• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian metode tanam pada budidaya tanaman hotong buru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian metode tanam pada budidaya tanaman hotong buru"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh :

Wahyu Gendam Prakoso F14101001

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

WAHYU GENDAM PRAKOSO F14101001

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

KAJIAN METODE TANAM

PADA BUDIDAYA TANAMAN HOTONG BURU

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

WAHYU GENDAM PRAKOSO F14101001

Dilahirkan pada tanggal 5 April 1984 di Boyolali, Jawa Tengah Tanggal lulus : 18 Januari 2006

Menyetujui

Bogor, Februari 2006

Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. Pembimbing Akademik

Mengetahui

(4)

RINGKASAN

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji metode tanam untuk menghasilkan teknik budidaya Hotong Buru optimum sehingga diperoleh keuntungan budidaya maksimum.

Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan data lapang dari hasil pengamatan di plot percobaan budidaya tanaman Hotong Buru Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Tertanian Fateta -IPB di Leuwikopo Darmaga, Bogor meliputi parameter kesesuaian lahan, biaya budidaya dan hasil budidaya sebagai input yang diolah, dianalisis, dan dikompilasikan menggunakan

software MS Visual Basic Versi 6.0. menjadi software analisis SIHOTONG Versi 1.0, kemudian dilakukan optimasi dengan menggunakan QM Versi 2.1

Berdasarkan hasil analisis SIHOTONG Versi 1.0 total biaya budidaya pada metode tanam larik dan tugal masing-masing sebesar Rp. 12 585 717,-/ha dan Rp. 11 598 583,-/ha. Keuntungan budidaya pada metode tanam larik dan tugal masing-masing sebesar Rp. 18 859 793,-/ha dan Rp. 7 127 066,-/ha. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budidaya Hotong Buru dengan sistem tanam larik lebih menguntungkan dibanding sistem tanam tugal. Hasil optimasi luasan lahan budidaya hotong buru menggunakan QM Versi 2.1 menghasilkan kombinasi luasan lahan budidaya 100% menggunakan metode tanam larik untuk medapatkan keuntungan budidaya maksimum. Lahan plot percobaan Darmaga termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S2 (tingkat kesesuaian lahan sedang).

Sistem optimasi yang dibangun dapat membantu pengguna (user) dalam merencanakan metode tanam dan sistem budidaya Hotong Buru secara efektif dan efisien. Hal tersebut tercapai dengan melakukan simulasi dari beberapa skenario teknik budidaya Hotong Buru.

(5)

April 1984 sebagai anak kedua dari pasangan Tarminto D.S dan Martuti. Pendidikan formal didapatkan dari SD Negeri Pakel 1, Andong, Boyolali lulus tahun 1995, SLTPN 2 Simo, Boyolali lulus tahun 1998, dan SMUN 5 Surakarta lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menempuh perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi antara lain sebagai Ketua Komisi B/Sospol, Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB-IPB) periode 2001-2002, Kepala Biro V/Teritorial Satuan Resimen Mahasiswa IPB periode 2002-2003, Wakil Komandan Satuan Resimen Mahasiswa IPB periode 2003-2004. Penulis juga berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman sebagai Asisten beberapa matakuliah antara lain pada program diploma pengelola perkebunan: matakuliah kewiraan tahun 2002, alat dan mesin budidaya pertanian tahun 2005. Pada Program Sarjana Departemen Teknik Pertanian: matakuliah Motor Bakar dan Tenaga Pertanian tahun 2004-2005 serta Traktor Pertanian tahun 2005. Pada tahun 2004 penulis melaksanakan praktek lapang di PG. Semboro, PTPN XI, Jember, Jawa Timur dengan topik Pengolahan Tanah Mekanis Untuk Tanaman Tebu. Penulis dua kali terpilih sebagai penerima dana Program Kreativitas Mahasiswa yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi masing-masing dengan judul Komposit Bambu dan Jerami Sebagai Alternatif Dinding Ruang Penyimpanan Dingin pada tahun 2004 dan Budidaya Bekicot (Achatina variegata) Untuk Mengatasi Permasalahan Sampah Pasar Tradisonal pada tahun 2005. Hasil analisis pendahuluan yang digunakan dalam penelitian ini pernah penulis presentasikan dalam Seminar Nasional dan Konggres Perhimpunan Teknik Pertanian (PERTETA) di LIPI, Bandung pada tanggal 15-16 November 2005.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat ALLOH SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dalam bentuk skripsi yang berjudul Kajian Metode Tanam Pada Budidaya Tanaman Hotong Buru.

Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini berkat kerja sama , arahan dan bimbingan orang-orang yang sabar dan ikhlas membantu penulis, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Gatot Pramuhadi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas saran, bimbingan dan nasehat yang sangat berharga bagi penulis.

2. Ir. Imam Hidayat, M.Eng dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. selaku Dosen Penguji atas saran dan masukan yang diberikan untuk memperbaiki skripsi ini. 3. Ayahanda Tarminto D.S dan Ibunda Martuti serta saudara-saudaraku tercinta

Mas Tomo dan Dik Asih yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dik Lisa Susiana, atas bantuan, dukungan, motivasi dan kesabarannya.

5. Bapak Trisnadi, Bapak Abas, Bapak Tohir dan Bapak Rosid yang telah membantu penulis dalam budidaya buru hotong di plot percontohan maupun proses pengujian di laboratorium.

6. Karyawan CV. Perdjuangan Usaha Mandiri (Bogor), BIMA Komputido (Bogor) dan Terang Abadi Elektronik (Solo) atas dedikasinya dalam membantu penulis menjalankan usaha.

7. Teman-temanku seperjuangan mahasiswa Teknik Pertanian IPB Angkatan 38, dan Keluarga Besar Satuan Resimen Mahasiswa Institut Pertanian Bogor, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2006

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Hasil Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Botani Hotong Buru... 4

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Produksi Hotong... 5

Program Linier (Linear Programming) ... 8

BAHAN DAN METODE ... 12

Waktu dan Tempat Penelitian... 12

Bahan, Peralatan, Mesin, dan Instrumen Penelitian ... 12

Metode Penelitian ... 13

Penyiapan Basis Data ... 16

Asumsi ... 19

Model Optimasi... 19

Program Antar Muka (User Interface) ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Kondisi Umum Wilayah Penelitian ... 21

Kajian Teknik Budidaya Hotong Buru ... 22

Analisis Kesesuaian Lahan... 33

Model Optimasi... 33

Program Antar Muka (User Interface) ... 35

KESIMPULAN ... 43

SARAN ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

LAMPIRAN... 47

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Tingkatan kualitas lahan pertanian untuk padi gogo ... 6

Tabel 2 Hama penting untuk tanaman padi dan jagung... 8

Tabel 3 Bahan, peralatan, mesin, dan instrumen untuk penelitian... 13

Tabel 4 Variabel-variabel penelitian... 15

Tabel 5 Aturan pemberian skor untuk penilaian kesesuaian lahan... 18

Tabel 6 Skor penentuan kelas kesesuaian lahan ... 19

Tabel 7 Sifat fisik-mekanik tanah Latosol, Darmaga, Bogor ... 21

Tabel 8 Perbandingan kondisi umum lahan... 22

Tabel 9 Sifat fisik-mekanik-kimia tanah sebelum pengolahan tanah... 23

Tabel 10 Hasil unjuk kerja pengolahan tanah mekanis ... 24

Tabel 11 Biaya tenaga kerja operator dan tenaga penyiapan lahan... 25

Tabel 12 Sifat fisik-mekanik tanah setelah kegiatan pengolahan tanah... 25

Tabel 13 Hasil unjuk kerja penanaman benih Hotong Buru... 26

Tabel 14 Kebutuhan dan biaya pembelian pupuk ... 27

Tabel 15 Gulma yang tumbuh di areal percobaan budidaya Hotong Buru... 28

Tabel 16 Biaya pencabutan gulma ... 28

Tabel 17 Pertumbuhan tanaman Hotong Buru dan gulma di lahan percobaan... 30

Tabel 18 Biaya tenaga kerja pemanenan rata -rata plot percobaan... 31

Tabel 19 Rekapitulasi nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya ... 31

Tabel 20 Penilaian kelas kesuaian lahan... 33

Tabel 21 Skenario optimasi dengan menggunakan QM ... 35

Tabel 22 Hasil optimasi skenario -skenario budidaya hotong dengan QM ... 41

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Anatomi tanaman Hotong Buru . ... 4

Gambar 2 Prosedur penerapa n linear programming ... 11

Gambar 3 Peta lokasi penelitian... 12

Gambar 4 Bagan rancangan penelitian untuk memperoleh data teknik budidaya .... 14

Gambar 5 Tata letak plot percobaan budidaya Hotong Buru... 16

Gambar 6 Kerangka sistem penunjang keputusan untuk perenc anaan budidaya ... 17

Gambar 7 Kegiatan pengolahan tanah pertama ... 23

Gambar 8 Penggaruan menggunakan implemen garu piring ... 24

Gambar 9 Penanaman dengan metode larik ... 26

Gambar 10 Pemberian pupuk daun... 29

Gambar 11 Pencabutan gulma ... 29

Gambar 12 Pemanenan hotong ... 30

Gambar 13 Struktur menu SIHOTONG V1.0 ... 35

Gambar 14 Tampilan halaman muka SIHOTONG V1.0... 36

Gambar 15 Tampilan input SIHOTONGV1.0... 37

Gambar 16 Tampilan output SIHOTONG V1.0... 38

Gambar 17 Tampilan input skenario 1... 39

Gambar 18 Tampilan solusi skenario 1 ... 39

Gambar 19 Tampilan grafik solusi skenario 1... 40

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Prosedur pengukuran Variabel-variabel penelitian . ... 47 Lampiran 2 Prosedur pengukuran variabel-variabel penelitian ... 48 Lampiran 3 Hasil kaliberasi penetrometer... 49 Lampiran 4 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk kadar air tanah (KAT) ... 50 Lampiran 5 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk densitas tanah (DST) ... 51 Lampiran 6 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk tahanan penetrasi (DST)

Metode tugal... 52 Lampiran 7 Hasil uji homogenitas metode Bartlett untuk tahanan penetrasi (DST)

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mendasar bagi setiap manusia. Dewasa ini daya dukung lingkungan semakin menurun sehingga ketersediaan bahan pangan juga turut berkurang. Hal tersebut dapat terlihat dari kasus-kasus kelaparan dan gizi buruk yang terjadi di berbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Pada tahun 2002, terdapat 27.3% balita menderita gizi kurang, 8% diantaranya gizi buruk (DEPKES 2005). Masalah gizi lain adalah anemia gizi yang ditemukan pada sekitar 48.1% balita , beberapa penelitian menyimpulkan 54% kematian bayi dan balita dilatarbelakangi faktor gizi (DEPKES 2005).

Pada tahun 1984 Indonesia pernah dinyatakan sebagai negara yang berswasembada beras oleh FAO (Food and Agricultural Organization). Namun saat ini Indonesia justru menjadi salah satu importir beras yang terbesar di dunia. Rata-rata impor beras yang dilakukan oleh Indonesia adalah 1.4 juta ton per tahun (Yudohusodho 2003). Berkurangnya kemampuan produksi pangan dalam negeri tersebut disebabkan karena terjadinya konversi penggunaan lahan pada daerah-daerah pertanian potensial yang memiliki tanah yang subur dan beririgasi teknis menjadi daerah hunian dan industri, sebagai contoh adalah di Kawasan Pantai Utara Pulau Jawa (Hamzah 2003).

Upaya peningkatan pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri dewasa ini dilakukan dengan intensifikasi pertanian, ekstensifikasi pertanian, dan diversifikasi bahan pangan. Ekstensifikasi diarahkan menuju pemanfaatan lahan kering yang merupakan bagian terbesar dari potensi lahan (Abdurrachman 1997). Diversifikasi bahan pangan dilakukan dengan mengembangkan tanaman dan bahan pangan alternatif pengganti beras, khususnya yang dapat tumbuh pada lahan-lahan kering.

(12)

Propinsi Maluku. Andarwulan (2003) melaporkan bahwa berdasarkan hasil analisis kandungan gizi menunjukkan bahwa hotong memiliki kandungan karbohidrat 73.36% dan protein 11.18%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat hotong sama atau lebih tinggi dibanding berbagai jenis beras yang ada di Indonesia, sedangkan kandungan proteinnya lebih tinggi dibanding berbagai jenis beras, kentang, dan sumber pangan penghasil karbohidrat lainnya.

Tanaman Hotong Buru belum dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan kajian atau analisis teknik dan ekonomi budidaya Hotong Buru. Ruang lingkup kegiatan budidaya Hotong Buru meliputi kegiatan pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan. Metode tanam berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman, sehingga perlu dilakukan optimasi agar dapat diperoleh keuntungan budidaya tanaman maksimum. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan kompilasi data lapang budidaya, baik data lapang aktual dari hasil pengamatan proses budidaya tanaman hotong, maupun data lapang sekunder, ke dalam suatu paket penunjang keputusan untuk membantu analisis perencanaan budidaya, sehingga diperoleh perencanaan budidaya Hotong Buru secara optimum.

Hal tersebut penting dilakukan mengingat perencanaan budidaya Hotong Buru merupakan proses awal yang turut menentukan keberhasilan budida ya tanaman, sehingga untuk menghasilkan keuntungan maksimum diperlukan perencanaan budidaya tanaman secara komprehensif. Paket penunjang keputusan berbasis personal computer (PC) dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perencanaan budidaya tanaman untuk memperoleh budidaya Hotong Buru optimum (efektif dan efisien).

Tujuan

(13)

Manfaat Hasil Penelitian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Hotong Buru

Tanaman Hotong Buru (Setaria italica (L.) Beauv.) termasuk dalam kelas

monocotyledonae, family poaceae (gramineae). Hirarki taksonomi selengkapnya adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Divis ion : Magnoliophyta (Angiospermae) Class : Liliopsida

Subclass : Commelinidae

Order : Cyperales

Family : Poaceae (Gramineae) Genus : Setaria Beauv.

Species : Setaria italica (L.) Beauv.

Tanaman Hotong Buru merupakan tanaman semusim. Tanaman tersebut biasanya tumbuh dalam bentuk rumpun dengan tinggi tanaman 60-150 cm (Dassanayake 1994). Umur panen Hotong Buru adalah 75-90 hari setelah tanam, tergantung jenis tanah dan lingkungan tempat pembudidayaannya. Waktu penanaman Hotong Buru terbaik adalah pada bulan Juli hingga pertengahan bulan Agustus pada daerah-daerah beriklim tropis, misalnya di wilayah India bagian selatan (Krishiworld 2005).

(15)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Produks i Hotong

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman Hotong Buru, diantaranya adalah: (1) tanah, (2) varietas tanaman, (3) iklim, dan (4) tindakan budidaya.

Setiap tanaman menghendaki kondisi tanah yang berbeda-beda sebagai tempat hidup yang optimal. Pada budidaya tanaman gramineae maka pengolahan tanah intensif dengan pencacahan tanah akan sangat menguntungkan dari segi kemampuan perkembangan akar dan penghambatan pertumbuhan gulma. Pengangkatan dan pembalikan lapisan tanah akan menye babkan terjadinya perubahan tatanan ekosistem dalam tanah, sehingga tanaman memiliki waktu pertumbuhan awal yang cukup tanpa tersaingi oleh gulma (Suharso 1985). Tanaman Hotong Buru tidak memerlukan tanah khusus untuk tumbuh, namun perlu dilakukan perlakua n-perlakuan terhadap jenis tanah tertentu (Baker 2003). Di India, tanaman ini dilaporkan dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, bahkan pada tanah liat (Krishiworld 2005). Tanah dengan liat tinggi harus mendapatkan pengolahan tanah yang baik agar dapat me ndukung perakaran dan meningkatkan perkolasi air tanah, karena tanaman Hotong Buru memerlukan drainase yang baik. Pengolahan tanah secara intensif dapat dilakukan dengan memotong, membalik dan mencacah tanah dengan menggunakan implemen pengolah tanah (Hunt 1995). Implemen yang digunakan dapat berupa bajak singkal (moldboard plow), bajak piring (disk plow), garu piring (disk harrow) dan rotavator (Hunt 1995). Pengolahan tanah secara intensif juga bertujuan untuk mempersiapkan tempat pertumbuhan benih, khususnya pada proses perkecambahan benih. Perkecambahan benih membutuhkan kondisi tanah yang lembab, temperatur yang tepat dan udara yang cukup untuk respirasi. Oleh sebab itu perlu diupayakan kondisi tanah cukup remah untuk aerasi yang baik, namun juga cukup padat agar benih dapat kontak langsung dengan tanah (Plaster 1992).

(16)

untuk budidaya tanaman padi gogo (padi lahan kering) seperti yang disajikan dalam Tabel 1.

Tanaman Hotong Buru dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, namun tanaman ini bereaksi positif terhadap phospor (P) dan nitrogen (N), sehingga tanah dengan kandungan P dan N yang cukup akan menghasilkan produksi yang lebih baik. Pada kegiatan budidaya di tanah-tanah yang miskin unsur hara disarankan penggunaan pupuk kandang dengan dosis 6-10 ton/ha. Pemupukan untuk meningkatkan kadar N dapat mencapai dosis 600 kg/ha menggunakan pupuk urea (Baker 2003)

Tabel 1. Tingkatan kualitas lahan pertanian untuk padi gogo (Fagi dan Las 1988, dan Ismunadji 1988)

Tingkat kualitas lahan (kelas) Karakteristik

tanah S1 S2 S3 N1 N2

Topografi kemiringan (%) 1.

Genangan/banjir Tidak ada Tidak ada Ringan Ringan Semua keadaan

1. mekanisasi intensif

(17)

4. berlempung kasar atau berpasir 5. kandungan liat tak aktif rendah 6. tanah berkapur

Varietas tanaman hotong yang dibudidayakan dewasa ini lebih dari satu spesies. Tiga spesies hotong yang banyak dibudidayakan adalah: (1) Setaria Italica (L.) Beauv, Setaria Italica (Var.) Metzgeri, dan Setaria italica (Var.) Stramiofructa (Dassanayake 1994 ).

Menurut Baker (2003) dan Krishiworld (2005) tanaman Hotong Buru dapat tumbuh pada daerah beriklim tropis maupun subtropis dengan curah hujan yang tidak terlalu be sar. Secara umum tanaman Hotong Buru tumbuh baik pada lahan tadah hujan sampai kering, karena tanaman ini relatif sedikit membutuhkan air (Swarbrick 1997).

Tanaman ini cocok di daerah Uttar Pradesh, Madya pradesh, dan Karnataka, India (Krishiworld 2005) . Di Amerika Serikat, tanaman hotong banyak dijumpai di daerah Tenesse, New Mexico, Arkansas, Illionis, dan New Hamshire (Baker 2003) .

Secara umum, pengendalian gulma dalam budidaya tanaman dibagi menjadi lima macam, yaitu: pencegahan (preventif), biologis, kultur, mekanis, dan kimia. Perlakuan terhadap gulma dipengaruhi oleh spektrum penyerangan dan rotasi tanaman (Suharso 1985). Pada budidaya tanaman Hotong Buru diupayakan pengendalian gulma secara preventif, kultural, dan mekanis (Baker 2003).

(18)

pengendalian gulma pada saat pemeliharaan tanaman. Setelah penanaman, penyiangan dilakukan untuk menghancurkan dan mengubur gulma yang mulai tumbuh (Plaster 1992).

Gangguan hama umumnya terjadi pada masa-masa awal pertumbuhan dan pada siklus pertumbuhan sampai tanaman siap panen (Hidayat 2005). Hama yang dominan menyerang tanaman ini adalah serangga, khususnya semut, belalang, dan ulat pemakan daun (Baker 2003). Hotong Buru merupakan tanaman gramineae, diperkirakan hama-hama yang menyerang tanaman ini tidak jauh berbeda dengan hama-hama yang menyerang tanaman jagung dan padi yang banyak ditemukan di Jawa Barat, seperti disajikan dalam Tabel 2.

Serangan hama tersebut dapat diatasi dengan mengaplikasikan insektisida. Beberapa jenis insektisida yang sering digunakan pada budidaya tanaman Hotong Buru di Amerika Serikat dan di India, antara lain adalah Alkalonamine 2,4 D dan Apron ( Baker 2003).

Tabel 2. Hama penting untuk tanaman padi dan jagung ( Hidayat 2005)

Komoditas Nama Species Nama Umum Bagian Yang

diserang

Padi Sogatella sp.

Oxya spp.

Ulat tanduk hijau

Walang sangit

Kepinding tanah

Daun

Daun

Daun

Bulir

Daun dan sebagian besar tubuh tanaman

Scirpophaga intertulas

Penggerek batang Batang

Jagung Ostrinia furnacalis

Helicoverpa armigera

Program Linier (Linear Programming)

(19)

dan pertidaksamaan dalam upaya untuk mencari penyelesaian yang optimal dengan memperhatikan pembatas -pembatas tertentu ( Hasan 2002).

Menurut Supranto (1991) dan Hasan (2002) syarat-syarat agar suatu permasalahan dapat diselesaikan dengan menggunakan program linier adalah sebagai berikut :

1) fungsi objektif harus didefinisikan dengan jelas dan dinyatakan sebagai fungsi objektif yang linier

2) harus terdapat alternatif pemecahan yang mungkin dipilih

3) sumber-sumber dan aktivitas mempunyai sifat yang dapat ditambahkan, dibagi, dan memiliki jumlah terbatas.

4) fungsi objektif dan pertidaksamaan yang digunakan untuk menunjukkan ada nya pembatas harus linier

5) variabel keputusan harus bernilai positif

6) aktivitas harus proporsional terhadap sumber-sumber; hubungan antara aktivitas dan sumber linier

7) model programming deterministik (sumber dan aktivitas harus diketahui dengan pasti)

Dalam Supranto (1988) dinyatakan bahwa bentuk umum model matematika program linier dapat dibedakan menjadi dua macam; yakni :

(20)

atau

2) meminimumkan fungsi objektif

Fungsi tujuan : Z=C x1 1+C x2 2+ +... C xn n

(21)

Gambar 2. Prosedur penerapan linear programming (Supranto 1988)

Model

Fungsi Objektif linier Ketidaksamaan linier sebagai pembatas

Nilai variabel aktivitas positif

Alternatif pemecahan fisibel

(22)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2005 sampai dengan bulan November 2005 di Lahan Percobaan Budidaya Hotong Buru, Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Leuwikopo, Darmaga, Bogor.

Lokasi Penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Bahan, Peralatan, Mesin, dan Instrumen Penelitian

(23)

Tabel 3. Bahan, peralatan, mesin, dan instrumen untuk penelitian

No. Bahan Peralatan dan Mesin Instrumen

1. Benih Hotong Buru Cangkul Penetrometer

2. Pupuk (Urea, SP-36, dan KCl)

Garpu tanah kecil (koret)

Pencatat waktu (Stopwatch)

3. Pupuk daun (Gandasil) Bajak piring Ring-ring sampel tanah

4. Kapur (Dolomit) Bajak rotari Oven dan desikator

5. Pestisida (Furadan 3G) Garu piring Timbangan 6. Insektisida (Decis) Traktor roda empat Meteran

7. Pasir Satu Perangkat

Komputer IBM Netvista, Intel P III -800 MHz, RAM 192 MB, OS Windows XP SP2, MS Excell 2003 with VBA, QM for Windows Versi 2.1, MS Visual Basic Versi 6.0

Metode Penelitian

Rancangan penelitian untuk mendapatkan data teknis budidaya tanaman hotong dan data teknis budidaya hotong meliputi aspek iklim, lahan, dan perlakuan budidaya yang mencakup pengolahan tanah dan penyiapan lahan, penanaman, pemeliharan tanaman sampai pemanenan dapat disajikan dalam Gambar 4. Basis data yang digunakan dalam sistem penunjang keputusan untuk budidaya hotong merupakan hasil kompilasi dari data pengamatan lapang plot percobaan budidaya hotong dan data teknik budidaya hotong yang didapatkan dari Dinas Pertanian Pemerintah Daerah Kabupaten Buru Provinsi Maluku.

(24)

Gambar 4. Bagan rancangan penelitian untuk memperoleh data teknik budidaya Proses interaksi dengan

lingkungan tumbuh

JTM Persaingan tumbuh

Pertumbuhan sifat fisik-mekanik-kimia tanah

(25)

Tabel 4. Variabel-variabel penelitian*)

No. Kegiatan Budidaya Variabel Efisiensi Variabel Efektivitas

1 Penyiapan lahan KLE,KBB,KBL,KKO,KKL,

UTH, BOP, BTO, dan BTL

DST dan TPT

2 Penanaman KBT,KFT,KDT,KKT,HBN

HPF,HID,UTH,BPD,BPF, BPI, dan BTT

JTM

3 Pemeliharaan tanaman

Keterangan Tabel 4:

Notasi Satuan Keterangan Notasi Satuan Keterangan DST g/cc Densitas tanah BOP Rp/ha Biaya operasi

pengolahan tanah TPT kgf/cm2 Tahanan penetrasi tanah BTO Rp/ha Biaya tenaga operator JTM Tunas/m2 Jumlah tunas muncul BTL Rp/ha Biaya tenaga kerja

penyiapan lahan PGM % Penutupan gulma KBT Kg/ha Kebutuhan benih

tanam

BBG kg/ha Bobot biomassa gulma KFT Kg/ha Kebutuhan fungisida tanam

SGM - Species gulma KDT Kg/ha Kebutuhan decis tanam

TTH Cm Tinggi tanaman hotong KKT Ha/jam.orang Kapasitas kerja tanam JAT Tnm/rumpun Jumlah anakan tanaman HBN Rp/kg Harga benih KTH Tanaman/m2 Kerapatan tanaman hotong HPF Rp/kg Harga pembelian

fungisida PBH ton/ha Produktivitas Hotong Buru HID Rp/liter Harga Insektisida HBH Rp/kg Harga Hotong Buru BTT Rp/ha Biaya tenaga tanam PHB Rp/ha Penerimaan hasil budidaya BPU Rp/ha Biaya pupuk Urea KLE ha/jam Kapasitas lapang efektif BPS Rp/ha Biaya pupuk SP-36 KBB liter/jam Konsumsi bahan bakar BPK Rp/ha Biaya Pupuk KCl KBL liter/ha Konsumsi bahan bakar per

satuan luas

BPD Rp/ha Biaya pupuk daun

KKO ha/jam.orang Kapasitas kerja operator BTW Rp/ha Biaya tenaga weeding KKL ha/jam.orang Kapasitas kerja penyiapan

lahan

KKP ha/jam.orang Kapasitas kerja pemanenan KKW ha/jam.orang Kapasitas kerja weeding BTP Rp/ha Biaya tenaga Panen TBB Rp/ha Total biaya budidaya UTH Rp/HOK Upah tenaga harian *)

(26)

Variabel efisiensi (biaya) dan efektivitas (hasil) disetarakan dalam satuan yang sama, yaitu Rp/ha, sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan dalam merencanakan dan mengevaluasi perlakuan budidaya dengan menggunakan sistem penunjang keputusan. Fungsi tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimumkan variabel efektivitas (hasil) dan meminimumkan variabel efisiensi (biaya) budidaya hotong.

Plot percobaan budidaya hotong dibagi dalam enam petak meliputi masing-masing tiga petak perlakuan dengan metode tanam tugal dan larik serta satu petak sebar sebagai tanaman penyulam. Selengkapnya tata letak plot percobaan dapat disajikan dalam Gambar 5.

Satuan : m

Gambar 5. Tata letak plot percobaan budidaya Hotong Buru

Penyiapan Basis Data

Basis data terdiri dari basis data kesesuaian iklim dan lahan, basis data teknik budidaya. Basis data kesesuaian lahan memuat informasi aspek iklim dan lahan sebagai pertimbangan perencanaan dan pemilihan lahan budidaya Hotong Buru. Tingkat kesesuaian lahan dibagi menjadi 5 tingkat yakni sesuai (S1), sedang (S2), marginal(S3), tidak sesuai namun berpotensi(N1), tidak sesuai dan tidak berpotensi (N2). Penilaian kesesuaian lahan mengunakan penjumlahan skor data iklim dan data lahan. Aturan pemberian skor untuk penilaian kesesuain lahan ditunjukka n dalam Tabel 5. Dasar penilaian yang digunakan dalam penentuan skor mengikuti petunjuk penentuan tingkat kualitas lahan untuk budidaya padi gogo yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan tahun 1988 yang dapat dilihat dalam Tabel 1.

Larik - 1

Larik - 2

Larik - 3

Tugal - 3

Tugal - 2

Tugal - 1

Sebar *) Utara 10

10

(27)

Basis data teknik budidaya berisi seluruh informasi berkaitan dengan parameter-parameter hasil budidaya dan biaya budidaya seperti telah disajikan pada Tabel 4. Basis data teknik budidaya merupakan hasil kompilasi data pengamatan lapang di plot percontohan budidaya hotong dengan data budidaya hotong di Pulau Buru.

Basis data kesesuaian lahan kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan potensi produksi hotong. Basis data teknik budidaya menyediakan informasi perhitungan besaran biaya budidaya dan hasil budidaya hotong. Perkiraan biaya dan hasil budidaya yang didapatkan dari basis data teknik budidaya kemudian digunakan sebagai input optimasi setelah disesuaikan dengan potensi lahan yang merupakan informasi yang diberikan oleh basis data kesesuaian la han.

Gambar 6. Kerangka sistem optimasi untuk perencanaan budidaya Hotong Buru VB Programming

QM Programming

Curah Hujan

Suhu rata-rata

Elevasi

Kemiringan

Drainase

KTK

Pengolahan tanah

Penanaman

Pemeliharaan tanaman

Pemanenan

Basis Data Iklim Basis Data Lahan

Basis data teknik Budidaya

Kesesuaian Lahan

Program Analisis

Solusi Optimum

Keputusan perencanaan budidaya Hotong Buru secara optimum

Optimasi

(28)

Tabel 5. Aturan pemberian skor untuk penilaian kesesuaian lahan (Fagi dan Las 1988, dan Ismunadji 1988)

Aspek Satuan Besaran Skor

Iklim

a. Curah Hujan b. Suhu rata-rata

c. Elevasi Keterangan : SRR = suhu rata-rata

(29)

Tabel 6. Skor penentuan kelas kesesuaian lahan

Tingkat Kesesuaian Lahan

Curah Hujan

Suhu rata-rata

Elevasi Kemiringan Drainase KTK Total

S1 10 10 10 10 10 10 60

S2 8 8 10 8 8 5 47

S3 6 6 10 6 6 5 39

N1 0 2 0 4 6 5 17

N2 0 0 0 0 4 0 4

Sehingga diperoleh kisaran skor untuk masing-masing kelas kesesuaian lahan sebagai berikut S1: 47-60, S2: 39-47, S3 : 17-39, N1: 4-17, N2 : 0-4.

Asumsi

Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam optimasi pada sistem penunjang keputusan untuk perencanaan budidaya Hotong Buru adalah sebagai berikut :

1. nilai total biaya budidaya ditentukan sebagai pembatas 2. nilai kebutuhan benih ditentukan sebagai pembatas

3. biaya pengolahan tanah terbatas pada biaya operator dan biaya bahan bakar

4. potensi produktivitas Hotong Buru pada tingkat kesesuaian lahan S1, S2, S3, N1, N2 berturut-turut adalah 100%, 80%, 60%, 50%, 40% 5. hubungan masing-masing parameter budidaya dengan luasan lahan

bersifat linier

6. faktor -faktor selain yang telah ditetapkan dianggap tetap dan berpengaruh seragam terhadap hasil perlakuan budidaya Hotong Buru

Model Optimasi

(30)

keuntungan budidaya yang optimum dengan batasan-batasan kondisi yang ditetapkan dalam asumsi.

Program Antar Muka (User Interface Program)

Program antar muka adalah salah satu komponen penting dari sistem penunjang keputusan. Program antar muka merupakan alat bantu interaksi antara pembuat keputusan dengan komponen-komponen sistem penunjang keputusan. Dalam penelitian ini keseluruhan tampilan dirancang dengan menggunakan program MS Visual Basic Versi 6.0 yang didukung dengan penggunaan program MS Excell 2003 with VBA untuk mempersiapkan dan memperhitungkan data yang akan digunakan sebagai input untuk QM Versi 2.1.

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Areal lahan budidaya tanaman hotong yang menjadi sumber data penelitian ini berada di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor di Leuwikopo, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Letak geografis lokasi penelitian adalah 1060 48’ Bujur Timur dan 60 26’ Lintang Selatan dengan ketinggian ± 250 m d.p.l. Iklim di Bogor dikategorikan bertipe iklim A sampai B (Schmidt dan Ferguson) dengan 0-3 bulan kering, curah hujan rata-rata per tahun ± 0-3750 mm. Suhu rata-rata bulanan 260C dengan suhu minimum 21.80C dan suhu maksimum 30.40C. Kelembaban udara rata-rata 70% (Telematika Kota Bogor 2005).

Tanah di areal plot percontohan budidaya Hotong Buru berjenis Latosol (Alfisol). Sifat fisik-mekanik tanah di Leuwikopo, Darmaga, Bogor disajikan dalam Tabel 7. Topografi datar (kemiringan 0-3%). Kebutuhan air untuk tanaman hotong diperoleh dari air hujan. Total luas lahan plot percobaan budidaya hotong adalah 1 260 m2 yang dibagi dalam enam petak perlakuan budidaya dengan luas tiap-tiap petak 180 m2 (0.018 ha). Tata letak plot petak perlakuan budidaya hotong dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 7. Sifat fisik -mekanik tanah Latosol, Darmaga, Bogor (Sembiring dan Sapei, 1998)

Kedalaman Karakteristik Satuan

0-20 cm

Tekstur (USDA) Clay Loam

Batas cair % 70.11

Batas plastis % 43.96

(32)

Kabupaten Buru, Provinsi Maluku terletak pada 1250 sampai dengan 1350

Bujur Timur dan 30 sampai dengan 80 30’ Lintang Selatan. Ketinggian 0-100 m d.p.l. Iklim di Pulau buru dikategorikan bertipe iklim B sampai C (Schmidt dan Ferguson) dengan 3-6 bulan kering, curah hujan rata-rata ± 1500 mm/tahun. Suhu rata–rata 26.40C. Kelembaban rata-rata sebesar 77%. Tanah di Pulau Buru umumnya berjenis alluvial, podzolik merah kuning. Topografi lahan bervariasi dari datar (kemiringan 0-3%) sebesar 14.6%, Bergelombang (kemiringan 8-15%) sebesar 28.2%, dan lahan berbukit dan bergunung (kemiringan > 16%) sebesar 57.2% (UKDW 2005). Perbandingan kondisi umum antara lahan plot percobaan budidaya hotong di Leuwikopo, Darmaga, Bogor dengan Pulau Buru, Maluku dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan kondisi umum lahan di Darmaga, Bogor dengan Pulau Buru, Provinsi Maluku

Parameter Satuan Darmaga Pulau Buru

Lahan Alluvial, dan Podzolik merah kuning

B sampai C

1 500

26.4

Kajian Teknik Budidaya Hotong Buru

(33)

menggunakan implemen bajak piring (disk plow), penggaruan dengan garu piring (disk harrow) dan pencacahan tanah dengan menggunakan bajak rotary (rotavator). Perlakuan pengolahan tanah tersebut bertujuan untuk menciptakan kondisi sifat fisik-mekanik tanah yang sesuai untuk budidaya tanaman Hotong Buru yakni struktur tanah gembur (granular), beraerasi baik dan mempunyai nilai tahanan penetrasi tanah yang rendah untuk mempe rmudah perkembangan akar.

Gambar 7. Kegiatan pengolahan tanah pertama dengan menggunakan implemen bajak piring (disk plow)

Hasil pengukuran sifat fisik -mekanik-kimia tanah sebelum dan setelah kegiatan pengolahan tanah dapat dilihat dalam Tabel 9 dan Tabel 12.

Tabel 9. Sifat fisik-mekanik-kimia tanah sebelum pengolahan tanah Nilai rata-rata pada kedalaman Variabel sifat

fisik-mekanik-kimia tanah 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm

KAT (%) 38.310 32.308 35.571

DST (g/cc) 2.063 2.247 2.231

TPT *)(kgf/cm2) 30.03 66.84 58.66

Nilai rata-rata kolom sampel Batas Cair(%b)

Batas Plastis(%b)

Indeks Plastisitas (%b)

70.10 46.51

23.59 Kadar N-total (%)

Kadar P (ppm) Kadar K (me/100g)

0.13 25.1 0.18 *)

hasil kaliberasi penetrometer dapat dilihat pada Lampiran 2 KAT : kadar air tanah

(34)

Sebelum perlakuan pengolahan tanah terlihat kecenderungan terjadi pemadatan pada lapisan tanah dengan kedalaman 10-20 cm, hal tersebut dapat diketahui dari nilai-nilai densitas dan tahanan penetrasi tanah terukur. Perlakuan pengolahan tanah yang dilakukan di lahan plot percobaan budidaya hotong seragam untuk seluruh petak percobaan.

Gambar 8. Penggaruan menggunakan implemen garu piring (disk harrow)

Pengukuran sifat fisik -mekanik-kimia tanah setelah perlakuan pengolahan tanah dilakukan ketika tanaman telah berumur 14 HST. Hasil pengukuran tersebut disajikan dalam Tabel 12.

Unjuk kerja kegiatan pengolahan tanah secara mekanis di lahan plot percobaan budidaya Hotong Buru dapat dilihat dalam Tabel 10. Perhitungan biaya tenaga kerja olah tanah dan penyiapan lahan dapat disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 10 Hasil unjuk kerja pengolahan tanah mekanis di areal lahan plot percobaan budidaya Hotong Buru

Kegiatan KLE

(ha/jam)

WPT (jam/ha)

KBB (liter/jam)

KBL (liter/ha)

BOP *) (Rp/ha)

Disk plowing 0.123 8.130 14.94 121.462 510 141

Disk harrowing 0.134 7.463 14.94 111.497 468 287

Rotary plowing 0.164 6.098 14.94 91.104 382 637

Total 21.691 14.94 324.063 1 361 065

WPT : waktu pengolahan tanah

(35)

Tabel 11. Biaya tenaga kerja operator dan tenaga penyiapan lahan

Tabel 12. Sifat fisik-mekanik-kimia tanah setelah pengolahan tanah Nilai rata-rata pada kedalaman sampel di lapang Variabel sifat

fisik-mekanik-kimia tanah 0-10 cm 10-20 cm 20-30 cm

KAT (%) 32.49 35.28 37.05

DST (g/cc) 1.75 2.15 2.18

TPT *)(kgf/cm2) 5.84 30.01 43.17

Nilai rata-rata kolom sampel Batas Cair(%b)

Batas Plastis(%b)

Indeks Plastisitas (%b)

69.57 45.95 19.62 Kadar N-total (%)

Kadar P (ppm) Kadar K (me/100g)

0.135 26 0.115

Hasil uji homogenitas menggunakan metode Bartlett terhadap sifat fisik-mekanik tanah setelah perlakuan pengolahan tanah memperlihatkan bahwa sifat fisik-mekanik tanah homogen pada setiap tingkat kedalaman. Pada Tabel 10 terlihat bahwa biaya operasi pembajakan tanah (disk plowing) dalam kegiatan pengolahan tanah adalah paling besar. Kondisi tanah yang keras dan padat pada saat dibajak tersebut menyebabkan kapasitas lapang efektif pengolahan tanahnnya bernilai paling rendah sehingga biaya pengolahan tanahnya paling tinggi.

(36)

Tabel 11. Hal ini terjadi karena untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan tersebut dua orang tenaga kerja lapang memerlukan waktu selama 6 hari sehingga jumlah hari orang kerja (HOK) sebesar 12 HOK. Total biaya penyiapan lahan (TB1) di areal lahan plot budidaya Hotong Buru adalah Rp 6 411 570 / ha.

Gambar 9. Penanaman dengan metode larik

Penanaman benih Hotong Buru terdiri atas penanaman dengan sistem larik dan tugal. Biaya penanaman Hotong Buru tersebut disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil unjuk kerja penanaman benih Hotong Buru

Variabel Notasi Satuan Sistem Larik*) Sistem Tugal*)

Kebutuhan Benih KBT kg/ha 2.222 1.111

Kapasitas kerja Penanaman

KKT ha/ HOK 0.026 0.029

Kebutuhan fungisida KFT kg/ha 2.222 1.111

Kebutuhan Insektisida KDT liter/ha 0.124 0.124

Biaya pembe lian benih BPP Rp/ha 22 222 22 222

Biaya pembelian fungisida

BPF Rp/ha 19 444 19 444

Biaya pembelian insektisida

BPI Rp/ha 23 218 23 218

Biaya tenaga tanam BTT Rp/ha 983 796 1 090 633

JUMLAH TB2 Rp/ha 1 048 680 1 134 685

*) rata-rata

(37)

rendah. Biaya upah kepada pekerja tanam adalah komponen biaya penanaman yang terbesar. Kapasitas kerja penanaman benih hotong yang sangat rendah menjadi penyebab utama tingginya biaya tersebut. Penggunaan insektisida Decis tergolong cukup tinggi pada saat tanam, karena digunakan untuk mengantisipasi kerusakan benih-benih hotong tersebut dari serangan semut.

Kegiatan pemeliharaan tanaman terutama dilakukan hingga umur tanaman hotong mencapai 2 bulan. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan pemupukan dan pengendalian gulma (weeding). Jenis dan dosis pupuk yang diberikan seragam untuk seluruh perlakuan. Pada Tabel 14 ditampilkan kebutuhan dan biaya pembelian pupuk.

Tabel 14. Kebutuhan dan biaya pembelian pupuk

Kebutuhan Harga satuan

Item atau

Variabel kg/ha Rp/kg

Biaya (Rp/ha)

Pupuk Urea 230 1 400 322 000

Pupuk SP-36 120 2 000 240 000

Pupuk KCl 65 3 300 214 500

Pupuk daun 1 3 500 3 500

Total biaya pembelian pupuk = 780 000

(38)

Tabel 15. Gulma yang tumbuh di areal lahan percobaan budidaya hotong

Gulma Species

Kelompok rerumputan (grasses)

Rumput Janggalan Brachiaria platyphylla (Munro ex Wright) Nash

Rumput Lulangan Dactyloctenium aegyptium (L.) Willd.

Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv.

Kelompok teki-tekian (sedges)

Rumput teki Cyperus rotundus L.

Kelompok gulma berdaun lebar (broadleaves)

Kentangan Borreria alata (Aubl) DC.

Kroton Croton hirtus L’ Hér.

Pengendalian gulma yang dilakukan berupa pencabutan gulma-gulma yang tumbuh di sekitar tanaman Hotong Buru secara manual. Pada Tabel 16 diperlihatkan kapasitas kerja dan biaya pemeliharaan (pencabutan gulma) tanaman Hotong Buru.

Tabel 16. Biaya pencabutan gulma

Variabel Notasi Satuan Sistem Larik*) Sistem Tugal*)

Kapasitas kerja weeding

KKW ha/HOK 0.0244 0.0272

Biaya tenaga weeding BTW Rp/ha 1 312 523 947 886

Jumlah ulangan pekerjaan weeding

- - 3 3

JUMLAH Rp/ha 3 937 569 2 843 658

*) rata-rata

(39)

mati. Biaya pengendalian gulma secara manual yang tinggi tersebut telah mengisyaratkan bahwa prospek ke depan adalah pengembangan desain alat penyiang mekanis.

Gambar 10. Pemberian pupuk daun

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman hotong dan gulma meliputi pengamatan jumlah tunas muncul (JTM), tinggi tanaman hotong (TTH), jumlah anakan tanaman (JAT), kerapatan tumbuh tanaman (KTH), penutupan gulma (PGM), bobot kering biomassa gulma (BBG) disajikan pada Tabel 17.

(40)

Tabel 17. Pertumbuhan tanaman Hotong Buru dan gulma di lahan percobaan Sistem Tanam Larik (L) Sistem Tanam Tugal (T) Variabel

L – 1 L – 2 L – 3 Rata2 T – 1 T – 2 T – 3 Rata2

KBT

(kg/ha) 2.22 2.22 2.22 2.22 1.11 1.11 1.11 1.11

JTM

(tunas/m2) 9.00 9.67 6.67 8.30 4.33 2.67 2.67 3.20

TTH

(cm) 104.67 75.33 111.67 97.22 83.00 93.23 93.73 89.99 JAT

(tnm/rmpn) 5.33 3.33 7.00 5.22 6.00 3.33 1.33 3.56

KTH

(tnm/m2) 61.56 47.56 70.00 59.70 44.44 38.22 24.89 35.85 PGM *)

(%) 18.80 29.00 23.50 23.77 21.50 32.00 18.40 23.97

BBG *)

(kg/ha) 446.11 711.11 820.00 659.07 522.22 891.11 416.67 610.00 *) Rata -rata pada umur tanaman 1 minggu, 3 minggu, dan 5 minggu setelah

tanam

Pemanenan dilakukan setelah tanaman hotong telah berumur 90 HST. Kegiatan pemanenan dilakukan secara manual menggunakan gunting. Unjuk kerja pemanenan dan produktivitas Hotong Buru dapat dilihat pada Tabel 18

(41)

Tabel 18. Biaya tenaga kerja pemanenan rata -rata di plot percobaan

Variabel Notasi Satuan Sistem Larik Sistem Tugal

Kapasitas kerja pemanenan

KKP ha/ HOK 0.042 0.058

Biaya tenaga panen BTP Rp/ha 593 730 428 669

Produktivitas Hotong Buru

PBH Kg/ha 3 144.5 1 872.5

JUMLAH TB4 Rp/ha 593 730 428 669

Rekapitulasi seluruh nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya hotong di plot percobaan disajikan dalam Tabel 19 sebagai berikut :

Tabel 19. Rekapitulasi nilai rata -rata parameter biaya dan hasil budidaya hotong di plot percobaan

Tahapan budidaya Variabel Satuan Sistem Larik Sistem Tugal

Penyiapan lahan TB1 Rp/ha 6 411 569 6 411 569

Penanaman KBT kg/ha 2.22 1.11

TB2 Rp/ha 1 048 680 11 34 685

Pemeliharaan tanaman TB3 Rp/ha 4 531 736 3 623 658

Pemanenan TB4 Rp/ha 593 730 428 669

PBH kg/ha 3 144 1 872

PHB Rp/ha 31 445 511 18 725 650

TBB Rp/ha 12 585 717 11 598 583

KBH Rp/ha 18 859 793 7 127 066

(42)

rata-tanam tugal. Kondisi ini berpengaruh besar terhadap besarnya kerapatan rata-tanaman hotong (KTH) rata -rata pada sistem tanam larik yang 35.95% lebih besar dibanding sistem tanam tugal.

Tinggi tanaman Hotong Buru dengan sistem tanam larik rata-rata 7.44% lebih tinggi dibanding dengan sistem tanam tugal. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman hotong dengan sistem tanam larik rata -rata lebih baik dibanding dengan sistem tanam tugal.

Kerapatan dan tinggi tanaman hotong di plot larik yang lebih besar dibanding di plot tugal telah menyebabkan penutupan gulma rata -ratanya lebih kecil, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 17 di atas. Namun, bobot kering biomassa gulma (BBG) di plot larik lebih besar dibanding di plot tugal. Hal ini bisa terjadi karena jenis gulma di plot larik lebih banyak terdiri atas gulma rerumputan dibanding gulma berdaun lebar. Gulma rerumputan (grasses) relatif lebih sukar dicabut daripada gulma berdaun lebar (broadleaves), sehingga kapasitas kerja pencabutan gulmanya (weeding) menjadi kecil. Akibatnya rata-rata biaya tenaga pencabutan gulma pada plot larik 38.47% lebih besar dibandingkan pada plot tugal.

(43)

Analisis Kesesuaian lahan

Tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya hotong dinilai dari aspek lahan dan iklim. Dasar yang digunakan dalam penilaian kesesuaian la han adalah petunjuk penentuan kelas kesesuaian lahan untuk padi gogo yang diterbitkan oleh balai penelitian tanaman pangan. Dalam Tabel 20 ditunjukkan hasil penilaian kelas kesesuaian lahan di Darmaga dan Pulau Buru.

Tabel 20. Penilaian kelas kesesuaian lahan untuk lahan plot percobaan di Darmaga, Bogor

Lahan di Darmaga Lahan di Pulau Buru Variabel Satuan

Besaran Skor Besaran Skor

Curah hujan mm/bulan 312.5 0 125 8

Suhu rata-rata 0C 26 8 26.4 9

Elevasi m.d.p.l 250 10 250 10

Kemiringan % 0-3 10 0-3 10

KTK Meq/100gram 0.13 5 0.10 5

Drainase - sedang 8 sedang 8

Total Skor 41 50

Kelas S2 S1

Berdasarkan kelas kesesuaian sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 20 diatas maka potensi produksi hotong lahan Darmaga dan Pulau Buru masing-masing adalah sebesar 80% dan 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi produktivitas tanaman Hotong Buru di Pulau Buru adalah 1.25 kali lebih besar dari pada potensi produktivitas di lahan Darmaga.

Model Optimasi

(44)

kegiatan budidaya selalu dihadapkan kepada keterbatasan dana dan faktor-faktor produksi yang lain. Oleh karena itu dibuat beberapa skenario yang menggambarkan kondisi tersebut, kemudian dilakukan optimasi untuk merencanakan luasan lahan budidaya dengan metode tanam tertentu yang menghasilkan keuntungan maksimum. Skenario tersebut kemudian diwujudkan dalam model matematika optimasi budidaya hotong yang kemudian akan digunakan sebagi input linear programming module pada program QM Versi 2.1. Bentuk umum fungsi tujuan dan fungsi-fungsi pembatas mengikuti bentuk umum fungsi seperti pada persamaan (2) sampai dengan persamaan (4). Nilai-nilai konstanta fungsi mengikuti nilai-nilai parameter biaya dan hasil budidaya hotong sebagaimana tercantum dalam Tabel 19. Data nilai parameter budidaya yang digunakan sebagi dasar skenario berasal dari hasil pengamatan lapangan plot budidaya Hotong Buru di Leuwikopo Darmaga yang berkelas kesuaian lahan S2, maka untuk kelas kesesuaian lahan yang lain perlu dilakukan penyesuaian nilai besaran parameter budidaya dengan menggunakan faktor koreksi (FK).

Faktor Koreksi (FK):

2

PPB : Potensi produktivitas berdasarkan kelas kesesuaian lahan Fungsi tujuan :

1 2

( ) ( )

maksimum l l t t

z = PHBTBB X + PHBTBB X ... (2)

Fungsi kendala :

(45)

Tabel 21. Skenario optimasi dengan menggunakan QM

Skenario TBB KBT Kelas Lahan

1 100% 100% S1

2 100% 100% S2

3 80% 100% S1

4 80% 100% S2

5 60% 100% S1

6 80% 80% S1

7 80% 60% S1

8 60% 80% S1

Kebutuhan benih tanam dan total biaya budidaya dipilih sebagai faktor budidaya yang diskenariokan karena ketersediaannya terbatas. Kegiatan budidaya pertanian umumnya dibatasi oleh keterbatasan dana. Ketersediaan benih untuk tanaman hotong terbatas mengingat dewasa ini belum dilakukan budidaya secara luas. Kelas kesesuaian lahan juga merupakan faktor yang diskenariokan, namun secara terbatas. Hal tersebut disebabkan kerena hubungan antara kelas kesesuaian lahan dan nilai parameter budidaya bersifat linier sebagai faktor perkalian.

Program Antar Muka (User Interface)

Perangkat lunak penunjang keputusan untuk perencanaan budidaya hotong ini merupakan kombinasi MS Visual Basic versi 6.0 dan QM Versi 2.1 for Windows. Program penghitungan parameter biaya dan hasil budidaya hotong diberi nama SIHOTONG V 1.0. SIHOTONG V 1.0 menyediakan dua menu utama yakni kesesuaian lahan dan teknik budidaya hotong. Tampilan Menu SIHOTONG V1.0 dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Struktur menu SIHOTONG V1.0 Halaman Muka

Input Kesesuaian lahan dan parameter teknik budidaya

(46)

Gambar 14. Tampilan halaman muka SIHOTONG V1.0

(47)

Gambar 15. Tampilan input penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter budidaya hotong

(48)

Gambar 16. Output penentuan kelas kesesuaian lahan dan parameter budidaya

(49)

Gambar 17. Input skenario 1

(50)

Gambar 19. Grafik skenario 1

(51)

Tabel 22. Hasil optimasi skenario-skenario budidaya hotong dengan software QM for Windows Versi 2.1

Skenario Fungsi Tujuan Fungsi Pembatas Hasil

Optimasi

1 Zmaksimum= 26721171X1+11808479 X2 2.22 X1 + 1.11 X2 2.22

12585717X1 + 11598583X2 12585717

(52)
(53)

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. lahan plot percobaan darmaga termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S2

2. metode tanam larik merupakan metode tanam yang sesuai diterapkan di lahan plot percobaan darmaga

3. total biaya budidaya dengan menggunakan metode tanam larik sebesar Rp.12 585 717 /ha dan metode tanam tugal sebesar Rp.11 598 583/ha 4. keuntungan budidaya yang diperoleh dengan menggunakan metode

tanam larik sebesar Rp. 18 859 793/ha dan metode tanam tugal sebesar Rp. 7 127 066/ha

5. kombinasi luasan lahan untuk menghasilkan keuntungan budidaya maksimum adalah 100% menggunakan metode tanam larik.

SARAN

Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil kegiatan penelitian ini antara lain adalah :

1. perlu dilakukan penelitian serupa di lokasi lain dengan kelas kesesuaian lahan, jenis tanah, dan iklim yang berbeda; misalnya pada kelas kesesuaian lahan S3, N1, dan N2.

2. perlu dilakukan percobaan menggunakan varietas tanaman Hotong Buru yang lain misalnya Setaria italica (Var.) Metzegeri dan Setaria italica

(Var.) Stramiofructa

3. biaya pengendalian gulma (weeding) secara manual adalah sangat besar, sehingga perlu dilakukan perancangan dan pembuatan alat penyiang mekanis untuk tanaman hotong

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman A, IG Ismail, Sutono. 1997. Dukungan Penelitian Terhadap Pertanian Lahan Kering. Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Lahan Kering Beberapa Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu di Kawasan Timur Indonesia. Malang. 10 Oktober 1996.

Andarwulan N. 2003. Hasil Analisa Kandungan Gizi Biji Tanaman Hotong Buru ( Setaria Italica (L) Beauv ). Departemen Teknologi Pangan

dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Baker RD. 2003. Millet Production. Cooperative Extension Service. College of Agriculture and Home Economics of New Mexico State University. USA. Bowles JE. 1992. Engineering Properties of Soils and Their Measurement 4th

Edition. Mc. Graw Hill Inc. USA.

Darmawati E. 2002. Desain Sistem Pendukung Keputusan Distribusi Hortikultura Dengan Pendekatan Berorientasi Objek (Kasus Komoditas Sayuran). Disertasi. Program Pascasarjana – IPB. Bogor.

Dassanayake MD. 1994. A Revised Handbook of the Flora of Ceylon, Vol. VIII. http://www.hear.org/pier/index.html.

[DEPKES] Departemen Kesehatan. 2005. Penyuluhan Kadarzi.

http://www.depkes.go.id/kadarzi.html.

Fagi AM, I Las. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Indramayu.

Hamzah U. 2005. Prospek Pemanfaatan Lahan Kering Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. http://rudyct.tripod.com/

Hasan MI. 2002. Pokok-pokok Materi Teori Pengambilan Keputusan. Ghalia Indonesia. Bogor.

Herudjito D. 1985. Pengaruh Beberapa Soil Conditioner Terhadap Sifat-sifat Fisik Tanah Latosol Darmaga dan Produksi Tanaman Kacang Tanah. Laporan Penelitian. Jurusan Ilmu-ilmu Tanah – IPB. Bogor.

Hidayat P. 2005. Hama -Hama Penting Untuk Tanaman Padi. Fakultas Pertanian – IPB. Bogor.

Hunt D. 1995. Farm Power and Machinery Management. Iowa State University. USA.

Ismunadji M. 1988. Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Kendall KE, JE Kendall. 1992. System Analysis and Design. 2nd Edition. Prentice Hall International Inc. New Jersey. USA.

(55)

National Plant Data Center. 2000. Plant Data Base (version 5.1.1). NRCS, USDA. Baton Rouge, LA 70874-4490 USA. http://plants.usda.gov.

O’Brien JA. 1990. Management Information System : A Managerial End User Perspective. International Student Edition. Irwin Inc. Boston. USA. Plaster EJ. 1992. Soil Science and Management. Delmar Publisher Inc. New

York. USA.

Rachim JA. 1994. Peranan Besi Oksida Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah Berliat Aktivitas Rendah Dominan di Indonesia Bagian Barat. Laporan Peneilitian. Fakultas Pertanian – IPB. Bogor.

Render B, Stair Jr. RM. 1994. Quantitative Analysis for Management 5t h Edition. Ballyn and Bacon. Boston. USA.

Russel RS, Taylor BW. 2004. Operations Management 4th Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey. USA.

Sembiring EN, Sapei A. 1998. Model Rheologi dan Kekuatan Tanah dari Tanah Latosol dan Podzolik Merah Kuning pada Perubahan Kadar Air dan Densitas Tanah. Fateta -IPB. Bogor.

Sprague Jr RH. 1991. A Framework for the Development of Decission Support System. Irwin Inc. Illionis. USA.

Suharso. 1985. Pembukaan Lahan. Penerbit Yayasan Kanisius. Yogyakarta. Sumarno ZF. 2003. Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah Dengan Tingkat

Konsolidasi Tanah Pada Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian – IPB. Bogor.

Supranto J. 1988. Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan. UI-Press. Jakarta. Supranto J. 1991. Teknik Pengambilan Keputusan. UI-Press. Jakarta.

Suryana A, Mardianto S. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras.Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI). Jakarta.

Swarbrick JT. 1997. Weeds of the Pacific Islands. Technical paper No. 209. South Pacific Commission, Noumea, New Caledonia. 124 . http://www.hear.org/pier/index.html

Telematika Kota Bogor. 2005. Sekilas Kota Bogor. http://www.kotabogor.go.id/ Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer. 2004. Tutorial Membuat

Program Dengan Visual Basic. Salemba Infotek. Jakarta.

Turban E. 1993. Decision Support and Expert Systems : Management Support System. Mc Millan Publishing Co. New York. USA.

[UKDW] Universitas Kristen Duta Wacana. 2005. Jang Lupa Maluku. http://www.ukdw.ac.id/geografis.html.

(56)
(57)

Lampiran 1 Prosedur pengukuran variabel-variabel penelitian Variabel

Penelitian

Alat Ukur dan Bahan

Prosedur pengukuran Formula

Kadar Air Tanah (KAT)

Oven, Timbangan Analitis, desikator

Timbang bobot tanah basah (BTB), Oven, timbang bobot tanah kering (BTK)

Ambil contoh tanah dengan ring sampel,oven, timbang bobot kering (BTK), ukur volume ring (VLT)

Ukur dan hitung luas dasar kerucut (LDK), penetrometer ditekan vertikal ke bawah dengan laju penekanan 3 cm/dtk, baca gaya penetrasinya (GPP) pada interval kedalaman 5 cm hingga kedalaman 30 cm

GPP TPT

LDK

= Satuan : kgf/cm2

Perhitungan didasarkan atas hasil kaliberasi penetrometer (lampiran 3)

Luas Lahan (A) Meteran

gulung

Ukur panjang (p) dan lebar (l) petak lahan

A= p*l Satuan = m2, ha Waktu lapang

total (t)

Stop watch Catat waktu mulai

(WM), Catat waktu selesai (WS)

T= WS-WM Satuan = jam

Kapasitas lapang efektif (KLE)

- Hitung luas tanah terolah

pada waktu lapang total KLE A

t

Gelas Ukur Ukur volume bahan

bakar terpakai (VBB) dan waktu lapang total (t)

VBB KBB

t

=

Satuan : liter/jam Konsumsi bahan

bakar per satuan luas (KBL)

- Hitung konsumsi bahan

bakar (KBB) dan kapasitas lapang efektif

KBB KBL

KLE

=

Satuan : Liter/ha Kapasitas kerja

terolah (A) dan waktu

lapang total (t) *

weeding (A) dan waktu

lapang total (t) * Kapasitas ke rja

(58)

Lampiran 2 Prosedur pengukuran variabel-variabel penelitian (lanjutan) Variabel

Penelitian

Alat Ukur dan Bahan

Prosedur pengukuran Formula

Jumlah Tunas muncul (JTM)

Mal 1 m X 1m Hitung Tunas muncul

(JTT) dalam luasan areal sampling (AS) 1 m2

- Hitung jumlah anakan

tanaman yang muncul dalam satu rumpun

JAT= jumlah anakan tanaman Satuan : tanaman/rumpun

Kerapatan tanaman hotong (KTH)

Mal 1 m X 1m Hitung jumlah rumpun

tanaman (JRT) dalam areal sampling (AS) 1 m2

dikalikan dengan jumlah anakan tanaman (JAT)

*

JRT JAT

KTH

AS

=

Satuan : tanaman/ m2

Tinggi tanaman hotong (TTH)

Mistar Ukur tinggi tanaman

hotong (TTH)

TTH= tinggi tanaman hotong Satuan : cm

Presentase Penutupan Gulma (PPG)

Mal 1 m X 1m Hitung Hitung luas

penutupan gulma (LPG) dalam areal sampling (AS) 1 m2

Cabut gulma dalam areal sampling (AS) 1 m2 , timbang bobot gulma (BG)

Timbangan Potong seluruh malai

hotong dalam petak (PT ) tanam (0,018 ha) timbang bobot malainya (BMH)

PBH BMH

PT

=

(59)

Lampiran 3 Hasil kaliberasi penetrometer

KALIBERASI PENETROMETER

Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah, Departemen TEP -IPB

Hasil Pengukura n Hasil Kaliberasi

No. Gaya (kgf) Skala Pembacaan

(kN)

No. Gaya (kgf) Skala

Pembacaan (kN)

1 1.873 5 1 0 1.092

2 4.311 10 2 5 2.607

3 6.148 15 3 10 4.122

4 8.505 20 4 15 5.637

5 7.354 25 5 20 7.152

25 8.667

y = 1515.5x + 1092.3

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

5 10 15 20 25

Skala Pembacaan (kN)

Gaya (kgf)

(60)

Lampiran 4 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk kadar air tanah (KAT)

Kedalaman 0-10 cm Kedalaman 10-20 cm Kedalaman 20-30 cm

Parameter

(61)

Lampiran 5 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk densitas tanah (DST)

Kedalaman 0-10 cm Kedalaman 10 -20 cm Kedalaman 20-30 cm

Parameter

(62)

Lampiran 6 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk tahanan penetrasi tanah (DST) petak tugal

Kedalaman 0 cm Kedalaman 5 cm Kedalaman 10 cm

Parameter

Kesimpulan Homogen Homogen Homogen

Kedalaman 15 cm Kedalaman 20 cm Kedalaman 25 cm

Parameter

(63)

Lampiran 7 Hasil uji homogenitas dengan metode Bartlett untuk tahanan penetrasi tanah (DST) petak larik

Kedalaman 0 cm Kedalaman 5 cm Kedalaman 10 cm

Parameter

Kesimpulan Homogen Homogen Homogen

Kedalaman 15 cm Kedalaman 20 cm Kedalaman 25 cm

Parameter

Gambar

Gambar 1. Anatomi tanaman Hotong Buru
Tabel 1. Tingkatan kualitas lahan pertanian untuk padi gogo (Fagi dan Las 1988, dan Ismunadji 1988)
Tabel 2. Hama penting untuk tanaman padi dan jagung ( Hidayat 2005)
Gambar 2. Prosedur penerapan linear programming (Supranto 1988)
+7

Referensi

Dokumen terkait

informasi administrasi pasien rawat jalan, sehingga dapat mengatasi masalah yang ada pada sistem lama; Sistem Informasi ini membantu pihak administrasi dalam

Bagi calon penyedia jasa konstruksi yang keberatan atas Pengumuman ini, diberikan masa sanggah sesuai dengan jadwal Sistem Pelelangan Secara Elektronik (SPSE) dan

Membaca Akta Permohonan banding yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Ambon yang menyatakan bahwa pada hari Rabu tanggal 20 April 2011, Para Penggugat

Dari hasil wawancara dengan Surya selaku karyawan di Alfamart Way Jepara diperoleh keterangan bahwa “dalam meningkatkan dan menarik konsumen untuk berbelanja di

Pada proses emisi thermionic dan juga pada proses emisi lainnya, bahan yang digunakan sebagai asal ataupun sumber elektron disebut sebagai "emiter" atau lebih

Seiring dengan adanya konvergensi IFRS, konsep konservatisme kini digantikan oleh prudence , yang dimaksud dengan prudence dalam IFRS adalah pengakuan pendapatan

Instruksi Kepada Peserta (IKP) pasal 27 yaitu apabila peserta yang memasukan penawaran kurang dari 3 ( tiga ) penawaran maka dilakukan Klarifikasi Teknis, Negosiasi Harga dan

Dengan kata lain, adanya kebijakan dividen tidak dapat memperkuat pengaruh keputusan investasi terhadap nilai perusahaan pada Perusahaan Islamic Index Indonesia (JII)