• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Air Lokasi Sistem Budidaya

Kondisi perairan berperan langsung terhadap segala bentuk kehidupan biota perairan didalamnya. Setiap sistem budidaya terdapat di tiga lokasi yang berbeda, sistem budidaya aquapod berlokasi di Bali, sistem KJA berlokasi di Kepulauan Seribu, dan sistem tambak berlokasi di Karawang. Setiap lokasi budidaya memiliki karakteristik kondisi lingkungan yang berbeda. Karakteristik kondisi lingkungan setiap sistem budidaya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik kondisi lingkungan di setiap sistem budidaya

Parameter Sistem budidaya

Aquapod KJA Tambak

Suhu (oC) 29-31 30-31 30-32 Salinitas (o/oo) 32-34 31-32 21-25 DO (mg/L) 7,5-7,9 7,4-7,7 7,0-7,2 pH 8,2-8,5 7,9-8,2 7,5-7,8

Tabel 1 menunjukkan karakteristik kondisi lingkungan pada sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak. Nilai suhu, salinitas, DO dan pH lingkungan budidaya aquapod berturut-turut adalah 29-31 oC, 32-34o/oo, 7,5-7,9 mg/ L, dan 8,2-8,5. Nilai suhu, salinitas, DO dan pH lingkungan budidaya KJA berturut-turut adalah 30-31 oC, 31-32o/oo, 7,4-7,7 mg/ L, dan 7,4-7,8. Nilai suhu, salinitas, DO dan pH lingkungan budidaya tambak berturut-turut adalah 30-32 oC, 21-25o/oo, 7,0-7,2 mg/ L, dan 7,5-7,9. Kondisi kecepatan arus arus di lingkungan tambak cenderung tenang, sedangkan kondisi arus di pada sistem aquapod dan tambak memiliki kecepatan 0,16-0,20 m/s. Setiap sistem budidaya memiliki kondisi lingkungan yang berbeda, hal tersebut dipengaruhi lokasi yang berbeda. Sistem budidaya aquapod dan KJA memiliki kandungan oksigen terlaut tinggi dibandingkan dengan sistem tambak. Hal ini disebabkan karena di laut terjadi pencampuran dan pengadukan air laut oleh angin sehingga menyebabkan tingginya kandungan oksigen dalam air serta suhu air laut akan berfluktuasi akibat proses tersebut, namun berbeda dengan di tambak, oksigen pada tambak diperoleh dari putaran kincir dan aerator yang menyebabkan kandungan oksigen dalam air terbatas dan suhu pada tambak tidak berubah signifikan. Suhu air berfluktuasi sesuai siklus matahari, pasang surut dan angin laut sehingga akan mempengaruhi suhu dan oksigen terlarut yang terdapat pada air laut (Sachoermar. 2008).

Komposisi Proksimat Udang Vannamei

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude) yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan abu yang terdapat dalam bahan. Ariyani et al (2007) menyatakan bahwa udang merupakan bahan makanan yang sangat mudah rusak karena memiliki kandungan kadar air dan

12

protein yang cukup tinggi. Hasil analisis proksimat udang vannamei dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi proksimat udang vannamei

Komposisi

Udang vannamei (L. vannamei)

Aquapod (Bali)

(%bb)

KJA (Kep Seribu) (%bb) Tambak (Karawang) (%bb) Kadar air 77,19 ± 0,12 76,68 ± 0,44 78,27 ± 0,39 Kadar abu 1,00 ± 0,24 1,14 ± 0,18 0,85 ± 0,11 Kadar protein 18,84 ± 0,47 17,91 ± 0,56 18,07 ± 0,46 Kadar lemak 1,27 ± 0,04 1,30 ± 0,05 1,39 ± 0,04

Hasil yang diperoleh menunjukkan kadar air dalam udang vannamei sistem budidaya Aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 77,19 ± 0,12 %, 76,68 ± 0,44 % dan 78,27 ± 0,39 %. Hasil kadar air penelitian sebelumnya yakni 81,35 % dan 77,21 % (Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008). Tingginya komposisi kadar air pada daging disebabkan oleh kemampuan bahan untuk mengikat air yang disebut water holding capacity (WHC). Hal ini menunjukkan

bahwa udang vannamei merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak (high perishable food). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan

daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut. Hasil yang didapatkan kadar abu dalam udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 1,00 ± 0,24 %, 1,14 ± 0,18 % dan 0,85 ± 0,11 %. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni 1,47% dan 0,64 % (Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008).

Perbedaan kadar abu dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat pada udang vannamei terutama pada udang yang dibudidaya di Kepulauan Seribu dengan sistem KJA yang memiliki kadar abu tinggi dibandingkan udang vannamei sistem tambak. Komposisi mineral yang terpadat pada setiap udang vannamei dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan pada setiap sistem budidaya. Wu RSS (1995) menyatakan bahwa tingginya kondisi kelarutan mineral dipengaruhi oleh kondisi suatu lingkungan perairan. Hasil komposisi kadar protein udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 18,84 ± 0,47 %, 17,91 ± 0,56 % dan 18,07 ± 0,46 %. Hasil penelitian sebelumnya yaitu 17,43 % dan 18,8 % (Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008). Kadar lemak udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA, dan tambak berturut-turut adalah 1,27 ± 0,04 %, 1,30 ± 0,05 % dan 1,39 ± 0,04 %. Kadar lemak dan kadar protein udang vannamei sistem aquapod, KJA, dan tambak menunjukkan perbedaan tidak signifikan.

Komposisi Asam Amino dan Taurin Udang Vannamei

Hasil analisis asam amino yang terdeteksi berjumlah 17 jenis yang terdiri dari asam amino essensial dan non essensial. Hasil analisis asam amino essensial dan non essensial udang vannamei dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi asam amino udang vannamei

No. Asam Amino

(mg/100 g)

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)

Asam amino non essensial

1 Aspartat 1421 ± 23,25a 1516 ± 29,67b 1491 ± 26,73b 2 Glutamat 3668 ± 23,81a 3171 ± 55,37b 3130 ± 33,86b 3 Serina 1170 ± 38,35a 895 ± 12,66b 514 ± 41,79c 4 Glisina 615 ± 34,02a 955 ± 34,60b 767 ± 23,97c 5 Alanina 561 ± 39,27a 532 ± 8,19ab 487 ± 32,02ab 6 Tirosina 942 ± 44,96a 607 ± 32,47b 724 ± 13,05c 7 Lisina 2104 ± 21,39a 894 ± 16,70b 2518 ± 43,03c 8 Sisteina 617 ± 12,12a 280 ± 21,07b 396 ± 33,45c 9 Prolina 1741 ± 15,95a 1304 ± 27,10b 1099 ± 32,87c

Asam amino essensial

1 Histidina 559 ± 14,64a 1077 ± 29,46b 702 ± 33,50c 2 Arginina 936 ± 38,11a 1049 ± 47,84b 593 ± 38,89c 3 Treonina 940 ± 25,01a 747 ± 23,44b 594 ± 42,01c 4 Valina 1114 ± 28,15a 1124 ± 16,77a 827 ± 24,38b 5 Methionina 512 ± 47,08a 494 ± 34,02a 1636 ± 24,38b 6 Leusina 2355 ± 47,82a 1086 ± 19,66b 1880 ± 44,41c 7 Isoleusina 1006 ± 21,36a 701 ± 40,36b 917 ± 25,15c 8 Phenilalanina 583 ± 36,69a 576 ± 47,84a 499 ± 39,84a

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Hasil analisis asam amino udang vannamei menunjukkan bahwa terdapat 17 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino non essesial dan 8 asam amino essensial. Asam amino essensial yang terdapat pada udang vannamei meliputi histidina, arginina, treonina, valina, methionina, leusina, isoleusina dan phenilalanina. Asam amino non essensial yang terdapat pada udang vannamei meliputi asam aspartat, asam glutamat, serina, glisina, alanina, tirosina, lisina, sisteina dan prolina. Hasil tersebut menunjukkan bahwa udang vannamei mempunyai kandungan asam amino non esensial yang tinggi dan sangat diperlukan oleh tubuh karena tubuh manusia tidak dapat menghasilkan asam amino tersebut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa komponen asam amino non essensial tertinggi dimiliki oleh udang sistem aquapod adalah asam glutamat dengan nilai 3668 mg/100 g, sedangkan asam glutamat sistem KJA dan tambak berturut-turut sebesar 3171 mg/100 g dan 3130 mg/100 g. Jenis asam amino essensial tertinggi adalah komponen leusin pada udang sistem aquapod dengan nilai 2355 mg/100 g, sedangkan udang sistem KJA dan tambak memiliki nilai 1086 mg/100 g dan 1880 mg/100 g. Perbedaan hasil komposisi asam amino tersebut dipegaruhi oleh sistem budidaya yang berbeda. Tingginya komposisi aspartat berpengaruh terhadap rasa manis pada hewan krustasea dan glisina, alanina, serina glutamat berpengaruh terhadap rasa manis pada makanan laut (Sikorski et al. 1990). Hasil analisis asam amino menunjukkan bahwa udang vannamei yang dibudidayakan dengan sistem

14

aquapod memiliki rasa yang lebih manis dibandingakan udang yang dibudidayakan dengan sisten KJA dan tambak karean memiliki komposisi asam glutamat dan aspartat lebih tinggi dibandingkan udang KJA dan tambak. Perbedaan komposisi asam amino dapat disebabkan oleh umur, musim penangkapan, habitat serta tahapan dalam daur hidup organisme (Litaay 2005).

Kandungan prolina pada setiap udang berbeda nyata. Udang yang dibudidayakan dengan sistem aquapod memiliki kandungan prolina terbesar dengan nilai 1741 mg/100 g, sedangkan udang yang dibudiayakan dengan sistem KJA dan tambak memiliki nilai 1304 mg/100 g dan 1099 mg/100 g. Perbedaan komposisi prolina udang vannamei dipengaruhi sistem budidaya yang berbeda, sehingga mempengaruhi sistem osmoregulasi udang tersebut. Udang yang dibudidayakan dengan sistem aquapod dibudidayakan di laut dengan kedalaman 15-20 meter, sehingga udang memerlukan energi yang lebih besar untuk hidup dibawah tekanan air, arus dan salinitas air laut untuk sistem osmoregulasi. Kondisi salinitas suatu perairan akan mempengaruhi sistem osmoregulasi pada udang (Bishop dan Burton 1993).

Komposisi asam amino pada setiap udang vannamei dipengaruhi juga oleh pakan yang dikonsusi oleh udang. Jenis pakan dan frekuensi pemberian pakan yang diberikan kepada udang bersifat homogen, namun komposisi asam amino udang vannamei yang dibudidayakan di laut memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan udang vannamei yang dibudidayakan di tambak terutama pada serina dan histidina. Hal tersebut dipengaruhi oleh jenis pakan alami yang terdapat pada setiap sistem budidaya. Udang yang dibudidayakan pada sistem aquapod berlokasi di laut dengan kedalaman 15 meter, sehingga keragaman pakai alami seperti fitoplankton dan zooplankton akan lebih banyak dibandingkan udang vannamei yang dibudidayakan dengan sistem KJA dan tambak. Hal ini yang menyebabkan komposisi asam amino pada udang vannamei sistem aquapod lebih tinggi dibandingkan komposisi asam amino udang vannamei yang dibudidayakan pada sistem tambak. Sachoermar dan Hendiarti (2006) menyatakan bahwa keragaman fitoplankton dan zooplankton pada suatu perairan dipengaruhi oleh temperatur, nitrat-nitrit, silikat dan kecerahan suatu perairan.

Taurin adalah asam amino non esensial yang mengandung sulfur, tetapi tidak termasuk kelompok protein karena tidak memiliki gugus karboksil (-COOH) yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Pangan yang berasal dari perairan adalah sumber utama taurin. Taurin banyak terdapat pada hewan, terutama telur, daging dan makanan laut. Taurin pada manusia berfungsi mempertahankan keseimbangan sel membran pada jaringan yang aktif, yakni pada jaringan otak dan jantung. Kandungan taurin pada udang vannamei yang dibudidayakan di lokasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi taurin udang vannamei

Taurin (mg/100 g) Sistem budidaya

Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)

Udang vannamei 109,69 ± 3,77a 121,53 ± 2,55b 6,14 ± 0,11c

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Data Tabel 4 menunjukkan bahwa udang vannamei dengan sistem KJA memiliki komposisi taurin terbesar yaitu 121,53 ± 2,55 mg/100 g, sedangkan udang vannamei dengan sistem aquapod dan tambak memiliki nilai 109,69 ± 3,77 dan 6,14 ± 0,11 mg/100 g. Perbedaan komposisi taurin pada setiap udang dipengaruhi karena sistem budidaya yang berbeda. Udang yang dibudidayakan di laut memiliki tingkat salinitas yang berbeda dibandingkan udang yang dibudidayakan di tambak. Perbedaan salinitas perairan dari setiap sistem budidaya akan mempengaruhi kondisi fisiologis udang vanname, sehingga perbedaan salinitas tersebut akan berpengaruh terhadap sistem osmoregulasi udang.

Udang yang dibudidayakan di laut dengan sistem aquapod memiliki tekanan yang tinggi karena udang hidup dikedalaman 15 meter, sedangkan udang yang dibudidayakan dengan sistem KJA memiliki gelombang dan arus yang tinggi berkisar 0,16-0,18 m/s. Akibat dari kondisi perairan yang memiliki tekanan dan arus yang tinggi menyebabkan udang akan menghasilkan energi yang besar untuk mampu bertahan dan bergerak melawan tekanan, arus dan gelombang yang terdapat pada lingkungan lokasi sistem budidaya. Udang yang dibudidayakan di tambak tidak membutuhkan energi yang tinggi karena udang berada dalam kondisi air yang tenang dan arus yang rendah, sehingga tubuh udang akan sedikit mengeluarkan energi untuk bertahan hidup. Hal tersebut yang menyebabkan udang yang dibudidayakan di laut memiliki komposisi taurin yang lebih besar dibandingkan udang yang dibudidayakan di tambak.

Smith et al. (1987) menyatakan bahwa udang akan menghasilkan taurin yang dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tumbuh kembang udang pada saat juvenile serta digunakan sebagai energi untuk beradaptasi dengan lingkungan. Udang yang dibudidayakan di laut memiliki tingkat salinitas yang berbeda dibandingkan udang yang dibudidayakan di tambak. Perbedaan salinitas pada setiap sistem budidaya akan mempengaruhi kondisi fisiologis udang, sehingga akan berpengaruh terhadap sistem osmoregulasi pada udang yang menyebabkan perbedaan komposisi taurin pada udang. Taurin digunakan oleh invertebrata laut untuk sistem osmoregulasi di lingkungan salinitas tinggi (Schoffeniels 1976).

Taurin banyak terdapat pada hewan, terutama telur, daging dan seafood. Taurin berfungsi mempertahankan keseimbangan sel membran pada jaringan yang aktif, yakni pada jaringan otak dan jantung serta berfungsi membantu metabolisme kolesterol dan mengemulsi asam empedu sehingga

meringankan beban kerja dari hati, pankreas dan kantong empedu (Abebe dan Mozaffari 2011).

Komposisi Asam Lemak Udang Vannamei

Jenis asam lemak yang dianalisis pada udang vannamei dari sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak terdiri atas asam lemak laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat, linolenat dan arahidonat. Hasil komposisi asam lemak pada sampel udang yang dibudidayakan dengan sistem aquapod, KJA dan tambak dapat dilihat pada Tabel 5.

16

Tabel 5 Komposisi asam lemak udang vannamei

Asam Lemak

(mg/100 g)

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

(Aquapod) Bali KJA (Kep. Seribu) Tambak (Karawang)

SAFA Laurat (C12:0) 3758 ± 44,40a 3001 ± 16,82b 23 ± 5,03c Miristat (C14:0) 5282 ± 37,63a 2399 ± 27,39b 1699 ± 35,04c Palmitat (C16:0) 11161 ± 88,75a 10116 ± 54,31b 40786 ± 88,39c Stearat (C18:0) 5954 ± 32,59a 4850 ± 21,39b 15026 ± 77,59c Total SAFA 26155 20366 57534 MUFA Oleat (C18:1n9) 11432 ± 34,36a 11553 ± 33,61a 34645 ± 245,87b Total MUFA 11432 11553 34645 PUFA Linoleat (C18:2n6) 25428 ± 93,34a 12874 ± 67,20b 15598 ± 60,87c Linolenat (C18:3n3) 7378 ± 38,55a 10177 ± 53,14b 1446 ± 28,02c Arakidonat (C20:4n6) 3091 ± 20,26a 3082 ± 31,32a - Total PUFA 35897 26133 17044

Total asam lemak 73484 58052 109213

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Hasil analisis asam lemak yang terdeteksi pada udang vannamei terdapat 8 jenis asam lemak. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung dalam setiap udang vannamei terdiri dari asam lemak jenuh (SAFA) yaitu laurat, miristat, palmitat dan stearat. Asam lemak tak jenuh (PUFA), yaitu linoleat, linolenat dan arakidonat, serta asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yaitu oleat. Perbedaan sistem budidaya menyebabkan kandungan asam lemak udang vannamei berbeda. Kandungan asam lemak tertinggi terdapat pada udang vannamei yang dibudidayakan dengan sistem tambak yakni 109213 mg/100 g, sedangkan udang vannamei yang dibudidayakan dengan sistem aquapod dan KJA memilili nilai 73484 dan 58052 mg/100 g. Komposisi asam palmitat dan asam

stearat adalah komponen lemak yang paling banyak pada udang (Sriket et al. 2006). Perbedaan rasio asam lemak yang terdapat pada setiap spesies

udang dipengaruhi oleh umur, siklus hidup, salinitas, temperatur, musim dan lokasi geografis (Karuppasamy et al. 2013).

Asam lemak jenuh (SAFA) yang terdeteksi pada udang vannamei terdapat 4 jenis yaitu laurat, miristat, palmitat dan stearat. Data Tabel 5 menunjukkan total SAFA pada ketiga udang vannamei saling berbeda, udang sistem Aquapod sebesar 26155 mg/100 g, udang sistem KJA sebesar 20366 mg/100 g dan udang sistem tambak dan memiliki nilai terbesar yakni 57534 mg/100 g. Tingginya kandungan SAFA pada udang vannamei sistem tambak didominasi oleh tingginya kandungan palmitat yaitu 40786 mg/100 g. Sriket et al. (2006) menunjukkan bahwa komposisi asam palmitat sebesar 21800 mg/100 g dan nilai ini mendominasi total SAFA. Asam palmitat merupakan asam lemak lemak jenuh yang banyak terdapat pada bahan pangan dengan komposisi 15-50% dari seluruh asam lemak yang ada (Osman et al. 2007). Komposisi stearat udang vannamei

sistem aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 5954 mg/100 g, 4850 mg/100 g dan 15026 mg/100 g. Komposisi palmitat dan stearat pada setiap udang mendominasi nilai SAFA pada setiap udang. Asam palmitat dan asam stearat merupakan komponen lemak yang paling banyak pada udang (Sriket et al. 2006).

Asam lemak tak jenuh tunggal yang terdeteksi pada udang vannamei yaitu asam oleat. Komposisi asam oleat udang vannamei sistem aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 11432 mg/100 g, 11553 mg/100 g dan 34645 mg/100 g. Perbedaan komposisi asam oleat pada setiap udang dipengaruhi oleh sistem budidaya yang berbeda. Perbedaan sistem budidaya akan mempengaruhi suhu, tekanan, arus, salinitas, kekeruhan, lingkungan dan pakan alami yang dikonsumsi oleh udang. Udang sistem aquapod yakni hidup di kedalaman 10-15 m akan membutuhkan energi lebih besar untuk hidup dikarenakan udang harus bertahan dalam kondisi suhu, tekanan, salinitas dan arus air laut yang tidak menentu, sedangkan sistem KJA udang hidup di permukaan air laut, sehingga udang akan membutuhkan energi yang besar pula untuk bertahan hidup dari kondisi suhu, salinitas dan aruh permukaan air laut.

Udang dengan sistem tambak memiliki komposisi asam oleat yang tinggi. Hal ini disebabkan karena pada udang sistem tambak dimana kondisi lingkungan, pakan, salinitas dan arus sudah diatur sedemikian rupa agar udang selalu dalam kondisi baik serta adanya akumulasi pakan yang terdapat pada tambak, terutama pada pakan yang tidak dikonsumsi oleh udang, sehingga udang tidak membutuhkan energi yang besar untuk hidup. Tinggi rendahnya asam oleat pada setiap udang diduga karena dipakai sebagai energi untuk tumbuh dan survive dalam kondisi tertentu. Ikan membutuhkan asam lemak omega 6 dan omega 3 sebagai asam lemak esensial dalam pakannya untuk menghasilkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi agar mampu bertahan hidup dalam kondisi perairan yang tidak nyaman (Mokoginta et al. 2003).

Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. Asam oleat di dalam tubuh adalah sebagai sumber energi, sebagai zat antioksidan untuk menghambat kanker, menurunkan kadar kolesterol dan media pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kekurangan asam oleat dapat menyebabkan terjadinya gangguan salah satunya seperti penglihatan, menurunnya daya ingat serta gangguan pertumbuhan sel otak pada janin dan bayi (Iskandar et al. 2010).

Asam lemak tak jenuh jamak yang terdeteksi pada udang vannamei yaitu linoleat, linolenat dan arakidonat. Data Tabel 5 menunjukkan bahwa total PUFA pada setiap udang vannamei menujukkan hasil yang berbeda. Total PUFA udang

vannamei sistem aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 35897 mg/100 g, 26133 mg/100 g dan 17044 mg/100 g. Asam linoleat merupakan

asam lemak tidak jenuh yang tidak bisa disintesis oleh tubuh, oleh sebab itu perlu diberikan dari luar melalui makanan. Asam linoleat dalam tubuh berperan dalam pertumbuhan, pemeliharaan membran sel, pengaturan metabolisme kolesterol dan menurunkan tekanan darah. Komposisi linoleat tertinggi terdapat pada udang vannamei sistem aquapod yakni 2542 mg/100 g, sedangkan linoleat terendah pada udang vannamei sistem KJA yakni 12847 mg/100 g. Perbedaan komposisi linoleat setiap udang diduga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, habitat serta ketersediaan pakan yang dikonsumsi oleh udang. Karuppasamy et al (2013) menyatakan bahwa perbedaan rasio asam lemak yang terdapat pada setiap spesies

18

udang dipengaruhi oleh ukuran, umur, siklus hidup, salinitas, temperatur, musim, lokasi geografis dan ketersediaan pakan.

Komposisi Mineral Makro dan Mikro Udang Vannamei

Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar dan kelompok mineral makro terdiri K, Ca, Mg, Na, S, Cl, dan P. Mineral mikro merupakan mineral yang terdapat di dalam tubuh dalam jumlah yang kecil dan secara tetap terdapat dalam sistem biologis (Santoso et al. 2008). Hasil analisis mineral makro dan mikro pada udang vannamei berdasarkan sistem budidaya yang berbeda disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi mineral makro dan mikro udang vannamei

Komposisi

Udang vannamei (L. vannamei) mg/kg

Aquapod (Bali)

(%bk)

KJA (Kep Seribu) (%bk) Tambak (Karawang) (%bk) Mineral makro mg/kg Kalium (K) 12051,27 ± 428,41a 9637,48 ± 186,61b 12280,90 ± 595,58a Kalsium (Ca) 792,19 ± 28,45a 2109.01 ± 39.79b 652,86 ± 18,67c Magnesium (Mg) 2029,23 ± 56,43a 1475,45 ± 17,02b 1548,47 ± 22,14c Mineral mikro mg/kg Seng (Zn) 59,01 ± 5,24a 31,85 ± 1,99b 55,74 ± 3,44a Besi (Fe) Tembaga (Cu) 4,52 ± 0,10a 28,17 ± 0,92a 1,98 ± 0,75b 33,94 ± 0,74b 2,68 ± 0,41b 15,12 ± 0,55c

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Data Tabel 6 menunjukkan bahwa komposisi mineral makro kalium (K) pada udang vannamei aquapod tidak berbeda nyata dengan udang vannamei sistem tambak. Mineral makro terkecil adalah kalsium (Ca) pada udang vannamei sistem tambak dengan nilai 652,86 ± 18,67 mg/kg. Komposisi mineral mikro terbesar adalah seng (Zn) pada udang vannamei sistem aquapod yakni 59,01 ± 5,24 dan mineral mikro terendah adalah besi (Fe) pada udang vannamei sistem KJA dengan nilai 1,98 ± 0,75 mg/kg. Udang vannamei yang dibudidayakan pada sistem KJA memiliki kadar kalsium tertiggi yakni 2109,01 ± 39,79 mg/kg. Perbedaan komposisi kalsium pada udang vannamei dipengaruhi oleh sistem budidaya yang berbeda. Sriket et al. (2006) menyatakan bahwa kalsium sangat penting untuk struktur jaringan keras, kontraksi otot, transmisi saraf dan sistem osmoregulasi. Kalsium pada tubuh manusia berfungsi sebagai pemeliharaan kepekaan otot dan saraf, berperan dalam pembentukan tulang dan gigi dan mencegah keropos tulang terutama osteoporosis (Siswanti et al. 2014). Udang vannamei sistem aquapod memiliki kadar magnesium tertinggi yakni 2029,23 ± 56,43 mg/kg, diikuti oleh udang vannamei sistem KJA dan tambak yakni 1475,45 ± 17,02 mg/kg dan 1548,47 ± 22,14 mg/kg. Penelitian Santoso et al. (2008) menyebutkan bahwa komposisi magnesium udang vannamei sebesar 1737,7 ± 23,7 mg/kg. Magnesium pada tubuh manusia sangat penting terutama sebagai sumber nutrisi yang dibutuhkan tubuh untuk sistem enzim, membantu sistem sel dan energi metabolisme (Oksuz et al. 2009).

Komposisi mineral mikro tertinggi terdapat pada udang vannamei sistem aquapod yakni seng (Zn) dengan nilai 59,01 ± 5,24 mg/kg diikuti dengan udang sistem tambak dan KJA yakni 55,74 ± 3,44 mg/kg dan 31,85 ± 1,99 mg/kg. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komposisi seng pada udang memiliki nilai 14,07 ± 0,56 mg/kg (Sriket et al. 2006). Komponen besi (Fe) tertinggi terdapat pada udang vannamei sistem aquapod yakni 4,52 ± 0,10 mg/kg diikuti

oleh udang sistem tambak dan KJA yakni 2,68 ± 0,41 mg/kg dan 1,98 ± 0,75 mg/kg, sedangkan komponen tembaga (Cu) tertinggi terdapat pada

udang sistem KJA yakni 33,94 ± 0,74 mg/kg diikuti oleh udang sistem aquapod dan tambak yakni 28,17 ± 0,92 mg/kg dan 15,12 ± 0,55 mg/kg. Zat besi yang terdapat dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembantu zat darah merah untuk pembawa oksigen ke jaringan paru-paru (Camara et al. 2005). Ion logam transisi, terutama Cu dan Fe, berfungsi sebagai katalis utama untuk oksidasi. Mineral berkontribusi untuk oksidasi otot pada udang selama penanganan, pengolahan dan penyimpanan (Thanonkaew et al. 2006). Sumber utama mineral untuk organisme laut adalah air laut dan pakan (Sriket et al. 2006).

Komposisi Astaxanthin Udang Vannamei

Astaxanthin merupakan kelompok pigmen yang memberikan warna kuning, oranye dan merah yang terdapat pada kulit, cangkang dan kerangka luar hewan air khususnya krustasea. Hasil analisis komposisi astaxanthin pada udang vannamei dari lokasi berbeda dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi astaxanthin udang vannamei

Astaxanthin

Sistem budidaya

Aquapod (Bali)

mg/kg

KJA (Kep Seribu) mg/kg

Tambak (Karawang) mg/kg Udang vannamei 2,36 ± 0,12a 2,32 ± 0,28a 2,03 ± 0,02b

Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).

Data Tabel 7 menunjukkan bahwa udang vannamei memiliki komposisi astaxanthin yang berbeda. Udang vannamei dengan sisten Aquapod memiliki komposisi astaxanthin terbesar yaitu 2,36 ± 0,12 mg/kg, sedangkan udang sistem KJA dan sistem tambak memiliki nilai 2,32 ± 0,28 mg/100g dan 2,03 ± 0,02 mg/100 g. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Takeungwongtrakul et al. (2013) bahwa kandungan astaxanthin pada udang vannamei yakni 1,80 mg/kg. Perbedaan komposisi karotenoid astaxanthin pada setiap udang dipengaruhi sistem budidaya yang berbeda. Udang vannamei yang dibudidayakan dengan sistem aquapod memiliki komposisi astaxanthin yang lebih besar dibandingkan udang vannamei sistem KJA dan tambak. Sistem budidaya yang berbeda menyebabkan jumlah dan jenis pakan alami yang terdapat pada setiap lokasi akan berbeda, sehingga pakan alami yang dikonsumsi udang akan berpengaruh terhadap komposisi astaxanthin pada udang tersebut. Komposisi astaxanthin yang

Dokumen terkait