Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Areal lahan budidaya tanaman hotong yang menjadi sumber data penelitian ini berada di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor di Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Letak geografis lokasi penelitian adalah 1060 48’ Bujur Timur dan 60 26’ Lintang Selatan dengan ketinggian ± 250 m d.p.l. Iklim di Bogor dikategorikan bertipe iklim A sampai B (Schmidt dan Ferguson) dengan 0-3 bulan kering, curah hujan rata-rata per tahun ± 0-3750 mm. Suhu rata-rata bulanan 260C dengan suhu minimum 21.80C dan suhu maksimum 30.40C. Kelembaban udara rata-rata 70% (Telematika Kota Bogor 2005).
Tanah di areal plot percontohan budidaya Hotong Buru berjenis Latosol (Alfisol). Sifat fisik-mekanik tanah di Leuwikopo, Darmaga, Bogor disajikan dalam Tabel 7. Topografi datar (kemiringan 0-3%). Kebutuhan air untuk tanaman hotong diperoleh dari air hujan. Total luas lahan plot percobaan budidaya hotong adalah 1 260 m2 yang dibagi dalam enam petak perlakuan budidaya dengan luas tiap-tiap petak 180 m2 (0.018 ha). Tata letak plot petak perlakuan budidaya hotong dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 7. Sifat fisik -mekanik tanah Latosol, Darmaga, Bogor (Sembiring dan Sapei, 1998) Kedalaman Karakteristik Satuan 0-20 cm Kadar air % 29.73 Bulk density g/cc 1.18 Fraksi : - Liat - Debu - Pasir % % % 31. 37 26.05 42.58
Tekstur (USDA) Clay Loam
Batas cair % 70.11
Batas plastis % 43.96
Kabupaten Buru, Provinsi Maluku terletak pada 1250 sampai dengan 1350
Bujur Timur dan 30 sampai dengan 80 30’ Lintang Selatan. Ketinggian 0-100 m d.p.l. Iklim di Pulau buru dikategorikan bertipe iklim B sampai C (Schmidt dan Ferguson) dengan 3-6 bulan kering, curah hujan rata-rata ± 1500 mm/tahun. Suhu rata–rata 26.40C. Kelembaban rata-rata sebesar 77%. Tanah di Pulau Buru umumnya berjenis alluvial, podzolik merah kuning. Topografi lahan bervariasi dari datar (kemiringan 0-3%) sebesar 14.6%, Bergelombang (kemiringan 8-15%) sebesar 28.2%, dan lahan berbukit dan bergunung (kemiringan > 16%) sebesar 57.2% (UKDW 2005). Perbandingan kondisi umum antara lahan plot percobaan budidaya hotong di Leuwikopo, Darmaga, Bogor dengan Pulau Buru, Maluku dapat dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8. Perbandingan kondisi umum lahan di Darmaga, Bogor dengan Pulau Buru, Provinsi Maluku
Parameter Satuan Darmaga Pulau Buru
Lahan a. Elevasi b. Kemiringan c. Jenis tanah Iklim a. Tipe iklim (Schmidt dan Ferguson) b. Curah hujan rata – rata c. Suhu rata – rata bulanan m d.p.l % - - mm/tahun 0 C 250 0-3 Latosol A sampai B 3 750 26 0-100 Bervariasi 0 - >15% Alluvial, dan Podzolik merah kuning
B sampai C
1 500
26.4
Kajian Teknik Budidaya Hotong Buru
Kegiatan budidaya Hotong Buru meliputi tahap pengolahan tanah dan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan serta pemanenan. Pengolahan tanah yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yakni pembajakan pertama dengan
menggunakan implemen bajak piring (disk plow), penggaruan dengan garu piring (disk harrow) dan pencacahan tanah dengan menggunakan bajak rotary (rotavator). Perlakuan pengolahan tanah tersebut bertujuan untuk menciptakan kondisi sifat fisik-mekanik tanah yang sesuai untuk budidaya tanaman Hotong Buru yakni struktur tanah gembur (granular), beraerasi baik dan mempunyai nilai tahanan penetrasi tanah yang rendah untuk mempe rmudah perkembangan akar.
Gambar 7. Kegiatan pengolahan tanah pertama dengan menggunakan implemen bajak piring (disk plow)
Hasil pengukuran sifat fisik -mekanik-kimia tanah sebelum dan setelah kegiatan pengolahan tanah dapat dilihat dalam Tabel 9 dan Tabel 12.
Tabel 9. Sifat fisik-mekanik-kimia tanah sebelum pengolahan tanah Nilai rata-rata pada kedalaman Variabel sifat
fisik-mekanik-kimia tanah 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm
KAT (%) 38.310 32.308 35.571
DST (g/cc) 2.063 2.247 2.231
TPT *)(kgf/cm2) 30.03 66.84 58.66
Nilai rata-rata kolom sampel Batas Cair(%b) Batas Plastis(%b) Indeks Plastisitas (%b) 70.10 46.51 23.59 Kadar N-total (%) Kadar P (ppm) Kadar K (me/100g) 0.13 25.1 0.18 *)
hasil kaliberasi penetrometer dapat dilihat pada Lampiran 2 KAT : kadar air tanah
DST : densitas tanah (dry bulk density) TPT : tahanan penetrasi tanah
Sebelum perlakuan pengolahan tanah terlihat kecenderungan terjadi pemadatan pada lapisan tanah dengan kedalaman 10-20 cm, hal tersebut dapat diketahui dari nilai-nilai densitas dan tahanan penetrasi tanah terukur. Perlakuan pengolahan tanah yang dilakukan di lahan plot percobaan budidaya hotong seragam untuk seluruh petak percobaan.
Gambar 8. Penggaruan menggunakan implemen garu piring (disk harrow)
Pengukuran sifat fisik -mekanik-kimia tanah setelah perlakuan pengolahan tanah dilakukan ketika tanaman telah berumur 14 HST. Hasil pengukuran tersebut disajikan dalam Tabel 12.
Unjuk kerja kegiatan pengolahan tanah secara mekanis di lahan plot percobaan budidaya Hotong Buru dapat dilihat dalam Tabel 10. Perhitungan biaya tenaga kerja olah tanah dan penyiapan lahan dapat disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 10 Hasil unjuk kerja pengolahan tanah mekanis di areal lahan plot percobaan budidaya Hotong Buru
Kegiatan KLE (ha/jam) WPT (jam/ha) KBB (liter/jam) KBL (liter/ha) BOP *) (Rp/ha) Disk plowing 0.123 8.130 14.94 121.462 510 141 Disk harrowing 0.134 7.463 14.94 111.497 468 287 Rotary plowing 0.164 6.098 14.94 91.104 382 637 Total 21.691 14.94 324.063 1 361 065
WPT : waktu pengolahan tanah *) : harga bahan bakar Rp. 4.200/liter
Tabel 11. Biaya tenaga kerja operator dan tenaga penyiapan lahan
Tenaga kerja Jumlah (HOK)
Kapasitas kerja (ha/HOK)
Biaya kerja *) (Rp/ha) Operator traktor 5 0.022 = KKO 2 272 727 = BTO Penyiapan lahan 12 0.009 = KKL 2 777 778 = BTL
Total 5 050 505
*) Upah tenaga harian (UTH) untuk operator = Rp 50 000/HOK Upah tenaga harian (UTH) untuk pekerja lapang = Rp 25 000/HOK
Tabel 12. Sifat fisik-mekanik-kimia tanah setelah pengolahan tanah Nilai rata-rata pada kedalaman sampel di lapang Variabel sifat
fisik-mekanik-kimia tanah 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm
KAT (%) 32.49 35.28 37.05
DST (g/cc) 1.75 2.15 2.18
TPT *)(kgf/cm2) 5.84 30.01 43.17
Nilai rata-rata kolom sampel Batas Cair(%b) Batas Plastis(%b) Indeks Plastisitas (%b) 69.57 45.95 19.62 Kadar N-total (%) Kadar P (ppm) Kadar K (me/100g) 0.135 26 0.115
Hasil uji homogenitas menggunakan metode Bartlett terhadap sifat fisik-mekanik tanah setelah perlakuan pengolahan tanah memperlihatkan bahwa sifat fisik-mekanik tanah homogen pada setiap tingkat kedalaman. Pada Tabel 10 terlihat bahwa biaya operasi pembajakan tanah (disk plowing) dalam kegiatan pengolahan tanah adalah paling besar. Kondisi tanah yang keras dan padat pada saat dibajak tersebut menyebabkan kapasitas lapang efektif pengolahan tanahnnya bernilai paling rendah sehingga biaya pengolahan tanahnya paling tinggi.
Kondisi lahan hasil pengolahan tanah yang banyak meninggalkan sisa-sisa rerumputan telah menyebabkan biaya penyiapan lahannya menjadi lebih tinggi dibanding biaya upah tenaga kerja operator traktor, sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 11. Hal ini terjadi karena untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan tersebut dua orang tenaga kerja lapang memerlukan waktu selama 6 hari sehingga jumlah hari orang kerja (HOK) sebesar 12 HOK. Total biaya penyiapan lahan (TB1) di areal lahan plot budidaya Hotong Buru adalah Rp 6 411 570 / ha.
Gambar 9. Penanaman dengan metode larik
Penanaman benih Hotong Buru terdiri atas penanaman dengan sistem larik dan tugal. Biaya penanaman Hotong Buru tersebut disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil unjuk kerja penanaman benih Hotong Buru
Variabel Notasi Satuan Sistem Larik*) Sistem Tugal*)
Kebutuhan Benih KBT kg/ha 2.222 1.111
Kapasitas kerja Penanaman
KKT ha/ HOK 0.026 0.029
Kebutuhan fungisida KFT kg/ha 2.222 1.111
Kebutuhan Insektisida KDT liter/ha 0.124 0.124
Biaya pembe lian benih BPP Rp/ha 22 222 22 222
Biaya pembelian fungisida BPF Rp/ha 19 444 19 444 Biaya pembelian insektisida BPI Rp/ha 23 218 23 218
Biaya tenaga tanam BTT Rp/ha 983 796 1 090 633
JUMLAH TB2 Rp/ha 1 048 680 1 134 685 *) rata-rata
Pada Tabel 13 nampak bahwa biaya pembelian benih Hotong Buru tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan benih hotong yang
rendah. Biaya upah kepada pekerja tanam adalah komponen biaya penanaman yang terbesar. Kapasitas kerja penanaman benih hotong yang sangat rendah menjadi penyebab utama tingginya biaya tersebut. Penggunaan insektisida Decis tergolong cukup tinggi pada saat tanam, karena digunakan untuk mengantisipasi kerusakan benih-benih hotong tersebut dari serangan semut.
Kegiatan pemeliharaan tanaman terutama dilakukan hingga umur tanaman hotong mencapai 2 bulan. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan pemupukan dan pengendalian gulma (weeding). Jenis dan dosis pupuk yang diberikan seragam untuk seluruh perlakuan. Pada Tabel 14 ditampilkan kebutuhan dan biaya pembelian pupuk.
Tabel 14. Kebutuhan dan biaya pembelian pupuk
Kebutuhan Harga satuan
Item atau Variabel kg/ha Rp/kg Biaya (Rp/ha) Pupuk Urea 230 1 400 322 000 Pupuk SP-36 120 2 000 240 000 Pupuk KCl 65 3 300 214 500 Pupuk daun 1 3 500 3 500
Total biaya pembelian pupuk = 780 000
Gulma-gulma yang tumbuh di areal lahan percobaan budidaya Hotong Buru terutama terdiri atas enam spesies sebagaimana disajikan dalam Tabel 15. Gulma tersebut meliputi gulma-gulma berdaun lebar (broadleaves), teki (sedges), dan rerumputan (grasses). Di antara enam spesies gulma tersebut, rumput janggalan, rumput lulangan, teki, dan kentangan merupakan spesies yang paling banyak dijumpai.
Tabel 15. Gulma yang tumbuh di areal lahan percobaan budidaya hotong
Gulma Species
Kelompok rerumputan (grasses)
Rumput Janggalan Brachiaria platyphylla (Munro ex Wright) Nash
Rumput Lulangan Dactyloctenium aegyptium (L.) Willd.
Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Kelompok teki-tekian (sedges)
Rumput teki Cyperus rotundus L.
Kelompok gulma berdaun lebar (broadleaves)
Kentangan Borreria alata (Aubl) DC.
Kroton Croton hirtus L’ Hér.
Pengendalian gulma yang dilakukan berupa pencabutan gulma-gulma yang tumbuh di sekitar tanaman Hotong Buru secara manual. Pada Tabel 16 diperlihatkan kapasitas kerja dan biaya pemeliharaan (pencabutan gulma) tanaman Hotong Buru.
Tabel 16. Biaya pencabutan gulma
Variabel Notasi Satuan Sistem Larik*) Sistem Tugal*)
Kapasitas kerja weeding
KKW ha/HOK 0.0244 0.0272
Biaya tenaga weeding BTW Rp/ha 1 312 523 947 886
Jumlah ulangan pekerjaan weeding
- - 3 3
JUMLAH Rp/ha 3 937 569 2 843 658
*) rata-rata
Biaya penggunaan tenaga kerja pada budidaya pemeliharaan tanaman tergolong tinggi, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 16. Pada kegiatan budidaya tersebut tidak dilakukan penyemprotan herbisida pada saat tunas hotong muncul (pre-emergence herbiciding) karena tanaman hotong itu sendiri termasuk famili rerumputan (Gramineae), sehingga dikhawatirkan tanaman hotong tersebut ikut
mati. Biaya pengendalian gulma secara manual yang tinggi tersebut telah mengisyaratkan bahwa prospek ke depan adalah pengembangan desain alat penyiang mekanis.
Gambar 10. Pemberian pupuk daun
Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman hotong dan gulma meliputi pengamatan jumlah tunas muncul (JTM), tinggi tanaman hotong (TTH), jumlah anakan tanaman (JAT), kerapatan tumbuh tanaman (KTH), penutupan gulma (PGM), bobot kering biomassa gulma (BBG) disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Pertumbuhan tanaman Hotong Buru dan gulma di lahan percobaan Sistem Tanam Larik (L) Sistem Tanam Tugal (T) Variabel L – 1 L – 2 L – 3 Rata2 T – 1 T – 2 T – 3 Rata2 KBT (kg/ha) 2.22 2.22 2.22 2.22 1.11 1.11 1.11 1.11 JTM (tunas/m2) 9.00 9.67 6.67 8.30 4.33 2.67 2.67 3.20 TTH (cm) 104.67 75.33 111.67 97.22 83.00 93.23 93.73 89.99 JAT (tnm/rmpn) 5.33 3.33 7.00 5.22 6.00 3.33 1.33 3.56 KTH (tnm/m2) 61.56 47.56 70.00 59.70 44.44 38.22 24.89 35.85 PGM *) (%) 18.80 29.00 23.50 23.77 21.50 32.00 18.40 23.97 BBG *) (kg/ha) 446.11 711.11 820.00 659.07 522.22 891.11 416.67 610.00 *) Rata -rata pada umur tanaman 1 minggu, 3 minggu, dan 5 minggu setelah
tanam
Pemanenan dilakukan setelah tanaman hotong telah berumur 90 HST. Kegiatan pemanenan dilakukan secara manual menggunakan gunting. Unjuk kerja pemanenan dan produktivitas Hotong Buru dapat dilihat pada Tabel 18
Tabel 18. Biaya tenaga kerja pemanenan rata -rata di plot percobaan
Variabel Notasi Satuan Sistem Larik Sistem Tugal
Kapasitas kerja pemanenan
KKP ha/ HOK 0.042 0.058
Biaya tenaga panen BTP Rp/ha 593 730 428 669
Produktivitas Hotong Buru
PBH Kg/ha 3 144.5 1 872.5
JUMLAH TB4 Rp/ha 593 730 428 669
Rekapitulasi seluruh nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya hotong di plot percobaan disajikan dalam Tabel 19 sebagai berikut :
Tabel 19. Rekapitulasi nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya hotong di plot percobaan
Tahapan budidaya Variabel Satuan Sistem Larik Sistem Tugal
Penyiapan lahan TB1 Rp/ha 6 411 569 6 411 569
Penanaman KBT kg/ha 2.22 1.11
TB2 Rp/ha 1 048 680 11 34 685
Pemeliharaan tanaman TB3 Rp/ha 4 531 736 3 623 658
Pemanenan TB4 Rp/ha 593 730 428 669
PBH kg/ha 3 144 1 872
PHB Rp/ha 31 445 511 18 725 650
TBB Rp/ha 12 585 717 11 598 583
KBH Rp/ha 18 859 793 7 127 066
Pada Tabel 17 nampak bahwa kebutuhan benih hotong rata -rata untuk sistem tanam larik adalah dua kali lebih banyak dibanding sistem tanam tugal. Penyebab perbedaan kebutuhan benih tersebut terletak pada cara penebaran benih, pada sistem tanam tugal benih di masukkan kedalam lubang tanam secara teliti dengan jumlah tertentu yakni 3-4 biji, sedangkan dalam sistem tanam larik benih dimasukkan ke dalam larik an tanam dengan cara curah, sehingga jumlah benih yang dijatuhkan lebih banyak. Hal ini menyebabkan jumlah tunas muncul
rata-tanam tugal. Kondisi ini berpengaruh besar terhadap besarnya kerapatan rata-tanaman hotong (KTH) rata -rata pada sistem tanam larik yang 35.95% lebih besar dibanding sistem tanam tugal.
Tinggi tanaman Hotong Buru dengan sistem tanam larik rata-rata 7.44% lebih tinggi dibanding dengan sistem tanam tugal. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman hotong dengan sistem tanam larik rata -rata lebih baik dibanding dengan sistem tanam tugal.
Kerapatan dan tinggi tanaman hotong di plot larik yang lebih besar dibanding di plot tugal telah menyebabkan penutupan gulma rata -ratanya lebih kecil, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 17 di atas. Namun, bobot kering biomassa gulma (BBG) di plot larik lebih besar dibanding di plot tugal. Hal ini bisa terjadi karena jenis gulma di plot larik lebih banyak terdiri atas gulma rerumputan dibanding gulma berdaun lebar. Gulma rerumputan (grasses) relatif lebih sukar dicabut daripada gulma berdaun lebar (broadleaves), sehingga kapasitas kerja pencabutan gulmanya (weeding) menjadi kecil. Akibatnya rata-rata biaya tenaga pencabutan gulma pada plot larik 38.47% lebih besar dibandingkan pada plot tugal.
Total biaya budidaya plot larik lebih besar 8.51% dibandingkan plot tugal. Namun produktivitas plot larik 67.79% lebih besar dibandingkan plot tugal. Sehingga meskipun biaya plot larik lebih besar, keuntungan budidaya plot larik 164.62% lebih besar dibandingkan plot tugal.
Analisis Kesesuaian lahan
Tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya hotong dinilai dari aspek lahan dan iklim. Dasar yang digunakan dalam penilaian kesesuaian la han adalah petunjuk penentuan kelas kesesuaian lahan untuk padi gogo yang diterbitkan oleh balai penelitian tanaman pangan. Dalam Tabel 20 ditunjukkan hasil penilaian kelas kesesuaian lahan di Darmaga dan Pulau Buru.
Tabel 20. Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk lahan plot percobaan di Darmaga, Bogor
Lahan di Darmaga Lahan di Pulau Buru Variabel Satuan
Besaran Skor Besaran Skor
Curah hujan mm/bulan 312.5 0 125 8
Suhu rata-rata 0C 26 8 26.4 9
Elevasi m.d.p.l 250 10 250 10
Kemiringan % 0-3 10 0-3 10
KTK Meq/100gram 0.13 5 0.10 5
Drainase - sedang 8 sedang 8
Total Skor 41 50
Kelas S2 S1
Berdasarkan kelas kesesuaian sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 20 diatas maka potensi produksi hotong lahan Darmaga dan Pulau Buru masing-masing adalah sebesar 80% dan 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi produktivitas tanaman Hotong Buru di Pulau Buru adalah 1.25 kali lebih besar dari pada potensi produktivitas di lahan Darmaga.
Model Optimasi
Analisis terhadap parameter biaya dan hasil budidaya hotong menggunakan metode tanam larik dan tugal menunjukkan bahwa metode tanam tugal merupakan metode yang menghasilkan keuntungan budidaya paling tinggi. Hal tersebut terjadi dalam kondisi dimana dana dan faktor -faktor produksi yang lain dapat dikatakan tidak dibatasi (tidak terbatas). Dalam kondisi yang sebenarnya dalam
kegiatan budidaya selalu dihadapkan kepada keterbatasan dana dan faktor-faktor produksi yang lain. Oleh karena itu dibuat beberapa skenario yang menggambarkan kondisi tersebut, kemudian dilakukan optimasi untuk merencanakan luasan lahan budidaya dengan metode tanam tertentu yang menghasilkan keuntungan maksimum. Skenario tersebut kemudian diwujudkan dalam model matematika optimasi budidaya hotong yang kemudian akan digunakan sebagi input linear programming module pada program QM Versi 2.1. Bentuk umum fungsi tujuan dan fungsi-fungsi pembatas mengikuti bentuk umum fungsi seperti pada persamaan (2) sampai dengan persamaan (4). Nilai-nilai konstanta fungsi mengikuti nilai-nilai parameter biaya dan hasil budidaya hotong sebagaimana tercantum dalam Tabel 19. Data nilai parameter budidaya yang digunakan sebagi dasar skenario berasal dari hasil pengamatan lapangan plot budidaya Hotong Buru di Leuwikopo Darmaga yang berkelas kesuaian lahan S2, maka untuk kelas kesesuaian lahan yang lain perlu dilakukan penyesuaian nilai besaran parameter budidaya dengan menggunakan faktor koreksi (FK).
Faktor Koreksi (FK): 2 kelas S PBB FK PBB = ... (1) Dimana : FK : Faktor koreksi
PPB : Potensi produktivitas berdasarkan kelas kesesuaian lahan Fungsi tujuan : 1 2 ( ) ( ) maksimum l l t t z = PHB −TBB X + PHB −TBB X ... (2) Fungsi kendala : 1 2 l t skenario T B B X +T B B X =TBB ... (3) 1 2 l t skenario KBTX +KBTX = KBT ... (4) Berdasarkan data parameter biaya dan hasil budidaya Hotong Buru, maka dapat disusun persamaan fungsi masing-masing skenario sebagaimana disajikan dalam Tabel 21.
Tabel 21. Skenario optimasi dengan menggunakan QM
Skenario TBB KBT Kelas Lahan
1 100% 100% S1 2 100% 100% S2 3 80% 100% S1 4 80% 100% S2 5 60% 100% S1 6 80% 80% S1 7 80% 60% S1 8 60% 80% S1
Kebutuhan benih tanam dan total biaya budidaya dipilih sebagai faktor budidaya yang diskenariokan karena ketersediaannya terbatas. Kegiatan budidaya pertanian umumnya dibatasi oleh keterbatasan dana. Ketersediaan benih untuk tanaman hotong terbatas mengingat dewasa ini belum dilakukan budidaya secara luas. Kelas kesesuaian lahan juga merupakan faktor yang diskenariokan, namun secara terbatas. Hal tersebut disebabkan kerena hubungan antara kelas kesesuaian lahan dan nilai parameter budidaya bersifat linier sebagai faktor perkalian.
Program Antar Muka (User Interface)
Perangkat lunak penunjang keputusan untuk perencanaan budidaya hotong ini merupakan kombinasi MS Visual Basic versi 6.0 dan QM Versi 2.1 for Windows. Program penghitungan parameter biaya dan hasil budidaya hotong diberi nama SIHOTONG V 1.0. SIHOTONG V 1.0 menyediakan dua menu utama yakni kesesuaian lahan dan teknik budidaya hotong. Tampilan Menu SIHOTONG V1.0 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Struktur menu SIHOTONG V1.0 Halaman Muka
Input Kesesuaian lahan dan parameter teknik budidaya
Output kesesuaian lahan dan parameter teknik budidaya
Gambar 14. Tampilan halaman muka SIHOTONG V1.0
Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan skor. Pemakai akan diminta memasukkan parameter-parameter karakteristik lahan, kemudian dari hasil pemilihan tersebut diproses dengan program SIHOTONG V1.0. Tampilan input penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter teknik budidaya hotong dapat disajikan dalam Gambar 15.
Gambar 15. Tampilan input penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter budidaya hotong
Parameter teknik budidaya meliputi seluruh parameter biaya dan hasil budidaya, yakni biaya pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Parameter hasil meliputi produktivitas Hotong Buru, penerimaan hasil budidaya dan keuntungan budidaya. Parameter hasil budidaya dihubungkan dengan kelas kesesuaian lahan. Tampilan penentuan besaran parameter teknik budidaya dapat dilihat dalam Gambar 16. Parameter biaya dan hasil budidaya kemudian digunakan sebagi input untuk melakukan optimasi dengan program QM for Windows Versi 2.1 .
Gambar 16. Output penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter budidaya
Optimasi luasan lahan budidaya dilakukan dengan memasukkan hasil perhitungan parameter biaya dan hasil budidaya dari program SIHOTONG V1.0 melaui persamaan model optimasi kedalam program QM for Windows Versi 2.1 sesuai dengan batasan dan skenario yang telah diasumsikan. Tampilan dan hasil optimasi skenario 1 berturut–turut dapat dilihat dalam Gambar 17, 18, dan 19. Hasil optimasi keseluruhan skenario dapat dilihat dalam Tabel 22.
Gambar 17. Input skenario 1
Gambar 19. Grafik skenario 1
Berdasarkan hasil optimasi skenario 1 diperoleh bahwa luasan lahan budidaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal adalah 1 ha dengan menggunakan metode larik.
Tabel 22. Hasil optimasi skenario-skenario budidaya hotong dengan software QM for Windows Versi 2.1
Skenario Fungsi Tujuan Fungsi Pembatas Hasil
Optimasi 1 Zmaksimum= 26721171X1+11808479 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 2.22 12585717X1 + 11598583X2 12585717 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 1.0 X2 = 0.0 Z= 26721171 2 Zmaksimum = 18859793 X1 + 7127066 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 12585717 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 1.0 X2 = 0.0 Z= 18859793 3 Zmaksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 10068573 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 0.8 X2 = 0.0 Z= 26721171 4 Zmaksimum = 18859793 X1 + 7127066 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 10068573 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 0.8 X2 = 0.0 Z= 15087833 5 Zmaksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 2.22 12585717 X1 + 11598583 X2 7551430 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 0.6 X2 = 0.0 Z= 16032702 6 Zmaksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 1.776 12585717 X1 + 11598583 X2 10068573 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 0.8 X2 = 0.0 Z= 21736936 7 Zmaksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 1.776 12585717 X1 + 11598583 X2 7551430 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 0.6 X2 = 0.0 Z= 16032702 8 Zmaksimum = 26721171 X1 + 11808479 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 1.332 12585717 X1 + 11598583 X2 10068573 X1 + X2 1 X1 0 X2 0 X1 = 0.6 X2 = 0.0 Z= 16032702
Hasil optimasi menunjukkan bahwa metode tanam larik adalah metode tanam yang paling menguntungkan dalam berabagai kondisi pembatas. Hal tersebut dapat terlihat dari luasan lahan yang dialokasikan adalah 100% dari seluruh luasan lahan yang dibudidayakan. Dalam optimasi juga diketahui bahwa diantara ketersediaan dana maupun ketersediaan benih mempunyai proporsi pembatas yang sama (tidak terdapat pembatas dominan). Luasan lahan budidaya mengikuti faktor pembatas terkecil, sebagai contoh meskipun dana tersedia 80%, namun jika benih yang tersedia hanya 60% maka luasan lahan budidaya hanya 60%.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah :
1. lahan plot percobaan darmaga termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S2
2. metode tanam larik merupakan metode tanam yang sesuai diterapkan di lahan plot percobaan darmaga
3. total biaya budidaya dengan menggunakan metode tanam larik sebesar Rp.12 585 717 /ha dan metode tanam tugal sebesar Rp.11 598 583/ha 4. keuntungan budidaya yang diperoleh dengan menggunakan metode
tanam larik sebesar Rp. 18 859 793/ha dan metode tanam tugal sebesar Rp. 7 127 066/ha
5. kombinasi luasan lahan untuk menghasilkan keuntungan budidaya maksimum adalah 100% menggunakan metode tanam larik.
SARAN
Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil kegiatan penelitian ini antara lain adalah :
1. perlu dilakukan penelitian serupa di lokasi lain dengan kelas kesesuaian lahan, jenis tanah, dan iklim yang berbeda; misalnya pada kelas kesesuaian lahan S3, N1, dan N2.
2. perlu dilakukan percobaan menggunakan varietas tanaman Hotong Buru yang lain misalnya Setaria italica (Var.) Metzegeri dan Setaria italica
(Var.) Stramiofructa
3. biaya pengendalian gulma (weeding) secara manual adalah sangat besar, sehingga perlu dilakukan perancangan dan pembuatan alat penyiang mekanis untuk tanaman hotong
4. perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dengan melibatkan faktor biaya yang lebih lengkap meliputi biaya beban penyusutan alat dan mesin pertanian, biaya sewa lahan, suku bunga bank sesuai kaidah ekonomi teknik yang baik sehingga perhitungan keuntungan budidaya hotong menjadi lebih akurat.