• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanenan merupakan kegiatan yang menentukan pencapaian produktivitas suatu unit kebun, keberhasilan pemanenan akan menunjang pencapaian produktivitas tanaman. Sebaliknya kegagalan pemanenan akan menghambat pencapaian produktivitas tanaman kelapa sawit. Pengelolaan tanaman yang sudah baku dan potensi produksi tanaman yang tinggi, tidak ada artinya jika pemanenan tidak dilaksanakan secara optimal.

Kapasitas pemanen setiap harinya tergantung pada produksi ha-1 yang dipengaruhi oleh umur tanaman, topografi areal, kerapatan pohon, insentif yang disediakan dan musim yang dikenal sebagai musim panen puncak dan musim panen rendah (Lubis 2008). Nilai kapasitas panen dari setiap pemanen antar tiap-tiap kemandoran akan menunjukkan apakah tenaga pemanen sudah terdistribusi dengan baik atau belum. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap masing-masing lima orang pemanen dari kedua kemandoran pada pemanenan tanaman dengan tahun tanam 1996, pengamatan dilakukan selama empat hari panen pada setiap pemanennya. Maka diperoleh rata-rata kapasitas panen seperti pada tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Kapasitas Panen Tiap Mandoran Divisi Pondok Kloneng. Pemanen Rata-rata Out put per hari Mandoran A (kg) Rata-rata Out put per hari Mandoran B (kg)

1 1440 1688 2 1992 1920 3 1840 1760 4 1848 1992 5 1920 1896 Rata-rata 1808tn 1851.2tn

18

Pada tanaman tahun tanam 1996 diterapkan basic sebesar 75 janjang, maka dengan berat janjang rata-rata (BJR) 24 kg maka hasil yang diperoleh menurut basic ± 1800 kg. Dari kedua kemandoran didapatkan rata-rata kapasitas panen di atas basic yang telah ditentukan namun hanya sedikit lebih banyak dari basic yang telah ditentukan. Out put pemanen yang hanya sedikit di atas basic bisa saja dipengaruhi oleh beberapa faktor di atas.

Berdasarkan hasil uji-t terhadap kapasitas panen antar dua kemandoran menunjukkan hasil tidak berbeda nyata, hal ini membuktikan bahwa tenaga panen di divisi Pondok kloneng sudah terdistribusi secara baik. Asisten divisi Pondok Kloneng menerapkan pembagian tenaga panen untuk setiap kemandoran berdasarkan kemampuan dan pengalaman sehingga pemanen pemula atau belum terlatih akan didampingi oleh pemanen terlatih untuk diajarkan cara panen dan penentuan kriteria panen. Dengan meratanya pendistribusian pemanen pada tiap kemandoran maka hasil panen dari satu divisi akan menjadi lebih baik.

Mutu Panen

Mutu panen yang tinggi merupakan tujuan dari setiap perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk mencapai target dan mutu produksi yang memenuhi standar. Pada divisi pondok kloneng pemeriksaan mutu panen dilakukan setiap hari baik dilakukan oleh mandor panen, kerani buah, polisi buah dan asisten kebun. Pada dasarnya pemeriksaan mutu panen secara detail terhadap setiap pemanen adalah tugas dari polisi buah. Polisi buah bertugas mencatat setiap pelanggaran yang dilakukan oleh para pemanen, seperti pemanen memotong buah mentah, dan tangkai tandan yang terlalu panjang.

Tabel 6. Kesalahan pekerja dalam pelaksanaan panen

Minggu

Brondolan

tertinggal Buah mentah Long stalk Salah potong atau susun pelepah Jumlah

(buah) Denda (Rp) (tandan) Jumlah Denda (Rp) (tandan) Jumlah Denda (Rp) (pelepah) Jumlah Denda (Rp)

I - - 2 4000 - - - - II - - 1 2000 - - - - III - - - - IV - - 3 6000 - - - - Rata-rata 1.5 3000

Sumber: Hasil pengamatan penulis.

aPengamatan dilakukan selama empat minggu terhadap dua orang pemanen

bSetiap buah mentah, long stalk dan pelepah yang salah potong atau susun dikalikan Rp 2000,- , setiap brodolan yang tertinggal dikalikan Rp 20,- .

19

Hasil pengamatan mutu panen menunjukkan masih ada buah mentah yang ikut dipotong. Buah mentah yang tertinggal terdapat pada minggu pertama, kedua, dan keempat yaitu sebanyak enam tandan dengan rata-rata sebesar 1.5 tandan setiap minggunya dari dua orang pemanen. Dengan demikian maka rata-rata denda yang harus dibayar sebanyak tiga ribu rupiah setiap minggunya. Hal ini menunjukkan bahwa mutu panen dari pemanen di divisi Pondok Kloneng sudah terbilang bagus.

Penyebab masih terdapatnya buah mentah yang dipanen dapat dipengaruhi oleh faktor, seperti pohon yang sudah terlalu tinggi sehingga menyulitkan pemanen untuk menentukan tingkat kematangan buah. Faktor lain dapat disebabkan pemanen salah memperhitungkan jumlah brondolan yang sudah rontok, pemanen mengira bahwa .

Tahun Tanam dan Produktivitas Tanaman

Produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bahan tanaman kelapa sawit, kultur teknis, serangan hama dan penyakit, kesesuaian lingkungan, dan kesesuaian lahan (PPKS, 2007).

Divisi Pondok Kloneng mengalami kenaikan dan penurunan pada tiap tahunnya. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya. Produktivitas tertinggi didapatkan pada tahun 2011 yaitu senilai 28,03 ton/ha dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan produktivitas terendah didapatkan pada tahun 2013 yaitu senilai 22,53 ton/ha dalam kurun waktu satu tahun. Berikut adalah data produktivitas sepuluh tahun terakhir Divisi Pondok Kloneng.

Tabel 7. Produktivitas Divisi Pondok Kloneng Sepuluh Tahun Terakhir Tahun Produksi (ton) Luas Lahan (ha) Produktivitas (ton/ha)

2004 19.554 703,80 27,78 2005 18.362 703,80 26,09 2006 17.436 703,80 24,77 2007 19.508 703,80 27,72 2008 18.762 703,80 26,66 2009 18.558 703,80 26,37 2010 19.583 703,80 26,40 2011 19.411 692,51 28,03 2012 17.770 692,51 25,66 2013 15.604 692,51 22,53

Sumber: Kantor Besar Turangie Estate

Pada saat produktivitas mencapai puncak dalam kurun waktu sepuluh tahun pada saat itu terjadi pengurangan areal tanaman dari 703,80 ha menjadi 692,51 ha. Hal ini memungkinkan sebagai penyebab naiknya produktivitas divisi pondok kloneng karena ada lahan yang produktivitasnya rendah berkurang. Pada saat produktivitas menurun lagi di tahun 2013 mungkin dikarenakan kondisi buah yang sedang terek atau tidak pada masa puncak panen.

Selain faktor tersebut umur tanaman sangat mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit. Terdapat usia dimana kelapa sawit akan

20

mencapai puncak produksi dan kembali turun. Tanaman kelapa sawit akan mengalami kenaikan produktivitas mulai umur pertama panen sampai dengan umur 12 tahun dan akan kembali turun setelah melewati usia 12 tahun (PPKS 2007).

Tabel 8. Produktivitas Tanaman Berdasarkan Tahun Tanam

Sumber: Kantor Besar Turangie Estate

aData diperoleh dari hasil rata-rata data tahun 2013 bStandar produktivitas berdasarkan ketetapan Ditjenbun

Pada data tabel di atas dapat kita lihat produktivitas tertinggi diperoleh tanaman dengan tahun tanam 1996 sebesar dua ton per hektar dan produktivitas terendah diperoleh tanaman dengan tahun tanam 1994. menurut literatur seharusnya produktivitas tanaman dengan tahun tanam 1995 dan 1994 harus lebih tinggi dari tanaman dengan tahun tanam 1993. Hal ini bisa disebabkan oleh banyaknya tanaman produktif yang mati atau tumbang pada lahan tanaman dengan tahun tanam 1995 dan 1994.

Seks Rasio

Seks rasio merupakan perbandingan jumlah bunga betina dengan jumlah bunga total. Seks rasio yang rendah akan menurunkan efisiensi produksi. Nilai seks rasio sangat dipengaruhi oleh tingkat stress tanaman, jumlah hara yang diberikan dan ketersediaan air. Semakin tua umur tanaman maka nilai seks rasionya akan semakin rendah. Dari pengamatan pada tanaman dengan tahun tanam 1996 atau berumur sekitar 18 tahun dengan membandingkan nilai seks rasio pada lahan datar dengan lahan miring dengan tanaman contoh 40 tanaman contoh pada tiap tipe lahan didapatkan data sebagai berikut

Tabel 9. Perbandingan nilai seks rasio pada lahan miring dan datar

Blok Lahan miring Datar

96111020 0.58 0.46 96111014 0.72 0.46 96111030 0.64 0.49 96111004 0.65 0.53 96111001 0.63 0.55 rata-rata 0.64** 0.50**

Sumber: Hasil pengamatan penulis

Dari hasil uji-t nilai seks rasio pada lahan miring dengan lahan datar menunjukkan sifat berbeda sangat nyata. Hasil ini membuktikan bahwa tipe lahan berpengaruh terhadap nilai seks rasio tanaman. Ada beberapa hal yang TahunTanam Luas Lahan

(ha) rata tandan Berat rata-(kg) Produktivitas/ bulan (ton ha-1) Standar produktivitas / bulan (ton ha-1) 1993 43,75 25,38 1,93 2,08 1994 204,77 25,17 1,72 2,16 1995 127,56 24,61 1,89 2,25 1996 316,43 23,98 2,00 2,33

21

mungkin dapat menyebabkan nilai seks rasio pada lahan miring lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan datar seperti tanaman pada lahan lahan miring lebih dekat dengan sumber air dengan kata lain tanaman lebih mudah mendapatkan air. Faktor lain misalnya pada saat aplikasi pemupukan pupuk yang diaplikasikan pada lahan datar tercuci oleh hujan dan terbawa ke lahan lahan miring, sehingga hara yang didapatkan tanaman pada lahan lahan miring lebih banyak dari tanaman pada lahan datar.

Dapat kita ambil kesimpulan bahwa potensi hasil panen pada lahan lahan miring cukup tinggi, hal ini harus dibarengi dengan sarana prasarana yang mendukung untuk mempermudah pengangkutan hasil panen, seperti perbaikan jalan panen dan jembatan untuk mengangkut hasil panen ke TPH. Hal ini disebabkan pengangkutan buah pada lahan lahan miring lebih membutuhkan tenaga yang besar bila dibandingkan dengan lahan datar. Data di atas bisa saja tidak seratus persen benar dikarenakan mungkin terdapat kekhilafan dalam pengamatan yang disebabkan kondisi tanaman yang sudah cukup tinggi.

Selain topografi ada faktor lain yang mempengaruhi nilai seks rasio yaitu umur tanaman. Semakin tua umur tanaman maka nilai seks rasio akan semakin rendah dikarenakan akan berkurangnya jumlah bunga betina namun berat bunga betina atau janjangan bertambah. Dari pengamatan yang dilakukan dengan mengamati 40 tanaman contoh pada tiap-tiap tipe lahan di setiap tahun tanam.

Tabel 10.Perbandingan seks rasio tanaman tahun tanam 1993 dan 1996

Tahun tanam Miring Datar

Tahun 1993 0,55 0,5 0,37 0,36

Rata-rata 0,525* 0,365*

Tahun 1996 0,64 0,63 0,49 0,55

Rata-rata 0,635* 0,52*

Sumber: hasil pengamatan penulis

Dari hasil uji-t didapatkan hasil bahwa nilai seks rasio tanaman dengan tahun tanam 1993 dan 1996 berbeda nyata pada kedua tipe lahan yaitu datar dan miring. Hal ini membuktikan bahwa umur mempengaruhi nilai seks rasio. Nilai seks rasio tanaman dengan tahun tanam 1996 lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanaman dengan tahun tanam 1993.

Tenaga Panen

Tenaga panen atau karyawan panen merupakan faktor utama dalam proses pemanenan kelapa sawit dalam sebuah perkebunan. Kekurangan jumlah tenaga panen dapat mengganggu kegiatan panen karena tidak akan mencukupi luasan panen yang ditargetkan perusahaan, seperti pada saat buah melimpah jika kondisi tenaga panen kurang maka hanca yang dipanen tidak akan tuntas dan harus kembali dipanen pada hari berikutnya yang akan menyebabkan terganggunya rotasi panen dan bertambah dari 6/7 menjadi 7/7. Sedangkan jika jumlah pemanen terlalu banyak maka efisiensi kerja tidak akan optimal. Penghitungan dan penetapan jumlah tenaga panen yang

22

ideal dalam satu divisi kebun dapat dilakukan dengan menghitung perbandingan antara luas areal divisi dengan perkalian jumlah round (rotasi panen) dan norma panen perusahaan.

Kebutuhan tenaga panen divisi pondok kloneng = 692.51 ha : (6 round x 3 ha HK-1)

= 38.4 = 38 orang

Hasil perhitungan jumlah tenaga panen menunjukkan bahwa jumlah tenaga panen yang ideal untuk divisi pondok kloneng adalah sebanyak 38 orang, sedangkan jumlah tenaga panen dimiliki divisi pondok kloneng adalah sebanyak 36 orang yang terbagi atas dua kemandoran.

Tabel 11. Tenaga panen dan luas areal Panen.

Sumber: Kantor Besar Turangie Estate.

Dari pembagian tenaga panen yang terdapat pada tabel dapat kita lihat bahwa mandoran A memiliki jumlah tenaga panen sebanyak 16 orang dan mandoran B sebanyak 20 orang. Jumlah ini berbeda dari jumlah tenaga pemanen yang ideal menurut luasan areal seluas 692.51 ha. Berdasarkan luas areal tersebut seharusnya mandoran A setidaknya mendapatkan tambahan 2 orang tenaga panen lagi untuk memaksimalkan hasil panen di arealnya. Namun dengan kondisi buah yang sedang tidak pada masa puncak panen saat ini jumlah pemanen yang dimiliki Divisi Pondok Kloneng sebanyak 36 orang sudah cukup untuk melakukan proses pemanenan secara optimal.

Dokumen terkait