• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Lingkungan pada Lokasi Pengamatan

Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan tanaman nenas dilakukan pada dua tempat yang memiliki jenis tanah yang berbeda. Lokasi pertama adalah areal pertumbuhan tanaman nenas yang tumbuh pada lahan gambut yang berlokasi di Desa Galang Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak, sedangkan lokasi kedua merupakan areal tanaman nenas yang tumbuh pada tanah aluvial yang berlokasi di Desa Sungai Pangkalan Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang. Kedua lokasi ini merupakan perkebunan nenas yang ditanam secara monokultur dengan luasan 1-2 ha per kepala keluarga.

Gambar 1. Peta lokasi pengamatan nenas di Kalimantan Barat.

Secara georafis kedua daerah tersebut terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan posisi Desa Galang pada 0o16 LU dan 109o04’ BT dengan ketinggian

tempat 2 meter dari permukaan laut, sedangkan posisi Desa Sungai Pangkalan pada 0o42’ LU dan 108o56’ BT dengan ketinggian tempat 3 meter dari permukaan laut. Lokasi kedua daerah yang tidak terlalu berjauhan dengan ketinggian tempat yang relatif sama, menyebabkan perbedaan iklim di kedua tempat tidak terlalu nyata. Pada ketinggian tempat seperti ini tanaman nenas menunjukkan pertumbuhan yang baik, meskipun pada jenis tanah yang berbeda. Di daerah tropis, tanaman nenas dapat ditanam di daerah yang mempunyai ketinggian sampai 800 meter di atas permukaan laut. Apabila tanaman nenas ditanam di daerah yang lebih tinggi maka buah nenas menjadi terlalu masam, dan hal ini akan mempengaruhi kualitas buah nenas yang dihasilkan.

Lokasi pengamatan pada lahan gambut merupakan sentra produksi tanaman nenas di Kalimantan Barat yang berjarak 55 km dari ibukota propinsi (Pontianak) sedangkan lokasi pada lahan aluvial berjarak 110 km dari Pontianak. Kedua lokasi ini merupakan daerah yang mudah dijangkau oleh kendaraan darat, baik dari ibukota propinsi maupun ibukota kabupaten atau kecamatan. Keadaan ini memudahkan pemasaran buah nenas ke seluruh wilayah Kalimantan Barat, dengan kualitas buah yang baik. Dari pantai sebelah Barat Kalimantan, Desa Galang berjarak 10 km dari garis pantai sedangkan Desa Sungai Pangkalan berjarak 7 km dari bibir pantai. Keadaan ini menyebabkan tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh adanya pengaruh pasang surut air laut, dengan membawa unsur hara yang dimanfaatkan oleh tanaman.

Tanaman nenas merupakan salah satu komoditi unggulan masyarakat yang bercocok tanam di lahan gambut. Jenis tanaman lain yang biasa ditanam di lahan gambut kalimantan barat adalah tanaman lidah buaya, jagung, tanaman buah-buahan seperti pepaya dan rambutan, serta tanaman sayuran. Pada lahan gambut penanaman nenas mencapai 1000 – 1500 Ha, sedangkan pada lahan aluvial hanya seluas 50 Ha. Jenis tanaman yang ditanam sebagian besar merupakan tipe Queen, dan sebagian kecil merupakan tipe lain.

Curah Hujan dan Pola Curah Hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman, baik langsung (pada lahan kering) ataupun tidak (lahan beririgasi). Curah hujan merupakan

unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap suatu sistem usahatani, terutama pada lahan kering dan tadah hujan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di dua lokasi pengamatan (Gambar 3), diketahui bahwa masing-masing lokasi memiliki penyebaran, intensitas, jumlah dan lama hujan yang berbeda baik secara harian, bulanan maupun rata-rata selama sepuluh tahun terakhir. Curah hujan merupakan faktor penting dalam aktivitas pertanian terutama produksi tanaman didaerah tropika.

Hasil pengamatan curah hujan selama setahun, kedua lokasi memiliki kisaran curah hujan tahunan yang cukup tinggi yaitu antara 2500 – 3500 mm/tahun atau 230 – 260 mm/bulan. Pola Curah Hujan pada dua lokasi pengamatan menunjukkan pola yang hampir sama walaupun dengan jumlah dan intensitas yang berbeda. Berdasarkan pola curah hujan yang ada, lahan gambut memiliki pola curah hujan yang cenderung merata sepanjang bulan. Hujan turun pada musim penghujan maupun kemarau, tetapi jumlah dan intensitas curah hujan pada musim kemarau lebih rendah.

0 100 200 300 400 500 600 700 Mei Jun jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Apr Bulan (mm)

Lahan Gambut Lahan Aluvial

Gambar 3. Pola penyebaran Curah Hujan pada dua lokasi selama 1 tahun pengamatan (Mei 2006 – April 2007).

Menurut Kartasapoetra (2004) bulan basah adalah bulan dengan curah hujan melebihi 100 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan dengan curah hujann kurang dari 60 mm. Antara bulan basah dan bulan kering disebut bulan

lembab. Bulan lembab ini tidak termasuk dalam perhitungan. Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Fergusson menentukan bulan basah dan bulan kering berdasarkan curah hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir. Curah hujan bulan basah dan bulan kering dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya, kemudian ditentukn nilai golongan iklim yaitu :

Jumlah rata-rata curah hujan bulan kering

Q = --- x 100 % Jumlah rata-rata curah hujan bulan basah

Berdasarkan data curah hujan sepuluh tahun terakhir (Gambar 4), kedua lokasi pengamatan tidak memiliki bulan kering. Melalui perhitungan nilai Q, kedua wilayah tersebut termasuk kedalam tipe iklim A, yaitu sangat basah (Q = 0). 0 50 100 150 200 250 300 350 400

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt

Nop De s Bulan (m m )

Lahan gambut Lahan aluvial

Gambar 4. Pola Curah Hujan tahunan selama sepuluh tahun terakhir pada dua lokasi pengamatan.

Lahan Aluvial memiliki pola curah hujan yang tidak merata sepanjang bulan. Hujan tetap turun pada musim penghujan dan musim kemarau. Hujan yang turun pada musim penghujan yaitu pada bulan September hingga Januari memiliki jumlah dan intensitas yang tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Pada bulan Juli dan Agustus merupakan bulan-bulan yang memiliki curah hujan dengan intensitas yang paling kecil.

Berdasarkan pola Curah Hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir, kedua lokasi menunjukkan pola yang hampir sama. Lahan gambut memiliki jumlah dan intensitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan aluvial. Keadaan ini akan mempengaruhi ketesediaan air pada tanah untuk pertumbuhan tanaman.

Suhu Udara

Suhu merupakan indikasi jumlah energi (panas) yang terdapat dalam suatu system atau massa. Oleh karena itu erat kaitannya dengan kesetimbangan radiasi surya pada sistem atau massa tersebut. Semakin banyak energi radiasi surya yang tersimpan/tertahan dalam sistem tersebut makin tinggi suhunya. Suhu mempengaruhi proses biokimia pada fotosintesa, respirasi proses dalam jaringan atau dilepas ke lingkungannya. Pengaruh suhu juga terlihat pada perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ produktif, pematangan buah dan umur tanaman (Bey dan Las 1991).

Transpirasi atau kehilangan uap air melalui stomata daun dipengaruhi oleh suhu. Jumlah transpirasi adalah rendah pada suhu rendah dan meningkat jika suhu menaik. Dibawah kondisi respirasi yang berlebihan, maka kehilangan air akan melewati jumlah air yang memasuki tanaman dan kelayuan segera terjadi.

Kisaran suhu rata-rata di dua lokasi pengamatan tidak terlalu berbeda. Suhu rata-rata desa Galang berkisar antara 26,5-28,4 oC sedangkan Desa Sungai Pangkalan berkisar antara 26,2-28,7 oC. Gambar 5 memperlihatkan suhu maksimum dan minimum dari kedua lokasi pengamatan. Lahan Gambut memiliki suhu maksimum siang hari sebesar 34ºC pada bulan Mei sampai September, sedangkan suhu minimum berkisar 21ºC malam hari pada bulan Juli sampai Oktober. Lahan aluvial memiliki kisaran suhu maksimum siang hari sebesar 33ºC pada bulan Mei sampai September, sedangkan suhu minimum malam hari sebesar 22ºC pada bulan Agustus sampai September. Data Klimatologi selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Lahan Gam but 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Me i Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Peb Ma r Apr Bulan Su h u ( C ) maksimum minimum Lahan Aluvial 0 5 10 15 20 25 30 35 Mei Jun Ju l Agt Sep Ok t Nop Des Jan Peb Mar Apr Bulan Su h u ( C ) maksimum minimum

Gambar 4 Keadaan suhu maksimum dan minimum di lokasi pengamatan tanaman nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial.

Kelembaban Udara

Pada lokasi pengamatan di Desa Galang dengan kondisi tanah gambut kelembaban udara berkisar antara 81 – 85 % , sedangkan di desa Sungai Pangkalan dengan kondisi tanah aluvial kelembaban udara rata-rata berkisar 82 – 87%. Keadaan kelembaban udara pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada gambar 6.

Secara umum pola kelembaban udara pada kedua lokasi pengamatan menunjukkan pola yang sama, dimana terjadinya penurunan kelembaban udara terjadi pada bulan Juni dan mencapai titik terendahnya pada bulan Juli kemudian meningkat lagi pada bulan Agustus. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terjadi penurunan lagi hingga mencapai titik terendah pada bulan Februari dan Maret. Penurunan kelembaban udara yang terjadi pada bulan

Juli dan Agustus diduga berhubungan dengan adanya musim kemarau yang terjadi pada daerah tersebut.

76 78 80 82 84 86 88 Mei Jun Ju l Agt Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Apr Bulan ( % )

Lahan Gambut Lahan Aluvial

Gambar 6 Keadaan kelembaban udara di lokasi pengamatan.

Jenis Tanah

Desa Galang memiliki jenis tanah gambut dengan ketebalan 1 - 2 meter dan kandungan C organiknya lebih dari 54,65 % (Tabel 2). Pengertian tanah gambut badalah tanah yang secara alamiah mengandung C organik sebanyak 40% atau lebih dengan ketebalan 100 cm atau lebih. Namun bila sudah diusahakan, mengandung C organik sebanyak 15 % atau lebih. Berdasarkan asal dan penyusunnya, gambut desa Galang termasuk kedalam jenis gambut kayuan (woody peat) yaitu gambut yang berasal dari jenis pohon-pohonan (hutan tiang) beserta tanaman semak (paku-pakuan) dibawahnya, dan berdasarkan proses pembentukannya tergolong gambut ombrogen yaitu gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh curah hujan (Noor 2001). Berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya, gambut desa Galang tergolong gambut tengahan, yaitu lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan organik antara 100 – 200 cm.

Berdasarkan hasil analisis tanah dalam penelitian ini diketahui bahwa pH gambut 4,10 hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut bereaksi masam. Menurut Noor (2001) umumnya gambut trofik terutama gambut ombrogen mempunyai kisaran pH 3,0 – 4,5, kecuali mendapat penyusupan air laut atau payau. Kemasaman tanah gambut cenderung makin tinggi jika gambut tersebut

makin tebal. Lahan gambut mempunyai lapisan bawah berupa marin (pirit) berpotensi masam. Apabila pirit teroksidasi akibat reklamasi atau pongolahan, maka kemasaman tanah dan perairan meningkat hingga mencapai pH 2 – 3. Keadaan ini mengakibatkan banyak masalah dalam pengembangan pertanian dan perikanan.

Lokasi pengamatan di desa Sungai Pangkalan memiliki jenis tanah aluvial yang merupakan hasil proses penimbunan, sehingga sifat dan cirinya tidak dapat lepas dari bahan induk pembentuknya. Kesuburan tanah aluvial tidak selalu didapat di daerah tropika, didaerah aliran sungai yang hulu sungainya berasal dari permukaan yang sangat lapuk, bahan aluvuimnya biasanya tidak subur (Sanchez 1992).

Berdasarkan hasil analisis tanah pada Tabel 2, tingkat kesuburan tanah aluvial yang ditanami nenas di Kalimantan Barat lebih rendah dibandingkan dengan lahan gambut. Kandungan unsur hara dan kriteria tanah memiliki penggolongan sifat yang dinilai berdasarkan sifat umum tanah secara empiris dan belum dihubungkan dengan kebutuhan tanaman (Lampiran 6).

Kedua jenis tanah memiliki tingkat kemasaman yang sangat tinggi yaitu gambut dengan pH 3,9 dan aluvial dengan pH 4,1. Tingkat kemasaman tanah yang cukup tinggi ini disebabkan karena adanya ion H+ dan adanya curah hujan yang cukup tinggi yang menyebabkan basa-basa mudah tercuci. Pada tanah gambut kemasaman tanah berhubungan erat dengan asam organik yaitu asam humik dan fulvik. Pada kondisi tanah yang sangat masam tanah akan membebaskan ion besi dan alumunium yang dapat meracuni perakaran tanaman.

Reaksi tanah dapat mempengauhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, oleh karena peranannya langsung berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur didalam tanah. Nilai pH tanah merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kelarutan unsur-unsur yang cenderung berseimbang dengan fase padat. Kelarutan oksida-oksida atau hidroksida Fe dan Al secara langsung bergantung pada konsentrasi ion hidroksil (OH) dan kelarutannya menurun jika pH meningkat (Depdikbud 1991).

Tabel 2. Kandungan unsur hara makro dan mikro gambut dan aluvial pada lokasi pengamatan di Kalimantan Barat

Peubah Gambut Sifat* Aluvial Sifat*

Kandungan Hara

C organik (%) 54,65 sangat tinggi ( > 5 ) 0,89 sangat rendah ( < 1 ) N total (%) 1,06 sangat tinggi (< 0,75) 0,10 rendah ( 0,1-0,2 )

P (ppm) 14,3 rendah ( 10-15 ) 2,1 sangat rendah ( < 10 ) Ca (me/100 g) 2,34 rendah ( 2-5 ) 0,37 sangat rendah ( < 2 ) Mg (me/100 g) 1,43 sedang ( 1,1-2,0 ) 0,22 rendah ( 0,4-1,0 )

K (me/100 g) 0,10 rendah ( 0,1-0,3 ) 0,07 sangat rendah ( < 0,1 ) H (me/100 g) 0,82 0,36

Fe (me/100 g) 5,20 2,12 Zn (me/100 g) 2,16 0,40 Mn (me/100 g) 7,20 1,40 Kriteria Tanah

pH 3,90 sangat masam ( < 4,5 ) 4,10 sangat masam ( < 4,5 ) KTK (me/100g) 76,65 sangat tinggi ( > 40 ) 13,90 rendah ( 5-16 )

KB (%) 5,2 sangat rendah ( < 20 ) 5,5 sangat rendah ( < 20 ) Tekstur .pasir 0 90,72 .debu 0 2,99 .liat 0 6,29 Kadar Air 68,42 0 Kadar Abu 3,50 0

*) Standar penilaian sifat umum tanah secara empiris dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah IPB

Secara umum gambut memiliki kandungann unsur hara yang lebih baik daripada aluvial. Hal ini menyebabkan Kapasitas Tukar Kation (KTK)nya sangat tinggi yaitu sebesar 76,65 me/100g untuk tanah gambut, sedangkan pada tanah aluvial bersifat rendah yaitu sebesar 13,90 me/100g. Semakin besar KTK maka semakin besar pula kemampuan dari permukaan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan sejumlah kation, yang bisanya adalah Ca, Mg, K, Na, NH4, Al, Fe dan H (Depdikbud, 1991).

Kandungan unsur C dan N pada tanah gambut sangat tinggi, sedangkan unsur P dan K rendah. Kandungan unsur hara N yang cukup tinggi menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi lebih baik. Nitrogen terutama dibutuhkan tanaman guna sintesis protein, namun secara struktural merupakan bagian dari klorofil. Tanaman yang tumbuh harus mengandung Nitrogen dalam membentuk sel-sel baru.

Tekstur tanah aluvial menunjukkan tanah tersebut didominasi oleh fraksi pasir 90,72%, debu 2,99% dan liat 6,29%. Hal ini menunjukkan bahwa tanah aluvial yang ditanami tanaman nenas memiliki porositas tanggi sehingga apabila terjadi hujan akan mengalami tingkat pencucian unsur hara yang tinggi.

Kajian Budidaya Tanaman Nenas

Benih

Nenas dapat diperbanyak dengan menggunakan tunas mahkota, tunas batang (anakan), tunas dasar buah, dan stek batang. Tanaman nenas yang ditanam di lahan gambut maupun aluvial di Kalimantan Barat umumnya menggunakan benih nenas yang berasal dari tunas batang (anakan). Hasil wawancara menyatakan bahwa lebih dari 80% petani menggunakan tunas batang sebagai benih, sedangkan sisanya menggunakan benih dari bagian tanaman yang lain. Alasan menggunakan tunas batang adalah untuk memperoleh pohon nenas yang baik dan cepat menghasilkan buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarjono (1987) bahwa antara anakan (sucker), tunas ketiak daun (shoots) dan mahkota (crown) terdapat perbedaan sifat fisiologis dalam umur berbunga dan produksinya. Makin kebagian atas tanaman, umurnya makin panjang dan produksinya rendah.

Benih nenas yang ditanam di lahan gambut dan aluvial berasal dari daerah Pontianak, yang merupakan tipe Queen, dengan ciri daun berduri. Diperkirakan masuknya benih yang pertama sekali sudah sangat lama dan dikembangkan pertama kali di sekitar pekarangan rumah penduduk.

Benih nenas yang baru diambil biasanya tidak langsung ditanam, para petani memberikan perlakuan penjemuran terlebih dahulu sebelum benih ditanam.

Sebagian besar petani yang diwawancarai 75% melakukan penjemuran selama dua hingga tiga minggu (Gambar 7). Bagian bawah daun bibit yang kering akan dibuang dan ditinggalkan bagian atas yang masih segar. Menurut Sunarjono (1987) bahwa anakan atau mahkota bunga yang baru dipotong (dipisahkan) dapat ditanam langsung, tanpa disemai dahulu. Namun sebaiknya dibiarkan dahulu beberapa hari sebelum ditanam. Hal ini dimaksudkan agar lukanya tertutup kalus lebih dahulu sehingga cepat berakar.

Persiapan Lahan

Umumnya lahan yang digunakan untuk penanaman nenas di Kalimantan Barat berasal dari hutan atau semak belukar yang dilakukan pembersihan dengan cara ditebang dan dibakar. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan lahan gambut yang ditanami nenas masih memperlihatkan adanya sisa-sisa bagian tanaman seperti batang maupun akar pada areal pertanaman. Hal ini menunjukkan bahwa petani di lahan gambut tidak membersihkan lahannya sebaik mungkin sebelum melakukan penanaman. Pada lahan aluvial di Desa Sungai Pangkalan lahan terlihat telah dibersihkan sebelum dilakukan penanaman. Hal ini diduga karena vegetasi yang tumbuh merupakan semak belukar yang memiliki batang yang kecil.

Gambar 8. Saluran draenase dan Jarak tanam nenas

Pembuatan saluran draenase dilakukan oleh petani pada lahan yang akan ditanami nenas (Gambar 8). Ada beberapa alasan mereka membuat saluran air,

sebanyak 40% menyatakan saluran sebagai batas saja antara satu lahan dengan lahan lainnya. Sebanyak 50% menyatakan bahwa saluran dapat mencegah lahan dari penggenangan air atau banjir, sedangkan 10% tidak menyatakan alasan. Dari data ini menunjukkan bahwa kesadaran petani tentang fungsi saluran pada pertanaman nenas sudah cukup tinggi.

Hasil penelitian secara kuantitatif menyatakan bahwa semua petani baik yang melaksanakan budidaya nenas di lahan gambut maupun lahan aluvial tidak melakukan pengolah tanah terlebih dahulu sebelum penanaman. Setelah lahan ditebas dan dibakar bibit yang telah dijemur ditanam dengan berbagai macam jarak tanam. Dari hasil wawancara dengan petani responden dapat dibagi dalam empat kelompok jarak tanam yang dilakukan seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggolongan jarak tanam nenas pada lahan gambut dan aluvial Golongan Jarak Tanam Gambut (%) Aluvial (%) I lebih dari 100 x 100cm 50 30 II 100 x 100 cm 15 25 III kurang dari 100 x 100 cm 5 10 IV tidak beraturan 25 35

Sebagian besar dari petani lahan gambut (50%) melakukan penanaman nenas dengan menggunakan jarak tanam lebih dari 1 meter, seperti 120 x 150 cm, 100 x 120 cm dan 100 x 150 cm. Sedangkan pada lahan aluvial petani lebih banyak menggunakan jarak tanam yang tidak beraturan (35%). Penentuan jarak tanam akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi tanaman nenas. Jarak tanam yang rapat menyebabkan persaingan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Persaingan penyerapan unsur hara akan semakin tinggi apabila banyak anakan yang tumbuh. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan tanam,an menjadi terhambat dan kualitas semakin menurun.

Tabel 4 memperlihatkan bobot dan ukuran buah nenas yang berasal dari lahan gambut lebih baik dibanding nenas dari lahan aluvial. Demikian pula dengan penyerapan unsur N, P dan K pada daun tanaman (Gambar 13) menunjukkan pertumbuhan tanaman nenas di lahan gambut lebih baik daripada lahan aluvial. Penanaman yang tidak beraturan yang dilakukan oleh petani

disebabkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya jarak tanam dalam pengelolaan perkebunan dan kualitas produksi.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

Lahan yang sudah dipersiapkan ditanami dengan bibit tanaman nenas sesuai jarak tanam. Untuk meluruskan tanaman digunakan tali dan setiap jarak dilakukan pengajiran, kemudian bibit ditanam sebanyak 1 bibit setiap lubang tanam. Kedalaman-tanamnya beragam, tetapi umumnya berkisar antara 5-7 cm. Setelah itu lubang tanam ditutup kembali lalu sedikit ditekan agar bibit dapat berdiri dengan tegak.

Petani tidak pernah melakukan pemupukan baik pada tanaman nenas yang tumbuh di lahan gambut maupun lahan aluvial karena berproduksi dengan baik walaupun tanpa menggunakan pupuk. Diduga pertumbuhan nenas yang baik disebabkan lahan yang digunakan merupakan lahan bukaan baru sehingga tanah masih banyak menyediakan unsur hara makro maupun mikro. Dari hasil analisis tanah gambut mengandung unsur hara yang lebih baik daripada aluvial (Tabel 2). Keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman nenas pada gambut lebih baik daripada aluvial, demikian juga dengan buah nenasnya.

Gambar 9 memperlihatkan perbandingan antara tanaman nenas pada lahan aluvial dan lahan gambut. Penanaman pada lahan gambut dilakukan dengan jarak tanam dengan ukuran tertentu. Penanaman nenas pada lahan aluvial tidak dilakukan dengan jarak tanam yang beraturan, hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman agak terhambat karena terlalu rapat terutama setelah tumbuh anakan. Penanaman nenas dengan menggunakan jarak tanam yang teratur akan memudahkan pemeliharaan tanaman dan pertumbuhan tanaman menjadi normal sehingga buah yang dihasilkan menjadi lebih besar. Penentuan jarak tanam telah mempertimbangkan anakan yang akan tumbuh sehingga tanaman tetap akan berproduksi dengan baik.

a

b

Gambar 9 Kondisi kebun nenas pada lahan aluvial (a) dan lahan gambut (b).

Pembersihan lahan dilakukan oleh petani dengan beragam kegiatan. Sebanyak 20% menyatakan melakukan pembersihan lahan secara rutin, 40% membersihkan lahannya apabila akan melakukan pemanenan, sedangkan 40 melakukan pembersihan lahan bila dianggap perlu saja. Jenis gulma yang hidup pada lahan gambut didominasi oleh jenis pakis, sedangkan pada lahan aluvial didominasi oleh rumput dan alang-alang. Tetapi penebasan juga dilakukan oleh petani pada tanaman nenas yang sudah dipanen. Serasah tanaman dibiarkan saja di areal pertanaman, tujuannya adalah untuk menjaga kelembaban tanah. Terlebih pada lahan gambut, dimana pada musim kemarau lahan menjadi sangat kering dan

pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Adanya serasah akan mempertahankan kelembaban tanah sehingga perakaran dapat menyerap hara.

Pengamatan yang dilakukan pada lokasi pengamatan ternyata penyiraman tanaman tidak pernah dilakukan oleh petani. Hal ini diduga karena pada lokasi tersebut mengalami curah hujan cukup tinggi yang terjadi sepanjang tahun.

Hama yang sering menyerang tanaman nenas berupa hama tikus dan musang. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman jarang sekali dikeluhkan oleh petani. Kerusakan tanaman lebih banyak disebabkan kebakaran pada musim kemarau yang terjadi pada lahan gambut (Gambar 10). Dari hasil wawancara dengan petani, penggunaan pestisida dan pupuk tidak pernah dilakukan petani selama bertanam nenas baik pada lahan gambut maupun aluvial.

Gambar 10. Kondisi tanaman yang kekurangan air (kemarau).

Kondisi kekeringan yang terjadi pada musim kemarau akan mengakibatkan tanaman dan lahan gambut mudah terbakar terbakar, hal ini sulit untuk ditanggulangi oleh petani karena api menjalar dari bagian bawah lahan.

Panen dan Pasca Panen

Pemanenan tanaman nenas dilakukan pada saat buah telah tua, dengan ciri-ciri warna kulit buah hijau kekuningan, mata menjadi membesar dan agak mendatar, dan kalau dipukul mengeluarkan bunyi seperti menggema. Tidak terdapat perbedaan waktu panen tanaman nenas dari kedua lokasi tersebut. Tanaman yang telah berumur 9-10 bulan akan mengalami pembungaan, dan setelah 3 – 5 bulan setelah itu buah nenas dapat dipanen.

Gambar 11. Buah nenas yang telah matang dan buah hasil panen.

Tanaman nenas dapat dipanen sepanjang musim, dan hasil panen buah yang

Dokumen terkait