• Tidak ada hasil yang ditemukan

Morfometrik Baby Fish Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih kehitaman. Bibit ikan nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Ikan nila di Indonesia selanjutnya dilakukan proses pengadaptasian, kemudian ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (Permadi dan Dharmayanti 2011). Baby fish nila yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil analisis morfometrik dan berat rata-rata 30 ekor baby fish nila disajikan pada Tabel 1.

Gambar 2 Baby fish nila (Oreochromis niloticus) Tabel 1 Morfometrik dan berat baby fish nila

No Parameter Nila umur 30 (Hari)

1 Bobot (g) 3,87 ± 0,59

2 Panjang total (cm) 5,41 ± 0,27

3 Tinggi badan (cm) 1,37 ± 0,16

Keterangan: sampel 30 ekor baby fish nila

Ikan yang digunakan pada penelitian ini adalah nila GIFT. Ciri yang membedakan ikan tersebut dengan ikan nila lokal adalah warna tubuhnya hitam keputihan dan bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal berwarna putih kehitaman. Hasil perhitungan morfometrik menunjukkan hasil yang relevan dengan Jacoeb et al. (2014) yang menyatakan baby fish nila berumur 28 hari memiliki bobot, panjang total dan tinggi badan berturut-turut sebesar 3,11 g, 4,8 cm dan 1,09 cm.

Ikan nila gift memiliki ukuran sisik yang relatif lebih besar dan kasar bila dibandingkan dengan ikan nila lokal. Pertumbuhan ikan nila GIFT relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan ikan nila lokal (Arie 2003). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam seperti genetik, umur, dan ketahanan penyakit. Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya adalah kualitas air, makanan, suhu, dan cahaya (Effendie 1997).

11

Organoleptik Baby Fish Nila Goreng Kenampakan

Hasil uji hedonik pada parameter kenampakan digunakan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap penampilan produk baby fish nila goreng. Hasil uji hedonik parameter kenampakan dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil analisis Kruskal Wallis masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 3 Nilai uji organoleptik kenampakan baby fish nila goreng (keterangan: : 5 menit, : 10 menit, : 15 menit, : 20 menit, huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya

perbedaan nyata [α<0,05])

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% suhu dan waktu penggorengan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada kenampakan baby fish nila goreng. Hasil tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap kenampakan baby fish nila tidak dipengaruhi oleh perlakuan penelitian. Penilaian panelis terhadap kenampakan baby fish nila goreng berkisar 5,17 (netral) sampai 5,80 (netral).

Baby fish nila yang digoreng pada semua perlakuan menghasilkan kenampakan yang mengkerut dari bentuk segarnya. Hal ini dapat disebabkan terjadinya proses dehidrasi selama pemasakan. Hasil uji hedonik pada parameter

kenampakan menunjukkan hasil yang relevan dengan penelitian yang dilakukan Alipour et al. (2010) yang menyatakan proses penggorengan menggunakan suhu

180 °C selama 6 menit akan menyebabkan kadar air pada bahan pangan mengalami penyusutan, sehingga menyebabkan pengkerutan bahan pangan. Aroma

Hasil uji hedonik pada parameter aroma digunakan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap bau yang dikeluarkan produk baby fish nila goreng. Hasil uji hedonik parameter aroma dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil analisis Kruskal Wallis masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 2.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% suhu dan waktu penggorengan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada aroma baby fish nila goreng. Hasil tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap aroma baby fish nila tidak dipengaruhi oleh perlakuan penelitian. Penilaian panelis terhadap aroma baby fish nila goreng berkisar 5,73 (netral) sampai 6,87 (agak suka).

5,17a 5,80a 5,17a 5,43a 5,63a 5,53a 5,73a 5,30a 0 1 2 3 4 5 6 7 180 160 n ilai h ed o n ik Suhu (°C)

12

Gambar 4 Nilai uji organoleptik aroma baby fish nila goreng (keterangan: : 5 menit, : 10 menit, : 15 menit, : 20 menit, huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya

perbedaan nyata [α<0,05])

Kandungan lemak dan protein dalam produk menentukan kualitas produk makanan, karena lemak dan protein merupakan komponen yang menentukan dan membentuk cita rasa serta aroma khas pada produk makanan (Winarno 2008). Baby fish nila yang digoreng menghasilkan aroma yang amis. Jenis asam lemak dan asam amino dalam baby fish nila goreng diduga memiliki jenis yang relatif sama sehingga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada parameter aroma. Hasil uji hedonik pada parameter aroma menunjukkan hasil yang tidak relevan dengan Pandey et al. (2014) yang menyatakan bahwa suhu dan waktu penggorengan yang berbeda (suhu 120 °C selama 5 menit dan 170 °C selama 2 menit) memberikan pengaruh yang nyata pada aroma suatu makanan.

Warna

Hasil uji hedonik pada parameter warna digunakan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap warna yang dimiliki produk baby fish nila goreng. Hasil uji hedonik parameter warna dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil analisis Kruskal Wallis masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 5 Nilai uji organoleptik warna baby fish nila goreng (keterangan: : 5 menit, : 10 menit, : 15 menit, : 20 menit, huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya

perbedaan nyata [α<0,05])

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% suhu dan waktu penggorengan memberikan pengaruh yang tidak berbeda

6,70a 5,73a 6,03a 6,87a 6,27a 6,47a 6,27a 6,43a 0 1 2 3 4 5 6 7 180 160 n ilai h ed o n ik Suhu (°C) 5,40a 4,73a 5,93a 5,23a 5,43a 5,63a 5,40a 5,40a 0 1 2 3 4 5 6 7 180 160 n ilai h ed o n ik Suhu (°C)

13

nyata pada warna baby fish nila goreng. Hasil tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap warna baby fish nila tidak dipengaruhi oleh perlakuan penelitian. Penilaian panelis terhadap warna baby fish nila goreng berkisar 4,73 (agak tidak suka) sampai 5,93 (netral).

Baby fish nila goreng memiliki warna kuning pucat kehitaman. Baby fish nila yang digoreng dengan suhu 180 °C memiliki kecerahan yang lebih rendah dan cenderung lebih kehitaman bila dibandingkan dengan suhu 160 °C. Hasil uji hedonik pada parameter warna menunjukkan hasil yang tidak relevan dengan Zzaman et al. (2013) yang menyatakan waktu penggorengan (1, 2, 3 menit) akan memberikan perbedaan yang nyata pada warna bahan yang diolah.

Rasa

Hasil uji hedonik pada parameter rasa digunakan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap kelezatan yang dimiliki produk baby fish nila goreng. Hasil uji hedonik parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisis Kruskal Wallis masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 6 Nilai uji organoleptik rasa baby fish nila goreng (keterangan: : 5 menit, : 10 menit, : 15 menit, : 20 menit, huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata [α<0,05])

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% suhu dan waktu penggorengan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada rasa baby fish nila goreng. Hasil tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap rasa baby fish nila dipengaruhi oleh perlakuan penelitian. Penilaian panelis terhadap rasa baby fish nila goreng berkisar 4,17 (agak tidak suka) sampai 5,60 (netral). Skor organoleptik parameter rasa tertinggi dan terendah berturut-turut pada suhu penggorengan 180 °C yakni dengan lama waktu penggorengan selama 15 dan 5 menit, sedangkan pada suhu 160 °C skor tertinggi dan terendah berturut-turut terdapat pada proses penggorengan selama 15 dan 5 menit.

Baby fish nila goreng memiliki rasa yang gurih, rasa gurih tersebut diduga berasal dari kandungan lemak dan protein yang terkandung di dalamnya. Sartika (2008) menyatakan rasa lezat dan gurih suatu makanan selain dipengaruhi oleh waktu penggorengan juga dapat dipengaruhi oleh lemak yang merupakan salah satu komponen kimia pembentuk cita rasa. Hasil uji hedonik pada parameter rasa menunjukkan hasil yang relevan dengan Pandey et al. (2014) yang menyatakan penggorengan dengan suhu 170 °C selama 2 menit akan

4,27a 4,17a 5,47b 4,27a 5,60b 5,60b 4,87ab 5,23ab 0 1 2 3 4 5 6 7 180 160 n ilai h ed o n ik Suhu (°C)

14

menyebabkan perbedaan yang nyata pada rasa makanan yang diolah dengan suhu 120 °C selama 5 menit.

Tekstur

Hasil uji hedonik pada parameter tekstur digunakan untuk mengetahui penerimaan panelis terhadap kerenyahan yang dimiliki produk baby fish nila goreng. Hasil uji hedonik parameter tekstur dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil analisis Kruskal Wallis masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 7 Nilai uji organoleptik tekstur baby fish nila goreng (keterangan: : 5 menit, : 10 menit, : 15 menit, : 20 menit, huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya

perbedaan nyata [α<0,05])

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% suhu dan waktu penggorengan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tekstur baby fish nila goreng. Hasil tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap tekstur baby fish nila dipengaruhi oleh perlakuan penelitian. Penilaian panelis terhadap tekstur baby fish nila goreng berkisar 3,63 (tidak suka) sampai 6,93 (agak suka). Skor organoleptik parameter tekstur tertinggi dan terendah berturut-turut pada suhu penggorengan 180 °C yakni dengan lama waktu penggorengan selama 15 dan 5 menit, sedangkan pada suhu 160 °C skor tertinggi dan terendah berturut-turut terdapat pada proses penggorengan selama 15 dan 5 menit.

Tekstur baby fish nila goreng yang disukai oleh panelis umumnya adalah tekstur yang renyah. Baby fish nila goreng dengan perlakuan penggorengan yang berbeda memiliki tingkat kerenyahan yang berbeda. Hasil uji hedonik pada parameter tekstur menunjukkan hasil yang relevan dengan Zzaman et al. (2013) yang menyatakan waktu penggorengan akan memberikan perbedaan yang nyata pada tekstur bahan yang diolah, makanan yang digoreng pada suhu 190 °C selama 1,5 menit memiliki tingkat kekerasan (tekstur) yang paling tinggi bila dibandingkan dengan makanan yang digoreng pada suhu 190 °C selama 0,5 menit.

Hasil uji statistik nilai organoleptik pada parameter kenampakan, aroma dan warna menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sedangkan pada parameter rasa dan tekstur menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Perlakukan suhu penggorengan 160 °C selama 5 menit dan 180 °C selama 15 menit selanjutnya terpilih untuk dilakukan uji proksimat, kolesterol, asam lemak dan analisis histologi. Hal tersebut berdasarkan rekomendasi United States Department of Agriculture (USDA 2012) yang

3,63a 3,77a 6,77b 4,13a 6,93b 6,77b 6,63b 6,60b 0 1 2 3 4 5 6 7 180 160 n ilai h ed o n ik Suhu (°C)

15

menyatakan suhu dan lama waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng ikan adalah pada suhu 160 °C selama 3-6 menit, sedangkan perlakuan suhu penggorengan 180 °C selama 15 menit dipilih berdasarkan nilai organoleptik tertinggi parameter rasa dan tekstur serta menunjukkan hasil yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan suhu penggorengan 180 °C selama 5 menit.

Komposisi Kimia Baby Fish Nila

Informasi mengenai kandungan gizi yang terdapat dalam bahan pangan dapat diketahui dengan analisis komposisi prosimat. Analisis proksimat umumnya menunjukkan persentase dari unsur pokok berupa air, abu, protein dan lemak. Kandungan karbohidrat dapat dihitung secara by difference. Komposisi kimia baby fish nila segar dan goreng disajikan pada Tabel 2. Contoh perhitungan komposisi kimia baby fish nila dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil uji independent t-test dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 2 Komposisi kimia baby fish nila segar dan goreng

Komposisi kimia (%) Segar Goreng 160°C 5 (Menit) Goreng 180 °C 15 (Menit) Air (BB) 82,30 ± 0,25 64,59 ± 0,25a 12,95 ± 0,17b Protein (BK) 61,36 ± 2,23 55,43 ± 0,25a 41,60 ± 0,15b Lemak (BK) 4,53 ± 0,17 19,09 ± 0,19a 39,86 ± 0,30b Abu (BK) 25,03 ± 1,12 20,20 ± 0,44a 14,99 ± 0,59b Karbohidrat (BK) 9,08 ± 0,94 5,28 ± 0,88a 3,55 ± 0,74a Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b)

menunjukkan berbeda nyata (α<0,05); ( ) μ basis kering; ( ) μ basis basah

Tabel 2 menunjukkan hasil komposisi kimia baby fish nila segar dan goreng. Hasil uji statistik t-test pada tingkat kepercayaan 95% metode penggorengan yang berbeda memberi pengaruh yang berbeda nyata pada baby fish nila goreng. Hasil uji t-test menunjukkan perbedaan yang nyata pada kadar air, protein, lemak dan abu. Hasil yang tidak berbeda nyata terdapat pada kadar kabohidrat. Data lain disampaikan oleh Ojagh et al. (2013) yang menyatakan bahwa perbedaan suhu penggorengan (150, 170 dan 190 °C) berpengaruh nyata pada kadar air suatu bahan yang diolah, sedangkan lemak, protein dan abu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Kadar Air

Penurunan kadar air dalam produk akibat proses penggorengan disebabkan

oleh menguapnya molekul air akibat reaksi termal. Menurut Hassaballa et al. (2009) proses penggorengan menggunakan suhu tinggi yaitu

sampai 100 °C akan menyebabkan kadar air pada bahan pangan mengalami penurunan. Kadar air baby fish nila goreng menunjukkan hasil yang relevan dengan pernyataan Pandey et al. (2014) yang menyatakan penggorengan dengan suhu 170 °C akan lebih banyak menurunkan kadar air suatu bahan dari pada penggorengan dengan suhu 120 °C.

Kadar Protein

Penurunan kadar protein terjadi akibat proses pemasakan pada suhu tinggi yang menyebabkan terjadinya denaturasi protein. Protein dapat mengalami

16

denaturasi akibat perlakuan suhu, pH, enzim dan mikroorganisme. Kadar protein baby fish nila goreng menunjukkan hasil yang relevan dengan pernyataan Alipour et al. (2010) yang menyatakan proses penggorengan bahan pangan pada suhu 180 °C dapat menyebabkan penurunan jumlah protein, kadar air dan dapat melarutkan mineral dari dalam bahan pangan yang diolah.

Kadar Lemak

Peningkatan kadar lemak dalam bahan pangan selain disebabkan oleh penguapan molekul air dalam bahan juga dapat disebabkan oleh masuknya minyak sebagai medium pemanas selama proses penggorengan ke dalam bahan pangan (Winarno 2008). Proses penggorengan menyebabkan peningkatan jumlah minyak dalam baby fish nila goreng. Kadar lemak baby fish nila goreng menunjukkan hasil yang relevan dengan Ojagh et al. (2013) yang menyatakan olahan ikan yang digoreng pada suhu 190 °C memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggorengan pada suhu 150 °C. Alipour et al. (2010) menyatakan bahwa pengolahan bahan pangan dengan cara digoreng memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan yang lainnya.

Kadar Abu

Penurunan kadar abu diduga disebabkan oleh keluarnya mineral dalam bahan menuju medium minyak saat proses menggoreng. Kadar abu baby fish nila goreng menunjukkan hasil yang relevan dengan Ghidurus et al. (2010) yang menyatakan proses penggorengan dapat menurunkan kandungan mineral Na, K dan Mg, sedangkan kandungan mineral Zn, Cu, Fe dan Mn tidak menunjukkan perubahan. Choe dan Min (2007) menyatakan minyak nabati mengandung natrium atau kalium yang berjumlah kurang dari 1 ppm.

Kadar Karbohidrat

Faktor yang mempengaruhi kadar karbohidrat salah satunya adalah kesegaran ikan. Karbohidrat ditemukan pada ikan dalam bentuk glikogen, semakin segar ikan maka kandungan glikogennya akan semakin tinggi (Nurjanah et al. 2011). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan proses pengolahan baby fish nila menyebabkan penurunan jumlah karbohidrat dalam sampel. Kadar karbohidrat dalam baby fish nila goreng menunjukkan hasil yang relevan dengan Pandey et al. (2014) yang menyatakan penggorengan dengan suhu 170 °C akan menyebabkan penurunan jumlah karbohidrat yang semakin besar dibandingkan dengan suhu 120 °C.

Profil Asam Lemak

Lemak baby fish nila segar mengandung 25 jenis asam lemak yang terdiri atas 11 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), 5 jenis asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan 9 jenis asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Asam lemak baby fish nila goreng pada suhu 160 °C selama 5 menit terdiri dari 10 SAFA, 5 MUFA dan

9 PUFA sedangkan pada suhu 180 °C selama 15 menit memiliki 9 SAFA, 4 MUFA dan 7 PUFA. Kromatogram asam lemak baby fish nila segar dan goreng

17

dicantumkan pada Lampiran 5, 6 dan 7. Kadar asam lemak baby fish nila segar dan goreng disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kadar asam lemak baby fish nila segar dan goreng

Asam Lemak Baby fish nila Segar (%w/w)

Baby fish nila 160 °C 5 menit

(%w/w)

Baby fish nila 180 °C 15 menit (%w/w) Minyak kelapa sawit* (%) Asam lemak jenuh

Laurat (C12:0) 0,13 ± 0,00 0,15 ± 0,01 0,21 ±0,01 - Tridekanoat (C13:0) 0,04 ± 0,01 0,04 ± 0,01 td - Miristat (C14:0) 0,83 ± 0,03 0,97 ± 0,06 0,99 ± 0,04 0,88 Pentadekanoat (C15:0) 0,55 ± 0,05 0,24 ± 0,06 0,07 ± 0,00 - Palmitat (C16:0) 9,26 ± 0,05 27,47 ± 0,40a 31,36 ± 0,01b 42,60 Heptadekanoat (C17:0) 0,78 ± 0,01 0,32 ± 0,05 0,12 ± 0,01 - Stearat (C18:0) 5,69 ± 0,29 3,59 ± 0,21 3,74 ± 0,09 8,13 Arakidat (C20:0) 0,21 ± 0,01 0,29 ± 0,01 0,32 ± 0,03 0,27 Behenat (C22:0) 0,23 ± 0,02 0,07 ± 0,01 0,06 ± 0,01 - Trikosanoat (C23:0) 0,09 ± 0,00 td td - Lignoserat (C24:0) 0,38 ± 0,06 0,11 ± 0,02 0,08 ± 0,01 - Total SAFA 18,16 ± 0,25 33,23 ± 0,82 36,93 ± 0,18 -

Asam lemak tak jenuh tunggal

Palmitoleat (C16:1) 1,37 ± 0,11 0,53 ± 0,10 0,29 ± 0,01 - Elaidat (C18:1n9t) 0,14 ± 0,01 0,07 ± 0,01 0,08 ± 0,02 - Oleat (C18:1n9c) 7,19 ± 0,12 31,73 ± 0,03a 38,28 ± 0,22b 30,91 Cis-11-Eikosenoat (C20:1) 0,13 ± 0,01 0,13 ± 0,01 0,15 ± 0,01 0,35 Erukat (C22:1n9) 0,49 ± 0,22 0,10 ± 0,04 td - Total MUFA 9,31 ± 0,21 32,55 ± 0,18 38,78 0,21 -

Asam lemak tak jenuh jamak

ᵞ-Linolenat (C18:3n6) 0,14 ± 0,03 0,08 ± 0,02 0,03 ± 0,00 - Linolenat (C18:3n3) 1,30 ± 0,08 0,69 ± 0,11 0,28 ± 0,01 - Cis-11,14-Eikosadienoat (C20:2) 0,27 ± 0,00 0,12 ± 0,01 0,10 ± 0,01 0,26 Cis-8,11,14-Eikosetrienoat (C20:3n6) 0,33 ± 0,02 0,07 ± 0,01 td - Arakidonat (C20:4n6) 3,15 ± 0,11 0,47 ± 0,11 0,17 ± 0,01 - Linonenaidat (C18:2n9t) 0,17 ± 0,05 0,03 ± 0,01 td - Linoleat (C18:2n6c) 2,32 ± 0,05 8,90 ± 0,01a 10,75 ± 0,21b 9,23 EPA (C20:5n3) 1,10 ± 0,04 0,24 ± 0,04 0,08 ± 0,00 - DHA (C22:6n3) 6,52 ± 0,22 0,94 ± 0,22 0,45 ± 0,03 - Total PUFA 15,27 ± 0,14 11,51 ± 0,52 11,86 ± 0,28 -

Total asam lemak 42,73 ± 0,59 77,28 ± 1,51 87,56 ± 0,66 - Tidak teridentifikasi 57,27 ± 0,59 22,72 ± 1,51 12,44 ± 0,66 -

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (α<0,05); td (tidak terdeteksi); - (tidak ada data); * Abiona et al. (2011)

Lemak selain memiliki sisi positif juga mempunyai sisi negatif terhadap kesehatan (penyakit jantung dan pembuluh darah). Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai sumber energi, mediator aktivitas biologis antar sel, isolator dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh serta pelarut vitamin. Lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, yaitu 9 Kkal/gram lemak yang dikonsumsi. Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Makanan yang berasal

18

dari hewani (daging berlemak, keju, mentega dan krim susu) selain mengandung asam lemak jenuh juga mengandung kolesterol, dengan demikian mengurangi asupan makanan produk hewani akan lebih menguntungkan berupa pembatasan asupan kolesterol (Sartika 2008).

Hasil uji statistik t-test pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa metode penggorengan yang berbeda memberi pengaruh yang berbeda nyata pada asam lemak linoleat, oleat dan palmitat baby fish nila goreng. Asam lemak PUFA secara garis besar mengalami penurunan akibat penggorengan, namun pada asam lemak linoleat mengalami peningkatan. Peningkatan asam lemak linoleat, oleat dan palmitat disebabkan oleh penetrasi minyak ke dalam bahan yang digoreng. Peningkatan asam lemak tersebut relevan dengan Abiona et al. (2011) yang menyatakan kandungan linoleat, oleat dan palmitat dalam minyak goreng berturut-turut sebesar 9,23%, 30,91% dan 42,60% sehingga menyebabkan peningkatan asam lemak tersebut setelah ikan digoreng.

Hasil penelitian juga menunjukkan penurunan EPA dan DHA selama proses penggorengan, yakni pada suhu 180 °C selama 15 menit akan menurunkan EPA dan DHA yang lebih besar dibandingkan dengan proses penggorengan pada

suhu 160 °C selama 5 menit. Hasil tersebut relevan dengan Gladyshev et al. (2007) yang menyatakan proses penggorengan pada suhu

150-170 °C selama 15-20 menit dapat menurunkan asam lemak omega3 lebih dari 40%. Tủrkkan et al. (2008) menyatakan pengolahan ikan dengan cara digoreng menurunkan kadar EPA dan DHA yang lebih besar bila dibandingkan dengan pengolahan dengan cara dipanggang. Nurjanah et al. (2015) juga menyatakan penurunan kadar EPA dan DHA pada skipjack goreng adalah lebih dari 80%.

Penilaian asam lemak dalam suatu bahan makanan sangat membantu dalam memilih makanan sehingga dapat menurunkan resiko timbulnya penyakit. Rasio omega6:omega3 merupakan indeks yang baik untuk membandingkan nilai nutrisi relatif dari minyak ikan. Hasil rasio omega6:omega3 pada sampel baby fish nila segar sebesar 0,67 sedangkan pada perlakuan penggorengan dengan suhu 160 °C selama 5 menit dan 180 °C selama 15 menit berturut-turut sebesar 5,09 dan 13,52. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proses penggorengan memberikan dampak yang buruk pada nilai rasio omega6:omega3, karena proses tersebut dapat menurunkan asam lemak omega3 yang terdapat dalam baby fish nila. Perbandingan komposisi asam lemak beberapa jenis ikan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perbandingan asam lemak baby fish nila Asam lemak Baby fish nila

segar

Baby fish nila 160 °C 5 (Menit)

Baby fish nila 180 °C 15 (Menit) Trout S (Siberia) goreng* SAFA 18,16 33,23 36,93 - MUFA 9,31 32,55 38,78 - PUFA 15,27 11,51 11,86 - EPA 1,10 0,24 0,08 0,25 DHA 6,52 0,94 0,45 1,05 PUFA/SAFA 0,84 0,35 0,32 - ∑n3 8,92 1,87 0,81 1,69 ∑n6 5,94 9,52 10,95 0,34 n6:n3 0,67 5,09 13,52 0,2

19

Nilai rasio omega6:omega3 baby fish nila goreng mengalami peningkatan, hal ini disebabkan oleh proses penggorengan dengan suhu tinggi yang mengakibatkan rusaknya asam lemak omega3. Gladyshev et al. (2007) menyatakan proses penggorengan dapat menurunkan asam lemak omega3 lebih dari 40%. Faktor lain yang menyebabkan tingginya rasio omega6:omega3 diduga disebabkan oleh jenis minyak yang digunakan untuk menggoreng. Hal tersebut relevan dengan Abiona et al. (2011) yang menyatakan minyak kelapa sawit memiliki kandungan asam lemak linoleat (asam lemak omega6) yang tinggi sehingga menyebabkan nilai rasio omega6:omega3 menjadi besar. Menurut El-Badry et al. (2007) nilai rasio omega6:omega3 yang melebihi nilai 4 pada bahan makanan diduga berbahaya bagi kesehatan dan dapat memicu penyakit kardiovaskular. Departemen Kesehatan Inggris (HMSO 1994) juga merekomendasikan bahwa nilai maksimum rasio omega6:omega3 adalah 4. Nilai rasio baby fish nila goreng melebihi ambang batas yang telah direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan Inggris, sedangkan nilai rasio omega6:omega3 baby fish nila segar berada pada ambang batas yang direkomendasikan.

Kolesterol

Proses penggorengan berpengaruh terhadap kadar kolesterol baby fish nila. Penggorengan secara umum akan meningkatkan kadar kolesterol dalam baby fish nila. Hasil analisis kolesterol baby fish nila segar dan goreng dapat dilihat pada Tabel 5. Data kolesterol baby fish nila goreng dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 5 Kadar kolesterol baby fish nila segar dan goreng Jenis Sampel Kadar kolesterol (mg/100g)

Baby fish nila segar 98,68 ± 3,25

Baby fish nila 160 °C 5 menit 136,93 ± 21,57a

Baby fish nila 180 °C 15 menit 345,81 ± 71,10a

Udang segar* 195

Kaviar* 588

Minyak ikan* 142

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf superscript berbeda (a,b)

menunjukkan berbeda nyata (α<0,05); *Dharma (2014)

Tabel 5 menunjukkan hasil kadar kolesterol baby fish nila segar dan goreng. Uji statistik t-test baby fish nila pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode penggorengan yang berbeda memberi pengaruh yang tidak berbeda nyata pada kolesterol baby fish nila. Proses penggorengan mengakibatkan peningkatan jumlah kolesterol baby fish nila goreng. Hal ini diduga disebabkan oleh masuknya medium penggorengan (minyak) ke dalam bahan sehingga meningkatkan kandungan kolesterol dalam baby fish nila goreng. Hasil kadar kolesterol relevan dengan penelitian Astiana et al. (2015) yang menyatakan peningkatan kolesterol terjadi pada proses pengolahan belut dengan cara digoreng. Peningkatan kadar kolesterol belut goreng sebesar 140,29 mg/100g setelah digoreng dengan suhu 180°C selama 5 menit. Echarte et al. (2001) menyatakan ikan salmon yang digoreng (minyak zaitun) dengan suhu 180°C selama 4 menit dapat meningkatkan kadar kolesterol sebesar 17 mg/100g.

Peningkatan kadar kolesterol baby fish nila goreng relevan dengan penelitian Sartika (2008) yang menyatakan bahwa kontribusi tertinggi asupan

20

kolesterol berasal dari makanan yang dibuat dengan cara digoreng. Zahra et al. (2013) menyatakan bahwa perubahan kadar kolesterol dipengaruhi

oleh jenis minyak yang digunakan, intensitas penggorengan dan lama proses penggorengan. Abiona et al. (2011) menyatakan kandungan asam lemak jenuh

Dokumen terkait