• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Kemampuan Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa sebagai Inhibitor Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Kemampuan Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa sebagai Inhibitor Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN EKSTRAK KUMIS KUCING DARI BERBAGAI DAERAH DI PULAU JAWA SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS ENZIM ALFA AMILASE DAN ALFA GLUKOSIDASE

RITA WIDYAWATI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Kemampuan Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa sebagai Inhibitor Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Rita Widyawati

(4)
(5)

ABSTRAK

RITA WIDYAWATI.Identifikasi Kemampuan Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa sebagai Inhibitor Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase. Dibimbing oleh DIDAH NUR FARIDAH dan ANI KURNIAWATI

Kumis kucing merupakan tanaman yang banyak dijumpai di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Kumis kucing merupakan salah satu jenis simplisia yang digunakan sebagai obat berbagai penyakit termasuk diabetes. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kemampuan kumis kucing dari 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di Pulau Jawa sebagai inhibitor alfa amilase dan alfa glukosidase. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol kumis kucing memiliki kemampuan inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa amilase yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Namun dalam penelitian ini pelarut yang digunakan untuk mengekstrak komponen kumis kucing menggunakan air. Hal tersebut berdasarkan kebiasaan masyarakat secara tradisional dalam mengkonsumsi minuman kumis kucing. Kemampuan inhibisi enzim alfa amilase semakin besar dengan meningkatnya jumlah konsentrasi ekstrak. Hasil analisis ANOVA menunjukkan kemampuan inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase dari 20 jenis aksesi kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa menunjukkan perbedaan yang signifikan pada taraf 0.05. Kemampuan inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase tertinggi berasal dari Keluruhan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto. Sementara kemampuan inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase terkecil berturut-turut berasal dari Cijantung Sukatani Purwakarta dan Subang.

(6)

ABSTRACT

RITA WIDYAWATI. The Identification of Ability of Orthosiphon stamineus.Benth Extract from Various Regions in Java Island as Inhibitor of Amylase and Alpha-Glucosidase Enzyme. Supervised by NUR FARIDAH dan ANI KURNIAWATI

Orthosiphon stamineus.Benth is a plant that can be found in Indonesia, especially in Java Island. Orthosiphon stamineus.Benth is one of simplisias used as medicine to treat various diseases including diabetes. This study aims to identify the capability of 20 Orthosiphon stamineus.Benth accession from various regions in Java Island as inhibitor of alpha-amylase and alpha-glucosidase enzyme. The result showed that the extract ethanol had a capability to inhibit alpha amylase enzyme activity was higher than the water. However,in this study the solvent used to extract th ecomponents of

Orthosiphon stamineus.Benth was water, based on the habits of the traditional people consuming Orthosiphon stamineus.Bent has beverage. Inhibiting capability of the alpha-amylase increase as long as the concentration increase. The ANOVA analysis showed that the ability of alpha-glucosidase and alpha amylase enzyme inhibition from 20 accession of Orthosiphon stamineus.Benth from several regions in Java Island had the significant difference at 0.05 level. The highest inhibiting abilility alpha amylase and alpha glucosidase were from Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto. The lowest inhibiting abilility of alpha amylase and alpha glucosidase were from Cijantung Sukatani Purwakarta and Subang.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN EKSTRAK KUMIS KUCING DARI BERBAGAI DAERAH DI PULAU JAWA SEBAGAI INHIBITOR AKTIVITAS ENZIM ALFA AMILASE DAN ALFA GLUKOSIDASE

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian tentang kemampuan inhibisi dari enzim perncernaan yaitu alfa amilase dan alfa glukosidase berhasil diselesaikan. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul

Orthosiphon spicatus (Thumb)) sebagai Bahan Baku Obat Herbal Antihiperglikemia melalui Standardisasi Produksi Biomassa, Kadar Bioaktif dan Pengujian Khasiatnya”, yang didanai oleh BOPTN dengan skema penelitian lintas Fakultas/Departemen/Pusat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada IbuDr Didah Nur Faridah,STP,MSi dan Ibu Ani Kurniawati,SP,MSi selaku pembimbing, dan kepada Dirjen DIKTI melalui dana BOPTN hibah lintas Fakultas yang telah mendanai penelitian, serta staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang banyak membantu kelancaran dan memberikan saran dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terimakasih juga untuk teman-teman Andika House dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas dukungan dan doa kalian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

METODE 4

Bahan 4

Alat 4

Metode Penelitian 4

Metode Analisis 6

Rancangan Percobaan 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Kandungan Bioaktif Kumis Kucing 8

Kadar Air Serbuk Daun Kumis Kucing 13

Pemilihan Pelarut Ekstraksi 14

Penentuan Konsentrasi Pengujian Inhibisi Alfa Amilase dan Penentuan IC50 15

Pengujian Inhibisi Dua Puluh Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa terhadap Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase 16

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 30

(14)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase... 7

2. Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase ... 8

3. Kandungan bioaktif tanaman kumis kucing ... 9

4. Nilai kadar Air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah ... 13

5. Nilai IC50 inhibisi enzim alfa amilase dan alfa glukosidase kumis kucing dan acarbose ... 16

6. Nilai IC50 inhibisi alfa amilase dari 20 jenis aksesi kumis kucing di berbagai daerah di Pulau Jawa ... 21

7. Nilai IC50 inhibisi alfa glukosidase dari 20 jenis aksesi kumis kucing di berbagai daerah di Pulau Jawa. ... 22

8. Nilai IC50 inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase berbagai ekstrak tanaman ... 25

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir penelitian ... 5

2. Hasil persen inhibisi alfa amilase ekstrak etanol dan air. ... 14

3. Nilai inhibisi aktivitas enzim amilase terhadap kumis kucing berbagai konsentrasi. ... 15

4. Grafik nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase pada konsentrasi 80 mg/mL dan nilai inhibisi alfa glukosidase pada konsentrasi 25 mg/mL ekstrak kumis kucing dari 20 jenis aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa. ... 18

5. Grafik nilai IC50 kumis kucing dari 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di Pulau Jawa ... 24

6. Struktur acarbose ... 26

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nilai kadar air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa ... 30

2. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak dengan persen inhibisi aktivitas enzim alfa amilase ... 31

3. Nilai persen inhibisi aktivitas enzim amilase salah satu jenis kumis kucingdari berbagai konsentrasi ... 31

4. Contoh perhitungan nilai IC50 inhibisi alfa da alfa glukosidase kumis kucing dari 20 aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa ... 32

5. Cara penggolongan kemampuan inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase kumis kucing... 33

6. Nilai Inhibisi aktivitas enzim alfa amilase ekstrak kumis kucing dengan pelarut etanol dan air ... 34

7. Persen inhibisi aktivitas enzim alfa amilase 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa pada konsentrasi 80 mg/mL ... 34

8. Persen inhibisi aktivitas enzim alfa glukosidase 20 aksesi kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa pada konsentrasi 25 mg/mL. ... 35

(15)

10. Analisi ANOVA inhibisi aktivitas enzim alfa amilase kumis kucing ... 37 11. Hasil eksplorasi tanaman kumis kucing pada 20 aksesi di berbagai lokasi di

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini kepedulian masyarakat akan kesehatan semakin tinggi. Hal ini terbukti dari semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat melalui konsumsi pangan fungsional. Pangan funsional diyakini dapat mencegah penyakit degeneratif dan dapat memperbaiki efek fungsionalitas tubuh serta sebagai agen terapetik. Konsumsi pangan fungsional semakin meningkat dengan semakin meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif seperti diabetes melitus. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak menular yang jumlah penderitanya terus meningkat. Pada tahun 2005, jumlah penderita diabetes melitus di seluruh dunia diperkirakan sekitar 150 juta jiwa dan pada tahun 2010 jumlahnya meningkat menjadi 220 juta jiwa (Kim et al. 2008). Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat di dunia, yaitu sekitar 300 juta jiwa pada tahun 2025 (Reinaueret al. 2002). Diabetes melitus merupakan penyakit

kelainan kelenjar pankreas, yakni terjadinya gangguan sekresi insulin oleh sel β

langerhans pada organ tersebut (Si et al. 2010). Diabetes melitus terdiri atas dua tipe, yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 atau Non insulin dependent merupakan jenis penyakit diabetes yang disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang olahraga, dan stres, serta penuaan (Kaku 2010). Penderita diabetes tipe tersebut diharuskan menghadapi proses terapi sepanjang hidupnya untuk mengontrol kadar glukosa darah dan mencegah terjadinya komplikasi.

Salah satu cara untuk membantu menangani penyakit diabetes melitus tipe 2 adalah dengan cara mengontrol glukosa darah postprandial. Glukosa darah postprandial merupakan nilai glukosa darah setelah mengkonsumsi makanan tertentu. Ketika mengonsumsi makanan maka akan terjadi proses hidrolisis karbohidrat di dalam tubuh oleh enzim hidrolisis seperti alfa amilase dan alfa glukosidase. Karbohidrat yang telah dicerna kemudian akan diserap oleh dinding usus halus dalam bentuk monosakarida. Proses hidrolisis karbohidrat dapat dihambat dengan senyawabioaktif dari tanaman yang berfungsi sebagai senyawa

kompetitor enzim α-amilase dan α-glukosidase (Lee et al. 2010).

Enzim alfa amilase merupakan enzim yang berperan dalam memotong

ikatan α-1,4 glikosida secara acak, tidak memotong cabang yang memiliki ikatan

α-1,6 glikosida. Hasil akhir pencernaan α-amilase adalah maltodextrin linear yang pendek, yang dapat berupa glukosa, maltosa, maltotriosa, maltotetraosa,

maltopentosa, maltoheksosa dan α-dekstrin (Nigam & Singh1995). Enzim α -glukosidase adalah enzim yang mengkatalisasi pemecahan ikatan α-1,4 glikosida dan α-1,6 glikosida (Nuamov 2011).Enzim α-glukosidase berfungsi untuk

(18)

2

dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes melitus (Shinde et al. 2008).

Inhibitor alfa glukosidase dan alfa amilase yang sudah umum digunakan dalam dunia kesehatan adalah akarbose, miglitol,dan voglibose. Namun inhibitor tersebut memiliki efek samping terutama yang terjadi pada fungsi gastrointestinal antara lain adalah mual, diare, flatulensi, dan kembung (Bayer 2011). Dengan demikian diperlukan senyawa inhibitor alami yang sifatnya lebih aman dan tidak memiliki efek samping yang berlebihan. Salah satu yang berpotensi menjadi agen inhibitor adalah jenis simplisia. Simplisia merupakan produk dari bahan alami yang mengandung senyawa aktif yang belum mengalami proses apapun kecuali pengeringan.

Simplisia daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dijadikan sebagai treatment berbagai macam penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, dan obesitas. Tanaman kumis kucing juga dapat dijadikan sebagai antiinflamasi, antibakteri dan sumber antioksidan (Adnyana et al. 2013). Berdasarkan penelitian Mohamed et al. (2011), kumis kucing mampu mereduksi glukosa darah pada tikus diabetes yang diinduksi STZ. Kumis kucing yang diekstrak dengan 50% ethanol memiliki daya penghambatan terhadap aktivitas enzim pencernaan yaitu alfa glukosidase dan alfa amilase (Mohamed et al. 2012).

Daun kumis kucing memiliki komponen bioaktif berupa polifenol, flavonoid, dan terpenoid. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa komponen polifenol dan terpenoid pada kumis kucing berkontribusi terhadap kesehatan (Yam et al. 2008,2009). Flavonoid lipofilik yang di isolasi dari kumis kucing memiliki aktivitas sebagai radical scavenger atau antioksidan dan menghambat senyawa 15-lipoksigenase dari kedelai (Akowuah 2007, Yam 2008). Komponen fenolik dan flavonoid tanaman kumis kucing juga berperan penting dalam mengontrol hiperglikemia (Sriplang et al 2007).

Tanaman kumis kucing banyak ditanam di berbagai daerah di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Kumis kucing dari daerah-daerah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Tanaman kumis kucing memiliki keragaman morfologi, mulai dari organ vegetatif hingga generatif tanaman. Kedua hal tersebut menyumbang keragaman bahan baku herba kumis kucing yang dihasilkan, baik dari biomassa maupun bioaktif. Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan, input budidaya dan faktor dari dalam tanaman (genetik). Di sisi lain juga dilaporkan bahwa habitat tanaman kumis kucing sangat luas dan beragam, baik dari aspek altitude, aspek edafik maupun aspek iklim yang sangat mungkin menyumbang keragaman biomassa dan kadar bioaktif tanaman (Kurniawati et al

2013). Berdasarkan penelitian Anttonen (2006) menyebutkan bahwa lingkungan tempat tumbuh berpengaruh terhadap kandungan senyawa quersetin dan kaemferol buah strawberi. Hoeck et al. (2005) juga menyebutkan bahwa kandungan isoflavon dari kedelai salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh.

(19)

penelitian ini diharapkan diperoleh jenis kumis kucing terbaik yang dapat dikembangkan oleh agronomis untuk keperluan bahan baku herba kumis kucing sebagai obat maupun pangan fungsional.

Perumusan Masalah

Penderita penyakit hiperglikemik di Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan yang drastis. Dengan demikian perlu adanya solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Berbagai penelitian telah dikembangkan untuk mengatasi penyakit diabetes. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan senyawa bioaktif yang terdapat pada berbagai tanaman. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa senyawa bioaktif pada berbagai tanaman mampu menghambat kerja

enzim-enzim pencernaan seperti α-amilase dan α-glukosidase.

Kemampuan ekstrak tanaman dalam menghambat kerja enzim alfa amilase dan alfa glukosidase dapat digunakan sebagai terapi untuk penderita diabetes tipe 2. Penghambatan kerja enzim tersebut akan berdampak pada menurunnya absorpsi glukosa dalam tubuh. Rendahnya absorpsi glukosa oleh usus halus akan mengakibatkan menurunnya jumlah glukosa yang berada pada aliran darah.

Kumis kucing diketahui memiliki kemampuan inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase. Kumis kucing banyak ditanam di berbagai wilayah di Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Hal tersebut menyebabkan kumis kucing memiliki keragaman morfologi yang besar yang secara langsung berpengaruh terhadap kandungan bioaktif yang dihasilkan. Keragaman tersebut dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor internal tanaman (genetik).

Identifikasi aktivitas ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa sebagai inhibitor alfa glukosidase sudah pernah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian ini merupakan upaya untuk mengidentifikasi aktivitas inhibitor alfa glukosidase dan alfa amilase ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa yang sudah dikoleksi di Kebun Pusat Studi Biofarmaka IPB.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan kumis kucing dari 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di Pulau Jawa sebagai inhibitor alfa amilase dan alfa glukosidase.

Manfaat Penelitian

(20)

4

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun kumis kucing 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di Pulau Jawa yang diperoleh dari perkebunan biofarmaka IPB tidak diperoleh di masing-masing daerah. Kumis kucing yang digunakan sebagai sampel penelitian berumur 2 bulan dan bagian kumis kucing yang diambil adalah buku pertama dan kedua. Selain kumis kucing bahan yang digunakan, yaitu dimetil sulfoksida, etanol, akuades, gas N2, asam

3,5-dinitrosalisilat, enzim alfa-amilase (Fluka 10070), larutan pati, enzim alfa glukosidase (Sigma Aldrich G5003-100UN), p-nitrofenil-α-D glukofiranosa (Sigma Aldrich N1377-1G), Na2CO3, dan buffer fosfat.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, blender, sentrifuse, kertas saring Whatman 42, silica gel,oven, cawan aluminium, spektrofotometer, labu ukur, pipet tetes, gelas piala, tabung reaksi,micro kuvet, ultrasonik, alat penangas dan water bath.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap kegiatan yaitu, penyiapan serbuk kering kumis kucing dan pengukuran kadar air, penentuan pelarut terpilih untuk mengekstrak serbuk kumis kucing dan pengujian inhibisi alfa amilase dan glukosidase dari 20 sampel kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Berikut diagram alir penelitian.

Daun kumis kucing

Pengeringan dengan lampu bohlam

Daun kumis kucing kering

Penghancuran dengan blender

Serbuk kumis kucing

Pengukuran kadar air serbuk kumis kucing

Penentuan pelarut ekstraksi terpilih (etanol dan air) pada uji inhibisi alfa

(21)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

a. Penyiapan Serbuk Daun Kumis Kucing dan Pengukuran Kadar Air Daun kumis kucing dikeringkan dengan cahaya lampuselama kurang lebih 8 jam hingga kadar air 10%. Lampu yang digunakan adalah lampu bohlam 60 watt sebanyak 6 buah dengan luas alat pengering 2 m x 0.5 m dengan suhu 40 0C. Pengeringan menggunakan cahaya lampu dimaksudkan agar warna daun tetap berwarna hijau. Daun yang telah dikeringkan kemudian dihancurkan dengan blender dan disimpan di refrigerator pada suhu 40 C sebelum dilakukan pengujian. Serbuk kumis kucing yang telah dihancurkan dilakukan pengukuran kadar air terhadap serbuk kumis kucing tersebut.

b. Penentuan Pelarut terpilih

Percobaan ini bertujuan untuk memilih pelarut yang digunakan untuk mengekstrak serbuk kumis kucing. Pelarut yang dibandingkan adalah pelarut air dan etanol. Keduanya dibandingkan terhadap nilai inhibisi alfa amilase.

Ekstraksi sampel daun kumis kucing dilakukan dengan menggunakan pelarut air. Sebanyak 2 g (b.k) serbuk sampel diekstrak dengan 25 mL pelarut. Campuran tersebut dididihkan selama 5 menit. Setelah itu kemudian ekstrak disaring dengan kertas saring Whatman 42 menggunakanan penyaring vakum. Ekstrak yang sudah disaring kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit untuk memurnikan ekstrak.

Sementara ekstraksi sampel dengan etanol dilakukan dengan modifikasi dari metode yang dilakukan oleh Nickavar et al. (2008) dan Mohamed et al. (2012). Sebanyak 1,0 g (b.k) serbuk sampel diekstrak dengan 10 mL pelarut. Campuran tersebut kemudian diultrasonikasi dengan frekuensi 40 kHz pada suhu ruang selama 20 menit (BRANSONIC Ultrasonic cleaner 8510E-MTH, USA). Ekstrak dimasukkan ke dalam vial kaca berwarna coklat kemudian dihembuskan dengan gas N2 untuk menguapkan sisa pelarut.

c. Penentuan Konsentrasi Pengujian Inhibisi Alfa Amilase dan Penentuan Nilai IC50

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang terbaik yang memiliki penghambatan terbesar terhadap inhibisi aktivitas enzim alfa amilase. Pengujian inhibisi alfa amilase dilakukan terhadap salah satu sampel dengan berbagai konsentrasi yaitu, 20 mg/mL, 40 mg/mL, 60 mg/mL dan 80 mg/mL.

Ekstrak kumis kucing

Pengujian inhibisi alfa amilase dari 20 jenis aksesi kumis

kucing

Pengujian inhibisi alfa glukosidase dari 20 jenis aksesi

(22)

6

Setelah itu dilakukan penentuan nilai IC50. IC50 merupakan nilai yang menunjukan

konsentrasi yang menghasilkan inhibisi atau penghambatan sebanyak 50%. Nilai IC50 diperoleh dari persamaan y = a + bx yang dihasilkan dari plot hubungan

antara konsentrasi ekstrak dengan nilai persentase inhibisi dengan a adalah nilai konsentrasi ekstrak dan b adalah persentase inhibisi alfa amilase.

d. Penentuan Inhibisi α-Amilase

Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis aksesi kumis kucing terhadap penurunan aktivitas enzim alfa amilase. Pati yang digunakan sebagai substrat dihidrolisis oleh enzim alfa amilase menghasilkan gula-gula sederhana. Semakin tinggi daya cerna suatu pati berarti semakin banyak patiyang dapat dihidrolisis dalam waktu tertentu yang ditunjukkan oleh semakin banyaknyaglukosa dan maltosa yang dihasilkan. Glukosa dan maltosa dapat bereaksi dengan DNS (asam dinitrosalisilat) sehingga kadar keduanya dapat diukur secara spektrofotometripada panjang gelombang 540 nm. Semakin banyak glukosa atau maltosa yang dihasilkan maka akan menghasilkan warna kuning yang semakin pekat. Jika inhibitor semakin kuat maka warna kuning yang dihasilkan akan semakin pudar dibanding tanpa inhibitor.

e. Penentuan Inhibisi α-Glukosidase

Uji inhibisi enzim α-glukosidase menggunakan model penghambatan pemecahan substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa menjadi p-nitrofenil (berwarna kuning) dan glukosa oleh enzim α-glukosidase. Aktivitas inhibisinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm.Uji in vitro

menggunakan metode spektrofotometri dengan substrat p-nitrofenil- α -D-glukopiranosida (p-NPG). Setelah terhidrolisis, substrat akan menjadi α -D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning. Warna kuning yang dihasilkan menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi.

Semakin besar kemampuan inhibitor menghambat kerja α-glukosidase, maka warna kuning larutan yang dihasilkan akan semakin pudar dibandingkan larutan tanpa inhibitor.

Metode Analisis Analisis Kadar Air (AOAC 2005)

Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prosedur analisis kadar air sebagai berikut: cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 ºC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dioven pada suhu 100-105 ºC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar air (%bb)= −

− 100%

Keterangan :

(23)

Pengujian Inhibisi α-Amilase ( Cengis et al. 2010 dengan modifikasi )

Larutan enzim alfa amilase yang digunakan adalah enzim amilase 1 unit/mL. Campuran reaksi terdiri dari blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel (Tabel 1). Kemudian campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit, larutan pati 1% (b/v) ditambahkan sebanyak 100 μL dan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 10 menit. Setelah inkubasi kedua, pereaksi DNS 0.096 M ditambahkan sebanyak 200 μL dan diinkubasi kembali selama 10 menit pada air mendidih. Setelah itu, 2 mL air destilata ditambahkan dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 540 nm.

Buffer yang digunakan adalah buffer fosfat 0.02 M. Pati 1% (b/v) dibuat dari 1 gram pati kentang soluble dilarutkan dengan100 mL buffer fosfat. Pereaksi DNS 0.096 M dibuatdengan melarutkan 1 gram asam 3,5-dinitrosalisilat ke dalam 50 mL akuades yang dididihkan. Larutan DNS tersebut kemudian dicampurkan dengan larutan natrium kalium fosfat, yang dibuat dari 30 gram natrium kalium tartrate dipanaskan bersama-sama dengan 20 mL NaOH 2 M. Volume campuran larutan tersebut kemudian ditepatkan sampai 100 mL dengan penambahan akuades.

Tabel 1 menunjukkan kombinasi jumlah sampel, buffer fosfat, dan enzim yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Blanko digunakan untuk menghitung gula-gula sederhana awal pada pati yang bukan hasil hidrolisis enzim. Kontrol A digunakan untuk menghitung seluruh gula baik gula awal maupun gula sederhana hasil hidrolisis enzim. Kontrol B bertujuan untuk menghitung gula sederhana awal pada pati dan kumis kucing sedangkan sampel bertujuan untuk menghitung gula sederhana awal pada pati dan kumis kucing serta gula hasil hidrolisis enzim dengan dengan adanya inhibitor yaitu kumis kucing.

Tabel 1 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa amilase

Larutan Blanko (µL) Kontrol A (µL) Kontrol B (µL) Sampel (µL)

Ekstrak - - 100 100

Buffer 200 100 100 -

Pati 100 100 100 100

DNS 200 200 200 200

Air 2000 2000 2000 2000

Pengujian Inhibisi Enzim α-Glukosidase (Phan et al. 2013 dengan modifikasi )

Enzim alfa glukosidase yang digunakan berasal dari Saccharomyces cerevisiae tipe I dengan aktivitas 0.5 unit/mL yang dilarutkan dalam buffer fosfat 0,1 M. Campuran reaksi terdiri dari blanko, kontrol A,kontrol B, dan sampel. Kemudian campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37°C selama 10 menit, larutan p-nitrofenil-α-D-glukofiranosida 0.025 M ditambahkan sebanyak 100 μL dan diinkubasi kembali pada suhu 37°C selama 20 menit. Setelah inkubasi kedua,tambahkan 350 μL larutan natrium karbonat (Na2CO3) 2 M dan diencerkan

(24)

8

Tabel 2 menunjukkan kombinasi jumlah sampel, buffer fosfat, dan enzim yang diberikan pada blanko, kontrol A, kontrol B, dan sampel. Kontrol A digunakan untuk menghitung seluruh gula sederhana hasil hidrolisis enzim. Sampel bertujuan untuk menghitung gula sederhana yang terbentuk dari hidrolisis substrat dengan adanya inhibitor yaitu kumis kucing. Sementara warna yang terbentuk dari reaksi pada sampel dikoreksi dengan kontrol B agar warna yang terbentuk benar-benar merupakan hasil hidrolisis enzim.

Tabel 2 Jumlah larutan pada analisis aktivitas inhibisi alfa glukosidase

Larutan Blanko (µL) Kontrol A (µL) Kontrol B (µL) Sampel (µL)

Ekstrak - - 100 100

Buffer 200 100 100 -

Substrat 100 100 100 100

Na2CO3 350 350 350 350

Air 1000 1000 1000 1000

Rancangan Percobaan

Penelitian pada tahap penentuan inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase dari ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa menggunakan Rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu ekstrak yang berasal dari daerah yang berbeda. Model linier yang digunakan adalah

� = �+� +�

Keterangan:

i = Nilai parameter pengamatan dari perlakuan ke-i, pengamatan ke-j

μ = Nilai tengah umum rata-rata sebenarnya

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij= Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i, pengamatan ke-j

Hasil yang akan diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan

Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 5%. Percobaan akan dilakukan satu kali ulangan secara duplo.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Bioaktif Kumis Kucing

(25)

Tabel 3 Kandungan bioaktif tanaman kumis kucing

No Jenis senyawa Kelas Sumber Referensi

1 Sinensetin Flavonoid Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang

yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.

Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing dari Malaysia.

Diisolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis kucing

Yuliana et al (2009)

Akowuah et al (2004) Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009) Mohamed et al (2011) Mohamed et al (2012)

2 Eupatorin Flavonoid Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang

yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda

Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing dari Malaysia.

Diisolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis kucing

Yuliana et al (2009)

Akowuah et al (2004) Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009) Mohamed et al (2011) Mohamed et al (2012)

3 3’-Hidroksi-5,6,7,4’- tetrametoksiflavon

Flavonoid Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing

dari Malaysia.

Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.

Isolasi dari 50% ekstrak etanol dari tanaman kumis kucing.

Akowuah et al (2004) Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009) Mohamed et al (2011) Yuliana et al (2009)

Mohamed et al (2012)

(26)

10

No Jenis senyawa Kelas Sumber Referensi

4 Tetrametillscutellarein Flavonoid Diisolasi dari bermacam-macam ekstrak daun dan batang

yang berdekatan dari kumis kucing dari Belanda.

Yuliana et al (2009)

5 5,6-Dihidroksi-7,4’ -dimetoksiflavon

6 Asam rosmarinik Polifenol Ditemukan di ekstrak hidroalkoholik daun kumis kucing

dari Malaysia.

Akowuah et al (2005) Yam et al (2008) Yam et al (2009)

7 Orthosiphol A, orthosiphol B

Diterpen Diisolasi dari ekstrak metanol kumis kucing dari taiwan Nguyen et al (2004)

8 Orthosiphol D

9 Orthosiphol K

10 Orthosiphol M

11 Orthosiphol N

12 Orthosiphol X, orthosiphol Y

13 3-O-Deacetylorthosiphol I

14 2-O-Deacetylorthosiphol J

15 14-Deoxo-14-O-acetylorthosiphol

Y

16 Orthosiphonone A

17 2-O-Deacetylorthosiphonone A

18 Staminol C, Staminol D

19 Secoorthosiphol B,

Secoorthosiphol C

20 Nororthosiphonolide

21 Neoorthosiphol B

21 Neoorthosiphonone Diterpen Diisolasi dari ekstrak metanol kumis kucing dari Cina Awale et al. (2004)

(27)

No Jenis senyawa Kelas Sumber Referensi

23 Hexanal, trans-2-hexanal,

1-octen-3-ol, 3-octanol, heptenal, 4-heptenal, trans,trans-deca-2,4-dienal,

b-cyclocitral, safranal, cis-2-octenal, decanal

Alkyl aldehyde

Dideteksi dalam fraksinasi ekstrak metanol dari

hidrodestilasi minyak daun dan batang kumis kucing dari malaysia.

Hossain et al. (2008)

24 cis-3-Hexen-l-ol,

Hexan-1-ol,trans-2-(cis)-6 Nonadienale

Alkyl alcohol

25 Benzaldehyde,

phenylacetaldehyde

Aromatic aldehyde

26 2-pentenyl furan, 2-amylfuran,

perillen

Alkyl epoxide

27 Acetophenone, cis-linalool oxide, 2,6,6-trimethyl-2-cyclohexe-l,4-dione

Aromatic ketone

28 trans,trans-Octa-3,5-dien-2-one,

trans,cis-octa-3,5-dien-2-one

Alkyl ketone

29 Undecan, tridecane,

2-methylnaphthalene, dodecane

Alkan hydrocarbon

30 Methylchavicol Aromatic

epoxide

30 Camphor, menthone, d-terpineol,

isomenthone, borneol, cittonellol,

carvone, geranyl acetone,

damascenone, trans-linalool

oxide, linalool, bornyl acetate, limonene, 1,8-cineol, p-cymene, b-pinene, camphene, a-pinene

Monoterpene

(28)

12

No Jenis Senyawa Kelas Sumber

Dideteksi dalam fraksinasi ekstrak metanol dari

hidrodestilasi minyak daun dan batang kumis kucing dari malaysia.

Referensi

Hossain et al. (2008)

32 Naphthalene Aromatic

hydrocarbon

33 trans-Anethol Phenolic ether

34 Isobornylacetate Alkyl ester

35 1-Methylnaphthalene Aromatic

hydrocarbon

36 a-copaene, b-Bourbonene,

b-elemene, cis-caryophyllene, b

carryophyllene, a-cubebene, c-elemene, a-humulene, germacrene

D, a-Muuiolene, d-Cadinene,

Germacrene B, caryophyllene oxide, hexahydrofamesyl acetone

Sesquiterpene

37 Eugenol, methyleugenol Phenyl

propanoid

38 b-Ionone, dehydroionone Cyclic

hydrocarbon

(29)

Kadar Air Serbuk Daun Kumis Kucing

Daun kumis kucing dilakukan pengeringan dengan cahaya lampu pada suhu 40 0C selama 8 jam. Pengeringan dengan cahaya lampu dimaksudkan agar warna daun masih tetap berwarna hijau dan tidak terlalu terekspos panas yang menyebabkan senyawa inhibitor pada daun kumis kucing mengalami degradasi sehingga aktivitas fungsionalnya berkurang. Setelah dilakukan pengeringan kemudian daun dihancurkan untuk dijadikan sampel pengujian.

Pengukuran kadar air dilakukan terhadap 20 aksesi kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Pengukuran kadar air berfungsi untuk mengetahui jumlah kandungan air yang berada dalam produk. Menurut Kusnandar (2010) menyatakan bahwa kadar air atau kandungan air dalam bahan pangan erat kaitannya dengan keawetan produk pangan. Semakin tinggi kandungan air dalam pangan maka tingkat stabilitas atau keawetan pangan akan semakin pendek. Hal ini erat kaitannya dengan aktivitas mikroba. Mikroba umumnya lebih menyukai produk pangan yang memiliki kandungan air yang tinggi karena air sendiri merupakan tempat tumbuh mikroba.

Serbuk kumis kucing merupakan katagori simplisia atau produk dari bahan alami yang memiliki kandungan senyawa aktif yang berfungsi sebagai obat tradisional. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI (1994) tentang persyaratan obat tradisional, kadar air simplisia tidak boleh melebihi 10%. Kadar air simplisia ini ditujukkan untuk menghindari pertumbuhan mikroorganisme simplisia selama penanganan, sebelum simplisia diproses lebih lanjut menjadi ekstrak. Dengan kadar air simplisia di bawah 10%, kemungkinan tumbuhnya mikroorganisme terutama jamur dapat dihindari (Rahardjo 2005).

Nilai rata-rata kadar air serbuk kumis kucing berbagai aksesi yang dihasilkan melalui pengujian sebagian berkisar antara 4 – 9.6%. Nilai kadar air tersebut telah memenuhi persyaratan Menteri Kesehatan RI yang menyebutkan bahwa kadar air simplisia kurang dari 10%. Kadar air dengan nilai kurang dari 10% ini menunjukkan bahwa serbuk daun sirsak kering dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Namun dalam analisis ada empat aksesi yang menunjukkan kadar air sekitar 10.70-11.86%. Berikut nilai kadar air dari 20 sampel kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.

Tabel 4Nilai kadar air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah

Jenis aksesi kumis kucing Nilai kadar air (%)

Lido Sukabumi 5.52±0.01

Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi 9.39±0.43

Desa Benteng Ciampea Bogor 8.01±0.07

Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih) 7.11±0.06

Desa Pawenang Nagrak Sukabumi 10.70±0.10

Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu) 8.05±0.23

Desa Cilamaya Pongag Purwakarta 8.36±0.00

Subang 4.28±0.01

Cijantung Sukatani Purwakarta 9.19±0.026

Lembang (bunga putih) 5.51±0.05

(30)

14

Jenis aksesi kumis kucing Nilai kadar air (%)

Lembang (bunga ungu) 6.96±0.11

Pasar Rebo Purwakarta 5.80±0.11

Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri

9.67±0.04

Poncol 1020-1034 m dpl 9.40±0.08

Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan 9.79±0.09

Desa Plaosan Plaosan Magetan 9.67±0.04

Desa Geni Langit Poncol Magetan 11.86±0.05

Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar 11.83±0.02

Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang 11.30±0.29

Pemilihan Pelarut Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Jenis pelarut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi. Pemilihan pelarut yang tepat yang akan digunakan untuk proses ekstraksi akan diperoleh hasil ekstraksi yang efisien dan memiliki kandungan senyawa bioaktif yang yang lebih banyak. Jenis pelarut erat kaitannya dengan polaritas jenis larutan. Menurut Gani et al. (2012) menyebutkan bahwa bila nilai polaritas atau momen dipol dari suatu pelarut semakin mendekati nilai polaritas dari senyawa kimia,maka pelarut tersebut akan lebih efektif dalam mengekstrak senyawa kimia itu. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi harus memenuhi kriteria, yaitu antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, selektif, dan tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat (Ibtisam 2008). Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara ekstrak etanol dan ekstrak air terhadap nilai inhibisi dari alfa amilase dengan berbagai konsentrasi, yaitu konsentrasi 40 mg/mL, 60 mg/mL dan 80 mg/mL.

Gambar 2 Hasil persen inhibisi alfa amilase ekstrak etanol dan air.

Hasil penelitian (Gambar 2) menunjukkan bahwa dari tiga konsentrasi tersebut, ekstrak etanol memiliki daya inhibisi alfa amilase yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air. Hal ini dikarenakan etanol mampu mengekstrak

(31)

senyawa aktif yang lebih banyak dibandingkan dengan air. Etanol memiliki kemampuan lebih besar dalam mengekstrak komponen bioaktif. Pelarut tersebut lebih mudah untuk berpenetrasi ke dalam membran seluler untuk mengekstrak komponen bioaktif dari tanaman tertentu dibandingkan dengan pelarut air (Tiwari et al. 2011).

Pelarut etanol terbukti memiliki daya inhibisi lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut air, namun pelarut etanol tidak efisien dalam segi biaya dan waktu sehingga dalam penelitian ini pelarut yang digunakan untuk mengekstrak serbuk kumis kucing dari berbagai aksesi adalah pelarut air. Pelarut air dipilih berdasarkan kebiasaan masyarakat secara tradisional dalam mengkonsumsi minuman kumis kucing. Penggunaannya lebih mudah dan dapat diaplikasikan langsung oleh masyarakat.

Penentuan Konsentrasi Pengujian Inhibisi Alfa Amilase dan Penentuan IC50

Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kenaikan konsentrasi dari ekstrak kumis kucing terhadap aktivitas inhibisi alfa amilase. Aktivitas inhibisi amilase menunjukkan kemampuan dari ekstrak kumis kucing dalam menurunkan daya cerna pati atau menghambat kerja enzim alfa amilase dalam menghidrolisis pati. Konsentrasi ekstrak kumis kucing yang diuji, yaitu 20 mg/mL, 40 mg/mL, 60 mg/mL dan 80 mg/mL. Kumis kucing yang digunakan sebagai bahan uji adalah aksesi Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar.

Gambar 3 Nilai inhibisi aktivitas enzim amilase terhadap kumis kucing berbagai konsentrasi.

Berdasarkan Gambar 3 pengaruh kenaikan konsentrasi ekstrak kumis kucing terhadap daya inhibisi alfa amilase menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka daya inhibisi alfa amilase dari ekstrak kumis kucing semakin besar. Berdasarkan Mohamed et al. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka daya inhibisi dari alfa amilase semakin meningkat.Menurut penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa kenaikan konsentrasi ekstrak sambiloto berpengaruh terhadap aktivitas inhibisi amilase, namun pengaruh dari kenaikan tersebut tidak berbeda nyata (Rais et al. 2013).

Gambar 3 menunjukkan pada konsentrasi 20 mg/mL ekstrak kumis kucing memiliki penghambatan alfa amilase terkecil yaitu 22.13%. Sementara pada konsentrasi 80 mg/mL ekstrak kumis kucing memiliki penghambatan alfa amilase terbesar yaitu 70.55%. Besarnya penghambatan kerja enzim alfa amilase disebabkan karena kumis kucing mengandung senyawa aktif atau senyawa

(32)

16

fitokimia yang berperan sebagai senyawa inhibitor. Konsentrasi yang semakin besar maka jumlah senyawa fitokimia yang berperan sebagai inhibitor semakin tinggi. Menurut Kazeem et al. (2013) menyebutkan bahwa efek penghambatan alfa amilase dari ekstrak tertentu erat kaitannya dengan keberadaan senyawa fitokimia seperti senyawa fenol, flavonoid, tanin, dan saponin. Semakin tinggi jumlah senyawa tersebut maka daya inhibisi alfa amilase semakin besar. Namun besarnya daya inhibisi tidak dapat ditentukan oleh salah satu senyawa fitokimia tetapi semua senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak tertentu ikut berperan dalam penghambatan kerja enzim. Berdasarkan penelitian Kwon et al.

(2006) menyebutkan bahwa besarnya penghambatan aktivitas alfa amilase tidak berkorelasi proposional terhadap besarnya konsentrasi total fenol.

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa konsentrasi maksimum terdapat pada ekstrak yang memiliki konsentrasi 80 mg/mL. Konsentrasi tersebut menghasilkan inhibisi tertinggi sehingga digunakan dalam penelitian selanjutnya yaitu pengujian inhibisi alfa amilase 20 jenis ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.

Nilai daya inhibisi dari berbagai konsentrasi pada Gambar 3 dapat digunakan untuk menghitung nilai IC50 dari ekstrak kumis kucing. Nilai IC50

menunjukkan konsentrasi dari ekstrak kumis kucing yang memiliki nilai penghambatan sebesar 50%. Nilai ini diperoleh dengan cara melakukan uji inhibisi dari berbagai konsentrasi.Hasil dari persen penghambatan tersebut kemudian diplotkan terhadap grafik hubungan konsentrasi ekstrak kumis kucing dengan nilai persensentase inhibisi enzim alfa amilase.

Tabel 5 Nilai IC50 inhibisi enzim alfa amilase dan alfa glukosidase kumis kucing

dan acarbose

Jenis inhibisi Sampel Nilai IC50

Alfa amilase Kumis kucinga 55.38 mg/mL

Kumis kucingb 36.70 mg/mL

Acarboseb 4.89 mg/mL

Alfa glukosidase Kumis kucingb 4.63 mg/mL

Acarboseb 1.93 mg/mL

a

Kumis kucing aksesi Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar, bHasil penelitian Mohamedet al (2012) mengenai inhibisi ekstrak50% etanol kumis kucing.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa daya inhibisi alfa amilase dari ekstrak kumis kucing dengan pelarut air memiliki nilai IC50 sebesar 55.38 mg/mL.

Sementara nilai IC50 dari acarbose sebagai kontrol positif dari inhibisi terhadap

aktivitas enzim alfa amilase adalah 4.89 ±0.397 mg/mL ( Mohamed et.al. 2012). Daya inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa glukosidase memiliki nilai IC50

sebesar 4.63±0.413 mg/mL dan nilai IC50 acarbose dari inhibisi terhadap aktivitas

enzim alfa glukosidase yaitu sebesar 1.93 ± 0.281 mg/mL (Mohamed et.al. 2012). Pengujian Inhibisi Dua Puluh Ekstrak Kumis Kucing dari Berbagai Daerah di Pulau Jawa terhadap Aktivitas Enzim Alfa Amilase dan Alfa Glukosidase

(33)

insulin namun tidak responsif terhadap glukosa sehingga glukosa yang terdapat pada aliran darah terus meningkat.

Penyakit ini dapat dikendalikan dengan mengontrol glukosa darah postprandial agar glukosa darah tetap dalam keadaan stabil mendekati kondisi normal. Penurunan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes dapat dilakukan dengan menghambat proses pemecahan karbohidrat menjadi gula-gula sederhana. Glukosa hasil pemecahan atau hidrolisis pati atau karbohidrat masuk ke aliran darah melalui dinding usus halus. Dengan adanya proses penghambatan terhadap pemecahan karbohidrat maka akan terjadi penurunan jumlah glukosa yang diserap oleh usus halus masuk ke dalam aliran darah. Pemecahan karbohidrat dilakukan oleh enzim hidrolase, salah satunya yaitu alfa amilase dan alfa glukosidase yang berada pada sistem pencernaan. Inhibitor mampu menghambat pencernaan karbohidrat dan absorpsi glukosa ke dinding usus halus yang mengakibatkan penurunan glukosa postprandial (Kazeem et al. 2013). Berdasarkan penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa 1.0 g/kg ekstrak kumis kucing terbukti secara signifikan mampu mereduksi konsentrasi glukosa plasma darah pada tikus normal sebanyak 25% dan tikus diabetes sebanyak 24% (Sriplang 2007). Kemampuan tersebut disebabkan karena kumis kucing mengandung komponen yang berfungsi sebagai agen inhibitor.

Pengujian aktivitas inhibitor dilakukun untuk mengetahui besarnya masing-masing penghambatan terhadap aktivitas enzim alfa amilasedan alfa glukosidase dari ekstrak kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa.Prinsip dari penghambatan aktivitas enzim alfa amilase adalah enzim menghidrolisis pati sehingga menghasilkan maltosa atau glukosa. Semakin besar daya cerna pati maka akan dihasilkan glukosa atau maltosa yang tinggi. Namun jika terdapat inhibitor maka akan terjadi penurunan daya cerna pati yang mengakibatkan penurunan jumlah glukosa yang terbentuk. Jumlah glukosa yang terbentuk kemudian akan dideteksi oleh pereaksi DNS melalui metode pewarnaan. Semakin banyak glukosa yang terbentuk maka warna yang dihasilkan akan lebih pekat. Sebaliknya jika glukosa yang dihasilkan semakin sedikit maka warna yang dihasilkan akan semakin pudar yang menunjukkan bahwa semakin kuat inhibitor dalam menghambat aktivitas enzim.

Sementara prinsip pengujian dari alfa glukosidase adalah menggunakan model penghambatan substrat p-nitrofenil-α-D-glukofiranosa menjadi p-nitrofenil

(berwarna kuning) dan glukosa oleh enzim α-glukosidase. Warna kuning yang dihasilkan menjadi indikator kemampuan inhibitor untuk menghambat reaksi yang terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor menghambat kerja α-glukosidase maka warna kuning larutan yang dihasilkan akan lebih pudar dibandingkan larutan tanpa inhibitor.

(34)

18

Gambar 4. Grafik nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase pada konsentrasi 80 mg/mL dan nilai inhibisi alfa glukosidase pada konsentrasi 25 mg/ml ekstrak kumis kucing dari 20 jenis aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa.

Keterangan: Jenis kumis kucing ( A: Lido Sukabumi, B: Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi, C: Desa Benteng Ciampe Bogor, D: Kebun Biofarmaka IPB (Bunga Putih), E: Desa Pawenang Nagrak Sukabumi, F: Kebun Biofarmaka IPB ( Bunga Ungu), G: Desa Cilamaya Ponggag Purwakarta, H: Subang, I: Cijantung Sukatani Purwakarta, J: Lembang (Bunga Putih), K: Lembang (Bunga Intermediet), L: Lembang (Bunga Ungu), M: Pasar Rebo Purwakarta, O: Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri, P: Poncol 1020-1034 m Dpl, Q: Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan, R: Desa Plaosan Magetan, S: Desa Geni Langit Poncol Magetan, T: Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar, U: Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang.

66,94

% inhibisi alfa amilase (80 mg/mL) % inhibisi alfa glukosidase (25 mg/mL)

(35)

inhibisi alfa amilase, larutan blanko dari uji inhibisi alfa glukosidase tidak mengukur jumlah glukosa awal yang sudah terbentuk. Larutan blanko sampel (kontrol B) berisi substrat dan ekstrak kumis kucing. Larutan ini pada uji inhibisi alfa amilase digunakan untuk menghitung jumlah glukosa atau gula-gula sederhana yang berada pada substrak dan ekstrak kumis kucing. Sementara pada uji inhibisi alfa glukosidase larutan blanko sampel (kontrol B) untuk mengoreksi warna dari ekstrak kumis kucing. Larutan sampel berisi enzim, substrat, dan ekstrak kumis kucing. Larutan ini digunakan untuk menghitung jumlah glukosa atau gula-gula sederhana yang terbentuk dari proses hidrolisis sampel maupun yang bukan hasil hidrolisis dengan adanya inhibitor. Hasil dari pengujian penghambatan aktivitas enzim alfa amilase terhadap ekstrak kumis kucing dibandingkan dengan nilai penghambatn aktivitas enzim alfa amilase terhadap acarbose. Acarbose merupakan inhitor komersial yang telah terbukti efektif menghambat aktivitas enzim alfa amilase sehingga menyebabkan penurunan daya cerna pati.

Berdasarkan data penelitian (Gambar 4) menunjukkan bahwa setiap aksesi kumis kucing memiliki nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase yang berbeda-beda. Nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase pada konsentrasi 80 mg/mL ekstrak kumis kucing terbesar berasal dari Keluruhan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto sebesar 77.45%. Sementara penghambatan terkecil berasal dari Cijantung Sukatani Purwakarta sebesar 45.83%. Nilai inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa glukosidase pada konsentrasi 25 mg/mlL ekstrak kumis kucing terbesar berasal dari Keluruhan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto sebesar 99.90%. Sementara inhibisi terkecil berasal dari Subang sebesar 57.38%.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Mohamed et al. (2012), ekstrak dengan 50% etanol kumis kucing mampu menghambat aktivitas enzim alfa amilase sebesar 69.2% pada konsentrasi 62.5 mg/mL. Nilai inhibisi alfa amilase yang dihasilkan pada penelitian ini lebih kecil dibanding dengan penelitian sebelumnya oleh Mohamed et al.(2012). Pada konsentrasi 80 mg/mL ekstrak air kumis kucing memiliki nilai penghambatan yang hampir sama dengan ekstrak 50% etanol pada konsentrasi 62.5 mg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak dengan pelarut etanol mampu mengekstrak fraksi-fraksi komponen yang terkandung dalam daun kumis kucing yang lebih banyak dibanding dengan pelarut air. Walaupun nilai inhibisi enzim ekstrak etanol lebih besar dibandingkan dengan ekstrak air namun ekstrak air dalam pembuatannya lebih mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama serta dalam pembuatannya tidak memerlukan alat yang umumnya tidak dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat dapat membuat ekstrak kumis kucing layaknya mereka menyeduh teh.

(36)

20

Tabel 6 Nilai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidasedari 20 jenis aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa

Jenis aksesi kumis kucing Inhibisi alfa

amilase (%)1

Inhibisi alfa glukosidase (%)2

Lido Sukabumi 65.70±0.00i 88.60±0.32g

Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi

58.77±0.58k 96.99±0.91j

Desa Benteng Ciampea Bogor 55.06±0.00b 96.66±0.64j

Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih) 65.22±0.00c 83.48±0.00e

Desa Pawenang Nagrak Sukabumi 45.83±0.00h 88.67±1.16g

Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu) 63.51±0.37e 94.58±0.44i

Desa Cilamaya Pongag Purwakarta 45.94±0.00d 60.53±1.23c

Subang 63.30±0.00h 57.38±0.67a

Cijantung Sukatani Purwakarta 45.82±0.00a 94.52±0.44i

Lembang (Bunga putih) 77.45±0.59g 83.99±0.42e

Lembang (bunga intermediet) 45.94±0.00a 96.66±0.64j

Lembang (bunga ungu) 63.30±0.00g 71.93±1.98d

Pasar Rebo Purwakarta 45.82±0.00a 86.79±0.13f

Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri

77.45±0.59i 99.90±0.00k

Poncol 1020-1034 m dpl 58.36±0.00e 90.51±0.56h

Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan 62.28±0.00f 59.43±0.32bc

Desa Plaosan Plaosan Magetan 72.95±0.72k 57.93±0.10ab

Desa Geni Langit Poncol Magetan 71.43±1.27j 86.91±0.88f

Desa Gedangan Karangpandan

Karanganyar

70.55±0.00j 95.79±1.20ij Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota

Semarang

63.64±0.85g 91.58±0.47h

1

Kemampuan inhibisi alfa amilase dari ekstrak kumis kucing pada konsentrasi 80 mg/ml,

2

Kemampuan inhibisi alfa glukosidase dari ekstrak kumis kucing pada konsentrasi 80 mg/mL

(37)

tanaman tersebut ditanam di tempat yang berbeda-beda yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda pula maka tanaman tersebut melakukan proses adaptasi agar dapat terus tumbuh. Proses adaptasi terhadap lingkungan dalam kurun waktu yang lama akan mempengaruhi faktor genetik tanaman kumis kucing. Dengan demikian kandungan bioaktif masing-masing jenis berbeda-beda yang menyebabkan kemampuan inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase juga berbeda-beda. Diperkirakan jumlah dan jenis komponen yang terkandung di dalam tanaman kumis seperti memainkan peranan yang sangat besar dalam aktivitas tersebut.

Tanaman kumis kucing mengandung senyawa terpenoid yang tinggi, turunan asam kafeat dan kromene. Kumis kucing juga kaya akan kandungan komponen bioaktif golongan flavonoid seperti sinensetin, eupatorin, dan 3’hidroksi-5,6,7,40-tetrametoksiflavon. Menurut Mohamed (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa persentase jumlah 3’hidroksi -5,6,7,40-tetrametoksiflavon, sinensetin, dan eupatorin dalam ekstrak 50% daun kumis kucing berturut-berturut adalah 1.0150 ± 0.0007%, 3.7642 ± 0.0188%, 3.0315 ± 0.0252%. Komponen tersebut merupakan salah satu yang berkontribusi besar terhadap inhibisi aktivitas enzim yang berada dalam proses pencernaan. Berdasarkan penelitian Mohamed (2012) senyawa sinensetin murni memiliki aktivitas penghambatan yang tinggi. Pada konsentrasi 2.5 mg/mL, sinensetin memiliki kemampuan inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa glukosidase sebesar 85.8% dan pada konsentrasi 1.13 mg/mL sinensetin mampu menghambat aktivitas enzim alfa amilase sebesar 50%.

Dari Gambar 4 dapat diperoleh nilai IC50 inhibisi alfa amilase dan alfa

glukosidase dari masing-masing aksesi kumis kucing. Nilai IC50 merupakan

konsentrasi yang diperlukan untuk menghambat kerja enzim sebanyak 50%. Nilai IC50 dijadikan sebagai parameter untuk menunjukkan kemampuan inhibisi enzim.

Nilai IC50 dapat diperoleh dengan cara ekstrapolasi. Berikut adalah nilai IC50 dari

masing-masing aksesi kumis kucing.

Tabel 7Nilai IC50 inhibisi alfa amilase dari 20 jenis aksesi kumis kucing di

berbagai daerah di Pulau Jawa

Jenis aksesi kumis kucing Inhibisi alfa amilase (mg/mL ekstrak)

Kategori inhibisi1

Lido Sukabumi 59.76 Kuat

Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi 54.97 Kuat

Desa Benteng Ciampea Bogor 79.54 Lemah

Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih) 75.00 Lemah

Desa Pawenang Nagrak Sukabumi 60.88 Kuat

Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu) 68.06 Sedang

Desa Cilamaya Pongag Purwakarta 72.65 Lemah

Subang 61.33 Kuat

Cijantung Sukatani Purwakarta 87.28 Lemah

Lembang (Bunga putih) 62.98 Sedang

Lembang (bunga intermediet) 87.07 Lemah

Lembang (bunga ungu) 63.19 Sedang

Pasar Rebo Purwakarta 87.30 Lemah

Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri

(38)

22

Jenis aksesi kumis kucing Inhibisi alfa amilase

(mg/mL ekstrak)

Kategori inhibisi1

Poncol 1020-1034 m dpl 68.54 Sedang

Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan 64.23 Sedang

Desa Plaosan Plaosan Magetan 54.83 Kuat

Desa Geni Langit Poncol Magetan 56.00 Kuat

Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar 55.38 Kuat

Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang

62.85 Sedang

1

Kategori kuat : ≤61.46, kategori sedang : 61.46 <µ≥ 72.02, kategori lemah : >72.02

Kemampuan tiap aksesi kumis kucing sebagai inhibitor enzim alfa amilase dapat diketahui dengan adanya nilai IC50. Dari Tabel 7 terlihat bahwa nilai IC50

masing-masing aksesi berbeda-beda yang menunjukkan bahwa kemampuannya dalam menghambat kerja enzim juga berbeda. Kemampuan inhibisi masing-masing aksesi kumis kucing terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kuat, sedang dan lemah. Pembagian katagori ini diperoleh melalui metode analisis statistik yaitu, pendugaan nilai tengah dengan memnfaatkan sebaran penarikan contoh bagi T. Nilai IC50 yang semakin kecil menunjukkan kemampuan inhibisi terhadap

aktivitas enzim semakin kuat. Berdasarkan Tabel 7 aksesi kumis kucing yang tergolong memiliki kemampuan inhibisi yang kuat adalah aksesi Lido Sukabumi, Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi, Desa Pawenang Nagrak Sukabumi, Subang, Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri, Desa Plaosan Plaosan Magetan, Desa Geni Langit Poncol Magetan, dan Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar. Sementara aksesi kumis kucing yang tergolong memiliki kemampuan penghambatan yang sedang adalah aksesi Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu), Lembang (bunga putih), Lembang (bunga ungu), Poncol 1020-1034 m dpl, Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan, dan Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang. Kumis kucing yang memiliki kemampuan inhibisi yang paling lemah adalah aksesi Desa Benteng Ciampea Bogor, Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih), Desa Cilamaya Pongag Purwakarta, Lembang (bunga intermediet), dan Pasar Rebo Purwakarta.

Tabel 8 Nilai IC50 inhibisi alfa glukosidase dari 20 jenis aksesi kumis kucing di

berbagai daerah di Pulau Jawa.

Jenis aksesi kumis kucing Inhibisi alfa glukosidase

(mg/mL ekstrak)

Kategori inhibisi1

Lido Sukabumi 14.11 Sedang

Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi 12.89 Kuat

Desa Benteng Ciampea Bogor 12.93 Kuat

Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih) 14.97 Sedang

Desa Pawenang Nagrak Sukabumi 14.10 Sedang

Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu) 13.22 Kuat

Desa Cilamaya Pongag Purwakarta 20.65 Lemah

Subang 21.78 Lemah

Cijantung Sukatani Purwakarta 13.22 Kuat

Lembang (bunga putih) 14.88 Sedang

Lembang (bunga intermediet) 12.85 Kuat

Lembang (bunga ungu) 17.38 Lemah

(39)

Jenis aksesi kumis kucing Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto

Wonogiri

12.51 Kuat

Poncol 1020-1034 m dpl 13.81 Kuat

Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan 21.03 Lemah

Desa Plaosan Plaosan Magetan 21.58 Lemah

Desa Geni Langit Poncol Magetan 14.38 Sedang

Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar 13.05 Kuat

Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang

13.65 Kuat

1

Keterangan : kategori kuat : <13.87, kategori sedang : 13.87 <µ≤ 16.87, kategori lemah : > 16.87

Berdasarkan Tabel 8 kumis kucing yang memiliki kemampuan inhibisi yang kuat terhadap kerja enzim alfa glukosidase adalah aksesi Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi, Desa Benteng Ciampea Bogor, Kebun Biofarmaka IPB (bunga ungu), Cijantung Sukatani Purwakarta, Lembang (bunga intermediet), Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri, Poncol 1020-1034 m dpl, Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar, Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang. Sementara kumis kucing yang tergolong memiliki kemampuan inhibisi sedang adalah aksesi Lido Sukabumi, Kebun Biofarmaka IPB (bunga putih), Desa Pawenang Nagrak Sukabumi, Lembang (bunga putih), Lembang (bunga putih), dan Desa Geni Langit Poncol Magetan. Kumis kucing yang memiliki kemampuan inhibisi yang lemah adalah aksesi Desa Cilamaya Pongag Purwakarta, Subang, Lembang (bunga ungu), Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan, Desa Plaosan Plaosan Magetan.

Kumis kucing terbukti dapat menghambat kerja enzim alfa amilase dan alfa glukosidase sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu antidiabetes yang berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2. Selain kumis kucing, pernah dilakukan penelitian mengenai inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase dari beberapa ekstrak tanaman. Ekstrak tersebut memiliki aktivitas inhibisi enzim yang berbeda-beda. Nilai aktivitas ekstrak tanaman dapat ditunjukkan melalui nilai IC50. Nilai IC50 yang

semakin kecil menunjukkan semakin tinggi aktivitas penghambatan ekstrak terhadap aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase. Pada Tabel 9 terlihat setiap tanaman memiliki nilai inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh keaktifan komponen senyawa bioaktif dari masing-masing tanaman yang berperan sebagai agen inhibitor. Setiap tanaman memiliki jumlah dan jenis kandungan senyawa bioaktif yang berbeda-beda.

(40)

24

Gambar 5 Grafik nilai IC50 kumis kucing dari 20 jenis aksesi dari berbagai daerah di Pulau Jawa

Keterangan: Jenis kumis kucing ( A: Lido Sukabumi, B: Gapoktan Kemuning Jaya Nagrak Sukabumi, C: Desa Benteng Ciampe Bogor, D: Kebun

Biofarmaka IPB (Bunga Putih), E: Desa Pawenang Nagrak Sukabumi, F: Kebun Biofarmaka IPB ( Bunga Ungu), G: Desa Cilamaya Ponggag Purwakarta, H: Subang, I: Cijantung Sukatani Purwakarta, J: Lembang (Bunga Putih), K: Lembang (Bunga Intermediet), L: Lembang (Bunga Ungu), M: Pasar Rebo Purwakarta, O: Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto Wonogiri, P: Poncol 1020-1034 m dpl, Q: Desa Pakis Baru Nawangan Pacitan, R: Desa Plaosan Magetan, S: Desa Geni Langit Poncol Magetan, T: Desa Gedangan Karangpandan Karanganyar, U: Kelurahan Jabungan Banyumanik Kota Semarang

14,11 12,89 12,93 14,97 14,1 13,22

20,65 21,78

13,22 14,88 12,85 17,38 14,4 12,51 13,81

21,03 21,58

Inhibisi alfa amilase (mg/mL ekstrak) Inhibisi alfa glukosidase (mg/mL ekstrak)

(41)

Tabel 9 Nilai IC50 inhibisi alfa amilase dan alfa glukosidase berbagai ekstrak tanaman

No Enzim Jenis Sampel Jenis Pelarut Nilai IC50 Referensi

1 Alfa amilase Anaphyllum wightiiSchott Metanol 762.11 µg/mL Rajagopal et al. (2013)

2 Alfa amilase Buah ackee (Blighia sapida Koenig) Air 5.80 mg/mL Kazeem et al. (2013)

3 Alfa amilase Air panas 70.02 mg/mL

4 Alfa amilase Kulit okra (Abelmoscus esculentusL.) Moench) Air 132.63 μg/mL Sabitha et al.(2012)

5 Alfa amilase A. akaka 90% Etanol 16.74 mg/mL

Nickavar (2009)

6 Alfa amilase Bawang putih (A. sativum) 90% Etanol 17.95 mg/mL

7 Alfa amilase Daun bawang (A. porrum) 90% Etanol 15.73 mg/mL

8 Alfa amilase Bawang bombay (A. cepa) 90% Etanol 16.36 mg/mL

9 Alfa amilase

Salvia acetabulosa L. Metanol 91.20 μg/mL Loizzo et al.(2011)

10 Alfa amilase N-Heksana 212.00 μg/mL

11 Alfa amilase Basil (Ocimum basilicum L.) Air 42.50 mg/mL El-Beshbishyet al.(2012)

12 Alfa amilas Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Metanol 130.55 µg/mL Sindhu et al.(2013)

13 Alfa amilase Sirih (Piper betel) Metanol 84.63 µg/mL Sindhu et al.(2013)

14 Alfa amilase Bayam (Amaranthus cruentus) 70% Etanol 0.32 mg/mL Oboh et al. 2013

15 Alfa glukosidase Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum) Metanol 140.01 μg/mL Sindhu et al.(2013)

16 Alfa glukosidase Sirih (Piper betel) Metanol 96.56 μg/mL Sindhu et al.(2013)

17 Alfa glukosidase Kulit okra (Abelmoscus esculentus L. Moench Air 142.69 μg/mL Sabitha et al.(2012)

18 Alfa glukosidase Bayam (Amaranthus cruentus) 70% Etanol 0.19 mg/mL Obohet al.(2013)

19 Alfa glukosidase Buah ackee (Blighia sapida Koenig) Air 4.57 mg/mL Kazeem et al. (2013)

20 Alfa glukosidase Mengkudu (Morinda lucida Benth) Air 2.00 mg/mL Kazeem et al.(2013)

(42)

26

Acarbose adalah salah satu oligosakarida yang diperoleh dari hasil fermentasi mikroorganisme Actinoplanes utahensis (Bayer 2011). Acarbose memiliki penghambatan yang paling kuat dibanding dengan dengan senyawa bioaktif tanaman. Penghambatan tersebut disebabkan adanya ikatan elektrostatik yang kuat antara gugus karboksil pada sisi aktif dan nitrogen terprotonasi dari inhibitor dan bentuk parsial planar dari valin amina. Sementara pada flavonoid, Ikatan hidrogen terbentuk antara gugus hidroksil dari ligan polifenol dan residu katalitik dan bentuk planar struktur

Gambar 6 Struktur acarbose (Bayer 2011)

cincin yang intinya mengandung 4-oxo-flavonoid yang memungkinkan untuk pembentukan sistem terkonjugasi yang kuat. Ikatan hidrogen yang terbentuk antara rantai samping atom oksigen karboksil dari ASP197 dan grup hidroksil dari golongan flavonoid menyerupai ikatan glikosidik yang dipecah oleh enzim alfa amilase. Semua interaksi tersebut sangat penting untuk mengikat komponen flavonoid dengan enzim alfa amilase saliva (Piparo et al. 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa kumis kumis dari 20 jenis aksesi di berbagai daerah di Pulau Jawa yang ditanam di kebun Biofarmaka IPB memilki nilai inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah dan jenis senyawa inhibitor. Perbedaan tersebut disebabkan faktor genetik dari masing-masing tanaman kumis kucing. Kumis kucing yang memiliki kemampuan inhibisi terhadap aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase yang paling kuat adalah dari Kelurahan Nggeneng Dusun Ngelo Bulukerto. Sementara kumis kucing yang memiliki kemampuan inhibisi terhadap enzim alfa amilase dan alfa glukosidase yang paling lemah berturut-turut adalah dari Cijantung Sukatani Purwakarta dan dari Subang. Hasil ini menunjukkan bahwa kumis kucing memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai agen inhibitor enzim alfa amilase dan alfa glukosidase untuk terapi penderita diabetes melitus tipe 2.

(43)

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat profil kandungan bioaktif tanaman kumis kucing dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Dengan demikian dapat ditentukan jenis senyawa bioaktif dan jumlah kandungannya yang berperan dalam inhibisi aktivitas enzim alfa amilase dan alfa glukosidase.

DAFTAR PUSTAKA

Akowuah GA, Ismail Z, Norhayati I, Sadikun A. 2005. The effects of different extraction solvents of varying polarities on polyphenols of Orthosiphon stamineus and evaluation of the free radicalscavengingactivity. Food Chem. 2005;9(3):311-317.

Akowuah GA, Zhari I, Norhayati I, Sadikun A, Khamsah SM. 2007. Sinensetin, eupatorin, 3-hydroxy-5, 6, 7, 4-tetramethoxyflavone and rosmarinic acidcontents and antioxidative effect of Orthosiphon stamineus from Malaysia. Food Chemistry. 2007;8(7):559-566.

Berdanier CD, Dwyer J, Feldman EB. 2006. Handbook of Nutrition and Food Edition. CRC Press.

Bayer. 2011. Precose (acarbose tablet).[Internet].Wuppertal(DE) [diunduh tanggal 24 Agustus 2014] tersedia di http://www.univgraph.com/Bayer/inserts /Precose.pdf

Cengiz S, Cavaz L,Yurdakoc K. 2010. Alpha-amylase inhibition kinetics by caulerpeyne. Mediteranian Marine Research. 2010;11(1):93-103.

[Depkes RI Ditjen POM]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta(ID).9-11.16

El-Beshbishy H dan Bahashwan S. 2008. Hypoglycemic effect of basil (Ocimum basilicum) aqueous extract is mediated through inhibition of α-glucosidase

and α-amylase activities: an in vitro study. Toxicol Ind Health. 2012; 28-42 Hossain MA, Ismail Z, Rahman A, Kang SC. 2008. Chemical composition and

anti-fungal properties of the essential oils and crude extracts of Orthosiphon stamineus Benth. Ind Crops Prod 2008; 2(7):328-334.

Ibtisam. 2008. Optimasi Pembuatan ekstrak daun dewandaru menggunakan metode perlokasi dengan parameter kadar total senyawa fenolik dan flavonoid [skripsi]. Surakarta(ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kaku K.2010. Pathophysiology of type 2 diabetes and its treatment policy. JMAJ.

53(1): 41–46.

Kazeem MI, Raimi OG, Balogun RM, OgundajoAL.2013. Comparative study on

the α-amylase and α- glucosidase inhibitory potential of different extracts of

Blighia sapida Koenig. American Journal of Research Communication.1 (7):178-192.

Kazeem MI, Adamson JO, Ogunwande IA. 2013. Modes of inhibition of � -amylase and �-glucosidase byaqueous extract of Morinda lucida Benth leaf.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Tabel 3 Kandungan bioaktif tanaman kumis kucing
Tabel 4Nilai kadar air 20 jenis kumis kucing dari berbagai daerah
Gambar 2 Hasil persen inhibisi  alfa  amilase  ekstrak  etanol dan air.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seksi Pemerintahan mempunyai tugas menyusun rencana dan program serta melaksanakan kebijakan pemerintah daerah di Kecamatan, fasilitator pemerintah Desa, bimbingan

fisik dan mekanik tanah yang terdiri dari parameter : (a) konsistensi tanah, (b) ltadar air tanah, (c) bulk density tanah, (d) tahanan penetrasi tanah, (e) gaya geser

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “UPAYA MENINGKATKAN KETRAMPILAN MENULIS MELALUI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara Konsep Diri dan Prestasi Belajar Mata Diklat Kewirausahaan Dengan Minat Berwirausaha pada Siswa

Dalam Edu Fair kali ini diharapkan siswa dan Orang Tua menjadi peserta aktif sehingga banyak informasi dari Lembaga pendidikan tinggi yang bisa diserap demi

Analisa dengan uji lanjut Duncan (Lampiran 7c) menunjukkan konsentrasi gambir 1% berbeda nyata dengan konsentrasi gambir 2%, 3%, 4%, dan 5%. Konsentrasi gambir 2% berbeda nyata

The undersigned below hereby state that this internship report has been approved and accepted by the Board of Examiners at English Diploma Program, Faculty of Cultural

Judul : Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Wajib Pajak dengan Tingkat Kesadaran Membayar Iuran Wajib Televisi di Kecamatan Genuk Kodya SemarangC. Program : P3T Tahun : 1988