• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Komposisi hasil tangkapan dan nilai produksi ikan

Volume hasil tangkapan ikan yang dihasilkan oleh PPN Prigi pada tahun 2013 mencapai 30.509.213 kg, meliputi ikan demersal, ikan pelagis besar dan kecil (PPN Prigi 2014). Data hasil tangkapan ikan dan nilai produksi di PPN Prigi dapat dilihat pada Lampiran 7. Secara ekonomis, madidihang termasuk dalam nilai produksi terbesar ke 7. Data komposisi nilai produksi pada Gambar 3 menunjukkan besaran nilai produksi madidihang sebesar 3%. Besaran nilai yang tercatat dalam satuan mata uang rupiah sebesar Rp.4.516.985.850.

Gambar 3 Komposisi nilai produksi ikan yang didaratkan Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi (2014)

Gambar 4 Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi (2014)

5% 22% 3% 10% 3% 4% 47% 6% Cakalang Layang Deles Lemuru Tongkol krai Tuna madidihang Ubur-ubur Tongkol lisong Lain-lain 2% 18% 4% 7% 1% 23% 42% 3% Cakalang Layang Deles Lemuru Tongkol krai Tuna madidihang Ubur-ubur Tongkol lisong Lain-lain

11

Gambar 4 menunjukkan bahwa ikan madidihang merupakan salah satu hasil tangkapan 7 terbanyak dari jenis ikan yang lain. Diagram pai tersebut menggambarkan, bahwa persentase hasil tangkapan ikan madidihang sebesar 1% dari total hasil tangkapan. Besaran nilai hasil tangkapan tersebut yaitu 278.339 kg.

Hubungan panjang dan bobot

Pendugaan pola pertumbuhan ikan madidihang menggunakan analisis hubungan panjang dan bobot. Gambar 5 menunjukkan grafik hubungan panjang dan bobot ikan madidihang dengan persamaan W = 0,00002 L2,950. Besaran koefisien determinasi data panjang dan bobot ikan yang dikumpulkan adalah 92,4%. Data yang dikumpulkan mewakili keadaan di alam sebesar 92,4%. Uji statistik pada selang kepercayaan 95% (α = 0,005), didapatkan pola pertumbuhan ikan allometrik negatif.

Gambar 5 Hubungan panjang dan bobot ikan madidihang

Gambar 5 merupakan kumpulan data panjang bobot ikan madidihang jantan dan betina tanpa pemisahan jenis kelamin. Tampak kumpulan data yang menyebar mengikuti garis eksponensial. Diduga kumpulan atas berjenis kelamin betina dan jantan pada kumpulan bawah.

Parameter pertumbuhan

Tabel 3 disajikan hasil analisis parameter pertumbuhan berupa panjang asimtot (L∞), koefisien pertumbuhan (k) dan umur teoritis saat panjang 0 (to). Gambar 6 terdapat kurva pertumbuhan Von Bertalanffy Ikan madidihang dengan persamaan, yaitu L(t) = 233,0109 (1-e(-0,2180(t-(-0,4396)).

Tabel 3 Parameter pertumbuhan ikan madidihang W = 2E-05 L 2,950 R² = 0,924 n = 299 0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150 200 250 B obot (kg) Panjang (cm)

Parameter Unit Nilai

Panjang asimtot (L) cm 233,0109

Koefisien pertumbuhan (k) tahun-1 0,2180

12

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan madidihang

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Pendugaan nilai mortalitas dan laju eksploitasi didapatkan dari kurva tangkapan yang dilinierkan berbasis data komposisi panjang. Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan, nilai laju mortalitas penangkapan lebih besar dari pada laju mortalitas alami. Keadaan tersebut mengindikasikan ikan banyak mati karena tertangkap daripada mati secara alami. Laju eksploitasi menunjukkan nilai cukup besar yaitu 0,7356/tahun.

Tabel 4 Laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan madidihang di PPN Prigi

Parameter Nilai

Laju mortalitas total (Z) 1,1842

Laju mortalitas alami (M) 0,3131

Laju mortalitas penangkapan (F) 0,8711

Laju eksploitasi (E) 0,7356

Hasil tangkapan ikan madidihang

Gambar 7 Hasil tangkapan ikan madidihang di PPN Prigi tahun 2009-2013 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi (2014)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 0 104 208 312 416 520 624 728 832 936 P aj an g (c m ) Umur (Minggu) 669.194 503.29 338.841 205.086 278.339 R² = 0.835 0 100 200 300 400 500 600 700 800 2008 2009 2010 2011 2012 2013 H asi l tangk apan ( ton) Tahun

13 Gambar 7 menunjukkan data hasil tangkapan madidihang yang dihimpun dari tahun 2009 hingga 2013. Hasil tangkapan madidihang pada tahun 2009 tercatat 699,194 ton. Tahun 2012, hasil tangkapan madidihang tercatat 205,086 ton. Keadaan tersebut menunjukkan penurunan hasil tangkapan madidihang dalam rentang waktu 2009 hingga 2012. Pada tahun 2013, hasil tangkapan kembali meningkat. Hasil tangkapan madidihang pada tahun 2013 tercatat sebesar 278,339 ton. Secara keseluruhan tren hasil tangkapan 2009-2013 cenderung menurun, dengan tingkat terendah pada 2012. Produksi rata-rata dari tahun 2009 hingga 2013 sebesar 398,950 ton. Data hasil tangkapan berupa tabel dapat dilihat pada Lampiran 8.

Upaya penangkapan ikan madidihang

Data upaya penangkapan didapatkan dari data yang terhimpun dari tahun 2009 hingga 2013. Gambar 8 menunjukkan upaya penangkapan ikan madidihang di PPN Prigi. Rata-rata upaya penangkapan madidihang tercatat 975 trip/tahun.

Gambar 8 Upaya penangkapan ikan madidihang di PPN Prigi Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi (2014) Upaya penangkapan menunjukkan nilai yang fluktuatif dan cenderung turun. Jumlah upaya penangkapan terbanyak pada tahun 2010, sebesar 1098 trip/tahun. Jumlah upaya paling sedikit terjadi pada tahun 2012, sebesar 827 trip/tahun.

Catch Per Unit Effort (CPUE)

Besaran nilai dari Catch Per Unit Effort (CPUE) menggambarkan produktivitas dari upaya penangkapan (Effort). Nilai hasil tangkapan per satuan unit upaya penangkapan tahun 2009-2013 disajikan pada Gambar 9.

989 1098 1054 827 906 R² = 0.3959 0 200 400 600 800 1000 1200 2008 2009 2010 2011 2012 2013 U paya (t ri p) Tahun

14

Gambar 9 Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan tahun 2009-2013 Sumber: Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi (2014)

Nilai CPUE tahun 2009 hingga 2012 mengalami penurunan. Tahun 2013, nilai CPUE kembali meningkat mengikuti jumlah hasil tangkapan yang juga meningkat. Hal tersebut menandakan tingkat produktivitas alat tangkap berupa pancing tonda yang menurun terhadap ikan madidihang.

Model Surplus Produksi

Model surplus produksi yang digunakan, yaitu model Schaefer, model Fox dan model Clarke Yashimoto Pooley (CYP). Nilai parameter biologi masing-masing model pendugaan disajikan pada Tabel 5. Nilai koefisien determinasi terbesar diperoleh model CYP dengan besaran nilai 76,28%. Oleh sebab itu, nilai parameter biologi model CYP digunakan pada analisis bioekonomi.

Tabel 5 Parameter biologi ikan madidihang

Model Parameter Biologi

K Q R

Schaefer 985756,9061 8,5227 0,6998

Fox 4513403,2484 0,000001 0,0018

CYP 993515,8231 0,0004 0,1789

Tabel 6 Nilai upaya dan hasil tangkapan pada rezim MSY untuk tiap model

Model fMSY MSY R2

Schaefer 199,9298 27972,0359 0,4978

Fox 503,6825 10080,2865 0,5063

CYP 201,3162 44432,7146 0,7628

Bioekonomi

Analisis bioekonomi digunakan untuk menggambarkan laju eksploitasi sumber daya secara ekologi dan ekonomi. Hasil analisis bioekonomi disajikan pada Tabel 7. Variabel yang digunakan dalam analisis bioeknomi dapat dilihat

676.64 458.37 321.48 247.99 307.22 R² = 0.7649 0 100 200 300 400 500 600 700 800 2008 2009 2010 2011 2012 2013 C P U E ( kg/t ri p) Tahun

15 pada Lampiran 9. Parameter biologi yang digunakan didapatkan dari penghitungan model CYP.

Tabel 7 Hasil analisis bioekonomi

Rezim Pengelolaan X h E TR TC MEY 625,12 41,47 149 1119,58 459,78 MSY 496,76 44,43 201 1199,68 619,98 Open Access 256,72 34,06 299 919,56 919,56 Aktual - 278,34 906 4516,99 2790,15 Berdasarkan nilai pada Tabel 7, diketahui biomassa/stok (X) biomassa yang dipanen (h), upaya penangkapan (E), total penerimaan (TR) dan total biaya (TC) dari rezim pengelolaan MEY, MSY, Open Access dan aktual.

Saran Pengelolaan

Analisis pengelolaan perikanan menggunakan pendekatan model analisis hasil keterkaitan antar variabel stok. Tabel 8 memuat hasil perbandingan variabel hasil perhitungan dan analisis pada penelitian dengan pustaka. Hasil yang didapat berupa status nilai variabel perhitungan dengan pustaka. Status nilai tersebut nantinya digunakan untuk mengetahui keadaan yang terjadi.

Tabel 8 Analisis hasil keterkaitan antar variabel

Variabel Perhitungan Pustaka Status nilai

L rata-rata 133,45 120 (1) Besar b 2,95 3,07 (1) Kecil k 0,22 0,45 (1) Kecil L∞ 233,01 166,43(1) Besar t0 0,44 1,38 (1) Kecil Z 1,18 1,34 (2) Kecil M/Z 0,26 0,38 (2) Kecil F/Z 0,74 0,62 (2) Besar Produksi 398950 152066 (3) Besar Upaya 975 297 (3) Besar CPUE 402,34 519,25 (3) Kecil

Sumber: (1) Wijaya 2012, (2) Kar 2012, (3) Hermawan 2011.

Pustaka yang digunakan pada analisis ini di antaranya Wijaya pada tahun 2012 di PPN Palabuhan Ratu, Kar et al. pada tahun 2012 di perairan Kepulauan Andaman dan Nicobar, Hermawan pada tahun 2011 di PPP Pondok Dadap. Tabel 9 memuat keterangan analisis keadaan sumber daya ikan madidihang berdasarkan perbandingan pada Tabel 8. Saran pengelolaan yang diajukan merupakan pertimbangan dari keadaan hasil analisis dari tiap-tiap variabel.

16

Tabel 9 Saran pengelolaan

Variabel Keterangan Saran Pengelolaan

L rata-rata Ukuran tangkapan ikan dewasa lebih panjang

Sosialisasi ukuran minimum layak tangkap b Keadaan ikan yang lebih kurus Pengaturan hasil tangkapan k Pertumbuhan lebih lambat

Prinsip kehati-hatian dalam penangkapan

L∞ Berpotensi berukuran lebih besar Sosialisasi ukuran minimum layak tangkap t0 Secara teoritis telur lebih cepat

menetas

Pengawasan ukuran ikan yang ditangkap

Z Kematian total tiap tahun lebih

kecil Pengaturan tangkapan dan

upaya penangkapan M/Z Kematian alami cukup rendah

F/Z Laju eksploitasi lebih tinggi Produksi Hasil tangkapan lebih banyak

Pengurangan upaya penangkapan Upaya

Upaya penangkapan lebih banyak

CPUE

Efisiensi penangkapan lebih kecil

Penentuan upaya efektif untuk penangkapan

Pembahasan

Aktivitas penangkapan ikan madidihang menggunakan perahu berukuran 6 GT. Mesin penggerak yang digunakan berupa diesel berbahan bakar solar. Tiap kapal terdapat 2 buah untuk menjalankan perahu. Jenis mesin diesel yang digunakan memiliki daya 30 pk. Jumlah rata-rata solar yang dibutuhkan untuk sekali trip penangkapan adalah sebesar 250 liter. Bagian tengah perahu terdapat palka penyimpanan ikan. Volume pada umumnya berukuran 120 x 175 x 120 cm3, berbahan fiberglass dan berjumlah 3 buah. Anak buah kapal (ABK) yang dibutuhkan dalam aktivitas penangkapan umumnya berjumlah 4-5 orang. Waktu yang dibutuhkan untuk sekali trip penangkapan berkisar 7-14 hari. Jarak PPN Prigi dengan fishingground mencapai 100-200 mil ke arah selatan (Samudra Hindia). Musim penangkapan ikan madidihang di perairan sekitar PPN Prigi antara bulan Maret hingga bulan November. Musim puncak penangkapan terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Musim tidak melaut biasanya terjadi pada bulan Desember hingga Februari. Suhu perairan Samudera Hindia menurut penelitian yang dilakukan Barata et al. (2011), sebesar 22,20-26,40°C. Suhu tersebut 80% didominasi pada ukuran >100 cm tertangkap pada kedalaman 85,73-167,80 m.

Jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan pancing tonda, di antaranya madidihang (Thunnus albacores), tuna albakora (Thunnus alalunga) tuna mata besar (Thunnus obesus) cakalang (Katsuwonus pelamis), lemadang (Coryphaena

hippurus), dan todak (Xiphias galduys). Tuna madidihang, tuna mata besar dan

albakora, umumnya ditangkap pada ukuran dewasa dan jouvenile. Tangkapan berupa jouvenile disebut sebagai baby tuna oleh masyarakat sekitar. Harga ikan ditingkat nelayan, yaitu madidihang dewasa Rp 27.000/kg-Rp 30.000/kg, tuna albakora dewasa Rp 21.000/kg, cakalang Rp 11.000/kg-Rp 13.000/kg, lemadang

17 Rp 13.000/kg-Rp 14.000/kg, todak Rp 17.000, dan baby tuna Rp 11.000/kg-Rp 13.000/kg.

Analisis hubungan panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan madidihang yang didaratkan di PPN Prigi. Persamaan yang diperoleh dari analisis hubungan panjang dan bobot adalah W = 0,00002 L2,9504 dan koefisien determinasi 92,4%. Nilai slope hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan madidihang sebesar 2,9504. Berdasarkan uji-t dengan (α = 0,005), kesimpulan pola pertumbuhan ikan madidihang adalah allometrik negatif. Pola pertumbuhan allometrik negatif menggambarkan keadaan ikan yang kurus. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan panjang yang lebih besar dari pertumbuhan bobot (Effendie 2002).

Pola pertumbuhan tersebut bersesuaian dengan hasil penelitian Kaymaram

et al. (2013) di Perairan Laut Oman, Andamari et al. (2012) di Samudra Hindia

Selatan Bali, Nuraini (2013) di PPN Prigi dan Miazwir (2012) di Samudera Hindia Selatan Bali. Berbeda halnya pada penelitian Gouping et al. (2011) di Perairan Pasifik Tengah dan Barat, Rohit et al. (2009) di Teluk Andhara, India. Pola pertumbuhan yang didapatkan adalah allometrik positif. Pola pertumbuhan yang berbeda juga didapatkan Kar et al. (2012) di Perairan Andaman, Dissanayake et al. (2008) di Barat Laut dan Timur Laut Teluk Srilanka dan Nicobar dan Wijaya (2012) di Samudera Hindia Selatan Sukabumi, yaitu isometrik. Penjelasan mengenai perbedaan pola pertumbuhan tersebut menurut Wootton (1998) in Gouping et al. (2011), yaitu perbedaan pola pertumbuhan mungkin disebabkan oleh perbedaan keadaan lingkungan berupa suhu perairan, densitas pakan, dan penyakit. Faktor yang paling relevan mempengaruhi pola pertumbuhan ikan madidihang yang didaratkan di PPN Prigi adalah densitas pakan. Pakan ikan madidihang berupa ikan pelagis kecil yang terdapat pada lapisan mesopelagis (FAO 2014), banyak ditangkap oleh nelayan sebagai ikan buruan. Hal tersebut dibuktikan dengan data statistik perikanan PPN Prigi yang menunjukkan hasil tangkapan didominasi oleh ikan pelagis kecil. Keadaan tersebut menunjukkan terjadinya persaingan antara ikan madidihang dan nelayan dalam memanfaatkan sumber daya ikan pelagis kecil yang terbatas.

Grafik hubungan panjang bobot hasil analisis merupakan campuran dari jenis kelamin jantan dan betina. Dugaan terhadap grafik tersebut, yaitu kumpulan titik pada bagian atas garis eksponensial berjenis kelamin betina dan kumpulan titik pada bagian bawah berjenis kelamin jantan. Dugaan tersebut dibuktikan oleh hasil analisis yang dilakukan Lehodey dan Leroy (1999) mengenai populasi madidihang di Pasifik Barat dan Tengah. Hasil analisis berupa panjang asimptot madidihang betina bernilai lebih besar dibanding jantan. Panjang asimptot yang lebih besar menunjukkan betina dapat berukuran lebih besar pada fase dewasa.

Analisis pertumbuhan digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ikan dan ukuran maksimum yang dapat dicapai. Hasil dari analisis pertumbuhan, yaitu panjang asimptot (L∞) 233,01 cm, koefisien pertumbuhan (k) 0,2180/tahun, dan nilai teoritis saat panjang 0 (t0) -0,4396 tahun, dan sebaran panjang aktual contoh ikan 68-192 cm. Berdasarkan pada hasil analisis tersebut diketahui nilai panjang saat umur ikan 0 (L0) yaitu 0,4278 cm. Secara teoritis untuk mencapai panjang

asimptot, waktu yang dibutuhkan ikan madidihang adalah 25 tahun. Rata-rata

ikan madidihang dewasa yang tertangkap berukuran 133,4548 cm. Panjang tersebut telah memenuhi ukuran layak tangkap yang disarankan oleh

WWF-18

Indonesia dengan panjang minimum 120 cm FL (Habibi 2011). Pendapat yang berbeda diungkapkan Marsac et al. (2006) dalam penelitiannya, bahwa panjang madidihang jantan mencapai kedewasaan pada panjang 104 cm FL. Penelitian Nootmorn (2005), menyatakan ikan madidihang mencapai fase dewasa pada 109,69 cm FL, 25 kg untuk betina, dan 104,95 cm FL, 22 kg untuk jantan. Jika dilihat pada grafik pertumbuhan, ukuran 120 cm FL terpenuhi dalam rentang 3 tahun 20 minggu. Berbeda halnya dengan penelitian Miazwir (2012), menyatakan ikan mencapai ukuran dewasa dan pernah sekali memijah pada umur 3 tahun.

Hasil analisis pertumbuhan yang berbeda didapatkan pada penelitian Lessa

et al (2004) (L∞=230,70), (k=0,267), (t0=-0,0810); Gouping et al. (2011) (L∞=175,90), (k=0,520), (t0=-0,1900); Kar et al. (2012) (L∞=173,30), (k=0,390), (t0=-0,999); Kaymaram et al. (2013) (L∞=183,30), (k=0,450), (t0=-0,184); dan Wijaya (2012) (L∞=166,40), (k=0,450), (t0=-1,3834). Panjang asimptot pada penelitian ini bernilai lebih besar dibanding pustaka, terlebih terhadap penelitian Wijaya pada Samudera Hindia sekitar PPN Palabuhan Ratu. Hal tersebut menggambarkan madidihang pada penelitian ini berpotensi berukuran lebih besar pada waktu tertentu. Nilai koefisien pertumbuhan terkecil dibandingkan pustaka. Laju pertumbuhan diduga berjalan lebih lambat, sehingga waktu untuk mencapai ukuran layak tangkap lebih lama. Nilai t0 dibandingkan dengan penelitian Wijaya menunjukkan nilai yang lebih besar. Diduga ikan pada penelitian ini lebih cepat menetas dibandingkan yang terdapat di Palabuhan ratu pada tahun 2011. Menurut Effendie (2002), dikatakan bahwa lama pengeraman telur bergantung pada faktor jenis ikan, dan faktor luar berupa cahaya matahari, suhu, dan keasaman. Letak geografis yang relatif dekat antara Prigi dengan Palabuhan Ratu, dapat diasumsikan bahwa keadaan biologis di antara keduanya tidak jauh berbeda. Bila dirunut berdasarkan waktu, terdapat perbedaan nyata antara keadaan pada kedua waktu tersebut. Berdasarkan data BOM (2015), pada tahun 2011 wilayah perairan Indonesia sedang dipengaruhi oleh siklus hidrologi La Nina. La Nina menyebabkan curah hujan yang tinggi di daerah Pasifik Barat termasuk Indonesia (National Geographic 2015). Tingginya curah hujan menjadikan perairan lebih dingin dari pada biasanya. Sedangkan pada tahun 2014, siklus hidrologi normal. Perbedaan tersebut diduga kuat sebagai penyebab perbedaan nilai t0.

Hasil analisis ELEFAN menghasilkan sebaran panjang ikan contoh dan nilai L0. Analisis ini digunakan sebagai data tambahan untuk pola pertumbuhan ikan. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 2, dan data pembanding pada Lampiran 3 , 4 dan 5. Hasil analisis pada penelitian ini, di antaranya bulan dugaan awal larva muncul pada bulan Februari, rentang panjang L0 pada 4<x<0 cm, rentang panjang ikan contoh 200-50 cm. Lampiran 3 merupakan penelitian Kar et al. (2012), dengan bulan dugaan awal larva muncul pada bulan Juni, rentang panjang L0 pada 4<x<0 cm, rentang panjang ikan contoh 175-50 cm. Lampiran 4 adalah hasil analisis Gouping et al. (2011), hasil analisis yaitu bulan dugaan awal larva muncul pada bulan Februari, rentang panjang L0 pada 4<x<0 cm, rentang panjang ikan contoh 175-75 cm. Lampiran 5 merupakan hasil analisis Rohit et al. (2012), yaitu bulan dugaan awal larva muncul pada Januari, rentang panjang L0 pada 4<x<0 cm, rentang panjang ikan contoh 200-25 cm. Perbedaan awal munculnya larva diduga karena perbedaan letak geografis habitat populasi, dugaan L0 ikan relatif sama, dan rentang panjang ikan bergantung dari pengambilan contoh.

19 Analisis mortalitas menghasilkan mortalitas total (Z) 1,1842/tahun, mortalitas alami (M) 0,3131/tahun, mortalitas penangkapan (F) 0,8711/tahun, dan laju eksploitasi (E) 0,7356. Mortalitas total terdiri dari mortalitas alami dan juga mortalitas penangkapan. Nilai mortalitas alami bernilai lebih kecil dibandingkan mortalitas alami. Keadaan tersebut menunjukkan, bahwa kematian yang terjadi banyak disebabkan karena aktivitas penangkapan. Tingginya kematian karena penangkapan mengindikasikan laju eksploitasi yang tinggi pula. Keadaan tersebut dapat ditinjau pada nilai laju eksploitasi yang mencapai 73,56% dari kematian total. Laju eksploitasi tersebut telah melampaui laju eksploitasi optimum sebesar 0,5 (Beverton dan Holt 1956 in Sudradjat 2006). Keadaan tersebut mengindikasikan aktivitas penangkapan madidihang di perairan sekitar PPN Prigi telah mengalami tangkap lebih. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kar et al. (2012) di sekitar kepulauan Andaman dan Nicobar Utara pulau Sumatera, bahwa (Z=1,34/tahun), (M=0,51/tahun), (F=0,83/tahun), dan (E=0,62). Mortalitas total pada penelitian ini bernilai lebih kecil. Menunjukkan kematian yang terjadi lebih sedikit dibandingkan yang terjadi di kepulauan Andaman dan Nicobar. laju kematian alami bernilai lebih kecil, sedangkan nilai laju eksploitasi bernilai lebih besar. Keadaan tersebut menunjukkan tingkat eksploitasi terhadap sumber daya ikan madidihang pada penelitian ini lebih tinggi. Nilai laju eksploitasi keduanya telah melebihi laju eksploitasi optimum, sehingga indikasi kegiatan tangkapan tersebut adalah tangkap lebih.

Produksi rata-rata sumber daya ikan madidihang di PPN Prigi, yaitu 398.950 kg, upaya rata-rata 975 trip, dan CPUE rata-rata 403 kg/trip. Sumber daya ikan yang dapat dihasilkan pada daerah penangkapan nelayan tonda PPN Prigi tiap tahunnya sebesar 398,950 ton. Jumlah trip yang terjadi tiap tahunnya sebesar 975 trip. Efektivitas penangkapan pancing tonda di PPN Prigi sebesar 403 kg/trip. Hasil tangkapan rata-rata yang dapat dihasilkan tiap tripnya yaitu sebesar 403 kg. Jika ikan madidihang yang didaratkan dihargai Rp 30.000/kg, maka tiap trip nelayan akan mendapatkan Rp 12.090.000/trip dari tangkapan madidihang.

Berbeda halnya dengan yang terjadi di PPP Pondok Dadap, Sendang Biru, Kabupaten Malang. Produksi rata-rata yang dihasilkan sebesar 152.066 kg, upaya rata-rata 297 trip, dan CPUE rata-rata sebesar 519,11 kg/trip dengan area penangkapan yang sama dengan nelayan tonda PPN Prigi. Produksi rata-rata ikan madidihang di PPN Prigi lebih tinggi dari pada PPP Pondok Dadap, hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah upaya penangkapan yang dilakukan. Upaya rata-rata yang dilakukan oleh nelayan madidihang PPN Prigi lebih tinggi dari PPN Pondok Dadap. Faktor yang diduga berpengaruh adalah tingkatan pelabuhan perikanan. Prigi berupa Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), sedangkan Sendang Biru masih berupa Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Perbedaan tersebut berpengaruh pada ketersediaan logistik, es, BBM solar, dan juga armada kapal yang tersedia. Untuk nilai CPUE, PPN Prigi bernilai lebih rendah dibandingkan PPP Pondok Dadap. Upaya penangkapan yang terlampau tinggi diduga ikut andil dalam hal ini. Jumlah upaya yang dilakukan dirasa kurang efektif dalam penangkapan ikan.

Grafik nilai CPUE (Catch Per Unit Effort) pada gambar 9 menunjukkan tren nilai yang terus turun. Pada tahun 2009 tercatat nilai CPUE sebesar 676,64 kg/trip, tahun 2012 sebesar 247 kg/trip, dan 2013 sebesar 307 kg/trip. Faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut adalah hasil tangkapan dan upaya yang

20

dilakukan tiap tahunnya. Hal tersebut senada dengan Maunder et al. (2006), mengatakan bahwa kelimpahan hasil tangkapan menurun menyebabkan porsi stok dalam CPUE menjadi menurun. Hasil tangkapan mengalami penurunan yang cukup signifikan antara tahun 2009 hingga 2012. Tercatat pada tahun 2009 jumlah tangkapan sebesar 669.194 kg terus menurun hingga pada 2012 sebesar 205.086 kg. Sedangkan upaya berfluktuasi antara 1098-827 trip tiap tahunnya. Hasil tangkapan dan upaya penangkapan terkecil terjadi pada tahun 2012. Diduga hal tersebut dipengaruhi faktor cuaca yang tidak mendukung adanya penangkapan ikan.

Analisis model surplus produksi menggunakan model Schaefer, Fox dan Clarke Yoshimoto Pooley (CYP). Ketiga model perhitungan tersebut dipilih salah satu untuk digunakan sebagai koefisien dalam analisis bioekonomi. Model perhitungan yang dipilih adalah Clarke Yoshimotot Pooley (CYP). Model perhitungan ini memiliki nilai koefisien determinasi lebih besar dari model yang lainnya yaitu 76,28%. Nilai koefisien determinansi tersebut adalah yang terbesar dibanding model perhitungan yang lainnya. Hasil analisis model surplus produksi menghasilkan parameter biologi populasi, di antaranya daya dukung lingkungan (K) 993.515,8231 kg, koefisien penangkapan (q) 0,0004/unit upaya, dan laju pertumbuhan populasi (r) 0,1789 atau 17,89 %/tahun. Daya dukung lingkungan menggambarkan potensi sumber daya ikan madidihang pada daerah penangkapan hingga 993.515,8231 kg/tahun. Koefisien penangkapan dapat diartikan sebagai kemampuan tangkap dari upaya yang dilakukan (Fauzi 2010). Laju pertumbuhan populasi/stok merupakan laju penambahan biomassa atau individu pada daerah penangkapan. Laju pertumbuhan populasi sebesar 17,89 %/tahun dirasa cukup kecil, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam jumlah tangkapan yang dihasilkan.

Analisis bioekonomi menghasilkan nilai stock (x), harvest (h), effort (f) pada rezim Maximum Economics Yield (MEY), Maximum Sustainable Yield (MSY) dan Open Access (OA). Hasil analisis, yaitu xMEY 625,12 ton, hMEY 41,47 ton/tahun, fMEY 149 trip/tahun; xMSY 496,76 ton, hMSY 44,43ton/tahun, fMSY sebesar 201 trip/tahun; xOA 256,72, hOA 34,06 ton/tahun, fOA 299 trip/tahun. Hasil tangkapan rata-rata aktual di PPN Prigi selama 2009-2013 sebesar 398.950 kg, dan upaya rata-rata 975 trip/tahun. Hasil tangkapan aktual telah melebihi hasil tangkapan baik dari rezim MEY dan MSY akan tetapi masih di bawah stok dari MEY dan MSY. Upaya aktual menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada nilai MEY dan MSY. Hal tersebut mengindikasikan, aktivitas penangkapan ikan madidihang di PPN Prigi telah mengalami economics dan

biological overfishing.

Penentuan saran pengelolaan yang akan diajukan dengan cara membandingkan hasil analisis dan pustaka yang memiliki keadaan yang setara/sebanding dengan keadaan penelitian ini. Sumber pustaka sebagai pembanding di antaranya Wijaya tahun 2012 di PPN Palabuhan Ratu dengan daerah penangkapan Samudera Hindia Selatan Jawa, Kar et al. tahun 2012 di Perairan Kepulauan Andaman dan Nicobar Utara Sumatera, dan Hermawan tahun 2011 di PPP Pondok Dadap dengan daerah penangkapan Samudera Hindia Selatan Jawa. Parameter yang masuk dalam perbandingan ini, di antaranya panjang rata-rata (Lrata-rata), slope hubungan panjang bobot (b), koefisien pertumbuhan (k), panjang asimptot (L), umur teoritis saat panjang 0 (t0),

21 mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), laju eksploitasi (E), produksi rata-rata, upaya rata-rata dan CPUE rata-rata.

Perbandingan hubungan panjang bobot dan pertumbuhan, pustaka yang digunakan sebagai pembanding adalah penelitian dari Wijaya pada tahun 2012.

Lrata-rata menunjukkan ukuran tangkapan madidihang dewasa yang lebih panjang.

Dokumen terkait