• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lama dan Temperatur Penyimpanan Terhadap Daya Tahan P. fluorescens

Populasi P. fluorescens pada penyimpanan suhu ruang berbeda-beda pada berbagai macam limbah organik cair (Gambar 3).

Gambar 3 Rata-rata populasi P. fluorescens pada media air kelapa (AK), limbah tahu (TH), tetes tebu (TB), dan luria broth (LB) pada beberapa minggu penyimpanan suhu ruang.

Pengaruh lama dan suhu penyimpanan P. fluorescens pada setiap media menunjukkan hasil yang berbeda-beda terhadap kontrol (LB) (Gambar 3). Pada minggu ke-0 sampai dengan minggu ke-5 rata-rata populasi tertinggi yaitu pada media limbah tahu penyimpanan minggu ke-1 dengan 9,11 log cfu/ml, namun pada minggu ke-7 sampai dengan minggu ke-11 media air kelapa menunjukkan rata-rata populasi yang tertinggi yaitu 9,0 log cfu/ml pada minggu ke-7. Secara keseluruhan, P.

fluorescens yang dibiakan pada media LB sebagai kontrol, menunjukkan daya tahan

yang paling tinggi diantara media lainnya. Sedangkan daya tahan yang paling rendah yaitu P. fluorescens yang dibiakkan pada media tetes tebu dengan populasi 7,12 log cfu/ml pada minggu ke-7.

Pada penyimpanan suhu dingin (4 0C) minggu ke-0 sampai dengan minggu ke-3 rata-rata populasi P. fluorescens tertinggi yaitu media limbah tahu dengan

7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 0 1 3 5 7 9 11 lo g cf u/m l

Pengujian minggu

ke-AK TH TB LB

jumlah populasi 9,11 log cfu/ml pada minggu ke-1. Sedangkan pada minggu ke-5 sampai dengan minggu ke-11 media air kelapa menunjukkan rata-rata populasi tertinggi yaitu 10,20 log cfu/ml pada minggu ke-5 (Gambar 4). Pertumbuhan populasi pada media LB sebagai kontrol lebih stabil dibandingkan dengan media alternatif lainnya, karena media ini mengandung banyak nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan P. fluorescens. Pertumbuhan P. fluorescens pada media air kelapa dan limbah tahu terlihat tidak stabil, sedangkan pada media tetes tebu, pertumbuhan P.

fluorescens tetap paling rendah.

Gambar 4 Rata-rata populasi P. fluorescens pada media air kelapa (AK), limbah tahu (TH), tetes tebu (TB), dan luria broth (LB) pada beberapa minggu penyimpanan suhu dingin (4 °C).

Gambar 5 menunjukkan hasil perbandingan rata-rata populasi P. fluorescens pada media LB dan air kelapa suhu ruang dan suhu 40C. Ketahanan P. fluorescens lebih baik pada suhu 4 0C daripada suhu ruang, baik pada media air kelapa maupun pada LB. Menurut Vigliar et al. (2006) air kelapa mempunyai komposisi nutrisi berupa 95,5% air, 4% karbohidrat, 0,1% lemak, 0,02% kalsium, 0,01% fosfor, 0,5% besi, asam amino, vitamin C, vitamin B kompleks, dan garam-garam mineral. Kandungan nutrisi yang lengkap pada air kelapa menyebabkan jumlah populasi P.

fluorescens cukup stabil selama dalam proses penyimpanan.

7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 0 1 3 5 7 9 11 lo g cf u/m l

Pengujian minggu

ke-AK

TH

TB

Gambar 5. Rata-rata populasi P. fluorescens pada media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), air kelapa yang disimpan pada suhu ruang (AK RT), dan air kelapa yang disimpan pada suhu dingin (AK 4C) pada beberapa minggu.

Gambar 6. Rata-rata populasi P. fluorescens pada media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), limbah tahu yang disimpan pada suhu ruang (TH RT), dan limbah tahu yang disimpan pada suhu dingin (TH 4C) pada beberapa minggu.

Populasi P. fluorescens pada limbah tahu pada awal penyimpanan sampai dengan minggu ke 7 menunjukkan jumlah yang stabil, namun pada minggu ke-9 jumlah populasi P. fluorescens menurun. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah populasi yang lebih rendah daripada minggu sebelumnya (Gambar 6). Pada LB di suhu ruang jumlah populasi P. fluorescens tertinggi yaitu pada minggu ke-9 dengan jumlah

7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 0 1 3 5 7 9 11 lo g cf u/m l

Pengujian minggu

ke-LB RT AK RT LB 4C AK 4C 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 0 1 3 5 7 9 11 lo g cf u/m l

Pengujian minggu

ke-LB RT

TH RT

LB 4C

populasi 10,26 log cfu/ml dan yang terendah yaitu pada minggu ke-7 dengan jumlah populasi 8,67 log cfu/ml. Namun pada suhu dingin daya tahan P. fluorescens lebih stabil dengan jumlah populasi tertinggi 9,18 log cfu/ml pada minggu ke-5 dan yang terendah 8,91 log cfu/ml pada minggu ke-1.

Hariyadi et al. (2002) mengemukakan bahwa limbah cair tahu mengandung kadar air 99,28%, kadar abu 0,06%, total padatan 0,67%, protein 0,17%, lemak 0,09%, karbohidrat 0,35%, dan pH 4,27. Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh berbagai macam nutrisi seperti nitrogen (N), karbon (C), fosfat (P) dan lainnya (Pelczar dan Chan 1986 dalam Ratdiana 2007). Sumber karbon yang terdapat pada limbah tahu yaitu berupa karbohidrat yang merupakan senyawa kompleks yang tidak dapat langsung digunakan, oleh karena itu pada media limbah tahu ini dilakukan modifikasi dengan penambahan sukrosa sebagai sumber karbon yang dapat langsung digunakan.

Gambar 7. Rata-rata populasi P. fluorescens pada media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), tetes tebu yang disimpan pada suhu ruang (TB RT), dan tetes tebu yang disimpan pada suhu dingin (TB 4C) pada beberapa minggu.

Pada Gambar 7 terlihat bahwa populasi P. fluorescens pada tetes tebu penyimpanan suhu ruang menurun pada minggu pertama, namun pada minggu ke-5 populasi terlihat tinggi dan kembali menurun pada minggu ke-7. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin populasi P. fluorescens menurun dari minggu pertama hingga populasi terendah yaitu 7,61 log cfu/ml pada minggu ke-9. Berbeda dengan

7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 0 1 3 5 7 9 11 lo g cf u/m l

Pengujian minggu

ke-LB RT

TB RT

LB 4C

media tetes tebu, pada media LB jumlah populasi P. fluorescens lebih tinggi dan cenderung stabil, baik pada suhu ruang maupun pada suhu dingin.

Menurut Syukur (2006), komposisi nutrisi yang terkandung dalam tetes tebu meliputi 58 % karbohidrat, 20 % air, 2,5 % protein kasar, 10, 5 % mineral, 0,8 % kalsium, dan 0,1% fosfor. Selain itu tetes tebu juga mengandung tiamin 0,8 (mg/kg), riboflafin 3 (mg/kg), niacin 28 (mg/kg), dan asam panthotenet 35 (mg/kg). Pada media ini tersedia sumber karbon yang cukup banyak, yaitu karbohidrat sebesar 58%. Namun senyawa tersebut tidak dapat langsung digunakan sehingga pertumbuhan P.

fluorescens pada media ini tidak maksimal.

Uji Potensi Antagonis P. fluorescens Terhadap S. rolfsii Pada Media Limbah Organik Cair

Kemampuan agen antagonis P. fluorescens yang dibiakan pada media limbah organik cair terhadap S. rolfsii berbeda-beda pada tiap minggunya (Gambar 10 dan 11).

Gambar 8. Rata-rata persentase hambatan maksimum P. fluorscens yang dibiakkan pada media air kelapa (AK), limbah tahu (TH), tetes tebu (TB), dan luria broth (LB) terhadap S. rolfsii pada beberapa minggu yang disimpan pada suhu ruang.

Pada suhu ruang, P. fluorescens yang dibiakan pada air kelapa mampu menekan pertumbuhan S. rolfsii secara maksimum hingga minggu ke-3. Namun, pada

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 0 1 3 5 7 9 11 Hambatan (%)

Pengujian minggu

ke-AK TH

minggu ke-5, kemampuan antagonismenya mulai menurun. Pada minggu ke-11, P.

fluorescens yang dibiakan pada media air kelapa memiliki sifat antagonisme yang

paling tinggi yaitu 61,67 % dibandingkan P. fluorescens yang dibiakan pada media limbah lainnya, yaitu limbah tahu dengan persen hambatan 23,33 % dan tetes tebu dengan persen hambatan 15,28 % (Gambar 8).

Pada suhu dingin, P. fluorescens yang dibiakkan pada media limbah tahu menunjukkan sifat antagonis yang maksimum terhadap S. rofsii di minggu ke-0 dan minggu ke-9. Di minggu ke-7 dan ke-11 P. fluorescens pada air kelapa dapat menghambat pertumbuhan S. rolfsii dengan persentase yang hambatan maksimum. Sedangkan persentase hambatan maksimum P. fluoresecens terhadap S. rolfsii pada media tetes tebu terjadi pada minggu ke-1 yaitu 88,79 %. LB sebagai kontrol memiliki persentase hambatan maksimum pada minggu ke-3 dan ke-5. Pada minggu ke-11 persentase hambatan P. fluorescens pada media limbah tahu dan tetes tebu sangat menurun dibandingkan pada minggu sebelumnya (Gambar 9).

Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa baik pada suhu ruang maupun suhu dingin, sifat antagonis P. fluorescens terhdap S. rolfsii pada media LB sebagai kontrol bersifat stabil diantara media air kelapa, limbah tahu dan tetes tebu. Namun pada media alternatif, P. fluorescens pada air kelapa yang paling baik sifat

antagonismenya.

Mineral dan karbon merupakan sumber penting yang mempengaruhi produksi antibiotik pada P. fluorescens (Duffy & Défago 1999). Kandungan mineral dan karbon yang tinggi pada air kelapa menyebabkan produksi antibiotik yang dihasilkan

P. fluorescens menjadi tinggi dibandingkan dengan media alternatif lainnya. Selain

itu, faktor yang mempengaruhi produksi antibiotik pada P. fluorescens adalah pertumbuhan populasinya (Nielsen et al. 1998). Jumlah populasi bakteri berbending lurus dengan produksi antibiotik yang dihasilkan.

Gambar 9. Rata-rata persentase hambatan maksimum P. fluorscens yang dibiakkan pada media air kelapa (AK), limbah tahu (TH), tetes tebu (TB), dan luria broth (LB) terhadap S. rolfsii pada beberapa minggu yang disimpan pada suhu dingin (4 °C).

Gambar 10. Rata-rata persentase hambatan P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), air kelapa yang disimpan pada suhu ruang (AK RT), dan air kelapa yang disimpan pada suhu dingin (AK 4C) pada beberapa minggu.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 0 1 3 5 7 9 11 Hambata n (%)

Pengujian minggu

ke-AK TH TB LB 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 0 1 3 5 7 9 11 Hamba tan (%)

Pengujian minggu

ke-AK RT LB RT AK 4C LB 4C

Persentase hambatan P. fluorescens yang dibiakkan pada media air kelapa terhadap S. rolfsii terlihat fluktuatif (Gambar 10). Di suhu ruang, persentase hambatan paling rendah terjadi pada minggu ke-5 yaitu 46,67 % dan yang paling tinggi yaitu pada minggu ke-7 sebesar 78,33 %. Sedangkan di suhu dingin persentase hambatan P. fluorescens juga tidak terlalu berbeda dengan persentase hambatan di suhu ruang. Pada media LB, persentase hambatan lebih stabil baik pada suhu ruang maupun pada suhu dingin.

P. fluorescens merupakan salah satu golongan PGPR yang memiliki

mekanisme biokontrol yang melibatkan produksi antibiotik berupa phenazine-1-carboxyclic acid, 2,4-diacetyl phloroglucinol, oomycin, pyoluteorin, pyrrolnitrin, kanosamine, zwittermycin-A, dan pantocin A (Fernando et al. 2005).

Gambar 11. Rata-rata persentase hambatan P. fluorscens terhadap S. rolfsii pada media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), limbah tahu yang disimpan pada suhu ruang (TH RT), dan limbah tahu yang disimpan pada suhu dingin (TH 4C) pada beberapa minggu.

Pada media limbah tahu, persentase hambatan P. fluorescens terhadap S.

rolfsii terlihat fluktuatif (Gambar 11) baik di suhu ruang maupun di suhu dingin.

Faktor lamanya penyimpanan mempengaruhi kemampuan antagonisme P. fluorescens terhadap S. rolfsii. Hal ini dapat dilihat pada minggu ke-11 persentase

hambatan sangat menurun dibandingkan dari minggu sebelumnya. Hal ini disebabkan 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 0 1 3 5 7 9 11 Ham batan (% )

Pengujian minggu

ke-TH RT

LB RT TH 4C LB 4C

jumlah populasi P. fluorescens yang dibiakkan pada media limbah tahu di minggu ke-11 juga menurun sehingga produksi antibiotik yang dihasilkan juga akan menurun.

Selain menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti antibiotik, P.

fluorescens juga menghasilkan siderofor yang dapat mengkelat zat besi, sehingga

patogen dalam tanah tidak memperoleh zat besi untuk pertumbuhannya. Zat besi sangat penting sebagai mikronutrisi yang digunakan bakteri untuk melakukan metabolisme (Rachid & Ahmed 2005). Siderofor juga merangsang pertumbuhan pada tanaman, karena sifatnya yang dapat mengkelat zat besi sehingga kebutuhan zat besi terpenuhi untuk pertumbuhannya (Glick et al. 1999)

Gambar 12. Rata-rata persentase hambatan P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada media LB yang disimpan pada suhu ruang (LB RT), LB yang disimpan pada suhu dingin (LB 4C), tetes tebu yang disimpan pada suhu ruang (TB RT), dan tetes tebu yang disimpan pada suhu dingin (TB 4C) pada beberapa minggu.

Kemampuan antagonisme P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada media tetes tebu di suhu dingin lebih baik daripada di suhu ruang. Pada suhu ruang minggu ke-11 persentase hambatan sangat menurun dibanding minggu sebelumnya. Namun pada suhu dingin persentase hambatan terlihat lebih stabil (Gambar 12).

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 0 1 3 5 7 9 11 Ham batan (% )

Pengujian minggu

ke-TB RT

LB RT

TB 4C

Perbandingan Kualitas Potensi Antagonis P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada Media Limbah Organik Cair

Gambar 13. Uji antagonisme P. fluorescens yang dibiakkan pada berbagai media pada suhu dingin terhadap S. rolfsii setelah 5 hari A. LB minggu ke-7, B. Air kelapa minggu ke-7, C. Limbah tahu minggu ke-7, D. Tetes tebu minggu ke-5.

Pada uji antagonisme yang dilakukan terlihat perbedaan antara miselium yang tumbuh berdekatan dengan agens antagonis dengan miselium yang tidak berdekatan dengan agen antagonis. Pertumbuhan miselium yang berdekatan dengan agen antagonis terlihat lebih tipis dibandingkan dengan miselium yang tidak berdekatan dengan agen antagonis (Gambar 13). Selain itu, pertumbuhan miselium juga terlihat berbeda dari masing-masing media. P. fluorescens yang dibiakkan pada media LB (Gambar 13A) terlihat lebih menekan pertumbuhan S. rolfsii sehingga miselium terlihat lebih tipis daripada pada media lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa agen antagonis P. fluorescens menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat

pertumbuhan patogen S. rolfsii. Beberapa strain dari P. fluorescens dapat menekan

A B

penyakit pada tanaman serta melindungi benih dan akar dari serangan cendawan tular tanah dan bekteri patogen (Défago & Haas 1990, O Sullivan & O Gara 1992 dalam Corbell & Loper 1995).

Gambar 14. Uji antagonisme P. fluorescens yang dibiakkan pada berbagai media alternatif terhadap S. rolfsii pada minggu ke-11 setelah 5 hari A. Tetes tebu suhu ruang, B. Limbah tahu suhu dingin, C. Air kelapa suhu ruang, D. LB suhu ruang.

Hasil uji antagonisme pada minggu ke-11 menunjukkan bahwa P. fluorescens yang dibiakkan pada media tetes tebu dan limbah tahu tidak mampu menghambat pertumbuhan S. rolfsii (Gambar 14A dan 14B). Berbeda dengan P. fluorescens yang dibiakkan pada media air kelapa dan LB yang tetap mampu menghambat pertumbuhan S. rolfsii (Gambar 14C dan 14D). Ketahanan P. fluorescens yang berbeda-beda terhadap lama penyimpanan menyebabkan kemampuan antagonisme yang berbeda pula. Jumlah populasi P. fluorescens yang menurun di minggu ke-11

A B

pada media limbah tahu dan tetes tebu mengakibatkan menurunnya kemampuan antagonisme bakteri tersebut terhadap S. rolfsii.

Dokumen terkait