• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Galur Lactobacillus plantarum dan Bakteri Patogen

Karakteristik dari keempat bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 serta bakteri patogen dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil karakteristik morfologi dari keempat bakteri asam laktat Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 menunjukkan bahwa sel bakteri berbentuk batang, dengan susunan tunggal maupun berkoloni berbentuk rantai pendek. Ray dan Bhunia (2007) menyatakan, Lactobacillus plantarum tergolong dalam bakteri Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, tidak berspora, katalase negatif, dan anaerob fakultatif.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kultur Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 memiliki morfologi berbentuk batang dengan susunan tunggal maupun rantai pendek (Firmansyah, 2009). Karakteristik morfologi yang dihasilkan menunjukkan bahwa kultur Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang digunakan murni atau tidak tercemar. Pengujian karakteristik kultur bakteri menurut Hidayati (2006) dapat didasarkan pada fenotipnya, seperti berdasarkan dinding selnya melalui pewarnaan Gram, serta bentuk atau morfologi dari masing-masing kultur tersebut.

Buckle et al. (1987) menjelaskan bahwa bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus memiliki morfologi berbentuk batang. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan, yaitu Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan Bacillus cereus berbentuk batang. Hasil karakteristik morfologi bakteri Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028, dan Escherichia coli ATCC 14028 adalah berbentuk batang soliter maupun berkoloni, sedangkan Staphylococcus aureus ATCC 25923 memiliki bentuk bulat atau kokus dalam susunan tunggal maupun berkoloni seperti buah anggur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1992) yakni Staphylococcus aureus berbentuk bulat anggur sedangkan Escherichia coli berbentuk batang. Menurut Holt et al. (1994), bakteri Salmonella enteritidis ser. Thypimurium memiliki morfologi berbentuk batang lurus.

27 Tabel 3. Karakteristik BAL Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, 2C12, dan

Bakteri Indikator

Bakteri Pewarnaan Gram Morfologi Bentuk dan Susunan

L. plantarum 1A5 Positif Batang tunggal dan koloni berantai

pendek

L. plantarum 1B1 Positif Batang tunggal dan koloni berantai

pendek

L. plantarum 2B2 Positif Batang tunggal dan koloni berantai

pendek

L. plantarum 2C12 Positif Batang tunggal dan koloni berantai

pendek P. aeruginosa

ATCC 27853

Negatif Batang tunggal dan koloni berantai pendek

S. aureus ATCC 25923

Positif Bulat tunggal dan koloni seperti buah anggur

B. cereus Positif Batang tunggal dan berkoloni, terdapat

kantung spora S. Thypimurium

ATCC 14028

Negatif Batang tunggal dan berkoloni

E. coli

ATCC 25922

Negatif Batang tunggal dan bekoloni

Pewarnaan Gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan sering digunakan untuk pengujian kemurnian suatu bakteri. Pada pewarnaan Gram, bakteri dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan komponen dinding selnya yaitu bakteri Gram postif dan Gram negatif (Pelczar dan Chan, 2007). Hasil pewarnaan Gram terhadap bakteri Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12, serta bakteri indikator Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus cereus menunjukan bahwa bakteri-bakteri tersebut tergolong dalam bakteri Gram positif. Hal ini dikarenakan pada proses pewarnaan Gram keenam bakteri ini menyerap warna ungu yang berasal dari kompleks antara kristal violet dengan iodin, dan tetap mempertahankan warna tersebut meskipun telah diberi alkohol 95% dan ditambahkan zat warna lainnya yaitu safranin.

28 Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028, dan Escherichia coli ATCC 25922, berdasarkan hasil pewarnaan Gram menunjukan bahwa ketiga bakteri ini tergolong dalam bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan ketiga bakteri tersebut tidak dapat mempertahankan warna ungu dari zat pewarna kristal violet saat diberi alkohol 95%, dan bakteri ini menyerap warna merah dari pewarna tandingannya yaitu dari safranin. Hasil pengamatan morfologi dan pewarnaan Gram secara mikroskopis dari bakteri Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, 1A5, serta bakteri indikator dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 7. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Lactobacillus plantarum : (A) L. plantarum 1A5; (B) L. plantarum 1B1; (C) L. plantarum 2B2; (D) L. plantarum 2C12.

Dinding sel bakteri Gram positif sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan (90%). Lapisan ini akan menyebabkan kompleks antara kristal violet dan iodin tetap didalam dinding sel saat pewarnaan Gram walaupun telah dilakukan pencucian dengan alkohol 95% (Fardiaz, 1989). Teori lain menyatakan bahwa

29 bakteri Gram positif mempertahankan warna ungu disebabkan dinding sel mengalami dehidrasi saat ditetesi alkohol 95%, sehingga pori-pori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun. Keadaan ini membuat kompleks kristal violet - iodin tidak dapat keluar dari sel, dan saat ditetesi degan safranin zat pewarna ini tidak dapat masuk ke dalam dinding selnya (Pelczar dan Chan, 2007).

(A) (B) (C)

(D) (E)

Gambar 8. Morfologi dan Hasil Pewarnaan Gram Bakteri – Bakteri Indikator: (A) Bacillus cereus; (B) Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853; (C) Staphylococcus aureus ATCC 25923 ; (D) Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028; (E) Escherichia coli ATCC 25922.

Bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipid yang tinggi pada dinding selnya dalam bentuk lipopolisakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992). Lipid pada dinding sel bakteri Gram negatif akan larut oleh alkohol sehingga pori-pori mengembang dan menyebabkan kompleks kristal violet – iodin keluar dari sel, sehingga dinding sel bakteri menjadi tidak berwarna. Dinding sel bakteri yang tidak berwarna tersebut akan menyerap zat pewarna safranin, sehingga sel bakteri akan tampak berwarna merah ketika dilihat dibawah mikroskop (Pelczar dan Chan, 2007).

30

Produksi Plantaricin

Tabel 4 menunjukkan kondisi pH awal dari supernatan bebas sel dan kondisi pH setelah supernatan bebas sel dinetralkan menggunakan NaOH 1 N. Berdasarkan data pH pada Tabel 4, supernatan antimikrob yang dihasilkan berada dalam kondisi asam pada semua galur Lactobacillus plantarum. Kondisi asam ini disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang merupakan metabolit primer bakteri asam laktat selama proses metabolismenya.

Asam organik tersebut adalah asam laktat, karena Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat dari proses fermentasi karbohidrat (Ray dan Bhunia, 2007). Fardiaz (1989), menyatakan terbentuknya asam laktat dan asam organik oleh bakteri asam laktat dapat menyebabkan penurunan pH. Akibatnya mikroba yang tidak tahan terhadap pH yang relatif rendah akan terhambat pertumbuhannya. Data pH supernatan pada keempat galur Lactobacillus plantarum memiliki pH yang hampir sama, dan berkisar di pH 4. Roller (2003) menyatakan, asam organik dengan nilai pH 4 dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan jika berada pada kisaran pH 5 dapat menghambat kapang dan khamir.

Tabel 4. Kondisi pH Supernatan Bebas Sel asal Empat Galur Lactobacillus plantarum pada Media MRS broth dengan inducer yeast extract (YE) 3% Galur Lactobacillus

plantarum

pH Supernatan Bebas Sel

Awal Netral

1A5 4,01 ± 0,04 6,11 ± 0,34

1B1 3,94 ± 0,11 5,87 ± 0,12

2B2 4,00 ± 0,02 6,17 ± 0,31

2C12 3,98 ± 0,01 6,04 ± 0,16

Supernatan antimikrob bebas sel dimurnikan untuk mendapatkan bakteriosin yang terkandung didalamnya, sehingga pengaruh asam organik di dalam supernatan antimikrob bebas sel harus dihilangkan untuk memberi kesempatan pada bakteriosin agar dapat menghambat pertumbuhan bakteri indikator pada uji antagonistik. Penambahan sejumlah basa kuat NaOH 1N dilakukan untuk memberikan kondisi pH netral pada supernatan bebas sel, sehingga nilai pH supernatan bebas sel dari

31 keempat galur Lactobacillus plantarum berada pada kisaran pH 5,8 hingga pH 6,2. Kisaran pH 5,8 – 6,2 digunakan karena pada kondisi tersebut aktivitas bakteriosin yang terkandung dalam supernatan bebas sel dapat optimal. Plantaricin PASM1 asal Lactobacillus plantarum A-1 yang diisolasi dari tortilla tanpa proses fermentasi, menunjukan aktivitas antimikrob yang optimal (90-100%) pada kisaran pH 5,5 hingga pH 7 (Hata et al., 2010).

Uji Antagonistik Supernatan Bebas Sel Netral Lactobacillus plantarum

Hasil uji antagonistik supernatan bebas sel netral asal empat galur Lactobacillus plantarum terhadap bakteri indikator disajikan secara lengkap pada Tabel 5. Uji antagonistik terhadap bakteri indikator ditunjukkan dengan adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur.

Tabel 5 . Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Asal Empat Galur Lactobacillus plantarum terhadap Bakteri Indikator

Bakteri Indikator Galur Lactobacillus plantarum

1A5 1B1 2B2 2C12 ---mm--- Pseudomonas aeruginosaATCC 27853 16,86± 0,34 13,37± 0,96 13,50 ± 1,12 10,32± 0,92 Bacillus cereus 16,30± 1,42 15,02± 1,56 11,05± 0,39 7,46± 0,91

Staphylococcus aureusATCC 25923

17,72± 1,27 16,21± 0,49 15,01 ±1,54 10,46± 1,40

Escherichia coli ATCC 25922 15,73± 0,31 15,22± 0,87 9,74± 1,36 10,93± 1,40

Salmonella enteritidis ser. Thypimurium ATCC 14028

18,00± 0,64 13,09± 0,30 9,13± 0,64 14,55± 3,45

Keterangan : Diameter lubang sumur (5 mm) termasuk ke dalam diameter zona hambat.

Berdasarkan data pada Tabel 5, supernatan bebas sel netral asal empat galur Lactobacillus plantarum yaitu 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 menunjukkan aktivitas antimikrob, hal ini dapat dilihat dari terbentuknya zona hambat saat uji antagonistik terhadap kelima bakteri indikator. Zona hambat yang terbentuk adalah zona hambat semu, yang berarti aktivitas dari antimikrob tersebut adalah bakteriostatik atau menghambat pertumbuhan mikroba (Syahniar, 2009). Sapatnekar et al. (2010) menyatakan, aktivitas antimikrob bakteriosin ditunjukkan dengan tebentuknya zona hambat bening dan zona yang berbeda dari area sekitar cawan yang ditumbuhi oleh

32 bakteri indikator yang digunakan. Besarnya diameter zona hambat dari keempat plantaricin terhadap bakteri indikator berkisar antara 7,46 mm hingga 18,00 mm.

Perbedaan ukuran zona hambat yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah konsentrasi bakteriosin yang terkandung di dalam supernatan bebas sel netral dari seriap galur berbeda-beda. Terlalu rendahnya konsentrasi bakteriosin yang terbentuk, maka akan menyebabkan aktivitas penghambatan untuk melawan bakteri indikator akan relatif rendah (Syahniar, 2009). Hal ini juga didukung oleh Todorov et al. (2004) yang menyatakan bahwa rendahnya aktivitas penghambatan pada media perlakuan dapat disebabkan oleh berkurangnya aktivitas antimikrob dari bakteriosin akibat sensitifnya peranan asam organik. Faktor lainnya adalah karakteristik dari bakteri indikator yang berbeda-beda. Bakteri indikator terdiri atas bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif. Tingkat sensitivitas kedua bakteri ini terhadap zat antimikrob sangat berbeda. Bakteri Gram positif lebih sensitif, sedangkan bakteri Gram negatif lebih resisten.

Aktivitas antimikrob supernatan netral ini menunjukkan adanya aktivitas bakteriosin dalam menghambat bakteri indikator. Aksi penghambatan bakteriosin terutaman efek bakterisidal terhadap bakteri sensitif diawali dengan destabilisasi fungsi membran sitoplasma. Destabilisasi ini berupa peningkatan permeabilitas membran, sehingga mengganggu keseimbangan barier dan dapat mengakibatkan kematian sel (Jack et al., 1995). Berdasarkan hasil uji antagonistik supernatan antimikrob netral terhadap bakteri indikator yang menunjukkan adanya aktivitas penghambatan, maka perlu dilakukan proses lanjutan yaitu purifikasi bakteriosin asal Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang selanjutnya disebut plantaricin. Purifikasi plantaricin meliputi purifikasi parsial dengan menggunakan presipitasi amonium sulfat, dialisis, dan purifikasi dengan menggunakan kromatografi pertukaran kation.

Purifikasi Plantaricin

Proses purifikasi plantaricin diawali oleh proses purifikasi parsial dengan menggunakan presipitasi amonium sulfat. Supernatan bebas sel yang telah dikondisikan netral (pH 5,8-6,2) dipresipitasi dengan amonium sulfat 80% pada kondisi dingin 4 oC. Presipitasi adalah suatu metode menggunakan penambahan reagen yang menyebabkan protein meninggalkan larutan dan membentuk partikel

33 tidak larut dalam endapan. Prinsip penambahan garam amonium sulfat 80% ke dalam supernatan bebas sel dari setiap galur Lactobacillus plantarum adalah untuk mengendapkan plantaricin yang merupakan protein, sehingga dapat dipisahkan dari substansi lainnya yang terkandung di dalam supernatan bebas sel netral. Keuntungan menggunakan garam ammonium sulfat karena mempunyai kelarutan tinggi, pH moderat, relatif lebih murah, non toksik, dan tidak mempengaruhi enzim (Tokuyasu et al., 1996). Hasil yang didapatkan pada purifikasi parsial ini disebut presipitat plantaricin.

Tahap purifikasi berikutnya adalah dialisis dalam kondisi dingin (4 oC). Proses ini dilakukan untuk menghilangkan garam amonium sulfat dan molekul berukuran kecil lainnya yang masih terkandung dalam presipitat plantaricin. Molekul plantaricin yang berukuran lebih besar akan terperangkap didalam membran dialisis, sedangkan garam amonium sulfat akan berdifusi keluar melewati membran dialisis. Hasil yang diperoleh dari tahap purifikasi ini disebut plantaricin kasar. Tahap purifikasi terakhir untuk mendapatkan plantaricin murni adalah purifikasi dengan menggunakan kromatografi pertukaran kation.

Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan dalam suatu kolom yang diisi dengan fase stasioner dan cairan (pereaksi) sebagai fase mobil untuk mengetahui banyaknya komponen contoh yang keluar melalui kolom (Adnan, 1997). Purifikasi dengan kromatografi kolom menghasilkan sejumlah fraksi plantaricin murni dengan konsentrasi protein yang berbeda-beda. Pengecekan protein presipitat plantaricin, plantaricin kasar, dan plantaricin murni 1A5, 1B1, 2B2, serta 2C12 dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil pengecekan protein disajikan secara lengkap pada Gambar 9.

Berdasarkan data pada Gambar 9, diketahui bahwa komponen utama pada plantaricin adalah peptida-peptida atau kompleks peptida. Nilai konsentrasi protein plantaricin mengalami peningkatan pada tahap purifikasi yang lebih lanjut. Konsentrasi protein plantaricin kasar 1A5, 1B1, dan 2B2 meningkat lebih dari dua kali lipatnya dibandingkan dengan protein presipitat plantaricin, namun konsentrasi protein plantaricin 2C12 mengalami penurunan setelah tahap dialisis. Peningkatan konsentrasi protein pada plantaricn kasar disebabkan karena proses dialisis telah menghilangkan garam-garam ammonium sulfat yang masih terkandung dalam

34 presipitat plantaricin, sehingga konsentrasi plantaricin kasar yang merupakan hasil tahap dialisis akan lebih tinggi dibandingkan presipitat plantaricin.

Gambar 9. Histogram Konsentrasi Protein Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus plantrum pada Tahap Proses Purifikasi Plantaricin. plantaricin

Keterangan : Fraksi plantaricin murni yang digunakan berbeda-beda, plantaricin 1A5 = fraksi 9, plantaricin 1B1 = fraksi 7, plantaricin 2B2 = fraksi 7, plantaricin 2C12= fraksi 54.

Day dan Underwood (2002) menyatakan Proses dialisis atau proses pencucian bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada permukaan partikel-partikel protein. Konsentrasi protein yang dihasilkan oleh Plantaricin kasar 1B1 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan tiga plantaricin lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi protein presipitat plantaricin dan plantaricin kasar adalah konsentrasi plantaricin yang terkandung, konsentrasi media pertumbuhan BAL yang masih tersisa, serta konsentrasi buffer kalium fosfat pada plantaricin kasar.

Proses purifikasi plantaricin dengan metode kromatografi pertukaran kation akan menghasilkan sejumlah fraksi plantaricin murni, yang konsentrasi proteinnya berbeda-beda. Fraksi dengan konsentrasi protein yang tidak terlalu tinggi dipilih sebagai sampel untuk melakukan pengujian karakterisasi plantaricin terhadap degradasi enzim proteolitik. Karakteristik peptida bakteriosin pada umumnya adalah peptida hidropobik dan kationik, serta muatan positifnya akan lebih tinggi pada

24,08 24,61 15,62 3,41 56,66 71,19 44,59 0,97 23,70 1,69 2,93 4,34 0 10 20 30 40 50 60 70 80 1A5 1B1 2B2 2C12 K o nse nt r a si P r o te in P la nta ric in (m g /m l) Galur L. plantarum

35 kondisi pH rendah (Ray dan Bhunia, 2007). Peptida bakteriosin berukuran kecil dan resisten terhadap panas (Ray dan Miller, 2003). Ray dan Bhunia (2007) menyatakan, satu galur bakteri dapat memproduksi lebih dari satu jenis bakteriosin. Dikatakan pula beberapa galur pada spesies yang sama dapat memproduksi bakteriosin yang sama atau dapat pula berbeda.

Karakterisasi Plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12

Karakterisasi plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 dilakukan untuk mengetahui karakter dari masing-masing plantaricin murni yang dihasilkan keempat galur Lactobacillus plantarum tersebut. Salah satu karakterisasi plantaricin adalah pengujian sensitivitas plantaricin terhadap enzim tripsin.

Sensitivitas Plantaricin Murni 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap Enzim Tripsin

Uji sensitivitas plantaricin terhadap enzim tripsin ditunjukkan dengan terjadinya penurunan konsentrasi protein dari masing-masing plantaricin setelah mendapat perlakuan enzim tripsin bila dibandingkan dengan kontrol. Hasil pengujian konsentrasi protein plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang diberi perlakuan enzim tripsin dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram Konsentrasi Protein Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus plantarum yang Diberi Perlakuan Enzim Tripsin.

K Kontrol, .. Tripsin. 23,70 1,69 2,93 4,34 10,69 1,18 1,13 0,57 0 5 10 15 20 25 1A5 1B1 2B2 2C12 K o ns ent ra si P ro tein P la nta ricin (m g /m l) Galur L. plantarum

36 Berdasarkan data pada Gambar 10, penurunan konsentrasi protein keempat plantaricin terjadi setelah plantaricin diberi penambahan tripsin dan diinkubasi selama satu jam pada suhu 25 oC. Hal tersebut menandakan bahwa enzim tripsin mampu mendegradasi protein atau peptida-peptida yang merupakan komponen aktif utama didalam plantaricin. Data penurunan konsentrasi protein plantaricin diolah lebih lanjut dalam bentuk persentase penurunan konsentrasi protein, sehingga dapat terlihat lebih jelas bagaimana sensitivitas dari masing-masing jenis plantaricin terhadap degradasi enzim tripsin.

Persentase penurunan konsentrasi protein dari plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 11. Galur Lactobacillus plantarum yang berbeda tidak berpengaruh terhadap persentase penurunan konsentrasi protein plantaricin. Hal ini berarti bahwa plantaricin yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 mempunyai tingkat sensi-tivitas yang sama terhadap degradasi enzim tripsin. Berdasarkan data pada Gambar 11 diketahui bahwa, persentase penurunan konsentrasi protein plantaricin 2C12 cenderung lebih tinggi dibandingkan plantaricin lainnya, sedangkan plantaricin 1B1 memiliki peptida-peptida yang kurang mampu didegradasi oleh enzim tripsin, hal ini dapat dilihat dari persentase penurunan proteinnya yang rendah yaitu 33,50 %.

Enzim tripsin merupakan enzim endopeptidase yaitu mengkatalisis hidrolisa pada peptida dibagian tengah rantai. Enzim tripsin tidak mengkatalisis hidrolisa untuk semua ikatan peptida, enzim tripsin hanya akan memecah ikatan peptida pada gugus yang spesifik, yaitu gugus karbonil residu lisin dan agrinin (Suhartono, 1998). Urutan asam amino dari masing-masing plantaricin dapat menjadi faktor penentu degradasi plantaricin tersebut oleh enzim tripsin. Semakin banyak urutan asam amino gugus karbonil residu lisin dan agrinin, maka semakin banyak protein yang dapat didegradasi oleh enzim tersebut.

Bakteriosin yang berasal dari bakteri asam laktat yang berbeda, dapat memiliki urutan asam amino yang sama. Umumnya bakteriosin memiliki kurang dari 60 jenis asam amino, namun efisiensi aksi bakterisidalnya tidak bergantung pada banyaknya asam amino yang terkandung dalam bakteriosin tersebut (Ray dan Bhunia, 2007). Plantaricin ASM1 yang telah diteliti sebelumnya, diketahui terdiri atas 43 residu asam amino, dengan titik isoelektrik pada pH 6,97 (Hata et al., 2010).

37 Gambar 11. Histogram Persentase (%) Penurunan Konsentrasi Protein Plantaricin

Murni setelah Didegradasi Enzim Tripsin.

Uji Antagonistik Plantaricin murni 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 terhadap Bakteri Indikator.

Uji antagonistik dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumur, terhadap plantaricin murni sebagai kontrol dan plantaricin murni yang telah mendapat perlakuan enzim tripsin. Hasil uji antagonistik plantaricin asal empat Galur Lactobacillus plantarum dengan perlakuan enzim tipsin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ditampilkan pada Tabel 6. Plantaricin murni yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 mampu menghambat bakteri Gram negatif Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.

Tabel 6. Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853

Galur Lactobacillus plantarum Perlakuan Rata-rata Kontrol Tripsin ---mm--- 1A5 9,25 ± 2,42 7,48 ± 0,74 8,36 ± 1,25 1B1 8,39 ± 1,58 6,15 ± 1,99 7,27 ± 1,58 2B2 8,25 ± 1,72 6,02 ± 1,77 7,14 ± 1,58 2C12 8,85 ± 1,56 6,75 ± 1,05 7,80 ± 1,48 Rata-rata 8,96±0,46a 6,60 ± 0,66b

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata

(P≤0,05). Diameter lubang sumur (5 mm) termasuk ke dalam diameter zona hambat.

33,50 66,02 56,94 74,27 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1B1 2B2 1A5 2C12 P er sent a se P enurun a n P ro tein P la nta ricin Galur L. plantarum

38 Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang. Umumnya bakteri Gram negatif resisten terhadap bakteriosin. Namun berdasarkan hasil penelitian ini, plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 mampu menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan untuk menguji aktivitas plantaricin ST13BR. Plantaricin ST13BR dilaporkan menunjukkan aktivitasnya terhadap bakteri indikator Pseudomonas aeruginosa juga terhadap beberapa bakteri Gram negatif lainnya seperti Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae (Todorov et al., 2004).

Zona hambat plantaricin terhadap bakteri indikator Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 tidak dipengaruhi oleh interaksi (P> 0,05) dari galur Lactobacillus plantarum dengan perlakuan enzim proteolitik. Zona hambat plantaricin terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 hanya dipengaruhi oleh perlakuan enzim proteolitik yang berbeda. Plantaricin dari empat galur Lactobacillus plantarum yang berbeda terbukti sensitif terhadap perlakuan enzim proteolitik, yaitu tripsin. Zona hambat plantaricin kontrol untuk keempat galur Lactobacillus plantarum memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona hambat setelah mendapat perlakuan enzim tripsin. Hal ini selaras dengan terjadinya penurunan konsentrasi protein keempat plantaricin akibat degradasi enzim tripsin. Enzim tripsin telah menghidrolisis substrat aktif di plantaricin yaitu peptida, sehingga menghasilkan aktivitas penghambatan yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

Penurunan konsentrasi protein dan zona hambat plantaricin sejalan dengan terjadinya penurunan activity unit plantaricin akibat degradasi oleh enzim tripsin (Gambar 12). Degradasi oleh enzim tripsin telah menurunan lebih dari setengah activity unit plantaricin. Aktivitas penghambatan keempat plantaricin terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 tersebut masih ada walaupun telah didegradasi oleh enzim tripsin. Hal tersebut dikarenakan masih terdapatnya sejumlah peptida aktif dalam plantaricin yang tidak terdegradasi oleh enzim tripsin, sehingga zona hambat hasil uji antagonistik masih terbentuk walaupun zona yang terbentuk tidak begitu besar serta masih cukup tingginya activity unit plantaricin yang tersisa setelah degradasi oleh enzim.

39 Gambar 12. Histogram Activity Unit Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus

plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853... Kontrol, .. Tripsin.

Tabel 7. Diameter Zona Hambat Plantaricin Asal Empat Galur Lactobacillus plantarum dengan Perlakuan Enzim Tripsin terhadap Bakteri Bacillus cereus Galur Lactobacillus plantarum Perlakuan Rata-rata Kontrol Tripsin ---mm--- 1A5 9,31 ± 1,77 7,64 ± 1,83 8,48 ±1,19 1B1 8,58 ± 1,24 7,15 ± 1,90 7,86 ±1,01 2B2 8,67 ± 1,28 7,72 ± 1,12 8,19 ±0,67 2C12 9,66 ± 1,31 7,23 ± 0,21 8,44 ±1,72 Rata-rata 9,06 ±0,52a 7,44 ±0,30b

Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata

(P≤0,05). Diameter lubang sumur (5 mm) termasuk ke dalam diameter zona hambat.

Bacillus cereus merupakan bakteri patogen Gram positif dan menghasilkan spora (Fardiaz, 1989a). Kontaminasi dalam pangan oleh bakteri ini akan mengakibatkan sakit pada pencernaan. Hasil uji antagonistik plantaricin 1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12 yang diberi perlakuan enzim proteolitik terhadap bakteri Bacillus cereus dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil sidik ragam terhadap zona hambat menunjukkan bahwa interaksi antara galur Lactobacillus plantarum dengan perlakuan enzim tripsin tidak berpengaruh terhadap diameter zona hambat (P > 0,05).

1264,32 922,01 884,56 862,08 614,52 302,67 261,74 335,12 0 180 360 540 720 900 1080 1260 1440 1A5 1B1 2B2 2C12 Act iv it y Unit (m m 2 /m l) Galur L. plantarum

40 Perlakuan enzim tripsin berpengaruh nyata terhadap diamater zona hambat pada uji antagonistik dengan bakteri indikator Bacillus cereus, namun perlakuan galur Lactobacillus plantarum yang berbeda tidak berpengaruh nyata.

Rataan zona hambat plantaricin terhadap bakteri Bacillus cereus dengan perlakuan enzim tripsin (7,44 mm) berbeda dengan rataan zona hambat plantaricin tanpa perlakuan enzim, yang diamaternya lebih tinggi yaitu 9,06 mm. Terjadinya penurunan diameter zona hambat akibat degradasi enzim tripsin, diikuti dengan terjadinya penurunan activity unit plantaricin yang telah mendapat perlakuan enzim tripsin. Berdasarkan data pada Tabel 7 dan Gambar 13, enzim tripsin belum mampu sepenuhnya menginaktivasi antimikrob keempat plantaricin. Hal ini dapat terlihat dari masih terbentuknya zona hambat dan masih cukup tingginya activity unit plantaricin yang diberi perlakuan enzim tripsin terhadap bakteri Bacillus cereus.

Dokumen terkait