• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengemasan Buah Terung

Simulasi pengangkutan buah terung menggunakan tiga jenis kemasan yang berbeda, yaitu kemasan plastik polietilen, kemasan keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang, dan kemasan karton dengan bahan pengisi kertas koran cacah. Berdasarkan hasil survey dilapangan dan wawancara terhadap produsen di pasar setiap kemasan biasanya diisi sebanyak 50 buah terung. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir adanya kerusakan saat pengangkutan buah terung. Selain jenis pengemasan, cara penyusunan buah dalam kemasan juga berpengaruh terhadap kerusakan selama proses pengangkutan.

Cara penyusunan buah terung dalam kemasan plastik polietilen, keranjang bambu, dan karton disusun secara vertikal (Gambar 8), hanya saja untuk kemasan keranjang bambu dan karton berbeda. Bahan pengisi daun pisang untuk keranjang bambu diletakkan mengelilingi sisi dalam keranjang sehingga tidak berada di sela-sela buah. Hal ini bertujuan untuk melindungi buah terung terhadap gesekan dengan kemasan. Sedangkan bahan pengisi kertas koran cacah untuk kemasan karton disisipkan diantara sela-sela buah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan buah akibat gesekan selama simulasi pengangkutan.

Gambar 8 Penyusunan buah terung dalam plastik polietilen (a), keranjang bambu (b), dan karton (c)

Kesetaraan Simulasi

Simulasi pengangkutan digunakan untuk memperoleh gambaran data penurunan mutu fisik buah terung setelah proses transportasi. Hasil konversi dan amplitudo selama simulasi pengangkutan selama 2 jam dan 3 jam dapat dilihat pada Lampiran 1.

17 Kesetaraan simulasi pengangkutan yang dilakukan dengan meja simulator dapat dihitung dengan persamaan yang terdapat pada lampiran 1. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa selama simulasi terjadi getaran secara vertikal dengan frekuensi 3 Hz dan amplitudo 2.5 cm selama 2 jam yang setara dengan perjalanan sejauh 86.29 km dan selama 3 jam setara dengan perjalanan sejauh 129.435 km. Dalam perhitungan nilai dari frekuensi, amplitudo dan lama simulasi sangat menentukan terhadap jarak yang ditempuh oleh angkutan pada keadaan yang sebenarnya.

Berdasarkan amplitudo yang dihasilkan selama simulasi mewakili kondisi jalan buruk aspal dengan frekuensi 3 Hz dan jarak ditempuh sejauh 86.29 km setara dengan jarak Bogor ke Jakarta serta jarak tempuh 129.435 km setara dengan jarak Cianjur ke Jakarta. Hal tersebut dapat mewakili kondisi pendistribuasian buah terung apabila ditransportasi dari Bogor ke Jakarta dan dari Cianjur ke Jakarta dengan kondisi jalan buruk aspal pada keadaan sebenarnya.

Dasar perbedaan antara jalan dalam dan luar kota adalah besar amplitudo yang terukur dalam suatu panjang tertentu. Jalan dalam kota mempunyai amplitudo yang rendah dibanding dengan luar kota, jalan buruk aspal dan jalan buruk batu. Dari hasil perhitungan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan simulasi pengangkutan diatas meja simulator pada penelitian yang akan datang. Misalkan pengangkutan akan dilaksanakan antar daerah yang masih ada di pulau Jawa maka simulasi tidak perlu dilakukan selama 8 jam, mungkin cukup dengan pengangkutan selama 2 sampai 3 jam saja sudah mewakili kondisi pengangkutan di lapangan (Darmawati 1994 dalam

Oktaviani 2013).

Penurunan Mutu Fisik Kerusakan Mekanis

Kerusakan buah terung dikelompokkan menjadi dua yaitu luka gores dan luka memar. Pengelompokkan kerusakan mekanis dilakukan secara visual dengan melihat langsung kondisi fisik dari buah terung. Contoh untuk luka gores dan luka memar dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b)

18

Gambar 10 Persentase kerusakan mekanis buah terung

Menurut Pantastico (1986) menyatakan bahwa ketahanan terhadap kerusakan mekanis ditentukan oleh bentuk susunan sel epidermal, tipe dan luas jaringan dasarnya serta susunan sistem berkas pengangkutnya. Memar terjadi sebagai reaksi terhadap beban tekanan dari getaran mesin, gesekan antar produk dan produk dengan kemasan. Tekanan tersebut mengakibatkan dinding sel mengalami penyempitan sehingga air yang di dalam sel terdesak keluar akibatnya jaringan menjadi memar. Luka gores dicirikan adanya luka yang dalam (3-5 mm) dan memanjang (2-4 cm).

Hasil yang diperoleh setelah dilakukan simulasi pengangkutan, kerusakan mekanis terbesar untuk waktu simulasi pengangkutan selama 2 jam yaitu PP sebesar 84%, kemudian KBDP sebesar 72% dan KKKC sebesar 38%. Untuk waktu simulasi pengangkutan selama 3 jam, kerusakan mekanis terbesar yaitu PP sebesar 86 %, kemudian KBDP sebesar 74%, dan KKKC sebesar 40 % (Gambar 10). Persen kerusakan mekanis setiap kemasan diukur pada hari ke 0 dan 2, tetapi perhitungan untuk jumlah kerusakan mekanis terbesar diambil pada hari ke-2.Menurut teori yang ada, buah terung dengan simulasi pengangkutan selama 3 jam akan mengalami kerusakan lebih besar dari simulasi pengangkutan selama 2 jam.

Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang terjadi pada buah terung berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan yaitu memar dan gores. Namun kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh stress metabolat, perubahan warna coklat dari jaringan yang rusak, menginduksi produksi gas etilena yang memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memicu kerusakan baik fisiologis maupun patologis.

Ketahanan terhadap kerusakan mekanis ditentukan oleh bentuk susunan sel epidermal, tipe dan luas jaringan dasarnya serta susunan sistem berkas pengangkutnya. Memar terjadi sebagai reaksi terhadap beban tekanan dari getaran mesin, gesekan antar produk dan produk dengan kemasan. Tekanan tersebut mengakibatkan dinding sel mengalami penyempitan sehingga air yang di dalam sel terdesak keluar akibatnya jaringan menjadi memar (Pantastico 1986).

0 20 40 60 80 100

2 jam 3 jam 2 jam 3 jam 2 jam 3 jam

PP KBDP KKKC K er u sak an ( % )

19 Berdasarkan hasil penelitian, kemasan KKKC memiliki jumlah kerusakan yang lebih kecil dibandingkan kemasan PP dan KBDP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemasan karton merupakan kemasan yang paling baik digunakan untuk pengemasan buah terung. Hal ini karena bahan pembuat karton merupakan bahan yang lunak dan didalam kemasan karton diberi bahan pengisi kertas koran cacah yang diselipkan di hampir seluruh sela-sela buah, sehingga mengurangi adanya benturan sesama buah terung serta antara buah terung dengan dinding kemasan.

Menurut Satuhu 2004, untuk menekan jumlah kerusakan mekanis pada keranjang bambu perlu dilakukan perbaikan agar kemasan menjadi lebih kuat terhadap tekanan dari segala arah. Pengemasan dengan menggunakan KBDPsebaiknya dilengkapi dengan guntingan kertas atau jerami untuk mengurangi jumlah kerusakan akibat tekanan sesama buah dan gesekan buah dengan keranjang. Untuk kemasan PP dapat diperbaiki dengan mengurangi jumlah buah terung yang dikemas dan menyusun buah terung dengan rapi.

Dari hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa nilai signifikansi dari faktor kemasan sebesar 0.00 lebih kecil dari 0.05 sehingga faktor kemasan berpengaruh nyata terhadap kerusakan mekanis buah terung. Tetapi faktor lama simulasi memiliki nilai signifikansi 0.776 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor lama simulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah terung.Untuk interaksi antara faktor jenis kemasan dan lama simulasi memiliki nilai signifikansi 0.350 lebih besar dari 0.05 sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan mekanis. Hal ini karena buah terung memiliki sifat fisik seperti spons. Jika dilihat dari penanganan pasca panen dengan pendekatan pertimbangan fisik bahwa buah terung dapat menyerap getaran, oleh karena itu lama penggetaran tidak berpengaruh terhadap kerusakan fisik buah terung. Disamping itu, jenis komoditas dan faktor-faktor lingkungan akan bersama-sama mempengaruhi tingkat dan laju kehilangan air pada produk. Rasio permukaan-volume, yang nilainya tergantung pada bentuk dan ukuran produk, adalah salah satu faktor penting dalam penentuan besarnya kehilangan air (Ahmad 2013).

Susut Bobot

Berdasarkan hasil pengamatan susut bobot,Untuk lama simulasi 2 jam, kemasan PP memiliki susut bobot sebesar 4.89 %, KBDP memliki susut bobot sebesar 12.51 %, dan KKKC memiliki susut bobot sebesar 11.14 % (Gambar 11). Untuk lama simulasi 3 jam, kemasan PP memiliki susut bobot sebesar 7.12 %, KBDP memliki susut bobot sebesar 13.42 %, dan KKKC memiliki susut bobot sebesar 13.50 % (Gambar 11).

20

Dari grafik dapat dilihat bahwa susut bobot pada plastik polietilen paling rendah, hal ini disebabkan plastik polietilen dengan kerapatan rendah dan mempunyai sifat permeabilitas yang baik sehingga memungkinkan pertukaran gas dan mencegah penumpukan gas karbondioksida serta pengembunan uap air. Sedangkan karton dengan susut bobot tertinggi karena terbuat dari bahan yang lunak dan mudah rusak apabila terkena air sehingga memicu perkembangan jamur dan bakteri (Ahmad 2013).

Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa nilai signifikansi faktor kemasan sebesar 0.014 lebih kecil dari 0.05 sehingga faktor kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah terung. Sedangkan nilai signifikansi faktor lama simulasi sebesar 0.285 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor lama simulasitidak pengaruh yang nyata terhadap susut bobot buah terung. Untuk interaksi antara faktor jenis kemasan dan lama simulasi memiliki nilai signifikansi 0.910 lebih besar dari 0.05 sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot. Hal ini disebabkan oleh aktifitas biologi pada buah terung menyebabkan kemunduran kualitas dan dalam hal lain bisa menyebabkan derajat kematangan yang dikehendaki, misalnya pengurangan air. Kadar air permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarnya, bila kadar air bahan rendah sedangkan RH tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga menjadi lembab atau kadar air menjadi tinggi. Bila suhu rendah dari sekitarnya akan terjadi kondensasi uap air udara pada permukaan bahan. Kondisi tersebut merupakan media yang baik bagi perkembangbiakan bakteri (Winarno 1980). Hasil tanaman yang telah dipanen merupakan struktur hidup yang masih tetap melangsungkan metabolisme seperti respirasi.Faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya adalah sifat alami lapisan kulit, tingkat ketuaan dan kemasakan, dan susunan kerapatan sel. Ukuran dan jumlah stomata dalam sistem dermal dan keberadaan serta kutikel ikut mempengaruhi (Ahmad 2013). 0 2 4 6 8 10 12 14 16

2 jam 3 jam 2 jam 3 jam 2 jam 3 jam

PP KBDP KKKC S u su t B ob ot ( % )

Kemasan dan Lama Simulasi Gambar 11 Persentase susut bobot buah terung

21 Kekerasan

Pengukuran kekerasan pada buah terung dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan, semakin kecil nilai tekan dari buah terung maka kerusakannya semakin tinggi.

Menurut Pantastico (1986) ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Buah-buahan akan kehilangan airnya setelah lepas panen, sehingga tekanan turgor menjadi kecil, dan menyebabkan komoditi menjadi lunak. Perubahan turgor sel disebabkan karena perubahan komposisi dinding sel. Ketika proses pembongkaran protopektin yang tidak larut menjadi asam pektat dan pektin yang mudah larut, maka hal ini disebabkan terjadinya penurunan kekerasan. Semakin rendah daya larutnya, akan semakin kuat terhadap gangguan mekanis (Winarno 1981 dalam Suherman 2011). Perubahan kekerasan buah terung dapat dilihat pada Gambar 12.

Kemasan yang baik secara keseluruhan adalah keranjang bambu karena keranjang bambu memeliki kekuatan untuk menahan goncangan yang cukup baik, tetapi bila terlalu lama maka buah terung akan banyak yang rusak sehingga kekerasan buah terung akan menurun.

Dari hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa nilai signifikansi faktor kemasan sebesar 0.356 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan. Sedangkan nilai signifikansi faktor lama simulasi sebesar 0.560 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor lama simulasi juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kekerasan. Untuk interaksi antara faktor jenis kemasan dan lama simulasi memiliki nilai signifikansi 0.226 lebih besar dari 0.05 sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan. Hal ini dikarenakan tidak adanya buah terung yang pecah dan rusak serta sifat fisik dari buah terung yang berbentuk spon dan menyerap getaran. Dapat diartikan bahwa pengaruh jenis kemasan dan lama simulasi tidak mempengaruhi tingkat kerusakan buah terung.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50

2 jam 3 jam 2 jam 3 jam 2 jam 3 jam

K eker asan (kg/m m ²)

Kemasan dan Lama simulasi

Pangkal, Sebelum simulasi Tengah, Sebelum simulasi Ujung, Sebelum simulasi Pangkal, Setelah simulasi Tengah, Setelah simulasi Ujung, Setelah simulasi

KBDP KKKC

Gambar 12 Perubahan kekerasan buah terung setelah simulasi PP

22

Total Padatan Terlarut

Proses respirasi yang berlangsung pada produk pertanian selama penyimpanan akan menggunakan substrat pada jaringan bahan tersebut. Ada tiga jenis substrat yang digunakan yaitu asam lemak, gula (karbohidarat), dan asam amino (Pantastico, 1986). Perubahan total padatan terlarut dapat dilihat pada Gambar 13.

Berdasarkan dari Gambar 13, terlihat bahwa perubahan total padatan terlarut pada simulasi 2 jam untuk masing-masing kemasan PP, KBDP, dan KKKC adalah 4.44% brix, 4.38% brix, dan 4.53% brix. Pada lama simulasi 3 jam perubahan total padatan terlarut untuk masing-masing kemasan PP, KBDP, dan KKKC adalah 4.58% brix, 4.69% brix dan 4.68% brix. Setelah dilakukan simulasi diperoleh bahwa perubahan total padatan terlarut tidak terlalu besar karena buah terung merupakan buah non-klimakterik dan mempunyai kandungan karbohidrat dan pati yang rendah perubahan keduanya hampir tidak ada sesudah panen.

Dari hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa nilai signifikansi faktor kemasan sebesar 0.591 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut. Sedangkan nilai signifikansi faktor lama simulasi sebesar 0.580 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor lama simulasi juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut. Untuk interaksi antara faktor jenis kemasan dan lama simulasi memiliki nilai signifikansi 0.836 lebih besar dari 0.05 sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut.Berdasarkan pertimbangan lingkungan, suhu adalah faktor yang paling penting terhadap susunan gula dalam buah-buahan. Buah non-klimakterik menimbun gula selama proses pendewasaan dan pematangan, produksi etilena, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik bagi komoditi (Agustin 1986).

3,8 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8

2 jam 3 jam 2 jam 3 jam 2 jam 3 jam

B ri x ( % )

Kemasan dan Lama Simulasi Sebelum simulasi Setelah simulasi

PP KBDP KKKC

23 Warna

Warna merupakan salah satu parameter utama yang dilihat oleh konsumen ketika membeli sebuah komoditi. Jika warna dari sebuah komoditi buah atau sayuran tidak menarik maka konsumen akan segan untuk mempertimbangkan rasa dan aromanya. Penilaian terhadap warna dapat dilakukan secara visual tetapi hasil penilaian tersebut bersifat subyektif, karena pandangan warna setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengukuran warna yang obyektif menggunakan instrumen.

Gambar 14 Perubahan warna sebelum (a) dan setelah simulasi (b) -10,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 L a b L a b N ilai W ar na PP 2 jam PP 3 jam KBDP 2 jam KBDP 3 jam KKKC 2 jam KKKC 3 jam Pangkal Ujung -10,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 L a b L a b NIlai W ar n a PP 2 jam PP 3 jam KBDP 2 jam KBDP 3 jam KKKC 2 jam KKKC 3 jam Pangkal Ujung a) b) (a) (b)

24

Pengukuran warna secara obyektif dapat dilakukan dengan menggunakan alat chromameter. Nilai L dalam chromameter menyatakan tingkat kecerahan suatu bahan, dimana cahaya pantul menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Parameter L mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa grafik nilai L sebelum simulasi lebih rendah dibandingkan grafik nilai L setelah simulasi. Hal ini karena warna buah terung yang semula berwarna ungu sebelum simulasi kemudian berubah menjadi lebih cerah setelah simulasi. Menurut Ahmad (2013) warna yang timbul pada buah-buahan dan sayuran adalah akibat dari adanya klorofil untuk warna hijau, karoten untuk warna kuning, jingga dan merah, likopen untuk warna merah, atau antosianin untuk warna ungu dan merah. Selama proses pematangan pada buah-buahan, klorofil dipecah secara enzimatis oleh klorofilase membentuk klorofilida, atau secara non-enzimatis akibat perubahan tingkat keasaman (pH) membentuk faeofitin. Kedua komponen tersebut selanjutnya dapat dikonversi menjadi faeforbida melalui proses oksidasi sehingga warna berubah menjadi pudar bahkan hilang.

Nilai a dalam chromameter menyatakan tingkat kehijauan, dimana nilai positif (+) menyatakan warna merah dan negatif (-) menyatakan warna hijau. Pada Gambar 14dapat dilihat bahwa grafik nilai a sebelum simulasi lebih tinggi dibandingkan grafik nilai a setelah simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa buah terung yang mengandung warna merah, mulai memudar warnanya setelah simulasi.

Nilai b dalam chromameter menyatakan tingkat kekuningan, dimana nilai positif (+) menyatakan warna kuning dan negatif (-) menyatakan warna biru. Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa grafik nilai b sebelum simulasi lebih rendah dibandingkan grafik nilai b setelah simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa warna ungu pada buah terung sebelum simulasi mulai berubah menjadi warna kuning kecoklatan setelah simulasi. Menurut Rahmawati (2008) pencoklatan merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat gelap. Pembentukan warna coklat ini dapat dipicu oleh adanya reaksi oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase (Mardiah 1996). Perubahan warna buah terung akibat luka memar dapat dilihat pada Gambar 15.

Dari hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa nilai signifikansi faktor kemasan sebesar 0.933 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap warna buah terung. Sedangkan nilai signifikansi faktor lama simulasi sebesar 0.935 lebih besar dari 0.05 sehingga faktor lama simulasi juga tidak berpengaruh nyata terhadap warna buah terung. Untuk interaksi antara faktor jenis kemasan dan lama simulasi memiliki nilai signifikansi 0.948 lebih besar dari 0.05 sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap warna.

25

26

Dokumen terkait