• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterangan:

i = Nilai parameter pengamatan dari perlakuan ke-i, pengamatan ke-j

μ = Nilai tengah umum rata-rata sebenarnya

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i, pengamatan ke-j

Hasil yang akan diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan

Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 5%. Percobaan akan dilakukan satu kali ulangan secara duplo.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Bioaktif Kumis Kucing

Tanaman kumis kucing (Orthosipon stamineus. Benth) memiliki banyak kandungan senyawa aktif, yakni dari golongan flavonoid, terpenoid dan polifenol. Senyawa-senyawa tersebut berkontribusi terhadap efek terapis atau efek biologis dari tanaman kumis kucing. Senyawa bioaktif dari kumis kucing yang berkontribusi terhadap efek hiperglikemik yaitu golongan terpenoid dan flavonoid termasuk sinensetin ( Mohamedet al. 2011). Berdasarkan penelitian sebelumnya senyawa-senyawa tersebut menunjukkan efek penurunan glukosa darah pada tikus normal yang dipuasakan setelah diberi glukosa sebanyak 150 mg/kg (Mohamedet al.2011). Berikut adalah kandungan bioaktif pada tanaman kumis kucing.

Tabel 3 Kandungan bioaktif tanaman kumis kucing

No Jenis senyawa Kelas Sumber Referensi

1 Sinensetin Flavonoid Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang

yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.

Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing dari Malaysia.

Diisolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis kucing Yuliana et al (2009) Akowuah et al (2004) Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009) Mohamed et al (2011) Mohamed et al (2012)

2 Eupatorin Flavonoid Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang

yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda

Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing dari Malaysia.

Diisolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis kucing Yuliana et al (2009) Akowuah et al (2004) Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009) Mohamed et al (2011) Mohamed et al (2012) 3 3’-Hidroksi-5,6,7,4’- tetrametoksiflavon

Flavonoid Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing

dari Malaysia.

Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.

Isolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis kucing. Akowuah et al (2004) Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009) Mohamed et al (2011) Yuliana et al (2009) Mohamed et al (2012) 9

10

No Jenis senyawa Kelas Sumber Referensi

4 Tetrametillscutellarein Flavonoid Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang

yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.

Yuliana et al (2009)

5 5,6-Dihidroksi-7,4’ -dimetoksiflavon

6 Asam rosmarinik Polifenol Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing

dari Malaysia.

Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009)

7 Orthosiphol A, orthosiphol B

Diterpen Diisolasi dari ekstrak metanol kumis kucing dari taiwan Nguyen et al (2004)

8 Orthosiphol D 9 Orthosiphol K 10 Orthosiphol M 11 Orthosiphol N 12 Orthosiphol X, orthosiphol Y 13 3-O-Deacetylorthosiphol I 14 2-O-Deacetylorthosiphol J 15 14-Deoxo-14-O-acetylorthosiphol Y 16 Orthosiphonone A 17 2-O-Deacetylorthosiphonone A 18 Staminol C, Staminol D 19 Secoorthosiphol B, Secoorthosiphol C 20 Nororthosiphonolide 21 Neoorthosiphol B

21 Neoorthosiphonone Diterpen Diisolasi dari ekstrak metanol kumis kucing dari Cina Awale et al. (2004)

No Jenis senyawa Kelas Sumber Referensi

23 Hexanal, trans-2-hexanal,

1-octen-3-ol, 3-octanol, heptenal, 4-heptenal, trans,trans-deca-2,4-dienal, b-cyclocitral, safranal, cis-2-octenal, decanal Alkyl aldehyde

Dideteksi dalam fraksinasi ekstrak metanol dari

hidrodestilasi minyak daun dan batang kumis kucing dari malaysia. Hossain et al. (2008) 24 cis-3-Hexen-l-ol, Hexan-1-ol,trans-2-(cis)-6 Nonadienale Alkyl alcohol 25 Benzaldehyde, phenylacetaldehyde Aromatic aldehyde

26 2-pentenyl furan, 2-amylfuran,

perillen

Alkyl epoxide 27 Acetophenone, cis-linalool oxide,

2,6,6-trimethyl-2-cyclohexe-l,4-dione Aromatic ketone 28 trans,trans-Octa-3,5-dien-2-one, trans,cis-octa-3,5-dien-2-one Alkyl ketone 29 Undecan, tridecane, 2-methylnaphthalene, dodecane Alkan hydrocarbon 30 Methylchavicol Aromatic epoxide

30 Camphor, menthone, d-terpineol,

isomenthone, borneol, cittonellol,

carvone, geranyl acetone,

damascenone, trans-linalool

oxide, linalool, bornyl acetate, limonene, 1,8-cineol, p-cymene, b-pinene, camphene, a-pinene

Monoterpene

12

No Jenis Senyawa Kelas Sumber

Dideteksi dalam fraksinasi ekstrak metanol dari

hidrodestilasi minyak daun dan batang kumis kucing dari malaysia.

Referensi

Hossain et al. (2008)

32 Naphthalene Aromatic

hydrocarbon

33 trans-Anethol Phenolic ether

34 Isobornylacetate Alkyl ester

35 1-Methylnaphthalene Aromatic

hydrocarbon

36 a-copaene, b-Bourbonene,

b-elemene, cis-caryophyllene, b

carryophyllene, a-cubebene, c-elemene, a-humulene, germacrene

D, a-Muuiolene, d-Cadinene,

Germacrene B, caryophyllene oxide, hexahydrofamesyl acetone

Sesquiterpene

37 Eugenol, methyleugenol Phenyl

propanoid

38 b-Ionone, dehydroionone Cyclic

hydrocarbon

Kadar Air Serbuk Daun Kumis Kucing

Daun kumis kucing dilakukan pengeringan dengan cahaya lampu pada suhu 40 0C selama 8 jam. Pengeringan dengan cahaya lampu dimaksudkan agar warna daun masih tetap berwarna hijau dan tidak terlalu terekspos panas yang menyebabkan senyawa inhibitor pada daun kumis kucing mengalami degradasi sehingga aktivitas fungsionalnya berkurang. Setelah dilakukan pengeringan kemudian daun dihancurkan untuk dijadikan sampel pengujian.

Pengukuran kadar air dilakukan terhadap 20 aksesi kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Pengukuran kadar air berfungsi untuk mengetahui jumlah kandungan air yang berada dalam produk. Menurut Kusnandar (2010) menyatakan bahwa kadar air atau kandungan air dalam bahan pangan erat kaitannya dengan keawetan produk pangan. Semakin tinggi kandungan air dalam pangan maka tingkat stabilitas atau keawetan pangan akan semakin pendek. Hal ini erat kaitannya dengan aktivitas mikroba. Mikroba umumnya lebih menyukai produk pangan yang memiliki kandungan air yang tinggi karena air sendiri merupakan tempat tumbuh mikroba.

Serbuk kumis kucing merupakan katagori simplisia atau produk dari bahan alami yang memiliki kandungan senyawa aktif yang berfungsi sebagai obat tradisional. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI (1994) tentang persyaratan obat tradisional, kadar air simplisia tidak boleh melebihi 10%. Kadar air simplisia ini ditujukkan untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme simplisia selama penanganan, sebelum simplisia diproses lebih lanjut menjadi ekstrak. Dengan kadar air simplisia di bawah 10%, kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme terutama jamur dapat dihindari (Rahardjo 2005).

Nilai rata-rata kadar air serbuk kumis kucing berbagai aksesi yang dihasilkan melalui pengujian sebagian berkisar antara 4 – 9.6%. Nilai kadar air tersebut telah memenuhi persyaratan Menteri Kesehatan RI yang menyebutkan bahwa kadar air simplisia kurang dari 10%. Kadar air dengan nilai kurang dari 10% ini menunjukkan bahwa serbuk daun sirsak kering dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Namun dalam analisis ada empat aksesi yang menunjukkan kadar air sekitar 10.70-11.86%. Berikut nilai kadar air dari 20 sampel kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.

Tabel 4Nilai kadar air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah

Jenis aksesi kumis kucing Nilai kadar air (%)

Lido Sukabumi 5.52±0.01

Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi 9.39±0.43

Desa Benteng Ciampea Bogor 8.01±0.07

Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih) 7.11±0.06

Desa Pawenang Nagrak Sukabumi 10.70±0.10

Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu) 8.05±0.23

Desa Cilamaya Pongag Purwakarta 8.36±0.00

Subang 4.28±0.01

Cijantung Sukatani Purwakarta 9.19±0.026

Lembang (bunga putih) 5.51±0.05

14

Jenis aksesi kumis kucing Nilai kadar air (%)

Lembang (bunga ungu) 6.96±0.11

Pasar Rebo Purwakarta 5.80±0.11

Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri

9.67±0.04

Poncol 1020-1034 m dpl 9.40±0.08

Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan 9.79±0.09

Desa Plaosan Plaosan Magetan 9.67±0.04

Desa Geni Langit Poncol Magetan 11.86±0.05

Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar 11.83±0.02

Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang 11.30±0.29 Pemilihan Pelarut Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Jenis pelarut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi. Pemilihan pelarut yang tepat yang akan digunakan untuk proses ekstraksi akan diperoleh hasil ekstraksi yang efisien dan memiliki kandungan senyawa bioaktif yang yang lebih banyak. Jenis pelarut erat kaitannya dengan polaritas jenis larutan. Menurut Gani et al. (2012) menyebutkan bahwa bila nilai polaritas atau momen dipol dari suatu pelarut semakin mendekati nilai polaritas dari senyawa kimia,maka pelarut tersebut akan lebih efektif dalam mengekstrak senyawa kimia itu. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi harus memenuhi kriteria, yaitu antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, selektif, dan tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat (Ibtisam 2008). Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara ekstrak etanol dan ekstrak air terhadap nilai inhibisi dari alfa amilase dengan berbagai konsentrasi, yaitu konsentrasi 40 mg/mL, 60 mg/mL dan 80 mg/mL.

Gambar 2 Hasil persen inhibisi alfa amilase ekstrak etanol dan air.

Hasil penelitian (Gambar 2) menunjukkan bahwa dari tiga konsentrasi tersebut, ekstrak etanol memiliki daya inhibisi alfa amilase yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air. Hal ini dikarenakan etanol mampu mengekstrak

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 40 60 80 in h ib is i a m il a se (% ) konsentrasi ekstrak (mg/mL)

% inhibisi ekstrak etanol % inhibisi ekstrak air

senyawa aktif yang lebih banyak dibandingkan dengan air. Etanol memiliki kemampuan lebih besar dalam mengekstrak komponen bioaktif. Pelarut tersebut lebih mudah untuk berpenetrasi ke dalam membran seluler untuk mengekstrak komponen bioaktif dari tanaman tertentu dibandingkan dengan pelarut air (Tiwari et al. 2011).

Pelarut etanol terbukti memiliki daya inhibisi lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut air, namun pelarut etanol tidak efisien dalam segi biaya dan waktu sehingga dalam penelitian ini pelarut yang digunakan untuk mengekstrak serbuk kumis kucing dari berbagai aksesi adalah pelarut air. Pelarut air dipilih berdasarkan kebiasaan masyarakat secara tradisional dalam mengkonsumsi minuman kumis kucing. Penggunaannya lebih mudah dan dapat diaplikasikan langsung oleh masyarakat.

Penentuan Konsentrasi Pengujian Inhibisi Alfa Amilase dan Penentuan IC50

Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kenaikan konsentrasi dari ekstrak kumis kucing terhadap aktivitas inhibisi alfa amilase. Aktivitas inhibisi amilase menunjukkan kemampuan dari ekstrak kumis kucing dalam menurunkan daya cerna pati atau menghambat kerja enzim alfa amilase dalam menghidrolisis pati. Konsentrasi ekstrak kumis kucing yang diuji, yaitu 20 mg/mL, 40 mg/mL, 60 mg/mL dan 80 mg/mL. Kumis kucing yang digunakan sebagai bahan uji adalah aksesi Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar.

Gambar 3 Nilai inhibisi aktivitas enzim amilase terhadap kumis kucing berbagai konsentrasi.

Berdasarkan Gambar 3 pengaruh kenaikan konsentrasi ekstrak kumis kucing terhadap daya inhibisi alfa amilase menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka daya inhibisi alfa amilase dari ekstrak kumis kucing semakin besar. Berdasarkan Mohamed et al. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka daya inhibisi dari alfa amilase semakin meningkat.Menurut penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa kenaikan konsentrasi ekstrak sambiloto berpengaruh terhadap aktivitas inhibisi amilase, namun pengaruh dari kenaikan tersebut tidak berbeda nyata (Rais et al. 2013).

Gambar 3 menunjukkan pada konsentrasi 20 mg/mL ekstrak kumis kucing memiliki penghambatan alfa amilase terkecil yaitu 22.13%. Sementara pada konsentrasi 80 mg/mL ekstrak kumis kucing memiliki penghambatan alfa amilase terbesar yaitu 70.55%. Besarnya penghambatan kerja enzim alfa amilase disebabkan karena kumis kucing mengandung senyawa aktif atau senyawa

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 20 40 60 80 d a y a in h ib is i(% ) konsentrasi (mg/mL) % inhibisi

16

fitokimia yang berperan sebagai senyawa inhibitor. Konsentrasi yang semakin besar maka jumlah senyawa fitokimia yang berperan sebagai inhibitor semakin tinggi. Menurut Kazeem et al. (2013) menyebutkan bahwa efek penghambatan alfa amilase dari ekstrak tertentu erat kaitannya dengan keberadaan senyawa fitokimia seperti senyawa fenol, flavonoid, tanin, dan saponin. Semakin tinggi jumlah senyawa tersebut maka daya inhibisi alfa amilase semakin besar. Namun besarnya daya inhibisi tidak dapat ditentukan oleh salah satu senyawa fitokimia tetapi semua senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak tertentu ikut berperan dalam penghambatan kerja enzim. Berdasarkan penelitian Kwon et al.

(2006) menyebutkan bahwa besarnya penghambatan aktivitas alfa amilase tidak berkorelasi proposional terhadap besarnya konsentrasi total fenol.

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa konsentrasi maksimum terdapat pada ekstrak yang memiliki konsentrasi 80 mg/mL. Konsentrasi tersebut menghasilkan inhibisi tertinggi sehingga digunakan dalam penelitian selanjutnya yaitu pengujian inhibisi alfa amilase 20 jenis ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.

Nilai daya inhibisi dari berbagai konsentrasi pada Gambar 3 dapat digunakan untuk menghitung nilai IC50 dari ekstrak kumis kucing. Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi dari ekstrak kumis kucing yang memiliki nilai penghambatan sebesar 50%. Nilai ini diperoleh dengan cara melakukan uji inhibisi dari berbagai konsentrasi.Hasil dari persen penghambatan tersebut kemudian diplotkan terhadap grafik hubungan konsentrasi ekstrak kumis kucing dengan nilai persensentase inhibisi enzim alfa amilase.

Tabel 5 Nilai IC50 inhibisi enzim alfa amilase dan alfa glukosidase kumis kucing dan acarbose

Jenis inhibisi Sampel Nilai IC50

Alfa amilase Kumis kucinga 55.38 mg/mL

Kumis kucingb 36.70 mg/mL

Acarboseb 4.89 mg/mL

Alfa glukosidase Kumis kucingb 4.63 mg/mL

Acarboseb 1.93 mg/mL

a

Kumis kucing aksesi Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar, bHasil penelitian Mohamedet al (2012) mengenai inhibisi ekstrak50% etanol kumis kucing.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa daya inhibisi alfa amilase dari ekstrak kumis kucing dengan pelarut air memiliki nilai IC50 sebesar 55.38 mg/mL. Sementara nilai IC50 dari acarbose sebagai kontrol positif dari inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa amilase adalah 4.89 ±0.397 mg/mL ( Mohamed et.al. 2012). Daya inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa glukosidase memiliki nilai IC50 sebesar 4.63±0.413 mg/mL dan nilai IC50 acarbose dari inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa glukosidase yaitu sebesar 1.93 ± 0.281 mg/mL (Mohamed et.al. 2012). Pengujian Inhibisi Dua Puluh Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa terhadap Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase

Diabetes melitus merupakan penyakit kerusakan fungsi organ, yaitu pankreas yang dicirikan oleh suatu keadaan hiperglikemia atau tingginya kadar glukosa dalam darah. Penyakit ini disebabkan pankreas tidak mampu menghasilkan insulin sesuai jumlah kebutuhan tubuh atau dapat menghasilkan

insulin namun tidak responsif terhadap glukosa sehingga glukosa yang terdapat pada aliran darah terus meningkat.

Penyakit ini dapat dikendalikan dengan mengontrol glukosa darah postprandial agar glukosa darah tetap dalam keadaan stabil mendekati kondisi normal. Penurunan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes dapat dilakukan dengan menghambat proses pemecahan karbohidrat menjadi gula-gula sederhana. Glukosa hasil pemecahan atau hidrolisis pati atau karbohidrat masuk ke aliran darah melalui dinding usus halus. Dengan adanya proses penghambatan terhadap pemecahan karbohidrat maka akan terjadi penurunan jumlah glukosa yang diserap oleh usus halus masuk ke dalam aliran darah. Pemecahan karbohidrat dilakukan oleh enzim hidrolase, salah satunya yaitu alfa amilase dan alfa glukosidase yang berada pada sistem pencernaan. Inhibitor mampu menghambat pencernaan karbohidrat dan absorpsi glukosa ke dinding usus halus yang mengakibatkan penurunan glukosa postprandial (Kazeem et al. 2013). Berdasarkan penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa 1.0 g/kg ekstrak kumis kucing terbukti secara signifikan mampu mereduksi konsentrasi glukosa plasma darah pada tikus normal sebanyak 25% dan tikus diabetes sebanyak 24% (Sriplang 2007). Kemampuan tersebut disebabkan karena kumis kucing mengandung komponen yang berfungsi sebagai agen inhibitor.

Pengujian aktivitas inhibitor dilakukun untuk mengetahui besarnya masing-masing penghambatan terhadap aktivitas enzim alfa amilasedan alfa glukosidase dari ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.Prinsip dari penghambatan aktivitas enzim alfa amilase adalah enzim menghidrolisis pati sehingga menghasilkan maltosa atau glukosa. Semakin besar daya cerna pati maka akan dihasilkan glukosa atau maltosa yang tinggi. Namun jika terdapat inhibitor maka akan terjadi penurunan daya cerna pati yang mengakibatkan penurunan jumlah glukosa yang terbentuk. Jumlah glukosa yang terbentuk kemudian akan dideteksi oleh pereaksi DNS melalui metode pewarnaan. Semakin banyak glukosa yang terbentuk maka warna yang dihasilkan akan lebih pekat. Sebaliknya jika glukosa yang dihasilkan semakin sedikit maka warna yang dihasilkan akan semakin pudar yang menunjukkan bahwa semakin kuat inhibitor dalam menghambat aktivitas enzim.

Sementara prinsip pengujian dari alfa glukosidase adalah menggunakan model penghambatan substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa menjadi p-nitrofenil

(berwarna kuning) dan glukosa oleh enzim α-glukosidase. Warna kuning yang dihasilkan menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor menghambat kerja α-glukosidase maka warna kuning larutan yang dihasilkan akan lebih pudar dibandingkan larutan tanpa inhibitor.

Pengamatan penghambatan aktivitas enzim amilase dan alfa glukosidase dilakukan dengan membandingkan absorbansi kontrol (kontrol A) dan sampel. Masing-masing absorbansi tersebut dikoreksi dengan blanko agar hasil yang dipeoleh akurat. Larutan kontrol (kontrol A) terdiri dari substrat dan enzim. Larutan ini bertujuan untuk menghitung jumlah glukosa yang terbentuk selama proses hidrolisis terjadi oleh enzim alfa amilase maupun enzim alfa glukosidase. Larutan ini dikoreksi dengan blanko kontrol (blanko) yang berisi larutan buffer dan substrat. Larutan ini digunakan untuk menghitung jumlah glukosa atau gula-gula sederhana awal yang terdapat pada substrat. Berbeda dengan blanko dari uji

18

Gambar 4. Grafik nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase pada konsentrasi 80 mg/mL dan nilai inhibisi alfa glukosidase pada konsentrasi 25 mg/ml ekstrak kumis kucing dari 20 jenis aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa.

Keterangan: Jenis kumis kucing ( A: Lido Sukabumi, B: Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi, C: Desa Benteng Ciampe Bogor, D: Kebun Biofarmaka IPB (Bunga Putih), E: Desa Pawenang Nagrak Sukabumi, F: Kebun Biofarmaka IPB ( Bunga Ungu), G: Desa Cilamaya Ponggag Purwakarta, H: Subang, I: Cijantung Sukatani Purwakarta, J: Lembang (Bunga Putih), K: Lembang (Bunga Intermediet), L: Lembang (Bunga Ungu), M: Pasar Rebo Purwakarta, O: Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri, P: Poncol 1020-1034 m Dpl, Q: Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan, R: Desa Plaosan Magetan, S: Desa Geni Langit Poncol Magetan, T: Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar, U: Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang.

66,94 72,77 50,29 53,33 65,70 58,77 55,06 65,22 45,83 63,51 45,94 63,30 45,82 77,45 58,36 62,28 72,95 71,43 70,55 63,64 88,60 96,99 82,72 83,48 88,67 94,58 60,53 57,38 94,52 83,99 97,28 71,93 86,79 99,90 90,51 59,43 57,93 86,91 95,79 91,57 0 20 40 60 80 100 A B C D E F G H I J K L M O P Q R S T U N il a i i n h ib is i (% )

Jenis aksesi kumis kucing

% inhibisi alfa amilase (80 mg/mL) % inhibisi alfa glukosidase (25 mg/mL)

inhibisi alfa amilase, larutan blanko dari uji inhibisi alfa glukosidase tidak mengukur jumlah glukosa awal yang sudah terbentuk. Larutan blanko sampel (kontrol B) berisi substrat dan ekstrak kumis kucing. Larutan ini pada uji inhibisi alfa amilase digunakan untuk menghitung jumlah glukosa atau gula-gula sederhana yang berada pada substrak dan ekstrak kumis kucing. Sementara pada uji inhibisi alfa glukosidase larutan blanko sampel (kontrol B) untuk mengoreksi warna dari ekstrak kumis kucing. Larutan sampel berisi enzim, substrat, dan ekstrak kumis kucing. Larutan ini digunakan untuk menghitung jumlah glukosa atau gula-gula sederhana yang terbentuk dari proses hidrolisis sampel maupun yang bukan hasil hidrolisis dengan adanya inhibitor. Hasil dari pengujian penghambatan aktivitas enzim alfa amilase terhadap ekstrak kumis kucing dibandingkan dengan nilai penghambatn aktivitas enzim alfa amilase terhadap acarbose. Acarbose merupakan inhitor komersial yang telah terbukti efektif menghambat aktivitas enzim alfa amilase sehingga menyebabkan penurunan daya cerna pati.

Berdasarkan data penelitian (Gambar 4) menunjukkan bahwa setiap aksesi kumis kucing memiliki nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase yang berbeda-beda. Nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase pada konsentrasi 80 mg/mL ekstrak kumis kucing terbesar berasal dari Keluruhan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto sebesar 77.45%. Sementara penghambatan terkecil berasal dari Cijantung Sukatani Purwakarta sebesar 45.83%. Nilai inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa glukosidase pada konsentrasi 25 mg/mlL ekstrak kumis kucing terbesar berasal dari Keluruhan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto sebesar 99.90%. Sementara inhibisi terkecil berasal dari Subang sebesar 57.38%.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Mohamed et al. (2012), ekstrak dengan 50% etanol kumis kucing mampu menghambat aktivitas enzim alfa amilase sebesar 69.2% pada konsentrasi 62.5 mg/mL. Nilai inhibisi alfa amilase yang dihasilkan pada penelitian ini lebih kecil dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mohamed et al.(2012). Pada konsentrasi 80 mg/mL ekstrak air kumis kucing memiliki nilai penghambatan yang hampir sama dengan ekstrak 50% etanol pada konsentrasi 62.5 mg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan pelarut etanol mampu mengekstrak fraksi-fraksi komponen yang terkandung dalam daun kumis kucing yang lebih banyak dibanding dengan pelarut air. Walaupun nilai inhibisi enzim ekstrak etanol lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air namun ekstrak air dalam pembuatannya lebih mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama serta dalam pembuatannya tidak memerlukan alat yang umumnya tidak dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat dapat membuat ekstrak kumis kucing layaknya mereka menyeduh teh.

Hasil uji statistik one way ANOVA menunjukkan bahwa jenis aksesi kumis kucing berpengaruh terhadap nilai penghambatan aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa masing-masing aksesi memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai penghambatan aktivitasnya pada taraf 0.05. Setiap ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah memiliki inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase yang berbeda-beda. Perbedaan penghambatan masing-masing aksesi kumis kucing disebabkan perbedaan jumlah dan jenis konsentrasi masing-masing komponen senyawa bioaktif yang berperan sebagai inhibitor seperti senyawa flavonoid dan terpenoid.

20

Tabel 6 Nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidasedari 20 jenis aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa

Jenis aksesi kumis kucing Inhibisi alfa

amilase (%)1

Inhibisi alfa glukosidase (%)2

Lido Sukabumi 65.70±0.00i 88.60±0.32g

Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi

58.77±0.58k 96.99±0.91j

Desa Benteng Ciampea Bogor 55.06±0.00b 96.66±0.64j

Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih) 65.22±0.00c 83.48±0.00e

Desa Pawenang Nagrak Sukabumi 45.83±0.00h 88.67±1.16g

Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu) 63.51±0.37e 94.58±0.44i

Desa Cilamaya Pongag Purwakarta 45.94±0.00d 60.53±1.23c

Subang 63.30±0.00h 57.38±0.67a

Cijantung Sukatani Purwakarta 45.82±0.00a 94.52±0.44i

Lembang (Bunga putih) 77.45±0.59g 83.99±0.42e

Lembang (bunga intermediet) 45.94±0.00a 96.66±0.64j

Lembang (bunga ungu) 63.30±0.00g 71.93±1.98d

Pasar Rebo Purwakarta 45.82±0.00a 86.79±0.13f

Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri

77.45±0.59i 99.90±0.00k

Poncol 1020-1034 m dpl 58.36±0.00e 90.51±0.56h

Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan 62.28±0.00f 59.43±0.32bc

Desa Plaosan Plaosan Magetan 72.95±0.72k 57.93±0.10ab

Desa Geni Langit Poncol Magetan 71.43±1.27j 86.91±0.88f

Desa Gedangan Karangpandan

Karanganyar

70.55±0.00j 95.79±1.20ij Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota

Semarang

63.64±0.85g 91.58±0.47h

1

Kemampuan inhibisi alfa amilase dari ekstrak kumis kucing pada konsentrasi 80 mg/ml,

Dokumen terkait