/d e tik) Kebutuhan Air Kebutuhan Air Debit Sungai

25

Indikator Degradasi Sumberdaya Air

Kajian daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air dapat dilihat dari indikator degradasi kerusakan lingkungan, seperti banjir dan tanah longsor. Parameter hidrologi yang dapat dijadikan sebagai indikator degradasi sumberdaya air antara lain, koefisien limpasan, hidrograf sungai, rating curve sungai, fluktuasi debit sepanjang tahun, debit sedimen dan penurunan muka airtanah (Prastowo 2010). Peningkatan nilai koefisien menyebabkan peningkatan nilai limpasan dan berkurangnya pengisian air tanah. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis neraca air yang telah dilakukan. Nilai koefisien lahan dipengaruhi oleh penutupan lahan, sifat fisik tanah, dan kemiringan lahan. Semakin tinggi nilai koefisien limpasan pada suatu wilayah, semakin rendah tutupan vegetasi wilayah tersebut (Prastowo 2010). Untuk mengkaji indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Sukabumi, digunakan data kejadian bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi

Dokumen terkait