• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA TAPIOKA DARI LIMA VARIETAS UBI KAYU

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan baku ubi kayu yang digunakan berasal dari lima varietas yaitu varietas Thailand, Kasetsar, Pucuk biru, Faroka dan Adira-4 (Gambar 4.3). Semua umbi dipanen pada umur 15 bulan, melebihi umur panen optimalnya. Umur panen dan karakteristik umbi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Bentuk dan Ukuran Granula

Secara umum, granula tapioka berbentuk bulat. Sebagian diantaranya memiliki salah satu sisi terpotong, dan sebagian kecil dijumpai berbentuk oval (Gambar 4.4). Tidak terlihat perbedaan bentuk granula tapioka dari varietas yang berbeda. Granula juga menunjukkan persilangan birefringence, mengindikasikan bahwa granula masih dalam bentuk mentah (native). Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Sriroth et al. (1999), Gunaratne dan Hoover (2002) serta Mishra

dan Rai (2006).

Granula tapioka dari lima varietas relatif seragam, dengan ukuran rata-rata berkisar antara 12,82 – 16,66 µm (Tabel 4.2). Nilai ini mirip dengan yang dilaporkan oleh beberapa penelitian terdahulu yaitu rata-rata 15,0 µm (Mishra dan Rai, 2006) dan 8 – 22 µm (Sriroth et al., 1999). Ukuran granula tapioka lebih

kecil dari pati kentang (14,3 – 53,6 µm, rata-rata 30,5 µm) dan sedikit lebih besar dari pati jagung (3,6 – 14,3 µm, rata-rata 12,2 µm) (Mishra dan Rai, 2006).

50

Gambar 4.3 Bahan baku ubi kayu yang digunakan Tabel 4.1 Karakteristik bahan baku ubi kayu yang digunakan Varietas Kisaran umur panen

optimal (bulan) Warna daging umbi Bentuk umbi Rendeman (%)*

Thailand 8 – 10 Kekuningan Bulat 19,6

Kasetsar 10 – 12 Putih Lonjong 25,2

Pucuk biru 10 – 12 Putih Lonjong 28,9

Faroka 10 – 12 Putih Panjang 23,8

Adira 4 12 – 15 Putih Panjang 23,9

*% dari berat pati lolos ayakan 100 mesh terhadap berat umbi kupas

Gambar 4.4 Penampakan granula tapioka (pengamatan pada pembesaran 1000X, a: Thailand; b: Kasetsar, c: Pucuk biru, d: Faroka, e: Adira 4)

51

Adejumo et al. (2011) mengelompokkan granula pati dalam empat kelom-

pok ukuran: besar (> 25 µm), sedang (10 – 25 µm), kecil (5 – 10 µm) dan sangat kecil (< 5 µm). Distribusi ukuran granula (Gambar 4.5) dan pengelompokan ukur- an granula (Tabel 4.2) menunjukkan bahwa granula tapioka dari lima varietas se- bagian besar masuk dalam kategori ukuran sedang. Jika dibandingkan antar 5 va- rietas, maka tapioka Adira 4 relatif lebih banyak memiliki granula berukuran kecil, Kasetsar lebih banyak memiliki granula berukuran sedang sementara 3 tapioka lainnya memiliki distribusi ukuran yang relatif mirip.

Tabel 4.2 Persentase distribusi ukuran granula tapioka dari lima varietas ubi kayu Tapioka Diameter

rata-rata (µm)

Distribusi ukuran (%) Sangat kecil

(< 5 µm) (5-10 µm) Kecil (10-25 µm) Sedang (> 25 µm) Besar

Thailand 14,12 10,92 13,87 73,34 1,86

Kasetsar 16,66 5,13 9,57 85,28 1,00

Pucuk biru 14,98 10,50 11,39 76,24 1,88

Faroka 14,69 10,27 12,38 76,01 1,35

Adira-4 12,82 9,80 19,76 70,44 0,00

Gambar 4.5 Distribusi ukuran granula tapioka

Komposisi Kimia Tapioka

Komposisi kimia tapioka bervariasi antar varietas, dimana varietas Thailand memiliki komposisi kimia yang relatif berbeda dari empat varietas yang lain (Tabel 4.3). Sebagai pembanding, juga ditampilkan komposisi kimia tapioka dari beberapa sitasi (Tabel 4.3). Perbedaan komposisi kimia ini disebabkan oleh banyak faktor dan sifatnya kompleks. Pada varietas yang sama, perbedaan dapat

52

Tabel 4.3 Komposisi kimia tapioka dari lima varietas ubi kayu (data dalam g/100 g bk, kecuali untuk kadar air dalam g/100 g bb) dan dari beberapa sitasi

Komponen Tapioka (data penelitian)* et al., 2009 Nwokocha Sriroth et al., 1999 Nuwamanya et al., 2010 Rakshit, 2003 Abera dan Mishra dan Rai, 2006

a

Thailand Kasetsar Pucuk biru Faroka Adira 4 Tapioka Jagung Kentang

Air 14,22d ± 0,02 12,24a ± 0,01 15,69e ± 0,01 13,18b ± 0,09 13,63c ± 0,07 - - - - - - - Abu 0,19d ± 0,000 0,12a ± 0,001 0,15c ± 0,000 0,14b ± 0,000 0,11a ± 0,001 0,34 ± 0,07 0,08 0,15a -b 0,08 0,10 0,20 ± 0,05 0,36 ± 0,06 0,19 ± 0,02 Lemak 0,76e ± 0,00 0,33a ± 0,00 0,53c ± 0,01 0,51b ± 0,00 0,56d ± 0,01 - 0 0,01 0,12 0,38 0,06 0,12 0,51 ± 0,08 1,22 ± 0,16 0,32 ± 0,07 Protein 0,13b ± 0,000 0,15c ± 0,001 0,10a ± 0,000 0,10a ± 0,000 0,10a ± 0,000 0,59 ± 0,06 0,15 0,30a 0,28 0,52 0,25 0,30 0,051 ± 0,07 1,21 ± 0,15 0,61 ± 0,06 Pati 83,55a ± 0,16 82,62a ± 1,32 80,16a ± 1,09 79,78a ± 1,23 81,19a ± 1,77 - - - - - - - Amilosa 33,13c ± 0,16 31,81b ± 0,04 30,88a ± 0,25 30,92a ± 0,12 31,13a ± 0,12 34,30 ± 0,04 19,5 24,1a 19,0 20,0 - 16,27 ± 0,32, 25,60 ± 1,17 24,95 ± 0,68 Amilopektin 50,42a ± 0,51 50,80a ± 1,28 49,28a ± 0,85 48,85a ± 1,35 50,06a ± 1,66 - - - - - - -

53

disebabkan oleh lingkungan tempat tumbuh (tanah, iklim), umur panen dan penanganan pasca panen (Sriroth et al., 1999; Abera dan Rakshit, 2003; Moorthy,

2002; Zaidul et al., 2007; Wang et al., 2009).

Seperti dilaporkan dalam beberapa sitasi, kandungan komponen minor di dalam tapioka lebih rendah dibandingkan dengan pati serealia, seperti jagung (Tabel 4.3). Pati dengan kandungan komponen lain (abu, lemak, protein) yang rendah lebih disukai karena keberadaan komponen lain dapat mengganggu sifat- sifat pasting dari pati (Copelan et al., 2009).

Pola Difraksi Sinar X

Pati umbi-umbian umumnya menunjukkan kristal tipe B. Walaupun meru- pakan pati umbi tapioka telah dilaporkan menunjukkan kristal tipe A, B dan C (Moorthy, 2002). Penelitian Atichokudomchai et al. (2000) pada maizena menun-

jukkan, pergeseran tipe kristalinitas bisa terjadi dengan perubahan kadar amilosa pati. Pati dengan amilosa rendah cenderung memiliki lapisan semikristalit yang lebih teratur dan membentuk kristal tipe A.

Tapioka yang diamati memiliki kristal tipe A dengan empat puncak utama pada sudut difraksi 2Ɵ 15,06 -15,2; 17,1-17,2; 17,8-18,1 dan 23,18-23,2 (Gambar 4.6). Puncak pada jarak 4,9 5,0 Å memiliki intensitas tertinggi kecuali pada tapioka dari varietas Thailand yang intensitas tertingginya ditunjukkan oleh puncak pada jarak 5,2 Å. Kristalinitas tipe A pada tapioka juga dilaporkan oleh Franco et al. (2002), Gunaratne dan Hoover (2002), Jyothi et al. (2010) dan

Charoenkul et al. (2011).

Kristalinitas tapioka berkisar antara 25,96–27,60%. Tapioka Adira memiliki kristalinitas tertinggi (Tabel 4.4). Kristalinitas tampaknya tidak berhubungan dengan intensitas dari empat puncak utama. Empat puncak utama tapioka dari varietas Thailand dan Kasetsar yang berbeda kadar kristalinitasnya memiliki intensitas lebih rendah dari tiga jenis pati yang lain.

Tapioka Thailand dengan kandungan amilosa yang tinggi, memiliki kristali- nitas terendah. Peningkatan derajat kristalinitas tapioka dengan menurunnya kadar amilosa telah dilaporkan pada tapioka (Atichokudomchai et al., 2000), maizena

54

Gambar 4.6 Pola difraksi sinar X tapioka dari lima varietas ubi kayu Tabel 4.4 Kristalinitas dan intensitas puncak utama tapioka lima varietas ubi kayu

Tipe

kristal Kristalinitas relatif (%) Jarak - A (Intensitas – CPS*) Thailand A 25,96 5,9 (64) 5,2 (108) 4,9 (104) 3,8 (90) Kasetsar A 27,35 5,8 (65) 5,2 (106) 5,0 (107) 3,8 (90) Pucuk biru A 27,18 5,8 (70) 5,2 (106) 4,9 (109) 3,8 (91) Faroka A 26,76 5,8 (67) 5,2 (103) 5,0 (113) 3,8 (92) Adira 4 A 27,60 5,8 (70) 5,2 (107) 4,9 (113) 3,8 (91) *CPS = Counts per second

55

ini, walau tidak signifikan terlihat kecenderungan penurunan kristalinitas dengan naiknya kadar amilosa. Selain itu, keberadaan komponen minor diduga mengganggu pembentukan struktur doubel heliks. Dijumpai korelasi negatif antara kristalinitas dan kadar abu, serta kecenderungan penurunan kristalinitas dengan meningkatnya kadar lemak (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Korelasi antara kristalinitas dengan komposisi kimia tapioka

Abu Lemak Protein Amilosa Amilopektin Kristali-

nitas

Pearson Corr -0,951* -0,730 -0,091 -0,730 0,000 Sig. (1-tailed) 0,006 0,081 0,442 0,080 0,500 *. Korelasi signifikan pada α 0,05 (1-arah)

Pengaruh lemak pada kristalinitas dilaporkan secara berbeda. Vasanthan dan Hoover (1992) disitasi oleh Hoover et al. (1994) menyatakan bahwa penghilangan

lemak meningkatkan kristalinitas relatif pati kentang dan lentil, tetapi tidak mengubah kristalinitas relatif pati gandum, jagung dan tapioka. Sebaliknya, Lorenz (1983) dalam Hoover et al. (1994) mengatakan bahwa penghilangan

lemak dari pati kentang dan gandum akan menurunkan kristalinitas relatif.

Kapasitas Pembengkakan (Swelling Power, SP) dan Solubilitas

Pemanasan dalam air berlebih menyebabkan ikatan dalam granula melemah, sehingga air masuk dan terjadi pembengkakan granula sementara amilosa yang memiliki berat molekul (BM) rendah akan larut ke dalam air. Perbedaan karakteristik kapasitas pembengkakan (SP) dan solubilitas mengindikasikan perbedaan gaya pengikatan dari granula pati (Nwokocha et al., 2009). Interaksi

yang kuat akan mengurangi jumlah gugus OH bebas yang tersedia untuk hidrasi, dan mengurangi masuknya air ke dalam interior granula sehingga menurunkan SP dan solubilitas (Chung et al., 2010).

Sriroth et al. (1999) menemukan bahwa trend hubungan SP tapioka dengan

umur panen ubi tidak sama antar varietas, sehingga diduga bahwa SP dipengaruhi oleh faktor lain seperti ukuran granula, struktur dan komposisi pati. Menurut Singh et al. (2003), intensitas SP dan solubilitas pati tergantung pada suhu,

56

antara daerah amorfous dan kristalin pati yang dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin dan karakteristik molekuler pati.

Kapasitas pembengkakan dan solubilitas granula tapioka dari lima varietas ubi kayu pada pemanasan di suhu 90°C selama 30 menit ditampilkan pada Tabel 4.6. Tapioka Thailand memiliki SP yang secara signifikan lebih tinggi dari tapioka lainnya, mengindikasikan bahwa pengaturan intra granularnya tidak sebaik varietas yang lain. Penyebabnya diduga karena kristalinitas tapioka Thailand yang lebih rendah. Daerah amorfis yang lebih tinggi menyebabkan air lebih mudah masuk ke dalam granula dan kristalinitas yang lebih rendah menyebabkan kekuatan ikatan intra granular menjadi lebih rendah sehingga pembengkakan pati meningkat. Selain kristalinitas, struktur amilopektin terutama proporsi dari rantai cabang amilopektin dengan derajat poli erisasi (D ) ≥ 37 juga berpengaruh pada kemampuan pembengkakan pati. Peningkatan amilopektin dengan D ≥ 37 berkontribusi pada pe bentukan struktur kristalin yang kuat karena akan membentuk doubel heliks. Peningkatan kekuatan struktur kristalin tersebut akan menghambat pembengkakan granula (Chung 2010).

Tabel 4.6 Kapasitas pembengkakan dan solubilitas tapioka dari lima varietas Tapioka Kapasitas pembengkakan (g/g bk) Solubilitas (%)

Thailand 15,01 ± 0,024c 10,90 ± 0,703b Kasetsar 10,35 ± 0,667a 5,30 ± 0,870a Pucuk biru 10,12 ± 0,446a 4,89 ± 0,360a

Faroka 10,92 ± 0,328a 6,03 ± 0,119a

Adira 4 13,03 ± 0,275b 13,15 ± 0,914b

Ket: huruf yang berbeda pada kolo yang sa a enunjukkan berbeda nyata (α <0,05)

Pada pati sereal (gandum dan barley), peningkatan kandungan amilosa dan lemak menyebabkan penurunan SP dan solubilitas. Penurunan SP disebabkan oleh pembentukan kompleks amilosa-lemak yang memperkuat integritas struktur granula (Tester dan Morrison, 1990 dikutip oleh Charles et al., 2005). Tetapi,

penelitian Charles et al. (2005) menunjukkan terjadinya peningkatan SP dan

solubilitas tapioka dengan meningkatnya kadar amilosa. Peningkatan solubilitas secara non linier dengan meningkatnya kadar amilosa, juga dilaporkan pada pati kacang hijau (Abdel-Rahman et al., 2008).

57

Tapioka dengan amilosa yang lebih tinggi (Thailand) menunjukkan SP dan solubilitas yang relatif lebih tinggi. Kurangnya pembentukan kompleks lemak- amilosa karena kadar lemak yang rendah menyebabkan peningkatan amilosa akan meningkatkan SP dan solubilitas (Charles et al., 2005). Pada empat tapioka yang

lain, kadar amilosa dan kristalinitas relatif sama sehingga perbedan SP dan solubilitas dari 4 varietas tersebut diduga karena perbedaan panjang rantai amilosa dan amilopektin. Pati dengan panjang rantai yang lebih pendek dilaporkan lebih mudah larut selama pemanasan sehingga meningkatkan nilai solubilitas.

SP berkorelasi positif dengan lemak dan kecenderungan hubungan yang positif dengan amilosa (Tabel 4.7). Vasanthan dan Hoover (1992) serta Hoover dan Vasanthan (1992) yang disitasi oleh Hoover et al. (1994) menunjukkan

penurunan SP pati gandum, jagung, oat, lentil dan kentang, jika kandungan lemaknya dihilangkan, sementara solubilitasnya bisa meningkat (pati gandum, jagung, oat) atau menurun (pati kentang, tapioka dan lentil). Menurut Morrison et al. (1993) di dalam Tester dan Karkalas (1996), peningkatan amilosa dan lemak

bebas dalam granula pati akan meningkatkan SP. Sebaliknya, peningkatan amilosa dan lemak akan menurunkan SP jika amilosa dan lemak ada dalam bentuk terikat (kompleks).

Tabel 4.7 Korelasi antara SP dan solubilitas dengan karakter fisikokimia tapioka

Para- meter

SP Kadar dari Krista-

linitas

Uk. granula Abu Lemak Protein Amilosa Amilo-

pektin

SP Pearson Corr 1 0,581 0,844* 0,007 0,737 0,377 -0,594 -0,639

Sig.(1-tailed) 0,152 0,036 0,495 0,078 0,266 0,145 0,123 Solubi-

litas Pearson Corr 0,848

* 0,106 0,610 -0,180 0,353 0,326 -0,099 -0,840*

Sig.(1-tailed) 0,035 0,432 0,137 0,386 0,280 0,296 0,437 0,037

*. Korelasi signifikan pada α 0,05 (1-arah); **. Korelasi signifikan pada α 0,01 (1-arah) Solubilitas berkorelasi negatif dengan ukuran granula dan berkorelasi positif dengan SP (Tabel 4.7). Peningkatan ukuran granula diduga akan memperlambat lisisnya amilosa, sehingga menyebabkan solubilitas turun. Peningkatan SP mempermudah amilosa untuk lisis sehingga akan terjadi peningkatan solubilitas dengan naiknya SP.

58

Karakteristik Pasting

Gelatinisasi adalah fase transisi granula pati dari bentuk teratur menjadi tidak beraturan, yang terjadi selama pemanasan di dalam air berlebih. Proses transisi melibatkan hilangnya kristalinitas dan birefringence serta hidrasi pati (Hermansson dan Svegmark, 1996). Pasting adalah fenomena yang terjadi mengikuti proses gelatinisasi (Xie et al., 2006), menunjukkan perilaku viskositas

selama proses pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan terkontrol (Singh

et al., 2003). Profil pasta merupakan salah satu cara untuk memprediksi sifat

fungsional pati dan pengembangan aplikasinya di dalam produk secara optimal (Chen, 2003).

Tapioka memiliki karakteristik pasting tipe A, dicirikan dengan puncak pasta yang tinggi dan diikuti dengan pengenceran yang cepat selama pemanasan (Gambar 4.7). Pati dengan karakteristik pasting tipe A cenderung tidak tahan proses pemanasan dan pengadukan, sehingga kurang aplikatif untuk diterapkan pada produk yang diolah menggunakan panas dan pengadukan.

Dari karakteristik pasting pada Tabel 4.8 diketahui bahwa perbedaan cukup menyolok ditunjukkan oleh tapioka Thailand yang memiliki viskositas breakdown relatif (VBD-R) yang lebih rendah, viskositas akhir lebih tinggi, viskositas balik relatif (VB-R) yang lebih rendah dan suhu pasting lebih rendah dari empat varietas lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tapioka Thailand lebih stabil selama pemanasan, memiliki sifat pengentalan yang lebih baik dengan kecende- rungan retrogradasi dan pembentukan gel yang lebih rendah.

Suhu pasting adalah suhu pada saat awal terjadinya peningkatan viskositas pasta secara tiba-tiba selama proses gelatinisasi, dan terkait dengan imbibisi air dan pembengkakan granula. Pati Thailand dengan tingkat kristalinitas yang lebih rendah serta kadar abu, lemak dan amilosa yang lebih tinggi memiliki suhu pasting terendah. Suhu pasting berkorelasi positif dengan tingkat kristalinitas pati dan berkorelasi negatif dengan kadar abu, lemak dan amilosa (Tabel 4.9). Menurut Singh et al. (2003), daerah amorfous yang ikatan hidrogennya relatif

lemah menjadi daerah pertama yang ditembus air. Pati dengan kristalinitas rendah memiliki daerah amorfous yang lebih tinggi sehingga lebih mudah mengalami

59

60

Tabel 4.8 Karakteristik pasting tapioka dari lima varietas ubi kayu menggunakan RVA

V. Puncak (Cp) V. Panas (Cp) V. Akhir (Cp) VBD-R (%) VB-R (%) T pasting (°C) T puncak (°C) Thailand 6335,0 ± 25,46b 2161 ± 67,88b 2978,5 ± 143,54b 65,9 ± 0,99a 37,8 ± 2,31a 67,3 ± 0,00a 79.2 ± 0,00ab Kasetsar 6244,0 ± 171,12b 1568 ± 36,77a 2623,5 ± 31,82a 74,9 ± 0,14c 67,3 ± 1,90b 71,1 ± 0,28b 79.4 ± 0,25b Pucuk biru 6115,5 ± 53,03ab 1683 ± 25,46a 2683,0 ± 8,49a 72,5 ± 0,64b 59,4 ± 2,91b 70,5 ± 0,04b 78.6 ± 0,30ab Faroka 6744,0 ± 0,00c 1676 ± 0,00a 2778,0 ± 0,00ab 75,1 ± 0,00c 65,8 ± 0,00b 70,5 ± 0,00b 78.4 ± 0,00a Adira 4 5895,5 ± 17,68a 1595 ± 22,63a 2603,5 ± 7,78a 72,9 ± 0,35bc 63,3 ± 2,80b 71,1 ± 0,28b 79.0 ± 0,30ab Keterangan: VBD-R = viskositas balik relatif (= 100xVBD/V.puncak); VB-R = viskositas balik relatif (=100xVB/V.panas)

61

pasting. Peningkatan komponen abu diduga meningkatkan muatan ionik sejenis yang saling tolak-menolak, meningkatkan jarak antar polimer pati dan mempermudah masuknya air sehingga pasting berlangsung pada suhu yang lebih rendah. Sementara itu, peningkatan lemak dalam jumlah yang kecil maupun peningkatan jumlah amilosa tetapi tidak berupa kompleks amilosa-lemak juga akan menurunkan kristalinitas. Akibatnya, peningkatan lemak dan amilosa di dalam tapioka akan menyebabkan turunnya suhu pasting.

Suhu puncak merupakan suhu saat tercapainya viskositas pasta maksimum (Batey, 2007). Kelima tapioka memiliki suhu puncak yang relatif mirip, dan dijumpai adanya korelasi positif antara suhu puncak dengan kadar protein dan kadar amilopektin (Tabel 4.9). Ikatan double heliks amilopektin yang lebih susah dipenetrasi oleh air, menyebabkan terjadinya peningkatan suhu puncak dengan meningkatnya kadar amilopektin. Keberadaan protein yang mengembang selama pemanasan dan berkontribusi pada peningkatan viskositas dapat menyebabkan suhu puncak menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya.

Tabel 4.9 Korelasi antara parameter pasting dengan karakter fisikokimia tapioka

T pasting T puncak VP VBD-R VB-R

Kadar

abu Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,952** 0,006 -0,031 0,48 0,351 0,281 -0,850* 0,034 -0,911* 0,016 Kadar

lemak Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,844* 0,036 -0,051 0,467 0,005 0,497 -0,885* 0,023 -0,885* 0,023 Kadar

protein Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,109 0,431 0,818* 0,045 0,049 0,469 -0,038 0,476 -0,043 0,473 Kadar

amilosa Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,846* 0,035 0,694 0,097 0,051 0,468 -0,817* 0,046 -0,823* 0,043 K. amilo-

pektin Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,208 0,368 1,000** 0 -0,446 0,226 -0,329 0,294 -0,263 0,334 Kristali-

nitas Pearson Corr Sig. (1-tailed) 0,940** 0,009 -0,021 0,487 -0,548 0,17 0,068 0,76 0,838* 0,038 Ukuran

granula Pearson Corr Sig. (1-tailed) 0,204 0,371 0,214 0,365 0,324 0,298 0,369 0,271 0,307 0,308 SP Pearson Corr -0,77 0,394 -0,14 -0,843* -0,808* Sig. (1-tailed) 0,064 0,256 0,411 0,036 0,049 Solubi-

litas Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,325 0,297 0,334 0,292 -0,453 0,222 -0,512 0,189 -0,425 0,238

Keterangan: VBD-R = viskositas balik relatif; VB-R = viskositas balik relatif

*. Korelasi signifikan pada α 0,05 (1-arah); **. Korelasi signifikan pada α 0,01 (1-arah)

Viskositas puncak tertinggi ditunjukkan oleh tapioka faroka, terendah oleh tapioka adira 4 sementara tiga tapioka lainnya memiliki viskositas puncak yang

62

mirip. Nilai ini merefleksikan kemampuan granula untuk mengikat air dan mempertahankan pembengkakan selama pemanasan. Viskositas puncak terjadi ketika jumlah pati yang membengkak seimbang dengan jumlah pati yang rusak (lisis). Tidak ditemukan korelasi antara viskositas puncak dengan beberapa parameter kimia pati (Tabel 4.9). Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah kadar dan rasio amilosa/amilopektin, berat molekul, konformasi molekuler dan derajat polimerisasi amilosa dan amilopektin serta jumlah percabangan amilopektin maupun keberadaan komponen minor, juga ukuran granula (Mélo et al., 2003).

Perbedaan nilai viskositas puncak dan viskositas panas dari masing-masing pati menyebabkan parameter viskositas breakdown dan viskositas balik tidak bisa digunakan untuk membandingkan kerentanan terhadap panas dan kecenderungan retrogradasi antar sampel. Agar bisa dilakukan pembandingan antar sampel, maka viskositas breakdown dinyatakan dalam bentuk % relatif terhadap viskositas puncak (VBD-R) dan viskositas balik dinyatakan dalam bentuk % relatif terhadap viskositas panas (VB-R).

VBD-R merupakan indikator dari kerentanan granula terhadap pemanasan, sementara VB-R mengindikasikan potensi pembentukan gel dan kecenderungan retrogradasi. Tapioka Thailand lebih tahan terhadap proses pemanasan dibandingkan dengan empat tapioka yang lain, ditunjukkan oleh VBD-R yang lebih rendah. VB-R tapioka Thailand secara signifikan juga lebih rendah dari tapioka yang lain, mengindikasikan bahwa gel dari tapioka thailand memiliki kekerasan yang lebih rendah. Nilai VB-R mengindikasikan potensi pembentukan gel dan kecenderungan retrogradasi. Pati dengan kecenderungan retrogradasi rendah mengindikasikan kemampuan untuk mempertahankan tekstur selama penyimpanan (Tran et al., 2001 disitasi oleh Copeland et al., 2009). Peningkatan

viskositas balik selama pendinginan mengindikasikan kecenderungan berbagai komponen di dalam pasta panas (granula yang membengkak dalam bentuk utuh/fragmen, dispersi koloid ataupun molekul-molekul terlarut) untuk berhubungan atau mengalami retrogradasi (Adebowale et al., 2009).

Nilai VBD-R dan VB-R berkorelasi negatif dengan SP, komponen minor (abu, lemak), amilosa dan tingkat kristalinitas (Tabel 4.9). Menurut Hermansson

63

dan Svegmark (1996), granula dengan SP yang tinggi akan mengikat sebagian besar air bebas dan menghambat interaksi antar amilosa, dan/atau menghambat lisis amilosa keluar dari granula sehingga viskositas dapat dipertahankan selama pemanasan (VBD-R rendah). Pada saat pendinginan, karena amilosa yang tersedia untuk proses retrogradasi menjadi lebih sedikit maka kecenderungan retrogradasi menjadi lebih rendah (VB-R rendah). Keberadaan komponen minor, amilosa dan kondisi kristalinitas pati terkait dengan peningkatan pengikatan air yang diduga berpengaruh terhadap peningkatan SP dan atau ukuran granula.

Karakteristik Tekstur

Analisis profil tekstur (texture profile analysis, TPA) merupakan teknik

pengukuran objektif yang mensimulasikan proses pengunyahan oleh manusia dan dilakukan untuk mengamati karakteristik tekstur. Kekerasan, kepaduan, kelengketan dan elastisitas adalah empat parameter yang bisa dilihat dari analisis TPA. Menurut Rosenthal (1999), kekerasan terkait dengan gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu produk pangan di antara geraham. Nilai kepaduan merefleksikan kekuatan dari ikatan-ikatan internal di dalam suatu produk sementara kelengketan merujuk pada kerja yang dibutuhkan untuk menarik produk menjauh dari suatu permukaan. Elastisitas menunjukkan seberapa besar suatu produk kembali ke ukuran awalnya ketika kompresi yang diberikan kepadanya dihilangkan.

Kurva analisis profil tekstur ditampilkan pada Gambar 4.8. Gel tapioka yang berasal dari lima varietas ubi kayu ini memiliki perbedaan karakteristik kekerasan dan kelengketan sementara karakteristik kepaduan dan elastisitas relatif mirip (Tabel 4.10). Varietas Thailand memiliki nilai kekerasan dan kelengketan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Faroka. Menurut Mishra dan Rai (2006), variasi dari tekstur gel dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik pati, serta keberadaan dari komponen minor termasuk diantaranya lemak, protein, dan sebagainya sehingga dihasilkan gel dengan sifat-sifat yang bervariasi.

Kekerasan gel pati terkait dengan proses retrogradasi pati yang terjadi selama proses pendinginan dan penyimpanan pasca proses pemanasan (gelatinisasi). Pasta pati bisa dianggap sebagai sistim dua fase dimana granula

64

Gambar 4.8 Kurva profil tekstur gel tapioka dari lima varietas ubi kayu (keterangan gambar: Thailand : ungu; Kasetsar : hijau; Pucuk biru : merah; Faroka: biru; Adira : hitam)

65

yang membengkak merupakan fase terdispersi dan amilosa yang lisis sebagai fase pendispersi. Jika jumlah fase pendispersi tinggi, maka proses agregasi selama pendinginan akan menghasilkan gel yang kuat (Hermansson dan Svegmark, 1996). Pada proses agregasi, molekul amilosa bebas membentuk ikatan hidrogen tidak saja dengan sesama amilosa tetapi juga dengan percabangan amilopektin yang menjulur dari granula yang membengkak, sehingga amilopektin juga berperan dalam pembentukan kekerasan gel walaupun dengan intensitas kekuatan yang lebih rendah (Collado dan Corke, 1999).

Tabel 4.10 Nilai analisis tekstur tapioka dari lima varietas ubi kayu

Kekerasan (g) Kepaduan Kelengketan (g.s) Elastisitas Thailand 162,48 ± 2,86a 0,66 ± 0,00a 19,66 ± 11,53a 0,97 ± 0,01a Kasetsar 227,74 ± 24,69ab 0,68 ± 0,00a 66,73 ± 15,48b 0,89 ± 0,04a Pucuk biru 226,20 ± 3,53ab 0,66 ± 0,02a 42,42 ± 1,36ab 0,94 ± 0,00a Faroka 254,15 ± 35,96b 0,69 ± 0,00a 65,97 ± 8,86b 0,91 ± 0,03a Adira 4 196,43 ± 9,87ab 0,67 ± 0,00a 51,57 ± 2,95ab 0,91 ± 0,01a *huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

Menurut Collado dan Corke (1999), peningkatan lisis amilosa (solubilitas) dan penurunan SP pati akan menyebabkan peningkatan kekerasan gel yang dihasilkan. Berbeda dari penjelasan Collado dan Corke (1999), penelitian ini menunjukkan bahwa tapioka dengan tingkat kekerasan gel yang tinggi memiliki SP rendah dan solubilitas rendah. Analisis korelasi (Tabel 4.11) menunjukkan adanya korelasi negatif antara kekerasan gel dengan kapasitas pembengkakan (SP) pati. Menurut Hermansson dan Svegmark (1996), granula dengan SP yang tinggi akan mengikat sebagian besar air bebas dan menghambat interaksi antar amilosa, dan/atau menghambat lisis amilosa keluar dari granula. Hal ini menjelaskan mengapa SP yang tinggi tidak diikuti oleh peningkatan kekerasan gel.

Keberadaan komponen lain seperti polisakarida non pati, protein, dan lemak bisa mempengaruhi tekstur gel karena secara fisik menghambat pembentukan ikatan hidrogen antar amilosa atau berinteraksi dengan molekul-molekul amilosa sehingga mereduksi interaksi amilosa-amilosa (Charoenkul et al., 2011).

Kekerasan cenderung turun dengan meningkatnya kadar amilosa (Tabel 4.11). Kelengketan gel tapioka berkorelasi negatif dengan kadar abu dan lemak, sementara elastisitas berkorelasi positif dengan kadar abu dan lemak.

66

Tabel 4.11 Korelasi antara parameter tekstur dengan karakter fisikokimia tapioka Kekerasan Kepaduan Kelengketan Elastisitas Kekerasan Pearson Corr 1 0,775 0,848* -0,634

Sig. (1-tailed) 0,062 0,035 0,126

Kepaduan Pearson Corr 0,775 1 0,935** -0,856*

Sig. (1-tailed) 0,062 0,010 0,032

Kelengketan Pearson Corr 0,848* 0,935** 1 -0,943**

Sig. (1-tailed) 0,035 0,010 0,008

Elastisitas Pearson Corr -0,634 -0,856* -0,943** 1 Sig. (1-tailed) 0,126 0,032 0,008 Kadar abu Pearson Corr -0,531 -0,625 -0,824* 0,918*

Sig. (1-tailed) 0,179 0,130 0,043 0,014 Kadar

lemak Pearson Corr -0,739 -0,719 -0,885

* 0,881* Sig. (1-tailed) 0,077 0,086 0,023 0,024 Kadar

protein Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,149 0,406 0,191 0,379 0,131 0,417 -0,281 0,324 Kadar

amilosa Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,781 0,059 -0,469 0,213 -0,666 0,110 0,531 0,178 Kadar

amilopektin Pearson Corr Sig. (1-tailed) -0,594 0,145 -0,204 0,371 -0,201 0,373 -0,086 0,445 Kristalinitas Pearson Corr 0,450 0,386 0,664 -0,759 Sig. (1-tailed) 0,223 0,261 0,111 0,068 Ukuran

granula Pearson Corr Sig. (1-tailed) 0,474 0,210 0,370 0,270 0,415 0,244 -0,339 0,288 SP

Pearson Corr -0,896

* -0,544 -0,742 0,586

Sig. (1-tailed) 0,020 0,172 0,075 0,150 Solubilitas Pearson Corr -0,753 -0,373 -0,457 0,235 Sig. (1-tailed) 0,071 0,268 0,220 0,352

VP Pearson Corr 0,455 0,496 0,235 0,012

Sig. (1-tailed) 0,221 0,197 0,352 0,492 T Pasting Pearson Corr 0,722 0,632 0,858* -0,858*

Sig. (1-tailed) 0,084 0,126 0,032 0,031 T puncak Pearson Corr -0,604 -0,207 -0,212 -0,073 Sig. (1-tailed) 0,140 0,369 0,366 0,453 VBD-R Pearson Corr 0,896* 0,833* 0,968** -0,887*

Sig. (1-tailed) 0,020 0,040 0,003 0,022 VB-R Pearson Corr 0,832* 0,789 0,951** -0,908*

Sig. (1-tailed) 0,040 0,056 0,006 0,016 *. Korelasi signifikan pada α 0,05 (1-arah); **. Korelasi signifikan pada α 0,01 (1-arah)

Jika dihubungkan dengan karakteristik pasting, terlihat bahwa parameter VBD-R dan VB-R berkorelasi dengan parameter tekstur yang diamati (Tabel 4.11) sehingga parameter VBD-R dan VB-R dapat digunakan sebagai alat untuk menduga karakteristik tekstur gel pati. Secara umum, peningkatan VBD-R dan VB-R pasta tapioka mengindikasikan terbentuknya gel dengan tekstur yang keras, kohesif, lengket dan kurang elastis. Pati yang strukturnya relatif rentan terhadap

67

panas (VBD-R tinggi) akan mengalami penurunan viskositas secara drastis yang berarti bahwa lisis amilosa (penyebab turunnya viskositas panas) relatif lebih be- sar daripada pati yang lebih tahan panas, sementara pati dengan viskositas balik relatif yang lebih besar menunjukkan kecenderungan retrogradasi yang lebih ting- gi. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan kekerasan, kepaduan dan ke- lengketan serta menurunkan elastisitas gel.

SIMPULAN

Ukuran granula, komposisi kimia, kristalinitas, kapasitas pembengkakan, solubilitas, karakteristik pasting dan tekstur gel tapioka bervariasi antar varietas ubi kayu yang digunakan. Secara umum, granula tapioka berukuran sedang de- ngan diameter rata-rata berkisar antara 12,82 – 16,66 µm. Granula berukuran ke- cil terutama dijumpai pada tapioka Adira-4 dan Thailand. Tapioka Thailand me- miliki kadar amilosa, lemak dan abu yang lebih tinggi dengan kapasitas pembeng- kakan dan solubilitas yang lebih tinggi dibandingkan empat tapioka lainnya (Ka- setsar, Pucuk biru, Faroka, Adira-4). Selain itu, tapioka Thailand juga menunjuk- kan stabilitas pasta yang lebih baik selama pemanasan. Kekerasan dan kelengket-

Dokumen terkait